Anda di halaman 1dari 17

Sakit Kepala yang Disebabkan karena Perdarahan Subarachnoid

Amelia Graciella Tjiptabudy - 102016159


Kelompok PBL B6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Abstrak

Perdarahan subaraknoid dapat diartikan sebagai proses pecahnya pembuluh darah di ruang yang
berada dibawah arakhnoid (subaraknoid). Perdarahan subarakhnoid memiliki puncak insidens pada usia
ekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan. Gejala utama perdarahan subaraknoid berupa
nyeri kepala berat tak-lazim yang terjadi tiba-tiba. Nyeri kepala sering kali berlangsung seketika atau
bersifat kataklismik. Hilang kesadaran sesaat dan kejang umum dijumpai dan sering terjadi pada onset
perdarahan. Pada kebanyakan pasien dengan perdarahan subaraknoid, tidak ada tanda-tanda defi sit
neurologis fokal. Pasien sering kali membutuhkan intervensi bedah saraf dan neuroradiologis darurat.

Kata kunci : Perdarahan subarachnoid, insidens, gejala utama

Abstract

Subarachnoid hemorrhage can be interpreted as the process of rupture of a blood vessel in a


space under the arachnoid (subarachnoid). Subarachnoid hemorrhage has a peak incidence at around 55
years for men and 60 years for women. The main symptom of subarachnoid hemorrhage in the form of
unusual severe headache that occurs suddenly. Headache often takes place instantaneously or is
cataclysmic. Missing momentary awareness and seizures are common and often occur in the onset of
bleeding. In most patients with subarachnoid hemorrhage, there are no defective signs of focal neurological
sit. Patients often need neurosurgical interventions and emergency neuroradiologists.

Keywords: Subarachnoid hemorrhage, incidence, main symptoms

Pendahuluan

Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah di ruang subaraknoid. Subarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan
subarachnoid (PSA) menyiratkan adanya d arah didalam ruang subarachnoid akibat beberapa
proses patologis. Penggunaan istilah medis umum SAH merujuk kepada tipe perdarahan non-
traumatik, biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous malformation
(AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV).1
Perdarahan subaraknoid, sebagian besar akibat aneurisma, hanya merupakan 3% dari seluruh
kejadian gangguan peredaran darah otak/stroke, tetapi merupakan penyebab 5% kematian karena
stroke dan lebih dari seperempat insidens hilangnya tahun-kehidupan potensial akibat stroke.
Gejala utama perdarahan subaraknoid berupa nyeri kepala berat tak-lazim yang terjadi tiba-tiba.
Nyeri kepala sering kali berlangsung seketika atau bersifat kataklismik. Hilang kesadaran sesaat
dan kejang umum dijumpai dan sering terjadi pada onset perdarahan. Pada kebanyakan pasien
dengan perdarahan subaraknoid, tidak ada tanda-tanda defi sit neurologis fokal. Pasien sering kali
membutuhkan intervensi bedah saraf dan neuroradiologis darurat. Sambil menunggu transfer
pasien ke senter neurologis, penatalaksanaan harus dimulai. Terapi nimodipin dapat dimulai secara
dini guna mencegah vasospasme serebral. Pilihan terapi yang tersedia di senter neurologis meliputi
terapi bedah atau obliterasi endovaskuler terhadap aneurisma atau malformasi arteriovenosa. 1,2

Pemeriksaan

Tanda, Gejala, dan Faktor Risiko

Gambaran klasik adalah keluhan tiba-tiba nyeri kepala berat, sering digambarkan oleh pasien
sebagai ”nyeri kepala yang paling berat dalam kehidupannya”. Sering disertai mual, muntah,
fotofobia, dan gejala neurologis akut fokal maupun global, misalnya timbulnya bangkitan,
perubahan memori atau perubahan kemampuan konsentrasi, dan juga meningismus. Pasien
mungkin akan mengalami penurunan kesadaran setelah kejadian, baik sesaat karena adanya
peningkatan tekanan intrakranial atau ireversibel pada kasus-kasus parah.2

