Anda di halaman 1dari 13

Patient Safety pada Infeksi

Amelia Graciella Tjiptabudy

102015159

PBL A1

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510. No. Telp (021) 5694-2061

Abstrak

Terdapat banyak kasus dimana pasien mengalami kerugian akibat kesalahan medis.
Patient safety diperlukan agar pasien dapat merasa aman saat mendapatkan pelayanan
kesehatan dan terhindar dari kesalahan medis. World Health Organization (WHO) sebagai
induk organisasi kesehatan dunia telah mengkampanyekan program keselamatan pasien,
salah satunya adalah menurunkan risiko infeksi nosokomial. Penurunan angka kejadian
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan dapat dilakukan dalam bentuk
preventif dan kuratif. Di rumah sakit juga terdapat program infection control yang
merupakan suatu tindakan yang dilakakukan sebagai pencegahan terjadinya penularan
infeksi.

Kata kunci : Patient safety, infection control

Abstract

There are many cases where patients suffer losses due to medical errors. Patient
safety is needed so that patients can feel safe when getting health care and avoid medical
errors. World Health Organization (WHO) as the parent of the world health organization has
campaigned for patient safety programs, one of which is to reduce the risk of nosocomial
infections. The reduction in the incidence of infections related to health services can be done
in the form of preventive and curative. At the hospital there is also an infection control
program which is an action taken to prevent infection from occurring.

Keywords : Patient safety, infection control

Pendahuluan

Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan
oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

1
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu,
rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada
pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima
pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan asuhan kepada pasien.1

Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas
medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan
pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya
menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu,
tenaga medis harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui
secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan diri
pasien.1

Defenisi Patient Safety

 Menurut World Health Organization (WHO), keselamatan pasien adalah tidak


adanya bahaya yang mengancam kepada pasien selama proses pelayanan
kesehatan. 2

 Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017, keselamatan


pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.2

 Keselamatan pasien dapat diartikan sebagai upaya untuk melindungi pasien dari
sesuatu yang tidak diinginkan selama proses perawatan.

 Keselamatan Pasien RS / Hospital Patient Safety adalah suatu sistem dimana


rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi
assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.

2
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan.2

Standar Keselamatan Pasien

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani


segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien
rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk
melaksanakan kegiatannya.

Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada “Hospital
Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation
of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi
dan kondisi perumahsakitan di Indonesia.3,4

1. Hak pasien

Standar :

Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai


rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan).

Kriteria :

 Harus ada dokter sebagai penanggung jawab pelayanan


 Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
 Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya kejadian tidak diharapkan.

2. Mendidik pasien dan keluarga

Standar :

3
Rumah sakit harus mampu mendidik pasien dan keluarga mengenai kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria :

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan


pasien dimana pasien berperan sebagai partner dalam proses pelayanan. Karena
itu, rumah sakit harus memiliki sistem dan mekanisme untuk mendidik pasien
dan keluarga mengenai kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga memiliki
kemampuan untuk :

 Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur


 Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
 Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
 Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
 Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
 Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
 Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standar :

Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi


antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria :

 Koordinasi pelayanan secara menyeluruh


 Koordinasi pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
 Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
 Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode-metode dalam peningkatan kinerja untuk melakukan


evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Standar :

4
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja.

Kriteria :

 Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik sesuai
dengan ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit’.
 Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
 Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
 Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standar :

 Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan


pasien melalui penerapan ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit’.
 Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
mengidentifikasi risiko keselamatan pasien dan program mengurangi
kejadian tidak diharapkan.
 Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi serta koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
 Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
 Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

Kriteria :

 Terdapat tim pendisiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

5
 Tersedia program proaktif untuk mengidentifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden atau kejadian tidak diharapkan.
 Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi.
 Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain, dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
 Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden.
 Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden.
 Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan.
 Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan.
 Tersedia sasaran terukur, serta pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien.

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standar :

 Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk


setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.
 Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriteria :

 Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
mengenai keselamatan pasien
 Mengintegerasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
 Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

6
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Standar :

 Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi


keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
 Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria :

 Tersedia anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen


untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien.
 Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.

