TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) ini umum ditemukan pada
populasi di Negara – Negara Barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di
Negara – Negara Asia – Afrika. Di amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang
dewasa mengalami gejala relfuks (heartburn dan / atau regurgitasi) sekali dalam
seminggu serta lebih 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan.
Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat mendekati 7%, sementara di Negara –
Negara non – Western prevalensinya lebih rendah (1,5 di China dan 2,7% di
Korea).(9)
Sudah sejak lama prevalensi GERD di Asia dilaporkan lebih rendah
dibandingkan dengan di negara-negara Barat. Namun, banyak penelitian pada
populasi umum yang baru-baru ini dipublikasikan menunjukkan kecenderungan
peningkatan prevalensi GERD di Asia. Prevalensi di Asia Timur 5,2 % - 8,5 %
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
(tahun 2005-2010), Asia Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di
Singapura prevalensinya adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat
dari 2,7% (1991 - 1992) menjadi 9% (2000 - 2001), sementara belum ada data
epidemiologi di Indonesia.(10) (11)
Sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia melaporkan bahwa
prevalensi Gastoesophageal Reflux Disease (GERD) dapat diprediksi sebagai
hampir 3% dari keseluruhan pupolasi Indonesia, dengan meningkatnya angka dari
5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18% pada tahun 2002 di rumah sakit
Ciptomangunkusumo.(3)
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD
menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif
dari bahan refluksat. Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya
gejala GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks
fisiologis, antara lain dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed
gastric emptying.(12)
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan
tekanan intra abdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus
LES yang normal. Faktor – faktor yang dapat menurunkan tonus LES antara lain :
1). Adanya hiatus hernia, 2). Panjang LES (makin pendek LES, makin rendah
tonusnya), 3). Obat – obatan seperti antikolinergik, beta adrenergic, theofilin,
opiate dan lain – lain, 4). Faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar
progesterone dapat menurunkan tonus LES.
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih
kontroversional. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan haitus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD
yang signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan
untuk bersihan asam dari esofagus serta menurunkan tonus LES.(9)
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
2. Ketahanan Epitelial Esofagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan
mucus yang melindungi mukosa esofagus. Mekanisme ketahanan esofagus terdiri
dari:
Membran sel
Batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke
jaringan esofagus.
Aliran darah esofagus yang menyuplai nutrisi, oksigen dan bikarbonat, serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2.
Sel – sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion H + dan
Bikarbonat ekstraselular.
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
terbalik antara derajat keparahan esofagitis refluks dengan infeksi H. pylori.
Sebuah penelitian menunjukkan insiden esofagitis refluks yang tinggi setelah
eradikasi H.pylori, khususnya pada pasien gastritis korpus dan mempunyai
predisposisi terhadap refluks hiatus hernia.(13)
B. Faktor Stress
Stress emosional dapat merangsang saraf parasipatis sehingga dapat
mempengaruhi terbentuknya bahan – bahan refluksat Gaster yaitu salah satunya
HCL dan Stress juga berpengaruh terhadap hipersentivitas dari esophagus
sehingga dapat mempengaruhi kondisi dari sfingter esophagus bagian bawah
(LES) hingga dapat menyebabkan regurgitasi bahan refluksat dari lambung ke
esofagus.(9)
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
2.1.4.4 Faktor Individu
A. Faktor Genetik
Kejadian GERD dipengaruhi juga oleh faktor genetik, terdapat beberapa
penelitian menunjukan hubungan antara genetik dengan kejadian GERD dimana
didapatkan kejadian GERD yang terjadi dalam satu keluarga pada penelitian
tersebut dijelaskan terdapat kelainan kromosom 13q pada anak dengan penyakit
refluks gastroesofageal.(16)
B. Faktor Status Gizi
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa kenaikan indeks massa tubuh
(IMT) berkaitan dengan GERD. Obesitas adalah salah satu faktor penting dalam
terjadinya GERD, semakin tinggi nilai IMT seseorang dapat meningkatkan
tekanan intraabdomen yang dapat mempengruhi fungsi LES. Fungsi LES secara
langsung tergantung pada tekanan intrinsik (normal 10–24 mmHg), Secara tidak
langsung, fungsi LES dipengaruhi oleh gradien tekanan antara lingkungan
intragastrik dan intraesofageal sehingga peningkatan IMT dapat mempengaruhi
kejadian GERD.(17)
10
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
Sindrom simtomatik adalah refluks esofageal tanpa adanya lesi struktural,
atau pemeriksaan lebih lanjut untuk menilai kerusakan struktural belum
dilakukan. Pasien dengan sindrom refluks tipikal memiliki dua keluhan klasik,
yaitu heartburn dan atau regurgitasi. Pasien dengan sindrom nyeri dada non
kardiak yang dominan tanpa adanya gejala refluks tipikal.
