net/publication/317721579
CITATION READS
1 17,691
1 author:
Janti Sudiono
Universitas Trisakti
25 PUBLICATIONS 29 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Janti Sudiono on 21 June 2017.
1
2 SISTEM KEKEBALAN TUBUH
P
ada dasarnya, ada tiga macam strategi pertahanan tubuh: 1)
Barier sikal (kulit dan mukosa yang utuh) dan kimia
(asam lambung); 2) Respons imun alami (innate/non-
spesik), misal fagositosis; 3) Respons imun adaptif (didapat/
spesik). Pada sebagian besar kasus, pertahanan terhadap patogen
penyerang yang merusak dapat dilakukan oleh barier sikal dan
respons imun alami, tetapi bila tidak berhasil, respons imun
adaptif akan diaktivasi.
RESPONS IMUN
Sistem imun bekerja setiap saat dengan beribu cara yang berbeda,
tetapi tidak terlihat. Suatu hal yang menyebabkan tubuh benar-
benar menyadari kerja sistem imun adalah di saat sistem imun
gagal karena beberapa hal. Tubuh juga menyadari saat sistem
imun bekerja dengan menimbulkan efek samping yang dapat
dilihat atau dirasakan. Contohnya, saat bagian tubuh ada yang
terluka, bakteri dan virus memasuki tubuh melalui luka. Sistem
imun mengadakan respons dan menghilangkan agen penyerang
sementara bagian tubuh yang terluka menjadi sembuh. Pada kasus
yang jarang terjadi, sistem imun gagal dan luka meradang,
terinfeksi, dan biasanya terisi nanah (pus). Radang dan nanah me-
rupakan efek samping dari kerja sistem imun. Contoh lain, saat
digigit nyamuk, timbul merah, bengkak, dan gatal. Kesemuanya
4 SISTEM KEKEBALAN TUBUH
Gambar 1.1 Organ dan jaringan sistem imun sebagai barier proteksi
tubuh terhadap infeksi
tersebut. Pada AIDS, kelainan fungsi imun terjadi karena sel yang
bekerja dalam sistem imun berkurang baik dalam jumlah maupun
fungsinya, seperti sel makrofag dan sel T, karena kerja virus.
Kelainan dalam bentuk peningkatan jumlah dan fungsi sel-sel
sistem imun, selain terjadi pada alergi dan keadaan hiper-
sensitivitas, dapat pula terjadi pada tumor ganas, misalnya lim-
foma.
Ada beberapa penyakit yang ditandai dengan desiensi sis-
tem imun. Contohnya, AIDS yang disebabkan oleh HIV (Human
Immunode!ciency Virus), yang menurunkan mekanisme pertahan-
an imun hospes oleh adanya infeksi oleh virus ini dan perubahan
sel-sel kunci sistem imun. Makrofag adalah sasaran utama, virus
hidup dan memperbanyak diri dalam makrofag. Virus meng-
hentikan aktivitas makrofag tetapi tidak membunuhnya. Di
samping itu, virus menginvasi sel T-helper secara langsung atau
melalui makrofag yang terinfeksi. Sel T-helper secara normal
mengaktivasi sistem imun termasuk makrofag. Sel T-helper yang
terinfeksi akan terbunuh, sehingga tidak dapat memberi sinyal
kepada makrofag untuk memerangi infeksi tertentu. Makrofag
yang terinfeksi tidak akan berfungsi wajar untuk memerangi
penyakit, sekalipun sel-sel makrofag ini diberi sinyal oleh sel
T-helper. Akibatnya, penderita menjadi peka terhadap organisme
yang dalam keadaan normal tidak pernah menimbulkan penyakit
(patogen oportunistik). Pneumocystis Carinii, meningitis, sar-
koma Kaposi dan kandidiasis merupakan tanda utama AIDS.
Virus dapat hidup laten dalam hospes selama beberapa tahun
sebelum akhirnya muncul tanda penyakit. Pengamatan terhadap
mekanisme laten AIDS menunjukkan bahwa AIDS teraktivasi
hanya bila tombol genetik penderita dihilangkan. Ada penderita
yang dapat membentuk substansi untuk mencegah terjadinya hal
ini. Bila bahan itu tidak dibentuk, terjadilah infeksi oportunistik
dan kanker. Sekali terinfeksi, hospes menjadi pembawa sifat
(carrier) dan dapat melepas virus ke orang lain.
