Anda di halaman 1dari 18

Polip Colon Adenomatosa pada Orang Tua

Amelia Graciella Tjiptabudy - 102016159


Kelompok PBL D3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Abstrak

Polip merupakan massa kecil seperti tumor yang menonjol dari permukaan
membran mukosa. Polip paling sering ditemukan di kolon tetapi mungkin terjadi di
esofagus, lambung atau usus halus. Berdasarkan morfologinya dan sifatnya polip
dibagi menjadi beberapa jenis. Gejala dari polip biasanya asimptomatik, tapi yang
sering ditemukan adalah adanya buang air besar berdarah, konstipasi, diare, dan
perubahan pola buang air besar. Dan untuk mendeteksi adanya polip pada colon
biasanya dilakukan dengan pemeriksaan penunjang berupa endoskopi ataupun biopsi.
Polip juga dapat mengakibatkan beberapa komplikasi seperti anemia, obstruksi usus,
perdarahan rektum.

Kata kunci : Polip pada colon, morfologi, sifat, gejala, pemeriksaan, komplikasi

Abstract

Polyps are small masses like tumors that protrude from the surface of the mucous
membranes. Polyps are most commonly found in the colon but may occur in the esophagus,
stomach or small intestine. Based on its morphology and its nature polyp is divided into several
types. Symptoms of polyps are usually asymptomatic, but are often found to be bloody bowel
movements, constipation, diarrhea, and changes in bowel patterns. And to detect the presence
of polyps in the colon is usually done by investigation in the form of endoscopy or biopsy.
Polyps can also lead to several complications such as anemia, intestinal obstruction, rectal
bleeding.

Keywords: Polyps on colon, morphology, nature, symptoms, examination, complications

Pendahuluan

Polip kolon adalah pertumbuhan lambat mukosa kolon ke arah lumen yang berisiko
akan berkembang menjadi ganas. Kejadian polip kolon cukup sering dan insidensinya
meningkat seiring dengan pertambahan usia. 25% - 30% pada penduduk usia 50 tahun
diperkirakan memiliki polip kolon jenis adenima dan lebih dari 50% penduduk di atas
usia 60 tahun diperkiran memiliki satu polip kolon. 70% dari semua polip yang
diangkat per kolonoskopi merupakan jenis adenoma.

1
Polip memiliki kepentingan klinis karena hampir 95% kanker kolon berasal dari
adenoma. Kanker kolon sendiri telah menjadi penyebab kematian kedua terbanyak di
Amerika Serikat. Namun, sebagian besar polip ini asimtomatik dan biasanya terdeteksi
tidak sengaja ketika pasien dilakukan kolonoskopi. Oleh karena itu, deteksi dini dan
pengangkatan polip yang berpotensi menjadi ganas menjadi bagian penting dari
skrining kanker kolorektal. 1,2

Anamnesis

 Identitas pasien (Nama, usia, alamat, pekerjaan, agama)

 Keluhan utama (menanyakan keluhan utama yang dirasakan pasien, sudah berapa
lama, sifatnya hilang timbul atau tidak)

 Riwayat penyakit sekarang (menanyakan apakah ada keluhan lain, atau penyakit
yang sedang diderita), Riwayat penyakit dahulu , Riwayat penyakit keluarga
(menanyakan apakah anggota keluarga lainnya punya penyakit seperti ini dengan
gejala seperti polip colon atau kanker colon)

 Menanyakan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, riwayat makan (apakah


ada konsumsi lemak berlebihan atau tidak), obesitas, dan aktivitas fisik

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dan temuan laboratorium biasanya tidak ada yang spesifik.
Upayakan pemeriksaan colok dubur (rectal touche) pada setiap keluhan perdarahan
saluran cerna bawah. Tidak jarang kita menemukan kasus-kasus kanker kolorektal dari
pemeriksaan colok dubur. Pada kasus polip rektal, kita dapat meraba polip melalui
pemeriksaan rectal touche. Hampir separuh kasus adenoma terutama yang berukuran
besar, ditandai dengan adanya perdarahan darah samar feses (fecal occult blood).
Anemia defisiensi besi lebih banyak ditemukan pada polip maligna karena secara
kuantitatif banyak terjadi kehilangan darah secara kronik. 1

Pemeriksaan Penunjang

Karena hampir 2/3 kasus adenoma tidak memberikan gejala, sehingga dibutuhkan
pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis.