Tujuan Patient Safety

Tujuan sistem keselamatan pasien rumah sakit adalah 1)Terciptanya budaya


keselamatan pasien di rumah sakit, 2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit
terhadap pasien dan masyarakat, 3) Menurunnya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan)
di rumah sakit, 4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD.5

Sedangkan, tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah 1)Identify patients


correctly (mengidentifikasi pasien secara benar). 2) Improve effective
communication (meningkatkan komunikasi yang efektif). 3) Improve the safety of
high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi). 4)
Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery(mengeliminasi
kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi). 5)
Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan). 6) Reduce the risk of patient harm from
falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh).

7
Manfaat Patient Safety Terhadap Infeksi

Bila program patient safety dilakukan dengan baik, maka manfaat yang didapatkan
diantaranya: Menekan biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi pengobatan yang
tidak perlu, mengurangi kejadian masuk rumah sakit kembali, meminimalisasi
kejadian infeksi di rumah sakit, menurunkan lama perawatan, menurunkan
kemungkinan rawat HCU/ICU, mengurangi transmisi penyakit (terhadap pasien dan
staf medis), menurunkan AMR (Anti Microbial Ressistance) , menghindari Multi
Drug Ressistance organism, menghindari Methicilin Resistant Stapphylococcus
Aureus (MRSA).6

Patient Safety untuk Kasus Infeksi

Penyakit infeksi disebabkan oleh patogen seperti bakteri, virus, dan jamur, dan dapat
menyebar baik secara langsung maupun tidak langsung dari satu individu ke individu
lainnya. Penyebab infeksi juga bisa berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang
diberikan. Misalnya, dari alat medis yang digunakan (stetoskop, komputer, dan
sebagainya), kontaminasi lingkungan, airborne transmission, staf rumah sakit yang
menjadi karier, dan lain-lain.

Pencegahan terhadap infeksi tersebut bisa diterapkan melalui program patient safety,
yang terdiri dari tindakan preventif dan kuratif. Kegiatan preventif yang dapat
dilakukan berupa edukasi sterilisasi dan usaha mencegah resiko infeksi pada
tindakan-tindakan invasif. Sedangkan tindakan kuratif yang dapat dilakukan adalah
terapi antibiotik yang cepat dan tepat sesuai diagnosis kerja, semua usaha mengontrol
atau mengobati infeksi dilakukan dengan tepat dan cepat, pemilihan makanan diet
sesuai penyakitnya dengan memperhatikan nilai gizi dan kalori yang cukup, serta
memastikan bahwa obat oral, injeksi, IVFD, makanan oral, makanan per NGT masuk
sesuai waktu dan dosisnya.2

Infection Control

Infection Control dapat dikategorikan menjadi 2 macam, yaitu standard precaution


dan transmition based precaution.

8
1. Standard precaution atau General Precaution
Pelayanan yang diberikan kepada semua pasien di rumah sakit berdasarkan standard
precaution. Standard precaution adalah semua tindakan yang diaplikasikan kepada
setiap pasien yang datang tanpa memandang diagnosis maupun status infeksinya.
Adapun prinsip utama prosedur Kewaspadaan Universal dalam pelayanan kesehatan
adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi beberapa kegiatan pokok
seperti7-9:
Cuci tangan dan antisepsis
WHO mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care,
yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan
dengan My five moments for hand hygiene adalah melakukan cuci tangan:
1. Sebelum bersentuhan dengan pasien.
2. Sebelum melakukan prosedur bersih/steril.
3. Setelah bersentuhan dengan ciaran tubuh pasien risiko tinggi.
4. Setelah bersentuhan dengan pasien.
5. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.
Penggunaan alat pelindung diri pada saat melakukan tindakan atau prosedur
medis
Alat pelindung diri tersebut diantaranya:
- Sarung tangan (gloves).
Indikasi penggunaan gloves yaitu
- Untuk melindungi tangan dari kontaminasi bahan organik dan mikroorganisme.
- Untuk mengurangi resiko penularan ke pasien atau tenaga kesehatan lainnya.
- Apron dan masker.
- Menggunakan apron berbahan plastik saat kontak dekat dengan pasien, bahan,
atau alat medis, atau ketika terdapat resiko terjadinya kontaminasi pakaian.
- Buang apron plastik setelah melakukan suatu prosedur atau tindakan medis.
- Menggunakan gaun yang menutupi seluruh tubuh ketika terdapat resiko
terciprat darah, cairan tubuh, sekresi, dan eksresi.
- Masker wajah dan pelindung mata harus digunakan ketika terdapat resiko
terciprat darah, cairan tubuh, sekresi, dan ekresi pada bagian wajah.
Pencegahan cedera tertusuk jarum.

