Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

ACUTE KIDNEY INJURY (AKI) ATAU GANGGUAN GINJAL AKUT


HALAMAN JUDUL
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Disusun Oleh:

Yuniana Nur Rezki, S.Ked J510170029

Pembimbing:

dr. Bahrodin, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

1
REFERAT

ACUTE KIDNEY INJURY (AKI) ATAU GANGGUAN GINJAL AKUT

HALAMAN PENGESAHAN
Yang diajukan Oleh:

Yuniana Nur Rezki, S.Ked J510170029

Telah disetujui dan dipertahankan dihadapan pembimbing bagian Program


Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Pada tanggal .......................... 2017.

Pembimbing
dr. Bahrodin, Sp.PD (..................................)

Dipresentasikan dihadapan
dr. Bahrodin, Sp.PD (...............................)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

2
BAB I
PENDAHULUAN

Acute Kidney Injury (AKI) atau gangguan ginjal akut merupakan istilah
pengganti dari gagal ginjal akut/ Acute Renal Failure (ARF), yang di tandai
dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasannya dalam beberapa jam
sampai hari) yang menyebabkan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah /
BUN) yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerulus yang menurun dengan
cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5% mg/dl/hari
dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10% mg/dl/hari dalam beberapa hari. AKI
biasanya disertai oleh oliguria (keluaran urine <400 ml/hari ).
Angka kejadian 1 tahun pada tahun 2010-2011 di wilayah Indonesia, orang
yang mengalami GGA (Gangguan Ginjal Akut), mortalitas lebih tinggi pada
pasien lanjut usia dan pasien dengan kegagalan multi organ. Di Indonesia
kebanyakan pasien yang melewati episode GGA dapat sembuh dengan fungsi
ginjal semula dan dapat melanjutkan hidup seperti biasanya, namun 50% kasus
memiliki gangguan fungsi ginjal subklinis atau dapat di temukan bekas luka
residual pada biopsi ginjal. Sekitar 50% pasien tidak pernah kembali fungsi
ginjalnya dan membutuhkan fungsi ginjal jangka panjang dengan dialisis atau
transplantasi. Sebagai tambahan 5% kasus mengalami penurunan GFR
(Glomerulus Filtrasion Rate) progresif, setelah melalui fase awal penyembuhan
kemungkinan akibat stress hemodinamik dan scleroris glomerulus yang tersisa.
Penderita gangguan ginjal di Indonesia yaitu sekitar 104 ribu orang. Setelah
suatu trauma, atau yang lebih jarang, adanya embolisasi kristal kolestrol pada
pembuluh darah ginjal. Penyebab GGA di bedakan menjadi gangguan ginjal pre-
renal, gangguan ginjal renal, dan gangguan ginjal post renal. Gangguan ginjal pre-
renal merupakan hipoperfusi ginjal, hipoperfusi dapat disebabkan oleh
hipovolemia atau menurunya volume sirkulasi yang efektif. Pada gangguan ginjal
pre renal intregritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga prognosis dapat
lebih baik apabila faktor penyebab dapat di koreksi. Apabila upaya perbaikan
hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka akan timbul GGA renal berupa nekrosis

3
tubular akut karena iskemia. Nekrosis tubular akut juga dapat di sebabkan oleh
berbagai sebab seperti penyakit tropik, gigitan ular, trauma (crushing
injury/bencana alam, peperangan ), toksin lingkungan, dan zat-zat nefrotoksik.
Gangguan Ginjal Post-renal merupakan 10% dari keseluruhan dari
gangguan ginjal akut. Gangguan Ginjal Akut post renal di sebabkan oleh obtruksi
intra renal dan extra renal. Obtruksi Intra Renal terjadi karena deposisi Kristal
(urat, oxalat, sulfonamid,) dan protin (mioglobin, hemoglobin). Obtruksi externa
renal dapat terjadi pada pelvis-ureter oleh obtruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis
papilla) dan exstensik (keganasan pada pelvis dan hipertrofi/keganasan prostat)
serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/keganasan prostat) dan uretra
(stritura). Gangguan ginjal akut post renal terjadi bila obtruksi akut terjadi pada
uretra, buli-buli dan ureter bilateral, atau obtruksi pada ureter unilateral di mana
ginjal satunya tidak berfungsi.
Dampak pada pasien yang menderit menderita gangguan ginjal akut jadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ACUTE KIDNEY INJURY (AKI) ATAU GANGGUAN GINJAL AKUT