Tanda dan Gejala

 Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak, seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1 atau 2 detik sampai 1 menit, kurang lebih 25% pasien didahului nyeri kepala hebat,
vertigo, mual, muntah, banyak keringat, menggigil,
 Kaku kuduk
 Mudah terangsang, gelisah dan kejang, penurunan kesadaran, kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam,
 Gejala-gejala meningeal,
 Pada funduskopi, didapatkan 10% pasien mengalami edema papil beberapa jam setelah
perdarahan dan perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid (10%), yang merupakan
gejala karakteristik karena pecahnya aneurisma di arteri komunikans anterior atau arteri
karotis interna,
 Gangguan fungsi autonom berupa bradikardia atau - takikardia,
 Hipotensi atau hipertensi, dan banyak keringat, suhu badan meningkat,
 Gangguan pernapasan.3

Tabel 1. Faktor Risiko Perdarahan Subarachnoid2


Pemeriksaan Fisik

Kaku kuduk dijumpai pada sekitar 70% kasus. Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri
komunikans posterior dan arteri karotis interna dapat menyebabkan paresis n. III, yaitu gerak bola
mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau deviasi inferolateral. Aneurisma di sinus kavernosus yang
luas dapat menyebabkan paresis n. VI.13 Pemeriksaan funduskopi dapat memperlihatkan adanya
perdarahan retina atau edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial. Adanya fenomena
embolik distal harus dicurigai mengarah ke unruptured intracranial giant aneurysm.

Pemeriksaan Penunjang

Pencitraan

Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras adalah pilihan utama karena sensitivitasnya
tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya mendekati 100%
jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan,15 tetapi akan turun 50% pada 1 minggu
setelah serangan. Dengan demikian, pemeriksaan CT scan harus dilakukan sesegera mungkin.
Dibandingkan dengan magnetic resonance imaging (MRI), CT scan unggul karena biayanya lebih
murah, aksesnya lebih mudah, dan interpretasinya lebih mudah.
Gambar 1. CT Scan Perdarahan Subarachnoid4

Pungsi Lumbal

Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostik selanjutnya adalah pungsi
lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan subaraknoid adalah
adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan/ atau xantokromia. Jumlah eritrosit
meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000
sel/ mL. Xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk
eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal.4

Angiografi

Digital-subtraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi aneurisma serebral,
tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif serta sensitivitas dan
spesifisitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan
karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multipel. Foto radiologik yang negatif harus
diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma,
MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vaskular di otak maupun
batang otak.4

Anatomi

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah pachymeninx atau
duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater.
Gambar 1. Anatomi Meninges4

 Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan
dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak
umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan
ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan
dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.1

 Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah
dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium
subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan
dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman
padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relative
sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh
bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna
arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini
berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid
umum.

 Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak
dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater
juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia
membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim
dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari
ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan
membentuk tela choroidea di tempat itu.1-3

Differential Diagnosis

Cephalalgia et causa Perdarahan Intracerebral

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak itu sendiri. Biasanya
terjadi akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.2 Secara klinis ditandai
adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai dengan lateralisasi. Perdarahan otak
jenis ini bisa menyebar hingga ke ruang ventrikel otak dan menyebabkan pembengkakan otak.
Pendarahan intraserebral berarti pendarahan di dalam otak. Gejala dapat muncul tanpa peringatan
dan memburuk setelah 30 sampai 90 menit.1 Tanda dan gejala tersebut di antaranya seperti:

 Kelemahan mendadak
 Kelumpuhan atau mati rasa di bagian manapun dari tubuh
 Ketidakmampuan untuk berbicara
 Ketidakmampuan untuk mengontrol gerakan mata dengan benar
 Muntah
 Kesulitan berjalan
 Pernapasan tidak teratur
 Pingsan
 Hilang kesadaran

Pada pemeriksaan CT scan didapatkan daerah yang hiperdens yang indikasi dilakukan operasi,
jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah, dan secara klinis
hematoma tersebut dapat menyebabkan gangguan klinis dan lateralisasi. Operasi yang dilakukan
biasanya adalah evakuasi hematoma disertai dekompresi dari tulang kepala.3
Tumor otak