9
Pencegahan dapat dilakukan dengan berhati-hati pada saat kontak dengan jarum,
scalpel, dan alat tajam lainnya, membersihkan alat medis yang telah digunakan, dan
membuang alat injeksi yang telah digunakan.
Hygiene lingkungan.
Menjaga kebersihan lingkungan dengan menggunakan prosedur yang adekuat untuk
membersihkan dan desinfeksi lingkungan.
Pembuangan limbah.
Pembuangan limbah harus dimanajemen dengan baik. Untuk limbah yang
terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi tubuh, jaringan tubuh dan
sampah laboratorium ditangani sebagai limbah klinis.
Pemindahan dan pembersihan alat medis yang terkontaminasi.
Menurut Nystrom (1981) yang dikutip Tietjen (2004), dekontaminasi adalah langkah
pertama dalam mensterilkan instrumen bedah/tindakan, sarung tangan dan peralatan
lainnya yang kotor (terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan dengan tangan
misalnya, merendam barang-barang yang terkontaminasi dalam larutan klorin 0,5 %
atau disinfektan lainnya yang tersedia dengan cepat dapat membunuh HBV dan HIV.
Dengan demikian, menjadikan instrumen lebih aman ditangani sewaktu pembersihan.

2. Transmission based precaution

Kewaspadaan berbasis transmisi merupakan kewaspadaan terhadap pasien rawat inap


dengan tanda infeksi baru yang ditentukan berdasar kriteria klinis dan epidemiologis
sebelum hasil laboratorium mengkonfirmasi diagnosis. Kewaspadaan berdasar
transmisi dibagi menjadi 3, yaitu kewaspadaan kontak (contact), kewaspadaan
percikan (droplet) dan kewaspadaan udara (airborne). Kewaspadaan transmisi melalui
kontak bertujuan menurunkan risiko timbulnya HAIs karena kontak langsung atau
tidak langsung, misalnya kontak langsung dengan permukaan kulit yang terbuka
dengan kulit terinfeksi atau kolonisasi maupun kontak tidak langsung berupa kontak
dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas
yang belum dicuci atau benda di sekitar pasien. Untuk menekan infeksi, hindari
menyentuh permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien.
Sedangkan jenis kewaspadaan transmisi melalui percikan dilakukan dengan
menempatkan pasien di ruang rawat terpisah untuk membatasi terjadinya kontaminasi
serta bila diperlukan, setiap kali keluar ruangan, pasien diberi respirasi dan etika batuk.

10
Pada tingkat kewaspadaan transmisi melalui udara, perlu dilakukan cuci tangan (hand
hygiene) sebelum menggunakan APD serta bagi pasien diberikan masker bedah dan
masker N95 bagi petugas.

Adapun beberapa kunci kewaspadaan berbasis transmisi yang perlu kita perhatikan
antara lain pengaturan penempatan posisi pemeriksa, pasien dan ventilasi mekanis
dalam satu ruangan dengan memperhatikan arah suplai udara bersih; penempatan
pasien TB yang belum dapat OAT harus dipisahkan dari pasien lain, sedang pasien
yang telah dapat terapi OAT secara efektif berdasar analisis resiko tidak berpotensi
menularkan TB baru dapat dicampur; memberikan peringatan tentang cara transmisi
infeksi dan penggunaan APD penting dicantumkan di pintu ruangan serta ruang rawat
untuk TB/TBRO sebaiknya menggunakan ruangan bertekanan negatif. Jika belum
mampu, maka rumah sakit harus mampu menyediakan ruang dengan ventilasi
memadai minimal dengan pertukaran udara 12 kali / jam atau 12 airchanges per
hour yang diukur menggunakan vaneo meter sesuai dengan rekomendasi WHO.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis (Ppi Tb)

Bertujuan untuk mengurangi penularan TB dalam suatu populasi dan melindungi


petugas kesehatan, pengunjung serta pasien dari penularan TB. Dasar pencegahan
infeksi adalah diagnosis dini dan cepat serta tatalaksana TB yang adekuat.

Sesuai dengan karakteristik penularan TB melalui udara, maka kewaspadaan


transmisi airborne yang menjadi fokus utama upaya PPI TB di fasyankes yang
memberi pelayanan TB.