A. DEFINISI

Acute Kidney Injury (AKI) atau gangguan ginjal akut merupakan istilah
pengganti dari gagal ginjal akut/ Acute Renal Failure (ARF), yang di tandai
dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasannya dalam beberapa jam
sampai hari) yang menyebabkan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah /
BUN) yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerulus yang menurun dengan
cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat. Kehilangan fungsi ginjal
paling mudah dideteksi dengan pengukuran kreatinin serum yang digunakan
untuk mengestimasi laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR).
Tiga permasalahan telah dikaitkan dengan penggunaan kreatinin serum untuk
mendefinisikan AKI/ARF:
 Kreatinin serum tidak secara akurat merefleksikan GFR pada pasien dalam
keadaan tidak stabil.
 Pada tahap-tahap awal Gangguan Ginjal Akut, kreatinin serum dapat
rendah walaupun GFR aktual telah turun secara signifikan, hal ini
dikarenakan belum cukup waktu untuk terjadinya akumulasi kreatinin.
 Kreatinin juga dibuang oleh proses dialisis, sehingga tidak mungkin untuk
menilai fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin setelah dialisis dimulai.

Suatu kelompok ahli intensif dan nefrologis (The Acute Dialysis Quality
Initiative/ADQI) menciptakan suatu konsensus dan panduan berbasikan bukti
untuk terapi dan pencegahan Gangguan Ginjal Akut. Kelompok ADQI ini
kemudian mengajukan suatu kriteria baru untuk mendefinisikan ulang ARF yang
dinamakan sebagai kriteria RIFLE, yang kemudian dimodifikasi ulang oleh Acute

5
Kidney Injury Network (AKIN). Modifikasi ulang kriteria ini menyebabkan
adanya anjuran untuk mengubah istilah ARF menjadi acute kidney injury (AKI).

B. KLASIFIKASI
Kriteria RIFLE (Risk, Injury dan Failure) didasarkan pada salah satu dari
besaran peningkatan kreatinin serum atau penurunan luaran urin, dan dua
pengukuran dampak yakni loss dan end-stage renal disease (ESRD). Kriteria
RIFLE membagi menjadi strata-strata sebagai berikut:
 Risk : Peningkatan 1,5 kali dari kreatinin serum atau penurunan GFR
sebesar 25% atau luaran urin <0,5 cc/kgBB per jam selama 6 jam.
 Injury : Peningkatan 2 kali dari kreatinin serum atau penurunan GFR
sebesar 50% atau luaran urin <0,5 cc/kgBB selama 12 jam.
 Failure : Peningkatan 3 kali dari kreatinin serum atau penurunan GFR
sebesar 75% atau luaran urin <0,5 cc/kgBB selama 24 jam atau
anuria selama 12 jam.
 Loss : Kehilangan fungsi ginjal secara total (mis. Kebutuhan untuk
terapi pengganti ginjal – renal replacement therapy/RRT) selama
lebih dari 4 minggu.
 ESRD : Kehilangan fungsi ginjal secara total (mis. Kebutuhan untuk
RRT) selama lebih dari 3 bulan.

6
Kriteria RIFLE ini mempunyai beberapa keterbatasan, diantaranya yang
paling menonjol adalah ketidakmampuan untuk menilai pasien yang datang
dengan AKI namun tanpa disertai dengan nilai dasar kreatinin sebelumnya. Oleh
karena keterbatasan ini, AKIN mengajukan suatu modifikasi diagnostik untuk
AKI, yakni:
 Suatu peningkatan tiba-tiba (dalam 48 jam) dari konsentrasi kreatinin
serum absolut ≥ 0,3 mg/dL dari nilai dasar; ATAU
 Peningkatan kreatinin serum sebesar 50% atau lebih; ATAU
 Oliguria kurang dari 0,5 cc/kgBB per jam selama lebih dari 6 jam.