Tes darah samar (fecal occult blood test)

2
Merupakan pemeriksaan non invasif untuk melihat adanya sejumlah darah pada feses.
Ada dua tipe FOBT yaitu tes guaiac (guaiac-based test) dan tes imunokimiawi
(immunochemical test). Tes guaiac FOBT mudah, aman, dan harganya murah tetapi
sensitifitas dan spesifisitasnya rendah berkisar antara 15% dan 30%. Hasilnya positif
bila ditemukan kira-kira 2 ml darah per hari pada feses. Sensitivitas FOBT sejatinya
dapat ditingkatkan melalui beberapa cara seperti mengambil sampel pada tiga waktu
yang berbeda, mengambil sampel tinja yang masih segar, membatasi asupan asam
askorbat beberapa hari sebelum pemeriksaan. Tes FOBT ini memiliki sensitivitas yang
lebih tinggi untuk kanker kolon (sekitar 85%) namun tidak untuk adenoma (hanya
50%). Untuk adenoma yang kecil dan terletak pada kolon proksimal bahkan dapat lebih
rendah lagi. Hal ini dapat dimaklumi mengingat perdarahan lebih sering dijumpai pada
kanker kolon daripada adenoma. Meski memiliki banyak keterbatasan, tes FOBT ini
tetap memegang peranan penting dalam skrining kanker kolon. 1

Sigmoidoskopi fleksibel (flexible sigmoidoscopy - FS)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan tabung seperti silinder untuk


memeriksa kolon distal yaitu rektum dan sigmoid. Pemeriksaan ini dianjurkan
dilakukan setiap 3-5 tahun sebagai lanjutan dari pemeriksaan FOBT rutin untuk
menyaring kanker kolon. Namun, pemeriksaan ini memiliki keterbatasan untuk
mendeteksi polip kolon ataupun kanker kolon karena hampir separuh kolon proksimal
tidak dapat dijangkau. Sedangkan sepertiga hingga setengah kasus kanker berlokasi di
proksimal dari kolon sigmoid. Selain itu, 3-5% pasien kanker kolon juga memiliki
kanker pada kolon yang lain. 1

Kolonoskopi dan Kromoendoskopi

Kolonoskopi merupakan pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi polip kolon dan


kanker kolon sekaligus sebagai modalitas terapi. Meski secara makroskopis beberapa
polip kolon dapat dikenali misal jenis adenoma berdasarkan morfologisnya, namun
pemeriksaan histlogis sebaiknya dilakukan untuk mengetahui jenis dari polip kolon
tersebut.

3
Gambar 1. Morfologi Polip Adenoma pada Kolonoskopi1

Ada pemeriksaan terbaru yang dapat digunakan untuk mengevaluasi polip kolorektal
yakni kromo-endoskopi. Teknik ini menggunakan pewarnaan, yang dapat
meningkatkan visualisasi terutama untuk mendiagnosis displasia dan neoplasi yang
datar. Adanya zat warna, dapat membedakan permukaan mukosa yang halur dengan
detil sehingga dapat mengurangi polip bentuk flat yang luput (missed), juga dapat
membantu membedakan polip dengan gambaran mukosa disekitarnya. Teknik
pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi langsung dan secara tepat jenis histologi polip
tanpa harus menunggu hasil biopsi meski membutuhkan waktu prosedur yang lama,
biaya yang lebih mahal, serta potensial toksisitas saat prosedur dilakukan.

Narrow-band imaging (NBI) dilaporkan sebagai modalistas diagnostik terbaru yang


dapat membedakan polip neoplastik dan non neoplastik. Sistem gambarnya dapat
langsung mengidentifikasi secara detail dan berkorelasi baik sesuai dengan histologis
polip. Sensitivitas dan spesifisitas kromoendoskopi dalam membedakan polip
neoplastik dengan non neoplastik adalah 82-98% dan 52-95%.1,2

CT- kolonografi (Computerized tomographic colonography - Visual Kolonoskopi)

Merupakan pemeriksaan kolonoskopi yang melibatkan alat CT-scan menggunakan


komputer, sinar X dirotasikan untuk melihat setiap bagian dari kolon dan rektum.
Beberapa penelitian menyebutkan pemeriksaan ini dapat dilakukan tanpa harus
persiapan pembersihan usus. Namun, peranannya dalam mendiagnosis polip kolon
masih belum jelas. Pemeriksaan ini masih belum bisa menggantikan kolonoskopi
konvensional sebagai alat skrining karena sensitivitasnya untuk adenoma <5 mm hanya
berkisara 30-50%, ukuran 6-9 mm berkisar 80% dan untuk ukuran >10mm mencapai
90%. Namun dewasa ini, kolonoskopi virtual ini, bahkan memberikan hasil kurang
memuaskan karena kemampuan mendeteksi polip >10mm hanya berkisar 70% dan
polip ukuran 5-9mm hanya berkisar 40-60%. 1

4
Biopsi

Biopsi adalah tindakan diagnostik yang dilakukan dengan mengambil sampel jaringan
atau sel untuk dianalisis di laboratorium, baik untuk mendiagnosis suatu penyakit atau
untuk mengetahui jenis pengobatan atau terapi yang terbaik bagi pasien. Tindakan ini
juga dikenal sebagai pengambilan sampel jaringan. Sampel yang diperoleh akan diuji
di laboratorium, di mana ahli patologi anatomi akan menganalisis sampel.2

Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan lab, kadar hemoglobin serta nilai hematokritnya rendah. Dan
mungkin pula terjadi ganguan keseimbangan elektrolit serum pada pasien-pasien
adenoma vilosa. 2

Polip Usus

Polip merupakan massa kecil seperti tumor yang menonjol dari permukaan membran
mukosa. Polip dapat tumbuh dalam kolon atau rektum, tempat pertumbuhan tersebut
menonjol ke dalam traktus GI. Polip paling sering ditemukan di kolon tetapi mungkin
terjadi di esofagus, lambung atau usus halus. Polip tanpa tangkai dengan dasar yang
lebar disebut sesil (sessile polyps). Pada polip sesil yang membesar, terjadi proliferasi
sel-sel sekitar polip dan efek traksi pada tonjolan ke lumen, mungkin bersamasama
membentuk tangkai. Polip dengan tangkai disebut polip bertangkai (pedunculated
polyps). Meski secara makroskopis polip mudah dikenali, namun polip tetap harus
diketahui jenisnya melalui pemeriksaan histologis. Polip usus dapat diklasifikasikann
menurut tipe jaringannya. Tipe polip yang sering ditemukan meliputi 1) Polip
adenomatosa, seperti adenoma tubuler, adenoma tubulovilosa, dan adenoma vilosa. 2)
Polip nonadenomatosa, seperti polip hiperplasia, polip iniflamas, dan polip juvenilis. 2

Sebagian besar polip bersifat benigna. Namun, polip vilosa dan familial
memperlihatkan kecenderungan yang nyata untuk menjadi maligna. Umumnya, polip
intestinal dapat diklasifikasikan menjadi non neoplastik atau neoplastik. Polip
neoplastik yang paling sering adalah adenoma, yang berpotensi berkembang menjadi
kanker. Polip kolon non neoplastik dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi
inflamasi, hamartoma atau hiperplastik.1,2

Anatomi Colon

5
Colon terbentang di superior caecum dan terdiri dari colon ascendens, colon
transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum. Pada daerah pertemuan colon
ascendens dan colon transversum ada flexura coli dextra, yang terletak tepat di
inferior lobus dexter hepatis. Serupa, namun membelok lebih tajam (flexura coli
sinistra) terletak di pertemuan antara colon transversum dan colon descendens. 3

Gambar 2. Anatomi Colon3

Tepat di lateral dari colon ascendens dan colon descendens terdapat sulci paracolici
dextra dan sinistra. Sulci ini terbentuk di antara tepi lateral colon ascendens dan colon
descendens dan dinding posterolateral abdomen dan melalui saluran ini bahan-bahan
dapat lewat dari satu regio cavitas peritonealis ke regio yang lain. Segmen akhir dari
colon (colon sigmoideum) dimulai di atas apertura pelvis superior sampai ke level
vertebra SIII, di sini struktur ini bersinambungan dengan rectum. Colon sigmoideum
berbentuk seperti huruf S, dapat bergerak kecuali pada bagian awalnya, yang
bersambung dengan colon descendens, dan pada ujung akhirnya, yang bersambung ke
rectum. Di antara kedua bagian tersebut, colon sigmoideum digantungkan oleh
mesocolon sigmoideum. 3

Histologi Colon

Dinding colon berupa epitel selapis silindris mengandung sel absorptif kolumnar (1)
dan sel goblet (2, 6) terisi-mukus, yang jumlahnya makin banyak ke arah ujung distal
kolon. Kelenjar intestinal (4) di kolon dalam dan lurus, dan terentang dari lamina
propria (3) ke muskularis mukosa (8). Lamina propria (3) dan submukosa (9) berisi
agregasi sel limfoid dan nodulus limfoid (5, 7). 4

6
Gambar 3. Histologi Colon4

Epidemiologi

Prevalensi polip kolon adenomatosa sebenarnya bervariasi di berbagai negara dengan


kecenderungan lebih tinggi pada negara-negara maju. Kejadian polip kolon meningkat
seiring dengan bertambahnya usia terutama mereka dengan usia diatas 60 tahun, dan
lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibanding perempuan. Rerata usia adalah
sekitar 40 tahun meski bisa juga ditemukan pada usia lebih muda antara 20 sampai 40
tahun terutana pada pasien sindrom poliposis dengan familial adenomatosus polyposis
(FAP) atau hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC).