Strategi Pertahanan Tubuh 7
SISTEM IMUN
11
12 SISTEM KEKEBALAN TUBUH
S
istem imun merupakan suatu jejaring yang didesain untuk
homeostasis molekul yang besar (oligomer) dan sel ber-
dasarkan pada proses pengenalan yang spesik. Pengenalan
dari struktur suatu oligomer oleh reseptor sel imun merupakan
komponen penting dari kekhususan sistem imun.
Sistem imun terbentuk dari jejaring kompleks sel imun,
sitokin, jaringan limfoid, dan organ, yang bekerja sama dalam
mengeliminasi bahan infeksius dan antigen lain. Antigen yang
merupakan substansi yang menimbulkan respons imun (misalnya
bakteri, serbuk sari, jaringan transplantasi), mempunyai beberapa
komponen yang dinamakan epitop. Tiap-tiap epitop menimbulkan
pembentukan antibodi spesik atau menstimulasi sel limfosit T
spesik. Antigen merupakan generator antibodi. Obat antigenik
yang digunakan untuk mendidik sistem imun dinamakan vaksin.
Bentuk modikasi dari antigen original digunakan dalam bentuk
vaksinasi dengan tujuan menstimulasi pembentukan sel T dan sel
B memori tanpa menyebabkan suatu penyakit.
Apabila bahan infeksius tidak dapat dihentikan oleh barier
sik dan khemis, bahan infeksius akan masuk melalui kulit atau
membran mukosa dan selanjutnya mengawali terjadinya lini
pertama dari mekanisme pertahanan imunologi yang dinamakan
respons imun innate atau nonspesik atau alami. Bila bahan
patogen tidak dapat dieliminasi oleh respons imun innate, penyakit
akan menyerang sehingga respons imun adaptif atau spesik atau
didapat akan diaktivasi, agar tubuh pulih kembali.
Respons imun dikategorikan menjadi respons imun innate
(alami/nonspesik) dan respons imun adaptif (spesik). Contoh
komponen imunitas innate adalah sel fagosit (sel monosit,
makrofag, neutrol) yang secara herediter mempunyai sejumlah
peptida antimikrobial dan protein yang mampu membunuh ber-
macam-macam bahan patogen, bukan hanya satu bahan patogen
yang spesik. Sebaliknya, respons imun adaptif akan meningkat
sesudah terpapar oleh suatu bahan patogen. Pada respons imun
Sistem Imun 13
Kanker
Ketika sel normal berubah menjadi sel kanker, beberapa antigen
sel kanker mengalami perubahan. Sel kanker seperti kebanyakan
sel tubuh pada umumnya, secara konstan melepaskan sedikit
protein dari permukaan sel ke dalam sistem sirkulasi. Sering kali
antigen tumor merupakan salah satu protein di antara protein
yang dicurahkan. Antigen yang dicurahkan ini menyebabkan aksi
pertahanan sistem imun termasuk sel T-sitotoksik, NK (natural
killer), dan makrofag.
Sel yang berpatroli dalam sistem imun menyediakan immune
surveilance yang kontinu dan luas bagi tubuh, yang menangkap
dan mematikan sel yang sedang mengalami transformasi ke-
ganasan. Kanker berkembang saat immune surveillance ini rusak
atau bekerja tidak tepat.
Organisme patogen
Keberhasilan serangan suatu bahan patogen bergantung pada
kemampuannya untuk menghindari respons imun tubuh. Se-
lanjutnya, bahan patogen mengembangkan berbagai cara untuk
membuatnya berhasil menginfeksi tubuh dengan menghindari
pengrusakan oleh sistem imun. Misalnya, bakteri sering mengalah-
kan barier sik dengan menyekresi enzim yang mencerna barier
atau dengan cara menyuntikkan proteinnya ke dalam tubuh hospes
yang dapat menghentikan pertahanan tubuh hospes.