Penyakit Tumor Otak adalah pertumbuhan se- sel abnormal di dalam atau di sekitar otak secara
tidak wajar dan tidak terkendali (Wh. Sastrosudarmo, 2010). Tumor otak merupakan salah satu
bagian dari tumor pada sistem saraf, disamping tumor spinal dan tumor saraf perifer. Ada beberapa
macam jenis tumor otak yang dibedakan ke dalam dua kelompok berdasarkan perkembangannya,
yaitu tumor jinak yang bersifat kanker dan tumor ganas yang menyebabkan kanker. Tumor yang
dimulai dari otak dikenal dengan istilah tumor primer (benigna), sedangkan yang dimulai dari
bagian lain tubuh dan menyebar hingga ke otak disebut dengan tumor sekunder atau metastatik.
Tumor ganas otak yang paling sering terjadi merupakan penyebaran dari kanker yang berasal dari
bagian tubuh yag lain. Kanker payudara dan kanker paru- paru, melanoma maligna dan kanker sel
darah (Leukimia dan limfoma) bisa menyebar ke otak. Penyebaran ini bisa terjadi pada satu area
atau beberapa otak yang berbeda. 1
Factor Penyebab Tumor Otak
Ada beberapa factor penyebab pertumbuhan tumor otak (Wh. Sastrosudarmo, 2010) meliputi :
1. Keturunan (genetik).
Apabila ada garis keturunan yang menderita tumor/ kanker otak maka dianjurkan untuk
menjaga kesehatannya.
2. Riwayat trauma/ benturan.
Benturan di kepala walaupun cidera kepala ringan harus tetap diwaspada, karena
perubahan jaringan yang terbentur bisa menjadi penyebab tumbuhnya jaringan abnormal
di otak.
3. Pola hidup (life style).
Pola hidup tidak sehat bisa menjadi penyebab kanker/ tumor secara umum misalnya ;
merokok, makanan kurang serat dan lain- lain.
4. Karsinogenik
Bahan karsinogenik secara umum juga menjadi penyebab kanker/ tumor seperti, minyak
yang dipakai berulang- ulang, bahan kimia yang terhirup atau tercampur dengan dengan
makanan.
5. Radiasi.
Radiasi bahan kimia bisa menjadi pemicu tumbuhnya kanker/ tumor.
Gejala dapat bervariasi, tetapi rasa sakit (nyeri) yang berkepanjangan pada kepala adalah gejala
yang paling sering dialami. Gejala lain dari tumor otak (Wh. Sastrosudarmo, 2010) meliputi:
1)Sakit kepala secara bertahap menjadi semakin sering dan semakin parah. 2) Mual dan muntah
tanpa sebab. 3) Gangguan ingatan. 4) Kejang. 5) Kesemutan dan mati rasa di lengan dan kaki. 6)
Gangguan penglihatan seperti, penglihatan kabur. 7) Masalah yang berhubungan dengan indra
pendengaran. 8) Gangguan keseimbangan, kesulitan bergerak. Gejala tidak spesifik seperti demam
yang sering muncul serta denyut nadi dan laju pernafasan yang abnormal cepat atau lambat. 4

Working Diagnosis
Cephalalgia et causa Perdarahan Subarachnoid
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada rongga subarakhnoid yang
disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi
darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah
(arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meninges).
Perdarahan subarachnoid (SAH) merupakan perdarahan yang terjadi di rongga subarachnoid
dimana diagnose ini cenderung mempunyai konotasi sebagai sindrom klinis daripada diagnosis
patologi. Insidensi perdarahan subarachnoid bervariasi untuk masing-masing negara. Di Jepang,
perdarahan ini menyebabkan 25 kematian/100.000 populasi tahun (6,6% dari seluruh kematian
mendadak). Sedangkan angka kematian di Amerika adalah 16/100.000 populasi. Fakto-faktor diet,
herediter, dan keadaan sosio ekonomi berperan dalam patogenesisnya. 5