Sindrom dengan lesi esofagus terdiri atas esofagitis refluks, striktur,
esofagitis Barret, dan adenokarsinoma esofagus. Esofagitis ditemukan pada
kurang dari 50% pasien dengan refluks esofagus sementara striktur terjadi pada
<5% pasien. Esofagus Barret adalah keadaan ketika epitel skuamosa esofagus
digantikan oleh metaplasia kolumnar. Prevalensi Esofagus Barret 8 – 15%, namun
di Asia lebih rendah yaitu 0,9 – 2%. Esofagus Barret merupakan faktor resiko
utama adenokarsinoma esofagus. Risiko adenokarsinoma meningkat 20x lipat bila
ditemukan Esofagus Barret.
Refluks gastroesofageal dalam jangka lama dapat menyebabkan keluhan
ekstra-esofageal, baik yang telah dapat dijelaskan hubungan sebab-akibatnya,
maupun yang belum dapat dijelaskan secara pasti. Pajanan asam lambung pada
esofagus, laring, dan mulut menyebabkan batuk, laryngitis, asma, dan erosi
dental. Baik melalui kontak langsung atau refleks neural.(18)
11
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang
atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non – kardiak (non – cardiac
chest pain / NCCP), suara serak, laryngitis, batuk karena aspirasi sampai
timbulnya bronkiektasis atau asma. Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat
menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya GERD karena timbulnya perubahan
anatomis di daerah gastroesophageal high pressures zone akibat penggunaan obat
– obatan yang menurunkan tonus LES
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan – lahan, sangat jarang terjadi
episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu,
umumnya pasien dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medik.(23)
GERD memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien, karena gejala-
gejalanya sebagaimana dijelaskan di atas menyebabkan gangguan tidur,
penurunan produktivitas di tempat kerja dan di rumah, gangguan aktivitas sosial.
Health Survey, menunjukkan bahwa dibandingkan dengan populasi umum, pasien
GERD memiliki kualitas hidup yang menurun, serta dampak pada aktivitas sehari-
hari yang sebanding dengan pasien penyakit kronik lainnya seperti penyakit
jantung kongestif dan artritis kronik.(19)
Karena pentingnya gejala klinis ini guna mendukung atau bahkan dapat
menegakkan diagnosa maka berikut ini akan dipaparkan beberapa gejala khas dari
Gastroesophageal reflux disease (GERD):
12
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
heartburn dan regurgitasi yang paling dominan dikeluhkan penderita maka
diagnosa GERD memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 89-95%.(20)
Walaupun telah disampaikan bahwa heartburn merupakan gejala klasik
dan utama dari GERD, namun situasinya sedikit berbeda di Asia. Di dunia Barat,
kata ‘‘heartburn” mudah dimengerti oleh pasien, sementara tidak ada padanan
kata yang sesuai untuk heartburn dalam mayoritas bahasa-bahasa di Asia,
termasuk bahasa Cina, Jepang, Melayu. Dokter lebih baik menjelaskan dalam
susunan kata-kata tentang apa yang mereka maksud dengan heartburn dan
regurgitasi daripada mengasumsikan bahwa pasien memahami arti kata tersebut.