Sementara strategi yang digunakan oleh beberapa bahan
patogen untuk mengalahkan sistem imun innate adalah dengan
replikasi intraselular yang juga dinamakan patogenesis intra-
selular. Patogen menghabiskan hampir seluruh siklus hidupnya di
dalam sel hospes yang digunakan sebagai benteng pertahanan
terhadap kontak langsung dengan sel imun, antibodi, dan
komplemen. Beberapa contoh bahan patogen intraselular antara
lain adalah virus, bakteri yang menyebabkan keracunan makanan
16 SISTEM KEKEBALAN TUBUH
23
24 SISTEM KEKEBALAN TUBUH
A
da 2 tipe utama dari sel-sel sistem imun spesik, yaitu sel
T dan sel B. Keduanya berasal dari sel-sel prekusor
sumsum tulang embrionik yang kemudian dimodikasi
secara spesik; yang melalui timus menjadi sel T, yang melalui
bursa limfatikus dalam sumsum tulang, hati, limpa, atau usus
menjadi sel B.
Baik sel T maupun sel B beredar dalam darah dan jaringan
limfoid seperti kelenjar limfe. Ada beberapa sel T, termasuk sel
T-helper, supresor, dan killer. Sel B berkembang menjadi sel
plasma yang membentuk antibodi. Sel T-helper mengontrol dan
menjalankan sistem imun spesik dan memerintah sel-sel lain.
Sesudah antigen dihasilkan oleh makrofag, sel T akan me-
nerima atau mengikat antigen dengan suatu reseptor spesik pada
permukaan sel. Sel T yang terstimulasi akan mengeluarkan
mediator kimiawi yang dinamakan limfokin, interleukin, dan
interferon. Mediator ini akan mendorong proliferasi sel imun.
Pelepasan mediator kimiawi menyebabkan sel B menjadi sel
plasma. Sel plasma membentuk antibodi, suatu protein spesik
yang terikat pada bahan penyebab.
Antibodi dinamakan imunoglobulin, dijumpai dalam serum
dan merupakan komponen cairan humoral utama. IgG yang
merupakan 80% dari antibodi tubuh, merupakan imunoglobulin
yang paling banyak. Antibodi yang disekresi oleh kelenjar liur
adalah IgA (13%) dan sangat berperan dalam pertahanan per-
mukaan mukosa. IgM (6%) merupakan antibodi yang meng-
aktifkan sistem komplemen. IgD (1%) terlibat dalam immune
tolerance. IgE (1%) terlibat dalam reaksi hipersensitivitas imediat,
antibodi ini menyebabkan sel mast melepaskan hitamin dalam
jumlah besar, menyebabkan vasodilatasi berat.
Interferon yang dilepaskan oleh sel T, akan menyebabkan
makrofag diaktivasi sedemikian rupa sehingga dapat memfagosit
lebih baik dan mematikan benda asing dengan lebih esien. Pada
saat bersamaan, sel B dan sel T-sitotoksik diaktivasi. Sel-sel ini
Komponen Sistem Imun 25
Gambar 3.2. Antibodi tersusun oleh 2 lengan berat dan lengan ringan.
Bagian dari lengan yang unik dan berubah-ubah membiarkan antibodi
mengenali antigen yang sesuai.
38 SISTEM KEKEBALAN TUBUH
IMUNOPATOLOGI
43
44 SISTEM KEKEBALAN TUBUH
M
ikroorganisme menggunakan beberapa cara untuk
menghindar dari sistem imun hospes: merusak antibodi
atau hidup dalam sel fagosit; membuat variasi atau
mengganti antigen; mengakibatkan imunosupresi respons imun
spesik dan non-spesik.
Kerusakan jaringan tubuh oleh infeksi mikroba, bahan sis
(panas, benda tajam), dan kimiawi (luka bakar asam) menimbulkan
peristiwa kompleks respons siologi non-spesik (in!amasi)
yang bertujuan untuk:
Melokalisasi infeksi dan mencegah penyebaran mikroba pe-
nyerang,
Memobilisasi sel imun (sel neutro dan monosit) serta
molekul dari darah ke area infeksi,
Menetralisasi toksin, dan
Mereparasi dan menggantikan jaringan yang rusak.
yang keluar dari pembuluh darah dan sisa sel yang berasal dari
ruang ekstravaskular. Sayang sekali, cairan limfe ini dapat juga
merupakan saluran untuk penyebaran bahan jejas sehingga dapat
terjadi in!amasi sekunder yang melibatkan saluran limfatik
(limfangitis) atau kelenjar getah bening regional (limfadenitis).