Di Indonesia, menurut data dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2007, Julwan
dkk melaporkan dari 662 pasien yang menjalani pemeriksaan kolonoskopi dengan
indikasi apapun 23,2% diantaranya didapati polip dan kanker kolorektal. Polip kolon
adenoma dengan ukuran besar (lebih dari 9 mm) lebih sering ditemukan pada orang
Afrika-Amerika dibanding dengan Kaukasia. Selain itu orang Afrika-Amerika ini
lebih sering mengalami adenoma pada sisi kanan dan mengalami kanker kolorektal
pada usia muda (<50 tahun) dibandingkan dengan Kaukasia. Polip kolon yang tidak
ditatalaksana dengan baik dapat berkembang menjadi karsinoma dalam beberapa
tahun. Mobiditas yang sering dilaporkan berkaitan dengan komplikasi seperti
perdarahan, diare, obstruksi saluran cerna, dan perkembangan menjadi kanker.
Perdarahan dapat berupa hematoschezia massif namun lebih sering bersifat kronik dan
tidak disadari oleh pasien. Tentunya, hal ini dapat menimbulkan anemia akibat
perdarahan saluran cerna kronik, yang umumnya berupa anemia defisiensi besi.
Hampir 95% kanker kolon berkembang dari adenoma yang tumbuh perlahan-lahan
dengan rerata 7 hingga 10 tahun. Prevalensi adenoma kolon tahap lanjut yang sering

7
dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kolon ternyata lebih rendah. Dalam
sebuah studi, didapatkan prevalensi sekitar 3,8% pada pasien dengan usia dibawah 65
tahun dan 8,2% pada usia di atas 65 tahun. Polip yang paling sering ditemukan pada
kolon sigmoid dan rektum. 1

Etiologi

Secara umum adenoma dipengaruhi oleh adanya faktor genetik dan faktor lingkungan.
Beberapa faktor yang meningkatkan risiko pembentukan adenoma adalah: 1) Usia,
dimana kejadian polip lebih sering terjadi pada usia >50 tahun. 2) Adanya penyakit
radang usus kronik seperti penyakit Chron dan kolitis ulseratif. 3) Riwayat keluarga
inti yang juga memiliki polip atau kanker kolon. Faktor genetik yang telah diketahui
berperan adalah riwayat familial adenosis polyposis (FAP) dan hereditary
non-polyposis colon cancer (HNPCC). 4) Merokok dan konsumsi alkohol. 5) Diet
tinggi lemak berlebihan. 6) Obesitas. 7) Kurang aktivitas fisik. 1,2,5,6

Klasifikasi

WHO membagi polip menjadi neoplastik dan non-neoplastik. Dimana polip


neoplastik merupakan 70% dari total polip kolorektal. Tetapi, ada kepustakaan lain
yang membagi polip kolorektal menjadi tiga kelompok yakni neoplastik, non
neoplastik, dan lesi submukosa. Neoplastik dibagi menjadi 2, yakni jinak (adenoma)
dan ganas (karsinoma). Sedangkan kelompok lesi submukosa adalah mukosa dengan
gambaran seperti polip meski sebenarnya kelompok ini bukanlah polip sejati.

Ada juga yang membagi polip kolorektal menjadi dua kelompok yakni polip epitelial
dan non-epitelial. Polip non-epitelial berasal dari jaringan limfoid, otot halus, lemak,
dan saraf. Kelompok ini umumnya jarang ditemukan dan tidak ganas. Sedangkan
kelompok polip epithelial lebih sering ditemukan dan dibagi menjadi empat golongan,
yaitu : adenoma (paling sering yang menjadi ganas), hamartoma, polip inflamatorik,
dan polip hiperplastik.

Adenoma

Adenoma adalah neoplasma epitel jinak yang berasal dari sel epitel kolon. Sekitar
70-75% polip kolon adalah adenoma. Hampir 90% adenoma berukuran kecil dengan
diameter umumnya <1 cm sedangkan 10% berupa adenoma yang berukuran >1cm

8
yang sering dikaitkan dengan keganasan. Berdasarkan WHO adenoma
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu: 1) Tubular, jika minimal 80% kelenjar
berbentuk tubulus. 2) Vilosa, jika minimal 80% kelenjar berbentuk viliform. 3)
Tubule-vilosa, jika merupakan campuran keduanya.

Gambar 4. Jenis-jenis Adenoma1

Dari semua polip adenomatosa, adenoma tubular paling banyak ditemukan yakni
sekitar 80% hingga 86%, tubulovilosa sebanyak 8-16%, dan vilosa sekitar 3-16%.
Masing-masing jenis ini memiliki potensi menjadi keganasan yang berbeda-beda.
Potensi menjadi keganasan pada adenoma tubular sebesar 4,8% , pada tubulovilosa
19%, dan vilosa 38,4%. Adenoma vilosa umumnya terdapat di rektum dan cenderung
berukuran lebih besar dengan permukaan yang tidak licin dibandingkan dengan dua
tipe lainnya. Jenis ini sering dikaitkan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang
paling tinggi dari semua jenis polip. Hampir 95% kanker kolorektal berasal dari
adenoma meski hanya sebagian kecil adenoma yang akan berkembang menjadi
kanker kolon (<5%). Proses ini dikenal dengan adenoma-carcinoma sequence.
Banyak penelitian menyebutkan bahwa potensi transformasi adenoma ke arah
keganasan berkaitan besar dengan polip, derajat displasia, dan usia. Penelitian dari
National Polyp Study telah mengidentifikasi ukuran adenoma dan jenis histologis
polip menjadi faktor risiko tinggi untuk menjadi kanker kolorektal. Ukuran polip yang
lebih besar dari 1 cm akan meningkatkan risiko kanker menjadi 2,5 hingga 4 kali. Dan
meningkat 5 hingga 7 kali pada pasien yang mempunyai polip multiple. 1

