Abstrak
Abses hati merupakan suatu infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit,
jamur yang berasal dari sistem gastrointestinal dan bilier. Abses hati terbagi dua secara umum
yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). Pada negara-negara
berkembang, abses hati amebik didapatkan secara endemik dan lebih sering dibandingkan
abses hati piogenik. AHA lebih sering terjadi pada pria dan terjadi terutama pada usia muda.
AHA terutama disebabkan oleh E. histolytica.
Abstract
Liver abscess is an infection of the liver caused by bacterial infections, parasites, fungi
derived from the gastrointestinal and biliary systems. The liver abscess is divided into two
general types: the amebic liver abscess (AHA) and the piogenic liver abscess (AHP). In
developing countries, amebic liver abscesses are obtained endemically and more frequently
than pyogenic liver abscesses. AHA is more common in men and occurs primarily at younger
ages. AHA is mainly caused by E. histolytica.
Pendahuluan
Abses hati adalah penumpukan jaringan nekrotik dalam suatu rongga patologis yang
dapat bersifat soliter atau multipel pada jaringan hati. Abses hati ini berbentuk infeksi
pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis
1
steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses
supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel
inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati. Abses hati lebih sering terjadi pada
pria dibandingkan dengan wanita, dan berhubungan dengan sanitasi yang jelek, status
ekonomi rendah, dan gizi buruk. Abses hati terbagi dua secara umum yaitu abses hati
amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP).1
AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal, paling sering terjadi
di daerah tropis/subtropik. Pada negara-negara berkembang, abses hati amebik (AHA)
didapatkan secara endemik dan lebih sering dibandingkan dengan abses hati piogenik
(AHP). 1
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
2
Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,5o C, tekanan darah 90/60mmHg, nadi
86x/menit, nafas 19x/menit , TB 174 cm, BB 60 kg. Pada abdomen terdapat nyeri tekan
(+) pada kanan atas, Murphy sign (-)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hasil lab yang didapatkan dari skenario adalah Hb 11, Leukosit 17.000, dan Trombosit
500.000.
Foto dada
Kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa peninggian diafragma kanan,
berkurangnya pergerakan diafragma, efusi pleura kolaps paru, dan abses paru.
Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran
ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di hati. Jarang didapatkan air fluid level
yang jelas.
3
merupakan pilihan utama untuk tes awal, karena non invasif dan sensitivitasnya tinggi
(80-90%) untuk mendapatkan lesi hipoechoic dengan internalechoes.1,2
Pada hasil USG, didapatkan hasil terdapat SOL yang hipoechoic, inhomogen, berbatas
tegas, ukuran 5,7 cm x 6,9 cm.
CT Scan
Sensitivitas tomografi komputer berkisar antara 95-100% dan lebih baik untuk elihat
kelainan daerah superior dan posterior. Tetapi modalitas ini tidak dapat melihat
integritas diafragma sehingga tidak dapat menentukan efusi pleura sebagai efusi reaktif
atau ruptur diafragma. 2
Pemeriksaan Serologi
Uji serologi bermanfaat pada kasus yang dicurigai amoebiasis hati. Uji inu umumnya
negatif pada asimtomatik. Respon antibodi bergantung lamanya sakit. Umumnya hasil
masih negatif pada minggu pertama. Titer antibodi dapat bertahan berbulan-bulan
sampai tahunan pada pasien daerah endemik. Jadi, tidak begitu spesifik untuk daerah
endemik. Namun, sangat spesifik pada daerah yang bukan endemik. Ada beberapa uji
yang banyak digunakan, anatara lain indirect hemaglutination assay(IHA),
countermunoelectrophoresis (CIE) dan ELISA. Yang banyak digunakan adalah tes
IHA. Tes IHA menunjukan sensitivitas yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk
diagnosis amoeba invasif.1,2
Cocok untuk mendeteksi E. histolytica pada feses dan pus penderita abses hepar.
Pemeriksaan ini mempunyai nilai diagnostik yang sangat tinggi.