Sebagai contoh, di Malaysia, banyak pasien etnis Cina dan Melayu mengeluhkan
”angin” yang merujuk pada dispepsia dan gejala refluks. Sebagai akibatnya,
seperti yang terjadi di Cina, banyak pasien GERD yang salah didiagnosis sebagai
penderita non cardiac chest pain atau dyspepsia.(18)
2). Regurgitasi
Regurgitasi merupakan manifestasi klinis yang bermakna pada kejadian
Gastroesophageal reflux disease (GERD), regurgitasi menyebabkan pasien
merasakan sensasi asam atau pahit di dalam mulut. Refluks yang sangat kuat
dapat memunculkan regurgitasi yang berupa bahan yang terkandung dari esofagus
atau lambung yang sampai kerongga mulut. Obstruksi dari esofagus bagian distal
dan keadan stasis seperti pada akalasia atau divertikulitis dapat sebagai
penyebabnya.
Bahan regurgitasi yang terasa asam atau sengit dimulut merupakan
gambaran sudah terjadinya GERD yang berat dan dihubungkan dengan
inkompetensi sfingter bagian atas dan LES. Regurgitasi dapat mengakibatkan
aspirasi laryngeal, batuk yang terus menerus, keadaan tercekik waktu bangun dari
tidur dan aspirasi pnemonia. Peningkatan tekanan intra abdominal yang timbul
karena posisi membungkuk, cekukan dan bergerak cepat dapat memprovokasi
terjadinya regurgitasi. Regurgitasi yang berat dapat dihubungkan dengan gejala
berupa serangan tercekik, batuk kering, mengi, suara serak, mulut bau pada pagi
13
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
hari, sesak nafas, karies gigi dan aspirasi hidung. Selain itu pasien juga sering
merasa kembung, mual cepat kenyang, bersendawa, dan hipersalivasi. (21)(22)
2.1.7 Diagnosis
Pengambilan anamnesis secara seksama adalah metode utama untuk
menegakkan diagnosis GERD. Gejala spesifik GERD adalah heartburn dan atau
regurgitasi yang terjadi setelah makan. Namun, harus ditekankan bahwa sebagian
besar studi diagnostik gejala heartburn dan regurgitasi dilakukan pada populasi
Kaukasia. Di Asia, heartburn dan regurgitasi bukan ciri khas untuk GERD.
Namun, para ahli telah sepakat bahwa kedua gejala adalah karakteristik untuk
GERD.
Di rumah sakit rujukan tersier, sebelum melakukan pemeriksaan
endoskopi untuk menegakkan diagnosis GERD, pemeriksaan lebih lanjut lainnya
(laboratorium, EKG, USG, rontgen dada dan penyelidikan lainnya sesuai dengan
indikasi) harus juga dilakukan untuk menyingkirkan penyakit dengan gejala mirip
dengan GERD. Para ahli Asia-Pasifik telah menyatakan dengan aklamasi bahwa
strategi regional GERD diagnostik harus mempertimbangkan kemungkinan
GERD ada dengan komorbiditas lain seperti kanker lambung dan ulkus peptikum.