Polip Hiperplastik

Polip hiperplastik kolon merupakan proliferasi epitel biasa, yang khas ditemukan pada
dekade ke-enam dan ke-tujuh dari kehidupan. Patogenesis polip hiperplastik ini tidak
sepenuhnya dimengerti tetapi pembentukan lesi ini diperkirakan merupakan akibat
dari menurunnya penggantian sel epitel dan tertundanya pelepasan sel epitel

9
permukaan, menyebabkan terjadinya penumpukan sel goblet. Polip hiperplastik
umumnya berbentuk sessile, multipel, dan lebih sering timbul pada usia >40 tahun.
Nama lain dari polip ini adalah polip metaplastik. Dapat ditemukan di semua bagian
usus besar meski lebih sering ditemukan pada bagian rektum. Ukurannya kecil
(<0,5cm) dengan warna dapat pucat atau serupa mukosa di sekitarnya. Kemungkinan
dapat berkembang menjadi kanker kolorektal. Banyak studi menghubungkan bahwa
kejadian keganasan pada kolon proksimal dengan adanya polip hiperplastik bagian
distal. 5

Gambar 5. Hasil PA pada Polip Hiperplastik5

Saat ini konsensum umum menerapkan bahwa polip hiperplastik yang ditemukan
pada sisi kiri bukanlah penanda risiko kanker kolon yang signifikan sehingga temuan
polip ini pada sigmoidoskopi tidak menjadikan indikasi untuk dilakukan pemeriksaan
kolonoskopi selanjutnya.

Polip Inflamatorik

Polip yang merupakan bagian dari sindrom ulkus rektum soliter adalah contoh lesi
inflamasi murni. Pasien menunjukkan triad klinis ialah perdarahan rektum, keluarnya
lendir dan lesi inflamasi pada dinding anterior rektum. Penyebab yang mendasarinya
adalah terganggunya relaksasi sfingter anorektal, membentuk sudut yang tajam pada
permukaan rektum anterior. Hal ini menyebabkan abrasi berulang dan ulserasi pada
mukosa rektum. Jejas kronik berulang dan penyembuhannya menghasilkan massa
polipoid terdiri atas jaringan mukosa yang reaktif dan peradangan. Polip inflamatorik
kerap ditemukan pada penyakit peradangan kronik seperti Chohn, kolitis ulseratif,
disentri basilaris, amubiasis, dan skistosomiasis. Bentuknya bertangkai namun sukar
dibedakan antara tangkai dan kepala. Secara histologis, gambarannya berupa ulserasi
fokal dari epitel dengan jaringan granulasi. 1,5

10
Hamartoma

Polip hamartoma terjadi secara sporadik dan sebagai komponen dari berbagai sindrom
genetik tertentu atau sindrom yang didapat. Hamartoma adalah polip yang terdiri dari
jaringan yang pada kondisi normal dapat ditemukan pada lokasi tersebut, namun
kemudian tumbuh menjadi masa yang tidak beraturan. Ada 3 macam hamartoma pada
usus besar yaitu polip juvenil, polip pada Peutz-Jeghers Syndrome, dan polip pada
Cronkhita-Canada Syndrome. 5

Polip Anak-Anak (Juvenile)

Polip juvenile adalah tipe yang paling sering di antara polip hamartoma. Mereka
mungkin sporadik atau sindromik. Pada dewasa, bentuk sporadik kadang-kadang
disebut juga sebagai polip inflamasi, terutama kalau terdapat infiltrat sel radang padat.
Sebagian besar polip juvenile terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Polip
juvenile khas terletak di rektum dan paling sering bennanifestasi dengan perdarahan
rektum. Pada beberapa kasus, terjadi prolaps dan polip menonjol melalui sfingter anal.

Gambar 6. Hasil PA dari Polip Juvenile5

Polip juvenile sporadik biasanya soliter tetapi pada mereka dengan sindrom poliposis
juvenile autosomal dominan jumlahnya bervariasi antara 3 sampai 100. Mungkin
diperlukan tindakan kolektomi untuk membatasi perdarahan akibat ulserasi polip pada
poliposis juvenile. Displasia terjadi pada sebagian kecil (sebagian besar terkait
sindrom) polip juvenile dan sindrom juvenile poliposis berkaitan dengan peningkatan
risiko untuk perkembangan adenokarsinoma kolon.Sindrom polip juvenile dan
sporadik sering sulit dibedakan. Mereka biasanya merupakan lesi yang menonjol
dengan, permukaannya halus, kemerahan, diameternya kurang dari 3 cm dan
menunjukkan rongga-rongga kistik yang khas pada pemotongan jaringan.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan bahwa rongga tersebut adalah kelenjar yang