Differential Diagnosis
Abses hati piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan hati yang
disebabkan oleh invasi bakteri melalui aliran darah, sistem bilier, maupun penetrasi
langsung. Abses hati piogenik pada umumnya disebabkan oleh bakteri aerob gram
negatif dan anaerob, yang tersering adalah bakteri yang berasal dari flora normal usus
seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Bacteriodes, Enterokokus,
4
Streptokokus anaerob, dan Streptokokus mikroaerofilik. Insidens AHP meningkat pada
kelompok usia lanjut, usia berkisar 40-60 tahun dan lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita. Abses hati piogenik merupakan kondisi serius dengan angka kematian
tinggi bila diagnosis tidak dibuat secara dini. Pada awal perjalanan penyakit, gejala
klinis seringkali tidak spesifik. Gambaran klasik abses hati piogenik adalah nyeri perut
terutama kuadran kanan atas , demam yang naik turun disertai menggigil , penurunan
berat badan, muntah, ikterus dan nyeri dada saat batuk. Pada 63% kasus, gejala klinis
muncul selama kurang dari dua minggu. Awitan abses soliter cenderung bertahap dan
seringkali kriptogenik. Abses multipel berhubungan dengan gambaran sistemik akut
dan penyebabnya lebih bisa diidentifikasi. Hati teraba membesar dan nyeri bila ditekan
pada 24% kasus. Adanya hepatomegali disertai nyeri pada palpasi merupakan tanda
klinis yang paling dapat dipercaya. Beberapa pasien tidak mengeluh nyeri perut kanan
atas atau hepatomegali dan hanya terdapat demam tanpa diketahui sebabnya.1
Faktor risiko mayor Infeksi bakteri akut, khususnya Bepergian atau menetap di
intra abdominal daerah endemic (pernah
menetap)
Obstruksi bilier
Diabetes mellitus
Khas:
Tanda klinis Hepatomegali disertai nyeri Nyeri tekan perut regio kanan
tekan, massa abdomen, ikterus atas bervariasi
5
Tidak ditemukan eosinophilia
Hepatoma
6
Working Diagnosis
Anatomi Hepar
Hepar merupakan organ viscera terbesar pada tubuh manusia dan terutama terletak di
regio hypochondrium dextra dan epigastrium, meluas ke dalam regio hypochondrium
sinistra (atau di dalam kuadran kanan atas, terbentang hingga kuadran kiri atas. Facies
hepar meliputi: facies diaphragmatica ke arah anterior, superior, dan posterior, dan
facies visceralis ke arah inferior.3
Facies diaphragmatica Facies diaphragmatica hepar, yang halus dan berbentuk kubah,
terletak berhadapan dengan facies inferior diaphragma. Facies ini berhubungan dengan
recessus subphrenici dan hepatorenalis.
7
Gambar 2. Facies Visceralis Hepar3
Facies visceralis hepar tertutup peritoneum viscerale, kecuali pada fossa vesicae
billiaris/felleae dan pada porta hepatis (pintu gerbang menuju hepar), Struktur-struktur
yang berhubungan dengan facies ini meliputi yang berikut: esophagus, pars anterior
bagian kanan gaster, pars superior duodeni, omentum minus, vesica fellea (biliaris),
flexura coli dextrae, sisi kanan colon transversum, ren dexter, dan glandula suprarenalis
dextra.
Porta hepatis berperan sebagai titik masuk ke dalam hepar bagi arteriae hepatica dan
vena portae hepatis, dan titik keluar bagi ductus hepaticus.
Histologi Hepar
Pada hati primata atau manusia, septum jaringan ikat di antara lobulus hati tidak sejelas
di hati babi, dan sinusoid hati bersambungan di antara lobulus. Meskipun terdapat
perbedaan, daerah porta tetap memperlihatkan cabang interlobularis vena porta, arteri
hepatika, dan duktus biliaris di sekitar tepi lobulus dalam septum interlobularis. 4
8
Gambar ini memperlihatkan banyak lobulus hati. Di bagian tengah setiap lobulus hati
yaitu vena sentralis. Sinusoid hati terlihat diantara lempeng hati yang memancar dari
vena sentralis ke arah tepi lobulus hati. Cabang pembuluh darah interlobularis dan
duktus biliaris terlihat di daerah porta lobulus hati.
Epidemiologi
Amoebiasis terjadi pada 10 % dari populasi dunia dan paling umum terjadi pada daerah
tropis dan subtropik. Penyakit ini sering diderita orang muda dan sering pada etnik
Hispanik dewasa (92%). Terjadi 10 kali lebih umum pada pria dibandingkan pada
wanita dan anak. Berhubungan juga dengan keadaan sanitasi yang buruk, status
ekonomi rendah, dan gizi buruk. Amoebiasis merupakan infeksi tertinggi ketiga
penyebab kematian setelah schistosomiasis dan malaria. Daerah endemisnya meliputi
Afrika, Asia tenggara, Meksiko, Venezuela, dan Kolombia. Insiden abses hati amoeba
di Amerika Serikat mencapai 0,05% sedangkan di India dan Mesir mencapai 10%-30%
pertahun dengan perbandingan laki-laki:perempuan sebesar 3:1 sampai dengan 22:1.