Contohnya, pada infeksi tangan, dapat meluas ke aliran limfatik
lengan di atasnya (limfangitis) dan kelenjar getah bening ketiak
dapat membesar (limfadenitis). Untungnya, pertahanan sekunder
ini sering dapat mengatasi daerah infeksi, meskipun kadang-
kadang berlebihan sehingga organisme infeksius dapat tercurah
melalui aliran limfatik yang secara progresif membesar dan men-
capai aliran darah, menyebabkan terjadinya bakteriemia. Fagosit
mononuklear dari hepar, limpa, dan sumsum tulang merupakan
tempat pertahanan berikutnya meskipun dapat juga dikalahkan
oleh infeksi yang masif. Pada keadaan ini, bermacam-macam
jaringan tubuh dapat terjangkit oleh mikroba, dengan katup
jantung, ginjal, sendi, dan otak merupakan tempat yang disukai.
Sel sistem imun yang penting dalam in!amasi dan pertahanan
tubuh adalah mast, sel histiosit, sel dendritik periferal (DC),
neutrol, monosit/makrofag, sel T, sel B, dan sel NK. Sel-sel ini
mempunyai reseptor yang merupakan molekul pada permukaan
sel yang mampu membuat sel berinteraksi dengan molekul-
molekul lain atau dengan sel lain. Reseptor-reseptor ini me-
re!eksikan fungsi sel. Reseptor diidentikasi berdasarkan pe-
namaan sistematik yang dikenal dengan sistem CD (cluster of
differentiation), contoh CD1, CD2.
Sel mast penting dalam radang imediat (segera), memiliki
reseptor untuk komponen komplemen (C3a dan C5a) dan reseptor
untuk bagian Fc dari molekul antibodi IgE dan IgG (Fc R dan
Fc R). Stimulasi reseptor ini menyebabkan aktivasi dan sekresi
substansi vasoaktif yang meningkatkan permeabilitas dan dilatasi
pembuluh darah, yang merupakan dua tanda dari analaksis.
Analaksis dapat mengancam kehidupan bila meluas (sistemis),
46 SISTEM KEKEBALAN TUBUH
seperti IgG atau IgM. Antigen poten atau substansi asing me-
masuki jaringan gingiva dan menyensitisasinya untuk membentuk
antibodi spesik. Antigen bakteri ditemukan pada jaringan
periodontal yang mengalami in"amasi dan juga terbukti adanya
titer antibodi yang signikan terhadap antigen bakteri tersebut
yang berasal dari mikro"ora periodontal. Interaksi antara antibodi
spesik dan antigen bakteri baik dalam jaringan gingiva maupun
poket periodontal menyebabkan aktivasi komplemen jalur klasik
dan pembentukan mediator radang.
Aktivasi jalur alternatif dapat juga terjadi pada penyakit
periodontal. Bakteri Gram negatif yang dominan dalam
periodontitis, mengandung endotoksin pada membran luarnya.
Endotoksin berpotensi sebagai aktivator dalam jalur alternatif.
Produk dari bakteri Gram positif termasuk actinomycetes dan
streptokokus juga mengaktivasi komplemen dalam keadaan
absennya antibodi spesik. Aktivasi jalur alternatif akan mem-
bentuk mediator in"amasi yang sama seperti yang dihasilkan
oleh aktivasi jalur klasik seperti C3a dan C5a. Pada penyakit
periodontal, cairan sulkus gingiva berubah dari transudat serum
menjadi eksudat dan kecepatan alirannya meningkat. C3 keluar
dari cairan sulkus gingiva lesi periodontal berat. Ada korelasi
yang kuat antara jumlah C3 yang keluar dengan beratnya in"amasi
dan kerusakan jaringan yang terjadi. Pengeluaran komplemen
berkurang secara signikan bersamaan dengan dilakukannya
pengobatan penyakit periodontal.
CMI merupakan faktor penting dalam patogenesis penyakit
periodontal. Pada lesi gingiva awal, respons selular ditandai oleh
banyaknya limfosit berukuran kecil atau medium bersamaan
dengan limfoblas. Respons selular merupakan tanda hipersensi-
tivitas lambat. Pada lesi periodontal kronis, sel plasma pembentuk
antibodi banyak ditemukan di samping sel T.
CMI diawali oleh limfosit-T ketika terpapar oleh antigen
yang sesuai, yang mensensitisasi dan mengubahnya serta mere-
50 SISTEM KEKEBALAN TUBUH
antigen MHC dari sel orang lain merupakan suatu respons imun
yang sudah sangat diketahui sehingga alasan mengapa individu
bereaksi melawan molekul MHC individu lain sudah dimengerti
dengan baik.