11
berdilatasi, terisi musin dan debris Inflamasi. Beberapa data menunjukkan bahwa
hiperplasia mukosa adalah awal dalam perkembangan polip dan mekanisme ini adalah
sesuai dengan penemuan bahwa jalur mutasi yang mengatur pertumbuhan sel seperti
sinyal transforming growth foctorβ (TGF-β), berkaitan dengan poliposis juvenile
autosomal dominan.1,2,5

Peutz-Jeghers Syndrome

Sindrom Peutz-Jeghers adalah kelainan autosomal dominan yang jarang, ditandai oleh
adanya polip hamartoma multipel saluran cerna dan hiperpigmentasi mukokutan yang
membawa peningkatan risiko beberapa keganasan termasuk kanker kolon, pankreas,
payudara, paru, ovarium, uterus dan testis serta neoplasma lain yang tidak biasa.
Hilangnya fungsi mutasi dari germ line heterozygous pada gen LKB1/STK11
ditemukan pada sekitar separuh pasien dengan sindrom Peutz-Jeghers, yang familial
dan juga pada subset dari pasien dengan bentuk sporadik. Polip intestinal paling
sering di usus kecil, meskipun mungkin juga terjadi di lambung dan kolon tetapi
jarang di buli dan paru.

Gambar 7. Hasil PA dari Polip Peutz-Jeghers5

Pada evaluasi makroskopis, polip berukuran besar dan bertonjol-tonjol serta berlobus.
Pemeriksaan histologis menunjukkan rangkaian jaringan yang khas bercabang-cabang
dari jaringan ikat, otot polos, lamina propria dan kelenjar yang dilapisi oleh epitel
usus yang tampaknya normal.

Polip hamartoma pada sindrom Cronkhite-Canada termasuk jarang ditemukan dan


bukan termasuk lesi prekanker. Sindrom ini berupa kelainan familial yang sering
dihubungkan dengan adanya alopesia, hiperpigmentasi kutan, poliposis saluran cerna,
diare, penurunan berat badan, dan nyeri perut.

12
Patogenesis

Polip usus merupakan massa jaringan yang terjadi karena pertumbuhan sel tanpa batas
di dalam epitelium sebelah atas, yang muncul di atas membran mukosa dan menonjol
ke dalam traktus GI. Proses terbentuknya polip adenomatosa diduga akibat adanya
kegagalan pada satu atau lebih tahapan dari proses proliferasi sel dan apoptosis
normal. Gangguan awal tampaknya terjadi pada komponen proliferatif dari kripta
yakni pada sel punca basal kripta (basal-crypt stem cell). Sel punca ini terdapat pada
bagian bawah kripta. 1, 2

Gambaran Klinis

Polip kolon umumnya tidak menimbulkan keluhan dan gejala. Massa biasanya
ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pemeriksaan digital (rectal toucher)
atau rektosigmoidoskopi.

Gejala yang paling sering dilaporkan adalah perdarahan rektum. Diare, konstipasi,
atau perubahan pola defekasi juga pernah dilaporkan. Polip yang berukuran >1cm
biasanya mempunyai gejala, sedangkan yang diameternya <5mm jarang menimbulkan
gejala. Umumnya skrining dimulai 5 tahun lebih awal dari kebanyakan usia penderita
yang terdiagnosis polip kolon.

Polip pada rektum jarang menyebabkan prolaps rektum dan polip yang berukuran
besar jarang menimbulkan terjadinya intusussepsi kolon. Sedangkan, adenoma villosa
yang berukuran besar terutama pada kolon distal jarang menyebabkan timbulnya
diare.

Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada polip kolon adalah perdarahan rektum,
perdarahan samar pada feses yang diperiksa dengan tes darah samar, konstipasi, diare
atau perubahan bentuk feses, dan nyeri atau obstruksi. 1

Komplikasi

Komplikasi pada polip dapat meliputi: anemia akibat polip yang mengalapi
perdarahan kronik, obstruksi usus akibat polip yang berukuran besar, perdarahan
rektum, invaginasi (intususepsi), kanker kolorektal.2

Diagnosis Banding

13
Polip kolon jenis inflamatorik

Polip yang merupakan bagian dari sindrom ulkus rektum soliter adalah contoh lesi
inflamasi murni. Pasien menunjukkan triad klinis ialah perdarahan rektum, keluarnya
lendir dan lesi inflamasi pada dinding anterior rektum. Penyebab yang mendasarinya
adalah terganggunya relaksasi sfingter anorektal, membentuk sudut yang tajam pada
permukaan rektum anterior. Hal ini menyebabkan abrasi berulang dan ulserasi pada
mukosa rektum. Jejas kronik berulang dan penyembuhannya menghasilkan massa
polipoid terdiri atas jaringan mukosa yang reaktif dan peradangan. Ini memiliki
tampilan polip tapi karena peradangan. Polip inflamasi jinak tanpa potensi kanker. 5