1,2,5
Etiologi
Beberapa spesies amoeba dapat hidup sebagai parasit non patogen dalam mulut dan
usus. Tetapi hanya E. histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian
kecil individu yang terinfeksi E. histolytica yang memberikan gejala amoebiasis invasif
sehingga ada dua jenis E. histolytica, yaitu strain patogen dan non patogen.
Bervariasinya virulensi berbagai strain E. histolytica ini berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hati.6
Siklus hidup E. histolytica dapat dibagi atas dua bentuk, yaitu tropozoit dan kista.
Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup komensal dalam usus. Bentuk ini
9
dapat bermultiplikasi dengan cara membelah diri menjadi dua atau menjadi kista.
Tropozoit tumbuh dalam keadaan anaerob dan hanya perlu bakteri atau jaringan untuk
kebutuhan zat gizinya. Tropozoit ini tidak berperan dalam penularan dan mati bila
terpajan hidroklorida atau enzim pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit
berpsedopadia dengan ukuran 10-20um yang keluar sampai yang ukuran 50um. Bila
tidak diare, tropozoit akan membentuk kista sebelum keluar bersama tinja.
Kista akan berinti 4 setelah melakukan dua kali pembelahan dan berperan dalam
penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan, tahan asam lambung dan
enzim pencernaan. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20um dan berdinding
kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan makanan atau
perubahan osmolaritas media. 1,5,6
Patogenesis
Patogenesis amoebiasis hati belum diketahui secara pasti. Ada beberapa mekanisme
yang telah dikemukakan antara lain faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubahnya
antigen permukaan, dan penurunan imuniras selular. Secara singkat dapat
dikemukakan dua mekanisme, yaitu strain E. histolytica patogen dan non patogen.
Secara enetik E. histolytica dapat menyebabkan iritasi, tetapi tergantung pada interaksi
kompleks antara parasit dan lingkungan saluran cerna terutama flora bakteri.
Penyebaran amoeba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Di hati, terhadi
fokus akumulasi neutrofil periportal yang dusertai nekrosis dan infiltrasi
granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti jaringan nekrotik.
Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Amoebiasis hati ini
dapat terjadi berbulan-bulan atau tahunan setelah amoebiasis intestinal dan sekitar 50%
amoebiasis hati terjadi tanpa riwayat disentri amoebiasis.1,5,6
Gejala Klinis
10
Abses hati amoeba lebih sering dikaitkan dengan presentasi klinis yang akut
dibandingkan dengan abses hati piogenik. Gejalanya biasanya telah terjadi 2 minggu
pada saat diagnosis dibuat. Dapat terjadi sebuah periode laten anatara infeksi hati usus
dan selanjutnya sampai bertahun-tahun, dan kurang dari 10% pasien melaporkan
riwayat diare berdarah dengan disentri amoeba. 6
Nyeri perut kanan atas dirasakan pada 75-90% pasien, lebih berat dibandingkan
piogenik. Terutama di kuadran kanan atas. Kadang nyeri disertai mual, muntah,
anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan tubuh, hepatomegali yang juga terasa
nyeri. Nyeri spontan perut kanan atas disertai dengan jalan membungkuk ke depan
dengan kedua tangan diletakan diatasnya merupakan gambaran klinis khas yang sering
dijumpai. 20% penderita dengan kecurigaan abses hati amoeba mempunyai riwayat
diare atau disentri.
Demam umum terjadi, tetapi mungkin pula polanya intermiten. Menggigil, malaise,
mialgia, artralgia umum terjadi. Ikterus jarang ditemukan dan bila ada menandakan
prognosis yang buruk. Apabila absesnya terletak dekat diafragma, akan timbul iritasi
diafragma sehingga terjadi nyeri bahu kanan, batuk, atelektasis. Gejala lain, fese seperti
kapur, dan urin berwarna gelap. Gejala dan tanda paru dapat terjadi tetapi pericardial
rub dan peritonitis jarang ditemukan. Kadang-kadang friction rub terdengan di hati.6
Diagnosis
Kriteria Sherlock (1969); Hepatomegali yang nyeri tekan, respon baik terhadap obat
amebisid, leukositosis, peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.,
aspirasi pus, pada USG didapatkan rongga dalam hati, dan tes hemaglutinasi positif.