Etiologi
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah
satu arteri di dasar otak (75-80%) dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV) sebanyak 4-5%.
Sisanya disebabkan oleh trauma, vasculitis, tumor, diseksi arteri serebral, pecahnya arteri
superficial, gangguan pembekuan darah, thrombosis dural sinus.5
Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak seperti
1. Aneurisma sakuler (berry)
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering aneurisma
sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura
sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika
atau arteri komunikans posterior 30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat
menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum
rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus
okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia).
2. Aneurisma fusiformis
Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut aneurisma
fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen intracranial arteri karotis
interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat
disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada
arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma
fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intraaneurismal terutama pada sisi-
sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf, karena
merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur
patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah
serebral.
3. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya terdiri dari
terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa disebabkan oleh infeksi.
Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan; struktur ini jarang
menyebabkan perdarahan subarachnoid
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri dari jaringan pleksiform
abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV arteri
berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang menjadi perantaranya. Pada
kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan darah yang datang langsung dari arteri,
akibatnya vena akan merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah tambahan
yang berasal dari arteri. Pembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah
sama halnya seperti yang terjadi paada aneurisma. MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau
kraniotomi.

Epidemiologi
Prevalensi terjadinya perdarahan subaraknoid dapat mencapai hingga 33.000 orang per tahun di
Amerika Serikat. Perdarahan subarachnoid memiliki puncak insidens pada usia ekitar 55 tahun
untuk laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan. Lebih sering dijumpai pada perempuan dengan
rasio 3:2. Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO (Gangguan
Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar 62% timbul pertama kali pada usia 40-60
tahun. Dan jika penyebabnya adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih
sering pada laki-laki daripada wanita.2

Parameter klinis
Beberapa parameter kuantitatif untuk memprediksi luaran (outcome) dapat dijadikan panduan
intervensi maupun untuk menjelaskan prognosis, misalnya Skala Hunt dan Hess; skala ini mudah
dan paling banyak digunakan dalam praktik klinis. Nilai tinggi pada skala Hunt dan Hess
merupakan indikasi perburukan luaran. Skala ini juga mempunyai beberapa keterbatasan, seperti
beberapa gambaran klinis teridentifikasi samar, sehingga sulit menentukan nilai gradasi, dan tidak
mempertimbangkan kondisi komorbiditas pasien. 2,6

Tabel 2. Skala Hunt dan Hess2


Skala Fisher digunakan untuk mengklasifi kasikan perdarahan subaraknoid berdasarkan
munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan; penilaian ini hanya berdasarkan gambaran
radiologic. Pasien dengan skor Skala Fisher 3 atau 4 mempunyai risiko luaran klinis yang lebih
buruk. Skala ini sangat dipengaruhi oleh variabilitas inter-rater, serta kurang mempertimbangkan
keseluruhan kondisi klinis pasien.
Tabel 3. Skala Fisher2
Sistem Ogilvy dan Carter menggabungkan data klinis, demografi dan radiologik, serta mudah
digunakan dan komprehensif untuk menentukan prognosis pasien yang mendapatkan intervensi
bedah.

Tabel 4. Sistem Ogilvy dan Carter2


Sistem evaluasi terkini adalah dengan menggabungkan Skala Hunt dan Hess dengan skor Skala
Fisher; penggabungan ini mempunyai rentang nilai lebih luas sehingga bisa memengaruhi luaran
klinis. Nilai 0 dan 1 mempunyai luaran baik atau sangat baik pada kurang lebih 95% pasien.
Sementara itu, jika nilainya lebih dari 1, secara signifi kan mempunyai luaran buruk; kematian
kurang lebih 10% pada nilai 2, dan 30% pada nilai 3 serta 50% pada nilai 4. Pasien dengan nilai 5
tidak dapat dioperasi.

Patofisiologi
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic pada dinding
arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri
intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor
adventitia yang membantu pembentukan aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung
dalam ruang subarachnoid.3,4
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian dalam dan
dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun John Hopkins
mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya aneurisma dihubungkan
dengan hipertensi, cerebral atheroclerosis, bentuk saluran pada lingkaran wilis, sakit kepala,
hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat pereda nyeri, dan riwayat stroke dalam
keluarga yang semua memiliki hubungan dengan bentuk aneurisma sakular.