Adenokarsinoma kolon

Adenokarsinoma kolon adalah keganasan yang paling sering dari saluran cerna dan
merupakan kontributor utama dari morbiditas dan mortilitas di dunia. Sebaliknya,
usus halus yang merupakan 75% dari panjang seluruh saluran cerna adalah tempat
yang tidak biasa untuk tumor jinak dan ganas. Di antara oliposis adenomatosa
familial, Terdapat ratusan polip kecil bersama dengan polip yang dominan, Terdapat
tiga adenoma tubuler dalam satu lapangan mikroskopik ini. tumor ganas usus halus,
adenokarsinoma dan tumor karsinoid memiliki angka kejadian yang kira-kira sama,
diikuti oleh limfoma dan sarkoma. Secara keseluruhan, adenokarsinoma
terdistribusi secara merata di sepanjang kolon.Tumor pada kolon bagian proksimal
umumnya tumbuh sebagai massa polipoid, eksofitik yang meluas sepanjang salah satu
dinding sekum dan kolon asenden berdiameter besar, tumor-tumor ini jarang
menyebabkan obstruksi. Sebaliknya, karsinoma pada kolon distal seringkali berbentuk
lesi anular yang membuat napkin ring yang menyebabkan konstriksi dan penyempitan
lumen, kadang-kadang sampai menyebabkan obstruksi.5

Gambar 8. Hasil PA pada Adenokarsinoma Colon5

14
Kedua bentuk tersebut tumbuh ke dalam dinding usus seiring waktu dan mungkin
teraba sebagai massa kenyal.Secara umum, karakteristik mikroskopis adenokarsinoma
kolon sisi kanan dan kiri adalah mirip.Umumnya tumor terdiri dari sel kolumnar
tinggi yang menyerupai epitel displasia yang dijumpai pada adenoma. Komponen
invasif pada tumor ini menghasilkan respons stroma desmoplastik yang kuat, yang
menyebabkan tumor tersebut memiliki karakteristik konsistensi yang kenyal.Beberapa
tumor berdiferensiasi buruk membentuk sedikit kelenjar.Tumor lainnya mungkin
memproduksi banyak musin yang dapat berakumulasi dalam dinding usus, tumor ini
memiliki prognosis buruk. Tumor juga dapat tersusun dari sel cincin yang mirip
seperti pada kanker lambung

Hemoroid

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid timbul karena dilatasi,
pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor risiko.
Gejala dan tandanya adalah adanya buang air besar sakit dan sulit, dubur terasa panas,
serta adanya benjolan di dubur, perdarahan melalui dubur dan lain-lain. Tanda yang
ditemukan yaitu benjolan di dubur secara inspeksi dan terabanya hemoroid interna
pada perabaan dan pemeriksaan rectal touche. Faktor risiko hemoroid adalah
mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih
banyak memakai jamban duduk, terlalu banyak duduk di jamban sambil membaca,
merokok,dll), peningkatan tekanan intra abdomen, kehamilan, usia tua, konstipasi
kronik, diare kronik, dll. Hemoroid adalah sumber perdarahan dan rentan membentuk
trombosis serta ulserasi yang nyeri.1,5

Tata Laksana

Polipektomi Kolonoskopi

Polipektomi merupakan suatu intervensi terapeutik yang dilakukan untuk


mengidentifikasi dan megangkat polip secara aman dan efektif melalui kolonoskopi.
Polip berulang dapat terjadi pada tempat lesi yang sama. Kolonoskopi ulang setiap
3-12 bulan dianjurkan jika masih terdapat keraguan apakah polip kolon telah direseksi
komplit serta bila terdapat displasia derajat tinggi. 6

15
Polipektomi pada polip kolon diindikasikan berdasarkan adanya gejala klinis seperti
perdarahan atau oklusi, deteksi dini untuk pencegahan kanker. Mengingat setiap polip
berisiko menjadi kanker, maka sebaiknya setiap polip yang ditemukan dilakukan
reseksi.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa polipektomi per endoskopi menurunkan secara
signifikan morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah serta biaya yang lebih murah
dibanding tindakan pembedahan. Jika seorang ahli endoskopi tidak mampu untuk
mengangkat polip secara aman dan secara komplit, maka prosedur laparotomi ataupun
polipektomi laparasskopi menjadi indikasi.

Untuk kasus polip berukuran besar terkadang membutuhkan teknik khusus yakni
piecemeal excision. Sedangkan untuk polip sessile, injeksi salin pada dasar polip
dapat membantu reseksi total. Setelah pengangkatan total dari adenoma yang
berukuran besar, disarankan untuk mengulang kolonoskopi dalam 3 - 6 bulan untuk
memantau komplitnya eksisi. Jika suatu polip tidak dapat dieksisi setelah dua hingga
tiga kali tindakan polipektomi, ada baiknya tindakan pembedahan dilakukan. 1,7

Kemoprevensi

OAINS khususnya aspirin mempunyai manfaat menurunkan insiden polip kolon


berulang, terutama pada polip kolon tingkat lanjut pada pasien yang berisiko kanker
kolon dan perdarahan gastrointestinal risiko rendah dan strok hemoragik.