7
C. ETIOLOGI
Berbagai penyebab dapat mengakibatkan terjadinya gangguan ginjal akut,
untuk memudahkan diagnosa dan langkah terapi dibedakan 3 kelompok penyebab
gangguan ginjal akut yaitu :
1. Gangguan Ginjal Akut Pre Renal
Gangguan ginjal akut Pre Renal adalah gangguan ginjal akut yang
disebabkan oleh karena adanya hipoperfusi dengan tanpa adanya kerusakan
parenchim ginjal. Gangguan ginjal akut ini sering disebut pula sebagai
Azotemia Pre Renal. Gangguan ginjal akut Pre Renal ini sering terjadi pada
pasien dengan perdarahan, diare hebat, dan diuresis yang hebat. Pasien ini
mengalami hipotensi yang dapat berakibat menjadi Akut Renal Failure. Oleh
karena tidak ada kerusakan parenchim ginlal, biasanya potensial reversibel.
Sebab lain dari gangguan ginjal pre renal adalah Perfusi in Efectif atau
Volume arterial inefectif. Pada keadaan ini sebetulnya volume cairan extra
celuler penderila tadi cukup atau malah berlebihan, tetapi volume darah efektif
menurun, sehingga oleh ginjal keadaan tadi diterima sebagai hipoperfusi.
Keadaan ini sering terjadi pada gagal jantung, aritmia, sepsis, anaphylactic, dan
gagal hati.

2. Gangguan Ginjal Akut Intrinsik (Akut Tubuler Nekrosis)


Pada kasus gagal ginjal akut intrinsik ini ada dua keadaan yang sering
menyebabkan terjadinya gagal ginjal akut, ialah hipoperfusi ginjal (iskemik)
dan nefrotoxin baik exogen maupun endogen. Pada kelompok ini terjadi
hipotensi berat sehingga terjadi perubahan patologi anatomi pada ginjal.
Sebagai contoh pasien korban kecelakaan dengan terjadi kerusakan jaringan
yang luas. Sehingga terjadi hipotensi (shock karena perdarahan). Disamping itu
karena trauma yang luas tadi, akan mengalami rhabdomyolisis, sehingga terjadi
toxin myoglobin. Pasien trauma yang luas ini dapat mengalami komplikasi
akut renal failure yang berat (akut tubuler nekrosis) dengan resiko kematian
tinggi sekitar 60%.

8
3. Gangguan Ginjal Akut Post Renal
Terjadi karena adanya suatu sumbatan, sumbatan ini dapat terjadi pada
Pelvis Renis, ureter, dan uretra. Sumbatan tadi dapat berupa batu, tumor atau
gumpalan darah. Tindakan jatro genic berupa post operasi daerah pelvis dan
daerah retro peritoneal atau post trauma yang diikuti dengan terjadinya anurik
patut dicurigai terjadinya gagal ginjal akut Post Renal. Sedangkan sumbatan
uretra dapat terjadi karena striktura atau prostat hipertrophy. Terapi dari gagal
ginjal akut Post Renal adalah mernbebaskan sumbatan sehingga jalannya air
kencing dari ginjal lancar kembali. Pada gagal ginjal akut Post Renal bila dapat
didiagnosa dengan baik dan dapat dilakukan pembebasan sumbatan,
prognosanya ginjal akan pulih kembali normal/kembali ke fungsi semula.