Namun, mengenai tes H. pylori untuk mengecualikan infeksi pada pasien dengan
gejala GERD di daerah dengan prevalensi tinggi kanker lambung dan ulkus
peptikum, ada pendapat kontroversial dari para ahli. Namun demikian, tes ini
masih direkomendasikan dengan mempertimbangkan faktor risiko termasuk
komorbiditas, usia, profil histologis lambung, riwayat keluarga dan preferensi
pasien.(23)
Berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of
Gastroesophageal Reflux Disease yang dikeluarkan oleh American College of
Gastroenterology tahun 1995 dan direvisi pada tahun 2013, diagnosis GERD
dapat ditegakan berdasarkan:
1. Empirical Therapy
2. Use of Endoscopy
3. Ambulatory Reflux Monitoring
14
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
4. Esophageal Manometry (lebih direkomendasikan untuk evaluasi preoperasi
untuk ekslusi kelainan motilitas yang jarang seperti achalasia atau
aperistaltik yang berhubungan dengan suatu kelainan, misalnya scleroderma)
American Gastroenterological Association (AGA) menerbitkan American
Gastroenterological Association Medical Position Statement on the Management
of Gastroesophageal Reflux Disease yang berisi 12 pernyataan, di mana pada poin
ke-4 dijelaskan tentang peran dan urutan prioritas uji diagnostik GERD pada
dalam mengevaluasi pasien dengan sangkaan GERD sebagai berikut :(24)
1. Endoskopi dengan biopsi dilakukan untuk pasien yang mengalami gejala
esofagus dari GERD dengan disfagia yang mengganggu. Biopsi harus
mencakup area yang diduga mengalami metaplasia, displasia, atau dalam hal
tidak dijumpainya kelainan secara visual, mukosa yang normal (minimal 5
sampel untuk esofagitis eosinofilik.)
2. Endoskopi dilakukan untuk mengevaluasi pasien yang mengalami gejala
esofagus dari GERD yang tidak berespon terhadap terapi empiris berupa PPI
2 kali sehari. Biopsi harus mencakup area yang diduga mengalami
metaplasia, displasia, atau malignansi.
3. Manometri dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan gejala
GERD yang tidak berespon terhadap terapi empiris berupa PPI 2 kali sehari
dan gambaran endoskopinya normal.
4. Pemantauan dengan ambulatory impedance-pH, catheter-pH, atau wireless-
pH dilakukan (terapi PPI dihentikan selama 7 hari) untuk mengevaluasi
pasien dengan dugaan gejala GERD yang tidak berespon terhadap terapi
Pemeriksaan Endoskopi dan oesophageal pemantauan pH 24-jam pada
awalnya diusulkan sebagai gold standards untuk diagnosis GERD. Namun,
diperkirakan bahwa hingga sekitar 70% pasien dengan gejala khas GERD
memiliki mukosa oesophageal normal pada endoskopi bagian atas (non-erosive
reflux disease) atau penyakit refluks endoskopi-negatif.(25)
Pemantauan pH rawat jalan 24 jam yang dilakukan esofagus tidak cukup
sensitif untuk dijadikan sebagai kriteria diagnostik. Sebuah kelompok studi
GERD Cina menemukan bahwa hanya 63 dari 102 pasien GERD yang positif
15
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
endoskopi dan hanya 84 dari 115 pasien memiliki hasil tes pH positif. (36) Oleh
karena itu, sekitar 25% pasien tidak dapat didiagnosis dengan menggunakan
metode ini. Selanjutnya, pemeriksaan endoskopi dan juga tes pH mahal dan tidak
tersedia di rumah sakit atau klinik kecil. Oleh karena itu penilaian gejala yang
valid sangatlah penting.(37) Meskipun kombinasi skor gejala dan endoskopi telah
ditunjukkan untuk mendiagnosis GERD dengan spesifisitas tinggi, semakin
diterima bahwa manajemen GERD dalam perawatan primer sebaiknya ditangani
berdasarkan laporan pasien tentang gejala-gejalanya.(27)
Beberapa alat komunikasi digunakan untuk membantu dokter membuat
keputusan manajemen yang tepat. Pada tahun 2001, penelitan dari Shaw et al.
mengembangkan kuesioner singkat 12-item yang disebut Reflux Disease
Questionnaire (RDQ), yang dapat direproduksi dan dapat diandalkan untuk
diagnosis GERD. Meskipun spesifitasnya rendah (50%), RDQ memiliki
sensitivitas tinggi (94,12%), sifat psikometrik yang baik, responsif terhadap
perubahan dalam kesehatan, dan sangat cocok untuk digunakan di kedua
pengaturan perawatan primer dan studi epidemiologi.