Molekul MHC alogenik yang berisi peptida yang berasal dari
sel alogenik tampak mirip dengan molekul MHC hospes yang
berikatan dengan peptida asing dan pengenalan molekul MHC
alogenik pada alograf merupakan contoh dari reaksi silang.
Banyak klon sel T spesik untuk peptida asing yang terikat pada
molekul MHC hospes bereaksi silang dengan tiap molekul MHC
alogenik asalkan molekul MHC alogenik tersebut menyerupai
komplek MHC hostes dengan peptida asingnya sehingga akibat-
nya banyak MHC sel T-spesik untuk peptida antigen yang ber-
beda-beda dapat mengenali setiap molekul MHC alogenik.
Meskipun protein MHC merupakan antigen utama yang
menstimulasi penolakan graf, protein polimork lainnya juga
brperan dalam reaksi penolakan. Antigen Non-MHC yang dapat
menginduksi penolakan graf disebut antigen histokompatibilitas
minor yang umumnya merupakan bentuk allel dari protein normal
sel yang berbeda antara donor dan resipien. Reaksi penolakan
yang ditimbulkan oleh antigen histokompatibilitas minor umum-
nya tidak sekeras reaksi melawan protein MHC asing. Dua ke-
adaan dimana antigen minor merupakan target penting penolakan
adalah pada reaksi terhadap transfusi darah dan transplantasi
sumsum tulang.
Penolakan hiperakut
Penolakan hiperakut terjadi dalam waktu beberapa menit sesudah
transplantasi dan ditandai oleh trombosis pembuluh darah graf,
iskemi, dan nekrosis graf. Penolakan hiperakut dimediasi oleh
antibodi (yang beredar dalam darah) yang spesik terhadap
antigen pada sel endotel graf yang sudah ada sebelum transplantasi,
kemungkinan karena transfusi sebelumnya dan reaksi melawan
alloantigen pada sel darah yang ditransfusi. Antibodi ini terikat
pada antigen endotel pembuluh darah graf, mengaktivasi kom-
plemen dan sistem pembekuan darah, dan menyebabkan jejas
pada endotel dan pembentukan beku darah.
Penolakan hiperakut bukan masalah yang umum terjadi pada
transplantasi karena setiap resipien diuji antibodinya terhadap
sel-sel donor yang potensial (tes cross-match). Namun, pe-
nolakan hiperakut merupakan penghalang utama pada xenotrans-
plantasi.
Penolakan akut
Penolakan akut terjadi dalam hitungan hari atau minggu sesudah
transplantasi dan merupakan penyebab utama dari kegagalan dini
graf. Penolakan akut dimediasi terutama oleh sel T yang bereaksi
melawan alloantigen dalam graf. Sel T ini dapat merupakan
CTL yang langsung merusak sel graf donor atau sel T yang
Imunopatologi 57
Penolakan kronis
Merupakan bentuk lambat dari kerusakan graf yang terjadi setelah
berbulan-bulan atau tahun dan berakhir pada kehilangan fungsi
graf yang progresif. Dapat bermanifestasi sebagai brosis graf
atau penyempitan pembuluh darah bertahap (arteriosklerosis).
Keadaan ini disebabkan oleh sel T yang bereaksi melawan
graf alloantigen dan menyekresi sitokin yang menstimulasi
proliferasi dan aktivitas broblas dan sel otot halus pembuluh
darah dalam graf. Oleh karena terapi penolakan akut telah
mengalami kemajuan, penolakan kronis dapat menjadi penyebab
utama kegagalan graf.
Transplantasi Darah
Transplantasi sel darah dinamakan transfusi dan ini merupakan
bentuk tertua dari transplantasi di klinik kedokteran. Penghalang
utama transfusi adalah adanya grup antigen darah asing, pro-
totipenya adalah antigen ABO. Antigen-antigen ini diekspresikan
oleh sel darah merah, sel endotel, dan banyak tipe sel lain.