Tata Laksana
Tujuan manajemen umum yang pertama adalah identifikasi sumber pendarahan dengan
kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan intravaskuler lain. Kedua adalah
manajemen komplikasi.
Langkah pertama, konsultasi dengan dokter spesialis bedah saraf merupakan hal yang sangat
penting untuk tindakan lebih lanjut pada aneurisma intrakranial. Pasien perdarahan subaraknoid
harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) untuk pemantauan kondisi hemodinamiknya. Idealnya,
pasien tersebut dikelola di Neurology Critical Care Unit yang secara signifikan akan memperbaiki
luaran klinis.Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasif terhadap central venous
pressure dan/atau pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus
dilakukan. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi pasien harus dilakukan
secara hati-hati dan pelan-pelan; dapat diberikan analgesik dan pasien harus istirahat total.2
Setelah itu, tujuan utama manajemen adalah pencegahan perdarahan ulang, pencegahan dan
pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan neurologis lainnya.Tekanan
darah harus dijaga dalam batas normal dan, jika perlu, diberi obat-obat antihipertensi intravena,
seperti labetalol dan nikardipin. Setelah aneurisma dapat diamankan, sebetulnya hipertensi tidak
masalah lagi, tetapi sampai saat ini belum ada kesepakatan berapa nilai amannya. Analgesik sering
kali diperlukan; obat-obat narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi. Dua faktor penting yang
dihubungkan dengan luaran buruk adalah hiperglikemia dan hipertermia; karena itu, keduanya
harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) harus
dilakukan segera dengan peralatan kompresif sekuensial; heparin subkutan dapat diberikan setelah
dilakukan penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium channel blocker dapat mengurangi risiko
komplikasi iskemik, direkomendasikan nimodipin oral.
Manajemen khusus aneurisma
Terdapat dua pilihan terapi utama untuk mengamankan aneurisma yang ruptur, yaitu microsurgical
clipping dan endovascular coiling; microsurgical clipping lebih disukai. Bukti klinis mendukung
bahwa pada pasien yang menjalani pembedahan segera, risiko kembalinya perdarahan lebih rendah,
dan cenderung jauh lebih baik daripada pasien yang dioperasi lebih lambat. Pengamanan
aneurisma yang ruptur juga akan memfasilitasi manajemen komplikasi selama vasospasme
serebral. Meskipun banyak ahli bedah neurovaskular menggunakan hipotermia ringan selama
microsurgical clipping terhadap aneurisma, cara tersebut belum terbukti bermanfaat pada pasien
perdarahan subaraknoid derajat rendah.6
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) secara prospektif mengevaluasi beberapa
pasien aneurisma yang dianggap cocok untuk menjalani endovascular coiling atau microsurgical
clipping. Untuk beberapa kelompok pasien tertentu, hasil baik (bebas cacat selama 1 tahun) secara
signifikan lebih sering pada kelompok endovascular coiling daripada surgical placement of clips.
Risiko terjadinya epilepsi lebih rendah pada pasienpasien yang menjalani endovascular coiling,
akan tetapi risiko kembalinya perdarahan lebih tinggi. Selanjutnya pada pasien yang di-follow-up
dengan pemeriksaan angiografi serebral, tingkat terjadinya oklusi komplit aneurisma lebih tinggi
daripada surgical clipping. 2,6
Prognosis
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa sempat
membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama sekitar 60%. Apabila tidak ada
komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%. Apabila tidak ada intervensi bedah maka sekitar
30% penderita meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60% dalam 2
bulan pertama. 5
Pendapat lain mengemukakan bahwa prognosis pasien-pasien PSA tergantung lokasi dan jumlah
perdarahan serta ada tidaknya komplikasi yang menyertai. Disamping itu usia tua dan gejala-gejala
yang berat memperburuk prognosis. Seseorang dapat sembuh sempurna setelah pengobatan tapi
beberapa orang juga meninggal walaupun sudah menjalani treatment. Sedangkan prognosis yang
baik dapat dicapai jika pasien-pasien ditangani secara agresif seperti resusitasi preoperative yang
agresif, tindakan bedah sedini mungkin, penatalaksanaan tekanan intracranial dan vasospasme
yang agresif serta perawatan intensif perioperative dengan fasilitas dan tenaga medis yang
mendukung. Adapun beberapa penanganan yang dapat dilakukan sendiri di rumah pasca
pengobatan, seperti : 1. Mengkonsumsi obat secara teratur 2. Rajin memeriksakan tekanan darah
3. Mengkonsumsi makanan yang sehat 4. Minum bnyak cairan 5. Menghindari kebiasan merokok.