Pada penelitian dari Jones dkk. Mengembangkan dan menguji GERD
Impact Scale (GIS), kuesioner singkat untuk membantu komunikasi pasien-
dokter. SIG adalah kuesioner 1 halaman yang menanyakan pasien GERD tentang
gejala mereka dan bagaimana hal ini mempengaruhi kehidupan sehari-hari
mereka.Ini telah divalidasi dalam penelitian yang melibatkan 205 pasien
perawatan primer dengan diagnosis GERD baru atau yang sudah ada. GIS
menunjukkan sifat psikometrik yang baik pada pasien GERD yang baru
didiagnosis dan mereka yang sudah menerima pengobatan. Alat komunikasi
sederhana ini adalah bantuan yang berguna untuk mengelola pasien perawatan
primer dengan GERD.(27)
Orang Indonesia memiliki banyak suku dan bahasa, sehingga sangat sulit
untuk menerjemahkan gejala GERD secara seragam karena variasi ekspresi.
Sehingga Instrumen pemantauan GERD saat ini tidak tepat karena mereka tidak
menilai gejala harian, tidak cukup responsif terhadap perubahan jangka pendek
dalam status kesehatan, atau belum divalidasi. Untuk mengatasi masalah ini,
16
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
persyaratan konseptual dan psikometrik untuk kuesioner penilaian gejala GERD
diidentifikasi digunakan untuk membuat Kuesioner GERD (GERD-Q).(28)
17
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
B. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Pemeriksaan ini merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan
ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks). Dengan melakukan
pemeriksaan endoskopik dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa
esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat
menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan muscosal break pada
pemeriksaan endoskopi pasien GERD dengan gejala yang khas, keadaan ini
disebut non-erosive reflux disease (NERD). Ditemukannya kelainan esofagitis
pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikandengan pemeriksaan histopatologi,
dapat mengonfirmasi bahwa gejala heartburn atau regurgutasi memang karena
GERD.
Ada beberapa klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi
pasien GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles. Klasifikasi los Angeles.(9)
Sementara hingga saat ini, tidak ada gold standart untuk diagnosis NERD.
Kriteria berikut digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan diagnosis
NERD:(31)
Tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi
Hasil positif pada tes pH esofagus
Terapi empiris dua kali sehari dengan PPI memberi respon positif.
18
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
Endoskopi untuk GERD tidak selalu dilakukan pada kunjungan pertama
karena diagnosis GERD dapat dibuat berdasarkan gejala dan atau terapi empiris.
Peran endoskopi gastrointestinal atas dalam menegakkan diagnosis GERD adalah:
Mengonfirmasi keberadaan dan ketiadaan kerusakan esofagus termasuk erosi,
ulserasi, striktur, esophagus Barret atau keganasan, selain untuk mengeluarkan
kelainan gastrointestinal atas lainnya.
Mengevaluasi keparahan dari mocusal break menggunakan modifikasi
klasifikasi Los Angeles atau klasifikasi Savarry-Miller.
Spesimen biopsi diambil ketika ada kecurigaan esophagus Barret atau
keganasan.