Molekul ABO adalah glycosphingolipid yang berisikan inti
glikan yang melekat dengan sphingolipid. Nama A dan B merujuk
pada gula terminal (N-acetylgalactosamine dan galaktosa). AB
berarti mengandung keduanya dan O berarti tidak mengandung
satu pun. Individu yang mengekspresikan 1 kelompok antigen
darah bersifat toleran terhadap antigen tersebut tetapi mengandung
antibodi melawan kelompok lainnya. Ada keyakinan bahwa
antibodi ini dibentuk melawan antigen yang sama, yang dieks-
presikan oleh mikroba usus dan bereaksi silang dengan antigen
darah ABO. Antibodi yang dibentuk sebelumnya bereaksi me-
lawan sel-sel darah yang ditransfusi, yang mengekspresikan
antigen target dan hasilnya mungkin berupa reaksi transfusi yang
berat.
Masalah ini dihindari dengan menyesuaikan darah resipien
dengan donor serta melakukan praktik kedokteran standar. Oleh
karena kelompok antigen darah adalah gula, tidak meningkatkan
respons sel T. Kelompok antigen darah lainnya selain antigen
ABO juga terlibat dalam reaksi transfusi dan ini umumnya kurang
berbahaya.
61
62 SISTEM KEKEBALAN TUBUH
IMUNOLOGI TUMOR
P
eran penting lain dari sistem imun adalah mengidentikasi
dan menghilangkan tumor atau kanker. Meningkatnya
respons imun pada penderita kanker merupakan petanda
baik yang menjanjikan untuk pengobatan. Kanker merupakan
kondisi keganasan klinis yang saat ini makin meningkat in-
sidensinya. Dalam kaitannya dengan respons pertahanan tubuh
terhadap adanya kondisi klinis ini, aspek peran sistem imun
merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Sebagai contoh,
sekitar 40% insidensi tumor ganas pembuluh darah sarkoma
Kaposi dijumpai pada penderita AIDS. Sarkoma Kaposi juga
dapat mengenai pasien penerima organ transplantasi yang sedang
mendapatkan terapi imunosupresif dosis tinggi.
Akhir-akhir ini diketahui beberapa faktor yang berhubungan
dengan perkembangan kanker pada manusia termasuk rokok,
alkohol, diet, polusi udara, bahan infeksi (virus dan bakteri),
kimiawi, radiasi, dan faktor turunan. Terpaparnya sel normal
dengan faktor ini menyebabkan mutasi gen yang luas seperti: gen
supresor tumor sebagai gen yang mengode faktor pertumbuhan;
reseptor faktor pertumbuhan; faktor motilitas dan invasi yang
menyebabkan terjadinya transformasi keganasan dari sel normal
melalui ekspresi atau pelepasan produk abnormal atau produk
normal dengan kadar tinggi.
Seharusnya, sistem imun yang berfungsi normal dapat
mencegah insidensi dari kanker. Namun, kenyataannya tumor
mampu berkembang pada pasien dengan keadaan imun normal.
Hal ini mengindikasikan bahwa imunitas terhadap tumor
seringkali lemah dan mudah sekali dikalahkan oleh cepatnya per-
tumbuhan tumor. Fungsi siologis sistem imun adaptif adalah
mencegah pertumbuhan sel yang mengalami transformasi atau
merusaknya sebelum menjadi tumor yang berbahaya Aktivitas ini
dinamakan immune survelaince.
Sistem Imun dan Kanker 63
ANTIGEN TUMOR
Bila sistem imun seseorang mampu bereaksi melawan suatu
tumor, berarti tumor harus mengekspresikan antigen yang dapat
terlihat sebagai nonself oleh sistem imun penderita. Tumor
ganas mengekspresikan bermacam-macam molekul yang dapat
dikenali oleh sistem imun sebagai antigen asing. Sel yang meng-
alami transformasi neoplastik mengekspresikan antigen yang
tidak ditemukan pada sel normal. Bagi sistem imun, antigen ini
tampak sebagai benda asing dan keberadaannya menyebabkan
sel-sel imun menyerang sel tumor.
Banyak antigen tumor merupakan produksi dari gen mutan
atau translokasi onkogen atau gen supresor tumor yang diduga
berperan dalam proses transformasi keganasan. Pada beberapa
tumor di manusia, antigen yang meningkatkan respons imun
tampak seluruhnya sebagai protein normal yang diekspresikan
berlebihan atau yang ekspresinya normal terbatas pada jaringan
khusus atau tingkatan perkembangan tertentu, tetapi tidak teratur.