11
Kriteria Ramachandran (1973); bila diapatkan 3 atau lebih temuan dari hepatomegali
yang nyeri, riwayat disentri, leukositosis, kelainan radiologis, dan respon baik terhadap
terapi amebisid.
Kriteria Lamont dan Pooler; bila didapatkan 3 atau lebih temuan dari hepatomegali
yang nyeri, kelainan hematologis, kelainan radiologis, pus amoeba, tes serologi positif,
kelainan sidikan hati dan respons baik dengan terapi amebisid. 6
Penatalaksanaan
Emetin diberikan secara intramuskular. Emetin efektif terhadapt tropozoit jaringan atau
dinding usus. Efek sampingnya antara lain adalah muntah, kejang perut, lemah, nyeri
otot, takikardia, hipotensi, nyeri perikordial, dan kelainan elektrokardiogram. Derivat
sistemik emetin adalah dehidroemetin. Dehidroemetin relatif lebih aman karena
eksresinya lebih cepat da kadarnya pada otot jantung lebih rendah.
Secara singkat, pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut. Sebaiknya dibuat dalam
bentuk poin. Metronidazol 3 x 750 mg selama 5-10 hari dan ditambah, Kloroquin fosfat
1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari, ditambah dengan
dehidroemetin 1-1,5 mg/kgBb/hari intramuskular (maksimum 99mg/hari) selama 10
hari.
Aspirasi Jarum
Pada abses kecil atau tidak toksis tidak perlu dilakukan aspirasi, kecuali untuk
diagnosis. Aspirasi hanya dilakukan pada ancaman ruptur atau gagal pengobatan
konservatif. Sebaiknya aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.
12
Abses besar dengan ancaman ruptur atau diameter abses >7 cm, respon kemoterapi
kurang, infeksi campuran, letak abses dekat permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi
dan abses pada lobus kiri hati.
Tindakan ini sekarang jarang dilakukan kecuali pada abses dengan ancaman ruptur atau
secara teknis sulit dicapai dengan aspirasi biasa. Jika terjadi piotoraks atau efusi pleura
dengan fisel bronkopleura perlu dilakukan tindakan WSD (water scaled drainage).1,2,5,6
Komplikasi
Komplikasi paling sering adalah ruptur abses sebesar 5-15,6%. Ruptur dapat terjadi ke
pleura, paru, perikardium, usus, intraperitonial, atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. 6
Pencegahan
Infeksi amoeba disebarkan melaui konsumsi makanan atau air yang tercemar dengan
kista. Karena pembawa asimptomatik dapat mengeluarkan hingga 15 juta kista per hari,
pencegahan infeksi membutuhkan sanitasi yang memadai dan pemberantasan
pembawa kista. Pada daerah berisko tinggi, infeksi dapat diminimalkan dengan
menghindari konsumsi buah dan sayuran yang tidak dikupas dan penggunaan air
kemasan. Karena kista tahan terhadap klor, disinfeksi oleh iodine dianjurkan. Sampai
saat ini, tidak ada profilaksis yang efektif. 1,6
Prognosis
Abses hati amoeba merupakan penyakit yang “treatable”, angka kematiannya <1% bila
tanpa penyulit. Penegakkan diagnosis terlambat dapat memberikan penyulit abses
ruptur sehingga meningkatkan angka kematian, yaitu bila ruptur ke dalam peritonium
angka kematiannya 20%, jika ke dalam perikardium, angka kematiannya 32-100%. 6
Kesimpulan
Abses hati amoeba merupaka suatu penyakit amebiasis ektraintestinal. AHA lebih
sering terjadi pada pria dibanding wanita, dan terutama terjadi pada usia muda. Gejala
klinis yang terjadi berupa nyeri perut kanan atas, jalan membungkuk ke depan dengan
13
kedua tangan ditaruh diatasnya, demam tinggi, anorexia. Kebersihan yang baik dapat
mencegah penyakit ini.
Daftar Pustaka
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata KM, Setiyohadi B, Syam AF. Buku
ajar ilmu penyakit dalam edisi keenam jilid dua. Jakarta: Interna Publishing; 2017:
h. 1993-6.
3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray basic anatomy. Philadelphia: Elsevier
Churchill Livingstone; 2012: h. 164-6.
5. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer Sjaifoelah HM. Buku ajar ilmu
penyakit hati. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012: h. 500-3.
6. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran
edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2016: h. 107-19.
14