D. Pemantauan pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esofagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda pH padabagian distal esofagus. Pengukuran pH pada esofagus
distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. Ph dibawah 4 pada
jarak 5 cm diatas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal. (9)
E. Tes Bernstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal
dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu
kurang dari satu jam. Tes ini bersifat pelengkap dari pemantauan ph 24 jam pada
pasien dengan gejala yang tidak khas. Tes ini dianggap positif bila larutan ini
19
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
menimbulkan rasa nyeri dada pada pasien, sedangkan larutan NaCl tidak
menimbulkan nyeri. Hasil negatif tidak menutup kemungkinan adanya gangguan
pada esofagus.(9)
F. Pemeriksaan manometri
Tes ini akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien dengan gejala
nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan esofagografi barium dan
endoskopi yang normal.(9)
G.Scintigrafi Gastroesofageal
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai pengosongan esofagus dengan
menggunakan cairan atau makanan yang dilabel dengan Radioisotop (biasanya
technetium) dan bersifat noninvasif. Selanjutnya sebuah penghitung Gamma
eksternal akan memonitor transit dari cairan atau makanan yang dilabel tersebut.
Sensitivitas dan spesifisitas tes ini masih diragukan.(9)
2.1.8 Tatalaksana
Walaupun keadaan ini jarang sebagai penyebab kematian mengingat
kemungkinan timbulnya komplikasi jangka panjang maka penanganan pada
penyakit ini mendapat penatalaksanaan yang adekuat. Pada prinsipnya
penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa,
terapi bedah, serta akhir – akhir ini dilakukan terapi endoskopik.
20
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
2. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena dapat menurunkan tonus
LES sehingga secara langsung dapat mempengaruhi sel – sel epitel.
3. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang
dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung
4. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian
ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen
5. Menghindari makanan atau minuman seperti coklat, pepper mint, kopi dan
minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam
6. Jika memungkinkan menghindari obat – obat yang dapat menurunkan tonus
LES seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium,
antagonis beta adrenergic, progesterone.
21
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
yang paling efektif dalam memberantas gejala dan memulihkan lesi esofagitis
pada GERD. PPI telah terbukti memberikan pemulihan lebih cepat pada lesi
esofagitis serta memberantas gejala GERD dibandingkan dengan antagonis
reseptor H2 dan prokinetik. Jika PPI tidak tersedia, H2RA dapat digunakan.
2.1.8 Komplikasi
Dengan penanganan yang tidak adekuat, beberapa komplikasi dapat terjadi
pada GERD. Komplikasi yang kerap terjadi pada GERD antara lain Esofagitis,
Striktura esofagus dan esofagus Barret.(9)
Esofagitis
Merupakan peradangan pada mukosa esofagus, ini terdapat pada lebih dari
50% pasien GERD. Dapat menyebabkan ulkus pada daerah perbatasan antara
lambung dan esofagus.(32)
Striktura Esofagus
Suatu penyempitan lumen oleh karena inflamasi yang timbul akibat refluks.
Hal ini ditimbulkan karena terbentuk jaringan parut pada gastroesophageal
junction. Striktur timbul pada 10-15% pasien esofagitis yang bermanifestasi
sulit menelan atau disfagia pada makanan padat. Sering kali keluhan
heartburn berkurang oleh karena striktura berperan sebagai barrier refluks.
Biasanya striktur terjadi dengan diameter kurang dari 13 mm. Komplikasi ini
dapat diatasi dengan dilakukan dilatasi bougie, bila gagal dapat dilakukan
operasi.(32) (9)
Barrett’s Esophagus
Pada keadaan ini terjadi perubahan dimana epitel skuamosa berganti menjadi
epitel kolumn ar metaplastik. Keadaan ini merupakan prekursor
Adenokarsinoma esofagus.(27) Esofagus Barrett ini terjadi pada 10% pasien
GERD dan adenokarsinoma timbul pada 10% pasien dengan esofagus Barrett.
Gejala dari kelainan ini adalah gejala dari GERD yaitu heartburn dan
22
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
regurgutasi. Pada 1/3 kasus, gejala GERD tidak tampak atau minimal, hal ini
diduga karena sensitivitasepitel Barrett terhadap asam yang menurun. Pada
endoskopi kelainan ini dapat dikenal dengan mudah dengan tampaknya
segmen yang panjang dari epitel kolumnar yang berwarna kemerahan meluas
ke proksimal melampaui “gastroesophageal junction” dan tampak kontras
sekali dengan epitel skuamosa yang pucat dan mengkilat dari esofagus.