Langkah penatalaksanaan pasien untuk mencegah infeksi TB pada fasyankes yaitu :

1. Triase, yaitu pengenalan segera pasien suspek atau terkonfirmasi TB sebagai


langkah pertama, hal ini dilakukan dengan menempatkan petugas untuk menyaring
pasien dengan batuk lama segera saat datang ke fasyankes. Pasien dengan batuk ≥ 2
minggu atau dalam investigasi TB tidak boleh mengantri bersama dengan pasien
lain untuk mendaftar.

11
2. Penyuluhan, yaitu menginstruksikan pasien yang tersaring untuk melakukan etika
batuk yang benar dengan menutup hidung dan mulut ketika batuk atau bersin. Kalau
perlu dapat diberikan masker.

3. Pemisahan, yaitu pasien suspek atau kasus TB harus dipisahkan dari pasien lain
dan diminta menunggu di ruang terpisah dengan ventilasi yang baik serta diberikan
masker bedah atau tisu untuk menutup mulut dan hidung pada saat menunggu.

4. Pemberian pelayanan segera, yaitu agar dapat segera terlayani sehingga


mengurangi kontak pasien, penunggu pasien dan petugas.

5. Rujuk untuk investigasi atau pengobatan TB

Fasyankes perlu membina kerjasama baik dengan sentra diagnostik TB untuk


merujuk pasien TB maupun menerima pasien yang terdiagnosis TB.

Selain penatalaksaan pasien, pengendalian lingkungan dan perlindungan diri petugas


juga diperlukan dalam PPI TB.

Pengendalian lingkungan bertujuan untuk mengurangi konsentrasi aerosol respirasi


yang infeksius di udara sehingga tidak menularkan orang lain. Upaya pengendalian
ini dapat dilakukan dengan system ventilasi yang adekuat di semua area pelayanan
pasien. Untuk fasyankes yang menggunakan ventilasi alamiah perlu dipastikan angka
ventilation rate per jam yang minimal tercapai. Rancangan ventilasi alamiah pelu
memperhatikan bahwa aliran udaraharus mengalirkan udara dari sumber infeksi ke
area dimana terjadi dilusi udara yang cukup dan lebih diutamakan ke udara luar.

Perlindungan diri petugas perlu menggunakan respirator pada saat melakukan


prosedur yang berisiko tinggi misalnya brokoskopi, intubasi, induksi sputum dan
pembedahan paru. Selain itu respirator juga diperlukan saat memberikan perawatan
pasien-pasien TB MDR/XDR.

Petugas kesehatan dan pengunjung perlu menggunakan respirator jika berada


bersama pasien TB di ruangan tertutup. Pasien atau tersangka TB tidak perlu
menggunakan respirator N95 tetapi cukup menggunakan masker bedah untuk
melindungi lingkungan sekitar.9

12
Kesimpulan

Patient safety adalah upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga lebih
efektif dan efisien. Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Dalam pengendalian
infeksi di rumah sakit, terdapat suatu infection control yang merupakan suatu
kewaspadaan yaitu Standard Precaution dan Transmission based precaution.

Daftar Pustaka

1. Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan


Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol
II/Nomor.04/2006 Hal.1-3

2. Diunduh dari
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/4854/1985082320150420
0 1.pdf?sequence=1&isAllowed=y , 16 September 2019.

3. Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (2011) Professional nursing practice concept, and
prespective. California: Addison Wesley Logman, Inc.

4. Muninjaya, Gde, A.A.(2012). Manajemen kesehatan. Jakarta. EGC

5. Rikomah SE. Keselamatan pasien. Dalam : farmasi klinik. Ed 1. Jakarta:


deepublish; 2016. h.134-57.

6. Widajat R. Hospital strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2011. h. 98-9.

7. Lardo S, Prasetyo B, Purwaamidjaja DB. Infection control risk assessment. CDK


journal, 2016. h. 215-19.

8. Diunduh dari
https://sardjito.co.id/2019/05/28/perawatan-pasien-sesuai-kewaspadaan-transmisi-inf
eksi/ , 16 Oktober 2019

9. Diunduh dari
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-pencegahan-dan-pengendalian-infeksi-tuberku
losis-ppi-tb-6692.html, 16 Oktober 2019

13

Anda mungkin juga menyukai