9
D. KOMPLIKASI
Pasien AKI akan mengalami kornplikasi sebagai akibat dari penunrpukan
sampah nitrogen, gangguan keseimbangan air dan elektrolit dan gangguan asam
basa. Gangguan ini akan segera nyata bila pasien akut renal failure tadi
mengalami bentuk oliguri (urine <4OO cc/hari) dan hiperkatabolik.
Kegawatan komplikasi pasien akut renal failure / AKI ini berupa
hipervolemik, yang selanjutnya akan menjadi hipertensi, odema perifer dan gagal
jantung kongestif. Komplikasi yang lain adalah hiperkalemia, metabolik acidosis,
hiponatremia, uremia dengan gangguan neurologi, perdarahan gastrointestinal,
disfungsi trombosit, pericarditis, dan pasien menjadi mudah mengalami infeksi.

E. PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksanaan GGA pertama harus disingkirkan kemungkinan
prerenal dan pasca renal. Pada pre-renal, dicari dengan anamnesis yang sistematik
mengenai kemungkinan etiologi (gastroenteritis, dehidrasi, syok, luka bakar,
kelainan jantung) dan pemeriksaan fisik terhadap adanya dehidrasi dan syok. Bila
ditemukan pre-renal terapi disesuaikan dengan etiologinya. Pada gastroenteritis
dehidrasi diberikan cairan ringer laktat. Pada syok hemoragik diberikan transfusi
darah. Syok yang terjadi pada sindrom nefrotik akibat hipovolemia diberi infus
albumin atau plasma.
Tujuan pengobatan pada GGA tipe renal adalah mempertahankan
homeostasis tubuh sambil menunggu ginjal berfungsi kembali Pemantauan yang
perlu dilakukan adalah
1. Tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung
2. pemeriksaan darah; Hb, Ht, trombosit
3. darah ureum dan kreatinin
4. elektrolit : K, Na, Cl, Ca, P dan asam urat
5. analisis gas darah
6. pengukuran diuresis

10
Terapi GGA dapat dibagi dua yaitu:

1. Terapi konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mencegah progresivitas overload cairan,
kelainan elektrolit dan asam basa, uremia, hipertensi, dan sepsis.
- Terapi cairan dan kalori
Pemberian cairan diperhitungkan berdasarkan insensible water loss
(IWL)+ jumlah urin 1 hari sebelumnya ditambah dengan cairan yang keluar
bersama muntah, feses, selang nasogastrik, dll. dan dikoreksi dengan
kenaikan suhu tubuh setiap 10° C sebanyak 12% berat badan. Perhitungan
IWL didasarkan pada caloric expenditure yaitu sebagai berikut;
- Asidosis
Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis
metabolik, dikoreksi dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan hasil
analisis gas darah yaitu: BE x BB x 0,3 (mEq) Atau kalau hal ini tidak
memungkinkan maka dapat diberikan koreksi 2-3 mEq/kgBB/hari. Bila terapi
konservatif tetap berlangsung lebih dari 3 hari harus dipertimbangkan
pemberian emulsi lemak dan protein 0,5-1 g/kgBB/hari. Pemberian protein
kemudian dinaikkan sesuai dengan jumlah dieresis.
- Hiperkalemia
Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan
jiwa penderita. Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/L perlu diberi kayexalat
yaitu suatu kation exchange resin (Resonium A) 1 g/kgBB per oral atau per
rektal 4x sehari. Bila kadar K >7 mEq/L atau ada kelainan EKG (berupa
gelombang T yang meruncing, pemanjangan interval PR dan pelebaran
kompleks QRS),atau aritmia jantung perlu diberikan: Glukonas kalsikus 10%
0,5 ml/kgBB i.v. dalam 5-10 menit Natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB
i.v. dalam 10-15 menit Bila hiperkalemia tetap ada diberi glukosa 20% per
infus ditambah insulin 0,5 unit/gram glukosa sambil menyiapkan dialisis.