Komplikasi

Vasospasme

Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada perdarahan
subaraknoid.28 Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa perubahan status mental, defisit
neorologis fokal; jarang terjadi sebelum hari 3, puncaknya pada hari ke 6-8, dan jarang setelah hari
ke-17.29 Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu
infark kortikal tunggal, biasanya terletak di dekat aneurisma yang pecah, dan lesi multipel luas
yang sering tidak berhubungan dengan tempat aneurisma yang pecah. Mekanisme vasospasme
pada perdarahan subaraknoid belum diketahui pasti; diduga oksihemoglobin memberikan
kontribusi terhadap terjadinya vasospasme yang dapat memperlambat perbaikan defisit
neurologis.1-3

Oksihemoglobin terbentuk akibat proses lisis bekuan darah yang terbentuk di ruang subaraknoid.
Mekanisme efek vasospasmenya belum diketahui pasti, diduga melalui kemampuannya untuk
menekan aktivitas saluran kalium, meningkatkan masuknya kalsium, meningkatkan aktivitas
protein kinase C, dan juga Rho kinase. Sebelum terjadi vasospasme, pasien dapat diberi profi laksis
nimodipin dalam 12 jam setelah diagnosis ditegakkan, dengan dosis 60 mg setiap 4 jam per oral
atau melalui tabung nasogastrik selama 21 hari. Metaanalisis menunjukkan penurunan signifi kan
kejadian vasospasme yang berhubungan dengan kematian pada pemberian nimodipin profilaksis.
Nimodipin adalah suatu calcium channel blocker yang harus diberikan secepatnya dalam waktu 4
hari setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian secara intravena dengan dosis awal 5 mL/ jam
(ekuivalen dengan 1 mg mimodipin/ jam) selama 2 jam pertama atau kira-kira 15 mg/kg BB/jam.
Bila tekanan darah tidak turun dosis dapat dinaikkan menjadi 10 mL/ jam intravena, diteruskan
hingga 7-10 hari. Dianjurkan menggunakan syringe pump agar dosis lebih akurat dan sebaiknya
dibarengi dengan pemberian cairan penyerta secara three way stopcock dengan perbandingan
volume 1: 4 untuk mencegah pengkristalan. Karena nimodipin merupakan produk yang sensitif
terhadap cahaya, selang infus harus diganti setiap 24 jam. Pemberian secara infus dapat dilanjutkan
dengan pemberian nimodipin tablet per oral. Penambahan simvastatin sebelum atau setelah
perdarahan subaraknoid juga terbukti potensial mengurangi vasospasme serebral.Terapi
antiplatelet dapat berperan mengurangi iskemia serebral tertunda, meskipun perlu penelitian
prospektif lebih lanjut untuk menlai keselamatan dan efek samping.

Perdarahan Ulang

Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%; 4% dalam 24 jam pertama, selanjutnya 1% hingga
2% per hari dalam kurun waktu 4 minggu.36 Adanya perbaikan aneurisma dan pemberian terapi
primer secara signifi kan mengurangi risiko perdarahan ulang. Untuk mengurangi risiko
perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati.
Tekanan darah sistolik harus dipertahankan di atas 100 mmHg untuk semua pasien selama kurang
lebih 21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan darah sistolik harus dipertahankan di bawah 160
mmHg, dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 200
hingga 220 mmHg.2

Hidrosefalus

Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita deteriorasi mental akut, harus dilakukan
pemeriksaan ulang CT scan kepala untuk mencari penyebabnya, dan penyebab yang paling sering
adalah hidrosefalus. Volume darah pada pemeriksaan CT scan dapat sebagai prediktor terjadinya
hidrosefalus. Kurang lebih sepertiga pasien yang didiagnosis perdarahan subaraknoid karena
aneurisma memerlukan drainase ventrikuler eksternal sementara atau dengan ventricular shunt
permanen.