Penyakit ini dapat ditatalaksana dengan medikamentosa. (9)
23
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
abdominal maupun menggambarkan jaringan lemak viseral. Nilai IMT berbeda
dalam ras/etnis tertentu dan tidak membedakan antara laki-laki maupun
perempuan. Nilai IMT yang tinggi belum tentu karena jaringan lemak tapi dapat
juga karena jaringan otot.(37)
24
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
Dapat dilihat klasifikasi Berat Badan yang diusulkan berdasarkan IMT
(39)
pada orang Eropa menurut WHO pada tahun 2000 , orang Asia menurut
(34)
International Obesity Task Force (IOTF) dan WHO , dan Indonesia menurut
Depkes RI. (40)
Nilai dari IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun
jenis kelamin. Tetapi, IMT mungkin tidak berkorespondensi untuk derajat
kegemukan pada populasi yang berbeda, dikarenakan perbedaan proporsi tubuh
pada mereka.(41) Penggunaan IMT sebagai parameter dalam menentukan total
lemak tubuh seseorang memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan dibanding
cara yang lain. Pengukuran IMT dapat memperkirakan total lemak tubuh dengan
perhitungan yang sederhana, cepat, dan murah dalam populasi tertentu.
Pengukuran IMT rutin. Dilakukan dan sering juga digunakan dalam studi-studi
epidemiologi. Namun kelemahannya, IMT tidak dapat menjelaskan tentang
distribusi lemak dalam tubuh seperti pada obesitas sentral maupun obesitas
abdominal maupun menggambarkan jaringan lemak viseral. Nilai IMT berbeda
dalam ras/etnis tertentu dan tidak membedakan antara laki-laki maupun
perempuan. Nilai IMT yang tinggi belum tentu karena jaringan lemak tapi dapat
juga karena jaringan otot.(37)
Tinggi badan adalah jarak maksimum dari verteks ke telapak kaki. Tinggi
badan diukur dengan keadaan berdiri tegak lurus, tanpa menggunakan alas kaki,
kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding
serta pandangan di arahkan ke depan. Kedua lengan tergantung relaks di samping
badan. Bagian pengukur yang dapat bergerak disejajarkan dengan bagian teratas
kepala (vertex) dan harus diperkuat pada rambut kepala yang tebal. (36)
25
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
badan perlu dikalibrasi pada angka nol sebagai permulaan dan memiliki ketelitian
0,1 kg. Berat badan dapat dijadikan sebagai ukuran yang reliabel dengan
mengkombinasikan dan mempertimbangkannya terhadap parameter lain seperti
tinggi badan, dimensi kerangka tubuh, proporsi lemak, otot, tulang dan komponen
berat patologis (seperti edema dan splenomegali). (36)
2.2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Massa Tubuh
2.2.5.1.Usia
Pada penelitian yang dilakukan oleh Lamon-Fava S. et al dalam Mawi
menunjukkan bahwa IMT berhubungan erat dengan usia. Pada usia ≤ 50 tahun
IMT akan menurun dan kemudian mendatar pada usia sekitar 50 tahun, sedangkan
pada usia > 50 tahun IMT akan semakin meningkat dengan meningkatnya usia
responden. Hal ini dapat terjadi mengingat pada usia > 50 tahun pola hidup
masyarakat umumnya lebih santai dan secara ekonomi lebih stabil. (42)
2.2.5.2.Jenis Kelamin
Menurut beberapa penelitian menyatakan bahwa lebih banyak pria
termasuk kategori kelebihan berat badan (overweight) dibandingkan wanita.