2. Terapi dialisis

11
Indikasi dialisis dengan GGA :
1. Kadar ureum darah > 200 mg%
2. Hiperkalemia > 7.4 mEq/l
3. Bikarbonas serum < 12 mEq/l
4. Adanya gejala-gejala overhidrasi : edema paru, dekompensasi jantung dan
hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
5. Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat: perdarahan,
kesadaran menurun sampai koma.

lndikasi perlunya dilakukan dialisis segera pada pasien AKI/ARF


adalah pada keadaan : kelebihan cairan, gangguan elektrolit yang berat,
hiperkalemia, hiponatremia, asidosis, pericarditis. ensephalopati, dan tendensi
perdarahan. Pada keadaan volume cairan berlebihan, akan berakibat odema
paru, gagal jantung dan hipertensi. Sedangkan gangguan elektrolit berupa
hiperkalemia (> 6 meq/l) terutama bila sudah ada perubahan perubahan
elektro cardiografi ini semua hendaknva segrera dilakukan dialisis. Keadaan
asidosis metabolik dimana kadar bicarbonat sudah < 10 meq/l dengan PH <
7,2 juga merupakan indikasi hemodlalisis. Keadaan azotemia dengan kadar
Blood Urea Nitrogen (BUN) : 80-100 mg/dl dan kreatinin serum 8-10 mg/dl
sudah harus mulai dilakukan dialisis. Keadaan hiponatremia, hipocalsemia,
hiperfosfatemia dan pasien akut renal failure dengan tendensi perdarahan
uremik, juga memberikan petunjuk perlunya segera dilakukan dialysis.

F. PROGNOSIS
Pada penderila gangguan ginjal akut karena Pre Renal dan post Renal, bila
mendapat terapi yang tepat, pasien tadi akan reversible. Sedangkan pada pasien
gangguan ginjal akut pada kelompok akut tubuler nekrosis prognosisnya tidak
baik artinya mortalitasnya tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit
induknya maupun akibat dari gagal ginjal akut beserta komplikasi komplikasinya
(multi organ failure, sepsis, maupun komplikasi dari gagal ginjal akutnya). Pada
kasus gagal ginjal akut yang berhubungan dengan bedah. mortalitasnya masih

12
tinggi, mencapai 60%, sedangkan penderita gagal ginjal akut yang berhubungan
dengan kebidanan mortalitasnya 15%, dan pada AKI/ARF yang berhubungan
dengan toxin sekitar 30%. Bagi yang survive, pada evaluasi selanjutnya 50%
mengalami penurunan fungsi ginjal. Dan 5% lagi mengalami penurunan progresif.
Penelitian terkini menunjukkan bahwa hypoxic/ischemic dan nephrotoxic renal
mempengaruhi fisiologi dan morfologi ginjal yang berhubungan dengan penyakit
ginjal dikemudian hari.

13
BAB III
KESIMPULAN

Acute kidney injury merupakan salah satu sindrom dalam bidang nefrologi
dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diagnosis AKI ditegakkan
berdasarkan klasifikasi RIFLE/AKIN, yang selain menggambarkan berat penyakit
juga dapat menggambarkan prognosis kematian dan prognosis kebutuhan terapi
pengganti ginjal. Diagnosis dini yang meliputi diagnosis etiologi, tahap penyakit,
dan komplikasi AKI mutlak diperlukan. Tata laksana AKI mencakup upaya tata
laksana etiologi, pencegahan penurunan fungsi ginjal lebih jauh, terapi cairan dan
nutrisi, serta tata laksana komplikasi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo
DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of
internal medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.
Hoste E, Clermont G, Kersten A, Venkataraman R, Angus DC, Bacquer DD,
Kellum JA. RIFLE criteria for acute kidney injury are associated with
hospital mortality in critically ill patients: a cohort analysis. Critical care
2006, 10:R73 (doi:10.1186/cc4915)
K/DOQI. Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice Recommendations
2006 Updates. Hemodialysis adequacy Peritoneal Dialysis Adequacy
Vascular Access. Am J Kidney Dis 2006; 48.
Markum HMS. Gagal ginjal akut. Dalam Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Ed 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006. p.585-9.
Roesli RMA. Diagnosis dan etiologi gangguan ginjal akut. Dalam Roesli RMA,
Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan pengelolaan gangguan
ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin; 2008.p.41-66.

15

Anda mungkin juga menyukai