Polip adenomatosus dan kanker kolorektal umumnya terjadi akibat adanya ekspresi
berlebihan siklooksigenase-2 dengan regulasi sintesis prostaglandin. Produksi
prostaglandin yang berlebihan ini merupakan kunci utama patogensis kanker kolon.
Agen yang dapat menghambat aktifitas enzim COX-2 seperti sulindac dan celecoxib
dapat menjadi kemoprevensi pada pasien FAP. Kedua agen tersebut juga dikatakan
dapat mengurangi ukuran dan jumlah polip meskipun tidak mencegah terjadi polip
kolon.1

Skrining dan Surveilans

Pemantauan untuk kolonoskopi sebaiknya ditentukan berdasarkan jumlah, ukuran,


dan temuan patologi pada polip yang diangkat. Surveilans pasca polipektomi
disesuaikan pada kondisi tiap individu. Namun, secara umum pemantauan awal

16
sebaiknya dilakukan setalah 3 tahun pasca polipektomi. Jika hasilnya negatif dalam
pemantauan 3 tahun tersebut, maka interval dapat dijarangkan menjadi setiap 5 tahun.

Pada pasien dengan 1 atau 2 adenoma tubular kecil (<1cm) dengan displasia derajat
rendah sebaiknya dilakukan pemantauan dengan kolonoskopi tidak lebih dari 5 tahun
berikutnya. Pasien dengan lesi adenoma yang lanjut atau adenoma derajat tiga
sebaiknya kolonoskopi diulang dalam 3 tahun sepanjang polip yang sudah ada telah
dilakukan pengangkatan secara komplit. Pemantaian dengan interval waktu yang
pendek dilakukan pada pasien dengan jumlah polip adenomatosus lebih dari 10
dengan pemeriksaan kolonoskopi yang tidak komplit atau persiapan yang tidak
adekuat. Setelah surveilans kolonoskopi hasilnya normal maka pemeriksaan ulang
dapat dilakukan dengan interval 5 tahun. Pada pasien dengan lesi adenomatosus besar,
sesile, pengangkatan polip dilakukan satu persatu kemudian diulang 2-6 bulan
berikutnya untuk mengangkat sisanya. Kolonoskopi direkomendasikan sebagai
tindakan untuk skrining pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun yang berisiko
untuk kanker kolom dan polip kolom. Kolonoskopi memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi polip kolon.1

Prognosis

Polip usus dapat disembuhkan jika dilakukan pengobatan dan pengangkatan. Bila
tidak diobati, pasien dapat mengalami komplikasi seperti perdarahan, dan bahkan bisa
berakibat fatal jika terjadi transformasi maligna. Polip kolon tumbuh berlahan,
perkembangan menjadi kanker biasanya diperkirakan sekitar 10 tahun setelah
pembentukan polip kecil. Tapi jika terjadi Nonpolyposis herediter kanker kolorektal,
perkembangannya menjadi kanker menjadi lebih cepat karena ketidakstabilan genetik
yang meningkat pada lesi. Pasien ini harus menjalani pemeriksaan untuk polip kolon
pada interval yang lebih sering (setiap 1-2 tahun) dari pasien dengan risiko
rata-rata.1

Kesimpulan

Polip kolon adalah pertumbuhan lambat mukosa kolon ke arah lumen yang berisiko
akan berkembang menjadi ganas. Polip adenoma merupakan neoplasma epitel jinak
yang berasal dari sel epitel kolon. Adenoma merupakan jenis polip yang paling sering
ditemukan. Hampir 90% adenoma berukuran kecil dengan diameter umumnya <1 cm

17
sedangkan 10% berupa adenoma yang berukuran >1cm yang sering dikaitkan dengan
keganasan. Dari semua polip adenomatosa, adenoma tubular paling banyak
ditemukan.

Daftar Pustaka

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata KM, Setiyohadi B, Syam AF. Buku
ajar ilmu penyakit dalam edisi keenam jilid dua. Jakarta: Interna Publishing;
2017: h. 1840-51.

2. Kowalak, Welsh, Mayer. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC; 2014: h. 390.

3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray basic anatomy. Philadelphia: Elsevier
Churchill Livingstone; 2012: h. 162.

4. Eroschenko VP. diFore’s Atlas of histology with functional correlation eleventh


edition. United State Of America: Lippincott Williams & Wilkins; 2008: h.
303-4.

5. Kumar, Abbas, Aster. Robbins basic pathology ninth edition. hiladelphia:


Elsevier Churchill Livingstone; 2013: h. 576-600.

6. Sabiston. Buku ajar bedah bagian dua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1994: h. 32-3.

7. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah edisi 6. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000: h. 430-1.

18

Anda mungkin juga menyukai