Distribusi lemak tubuh juga berbeda berdasarkan jenis kelamin. Pria cenderung
mengalami obesitas visceral (abdominal) dibandingkan wanita. Proses-proses
fisiologis dipercaya dapat berkontribusi terhadap meningkatnya simpanan lemak
pada perempuan.(43)
2.2.5.3.Aktivitas fisik
Asupan energi yang berlebih dan tidak diimbangi dengan pengeluaran
energi yang seimbang (dengan kurang melakukan aktivitas fisik) akan
menyebabkan terjadinya penambahan berat badan.(44)
Penelitian yang dilakukan pada PNS usia 30-49 tahun mengatakan semakin
berat aktivitas fisik, semakin kecil risiko obesitas. Pekerja yang beraktivitas fisik
sedang berisiko 0,4 kali lebih kecil untuk mengalami obesitas dibandingkan
dengan yang beraktivitas fisik ringan. Pekerja yang beraktivitas fisik berat
26
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
berisiko 0,6 kali lebih kecil untukmengalami obesitas daripada yang beraktivitas
fisik ringan.(45)
Dasar terjadinya GERD adalah kegagalan barier anti refluks, LES. Fungsi LES
secara langsung tergantung pada tekanan intrinsik LES (normal 10–24 mmHg),
panjang total LES, frekuensi dan durasi relaksasi LES sementara. Secara tidak
langsung, fungsi LES dipengaruhi oleh gradien tekanan antara lingkungan
intragastrik dan intraesofageal.(47)
Terdapat penelitan menyatakan bahwa peningkatan visceral adiposa
seseorang, dapat dihubungkan dengan peningkatan lingkar perut perut, yang dapat
dikaitkan pula dengan peningkatan tekanan intraabdominal sehingga akan
meningkatkan kejadian GERD yaitu akibat dari meningkatnya tekanan
intragastrik (IGP). Pada orang obesitas, terjadi peningkatan tekanan
intraabdomen. Hal ini terjadi karena akumulasi lemak di jaringan adiposa perut.
Peningkatan tekanan intraabdomen ini meregangkan LES sehingga
memungkinkan terjadinya refluks esofagus yang menyebabkan mukosa esofagus
terekspos oleh isi lambung.(47) Pemantauan pH 24 jam dan pH-impedance
monitoring pada orang obesitas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan episode
refluks, terutama periode post-pandrial, seiring dengan peningkatan IMT.(49)
27
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
2.4 Ringkasan Pustaka
Tabel 3. Ringkasan Pustaka
28
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
Lokasi dan Lama
No. Peneliti Studi desain Subjek studi Variable Hasil
waktu studi
2. Fujiwara M, Rumah Retrospective Pasien yang datang ke Variabel terikat: 1 Tahun Obesitas dievaluasi oleh BMI
Eguchi Sakit Hos- and cross- Rumah Sakit Eguchi Hos- gerd adalah faktor risiko yang
Y,Fukumori pital, Saga, sectional pital, Saga, Jepang, Variabel bebas: signifikan untuk eksaserbasi
N, Eguchi, Jepang, Indeks Massa gejala GERD.
Tomonaga , Tubuh
April 2009 -
YoshiokaT,
Maret 2010
et al.(50)
3. Mostaghi A, Iran Cross- 748 subjek berusia 25 tahun Variabel terikat: 5 Bulan Indeks massa tubuh dan status
Mehrabani sectional atau lebih dan dari kedua prevalensi gerd perkawinan tidak terkait dengan
Mei sampai
D, Hosseini, jenis kelamin. GERD. Hubungan Indeks Massa
dengan Variabel bebas:
Masoumi S Tubuh dan GERD tidaklah
Oktober, Indeks Massa
J, Moradi F, konsisten
2006. Tubuh
Zare N.(51)
29
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran
2.5 Kerangka Teori
Gastroesophageal
Reflux Disease
(GERD)
Faktor Kondisi
Faktor Lingkungan Faktor Individu
sosiodemografi Gastroesofagus
30
Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian gastroesophageal reflux disease pada karyawan X
Ammar Amran