Drainase cairan serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan risiko perdarahan ulang dan
vasospasme serebral. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko shunt-dependent
hydrocephalus adalah usia lanjut, perempuan, skor Hunt dan Hess rendah, volume perdarahan
subaraknoid cukup banyak berdasarkan CT scan saat pasien masuk, adanya perdarahan
intraventrikuler, pemeriksaan radiologik mendapatkan hidrosefalus saat pasien masuk, lokasi
pecahnya aneurisma di sirkulasi posterior distal, vasospasme klinis, dan terapi endovaskuler.3

Hiponatremia

Kejadian hiponatremia pada pasien perdarahan subaraknoid berkisar antara 30% hingga 35%.42
Hal ini berhubungan dengan terbuangnya garam di otak dan tindakan pemberian cairan pengganti
serta sering didapatkan pada vasospasme serebral. Suatu penelitian melaporkan bahwa kejadian
hiponatremia terutama disebabkan oleh syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion
(SIADH) yang didapatkan pada 69% kasus atau hiponatremia hipovolemik pada 21% kasus. 2

Hiperglikemia

Hiperglikemia sering dijumpai pada pasien perdarahan subaraknoid, boleh jadi berhubungan
dengan respons stres. Insulin diberikan untuk mempertahankan kadar glukosa darah tetap aman
dalam kisaran 90-126 mg/dL. Terapi insulin intensif dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Pemantauan kadar glukosa darah intensif pada pasien dengan terapi insulin juga harus dilakukan.5

Epilepsi

Kejadian epilepsi ditemukan pada sekitar 7% hingga 35% pasien perdarahan subaraknoid.48
Bangkitan pada fase awal perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan perdarahan ulang,
walaupun belum terbukti menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.49 The American Heart
Association merekomendasikan pemberian rutin profi laksis bangkitan untuk semua pasien
perdarahan subaraknoid. Namun, ada laporan bahwa fenitoin profi laksis berhubungan dengan
perburukan luaran neurologis dan kognitif.52 Dengan demikian, pemberian obat antiepilepsi harus
hati-hati dan lebih tepat diberikan pada pasien yang mendapat serangan di rumah sakit atau pada
pasien yang mengalami serangan onset lambat epilepsi setelah pulang dari rumah sakit.2

Hari ke 0 – 3 Hari ke 4 – 14 Lebih dari 2 minggu


Edema dan pergeseran otak Vasospasme serebri Hidrosefalus kronis
Perdarahan ulangan Perdarahan ulangan Pneumonia, emboli paru
Hidrosefalus akut Hipovolemia Perdarahan ulangan
Aritmia jantung Hiponatremia Vasospasme serebri
Gangguan respirasi Hidrosefalus subakut Gangguan cairan dan
Pneumonia elektrolit
Tabel 5. Komplikasi Perdarahan Subarachnoid Berdasarkan Waktu1

Komplikasi lain
Komplikasi lain yang sering ditemukan adalah pneumonia, sepsis, aritmia kardial dan peningkatan
kadar enzim-enzim jantung. Kepala pasien harus dipertahankan pada posisi 300 di tempat tidur,
dan segera diberi terapi antibiotik adekuat jika dijumpai pneumonia bakterial. Profilaksis dengan
kompresi pneumatik harus dilakukan untuk mengurangi risiko Deep Vein Thrombosis (DVT) dan
emboli pulmonum. Antikoagulan merupakan kontraindikasi pada fase akut pendarahan.

Daftar Pustaka

1. Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E, Benhadi I, Mulyadi S,


Sionno J, Chandra IA, Suhartono IY, Saputra A. Ilmu bedah saraf satyanegara edisi IV.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama’ 2010: h. 232-6.
2. Setyopranoto I. Penatalaksanaan perdarahan subarachnoid. Continuing Medical Education
2012; 39(11): h. 807-12.
3. Muttaqin A. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gagguan persyarafan. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika;2008:h. 271.
4. Nst YN, Mesran, Suginam, Fadlina. Sistem pakar untuk mendiagnosis penyakit tumor otak
menggunakan metode certainity factor. Jurnal Infotek 2017; 2(1): 82-6.
5. Jones R, Srinivasan J, Alam GJ, Baker RA. Subarachnoid hemorrhage. Philadelphia:
Elsevier; 2014: h. 526-37..
6. Wahjoepurmono EJ, Junus J. Tindakan Pembedahan pada Penderita Aneurisma
Intrakranial. 2003;22(2)

Anda mungkin juga menyukai