Normal self antigen tidak meningkatkan respons imun, tetapi
bila diekspresikan berlebihan dapat meningkatkan respons imun.
Antigen yang diekspresikan oleh tumor berasal dari beberapa
sumber. Beberapa di antaranya berasal dari virus onkogenik,
seperti human papilloma virus yang menyebabkan kanker leher
rahim. Lainnya merupakan protein organisme yang terbentuk
dalam tingkat rendah pada sel normal, tetapi mencapai kadar
tinggi pada sel tumor. Contohnya, enzim tirosinase yang di-
ekspresikan dengan kadar tinggi yang mentransformasi sel kulit
tertentu (misal sel melanosit) menjadi tumor yang dinamakan
melanoma. Sumber antigen tumor yang ketiga adalah protein
yang secara normal penting untuk meregulasi pertumbuhan dan
keberadaaan sel yang umumnya mengalami mutasi menjadi
molekul yang menginduksi kanker, yang dinamakan onkogen.
Sistem Imun dan Kanker 65
Imunotoleran
Imunotoleran terjadi terhadap antigen tumor sehingga sistem
imun tidak lagi menyerang sel tumor. Sering kali pertumbuhan
tumor melampaui pertahanan sistem imun
1. Sel tumor autolog yang utuh (berasal dari pasien itu sendiri)
atau sel tumor alogenik yang utuh (berasal dari pasien lain),
dimodikasi dengan perubahan sik, modikasi gen (dengan
IL-2), atau mencampur dengan adjuvants (misal, pada BCG
dengan suatu strain M.bovis) yang mendorong respons sistem
imun melawan sel tumor manusia.
2. Ekstrak kasar sel tumor.
3. Ekstrak yang sudah dimurnikan (contoh, gangliosid pada
melanoma).
4. Peptida (contoh, protein yang diperoleh dari melanoma)
5. Protein yang dipanaskan tinggi.
6. Sel dendritik yang dirangsang oleh antigen tumor, molekul
ko-stimulator dan sitokin.
7. Vaksin yang berbasis DNA dan RNA.
8. Anti-idiopatik antibodi sebagai deputy/utusan antigen.
9. Pendekatan yang dinamakan imunoterapi selular adaptif
sedang dicobakan pada beberapa kanker metastasis yang
dilakukan dengan cara menyuntikkan sel T yang agaknya
berisi CTL tumor spesik yang dapat menemukan sel tumor
dan kemudian merusaknya. Limfosit-T dapat diisolasi dari
darah atau inltrat tumor dari seorang pasien, dibiakkan
dalam perbenihan dengan faktor pertumbuhan, dan di-
injeksikan kembali ke dalam jaringan tubuh pasien. Banyak
strategi stimulasi imunitas anti-tumor berdasarkan pada
pemahaman yang mendalam mengenai aktivasi limfosit dan
regulasinya. Ide menarik yang mendorong respons imun
hospes melawan tumor adalah menghilangkan sinyal peng-
hambatan normal dari limfosit-T. Pada model hewan coba,
ternyata memblok reseptor inhibitor sel T CTLA-4 meng-
hasilkan respons imun yang kuat melawan jaringan tumor
yang ditransplantasi.
10. Pada beberapa pendekatan yang telah dilakukan ternyata gen
sitokin dapat diekspresikan pada sel tumor dan digunakan
Sistem Imun dan Kanker 75
79
80
INDEKS
A Alloantigen, 53.
AIDS, 5. Alogenik, 52.
gonore, 7. Alograf, 53.
hepatitis B, 7. Aloreaktif, 53.
HIV, 6. AMI, 19.
homoseksual, 7. Analaksis, 45.
klamidia, 7. Analatoksin, 41.
makrofag, 6. Anemia hemolitika, 7.
sel T, 6. Anergi, 31.
silis, 7. Antibodi, 7, 37.
Air mata, 2. Antibodi alami, 58.
Alergen, 8. Antibodi monoklonal, 72.
debu, 8. Antibodi netralisasi, 37.
kosmetik, 8. Antigen, 4, 7, 12.
minyak tumbuhan, 8. Antigen ABO, 59.
obat, 8. Antigen histokompatibilitas
serbuk sari, 8. minor, 54.
tanaman, 8. transfusi darah, 54.
Alergi, 5. transplantasi sumsum tulang,
Alkohol, 62. 54.
Allel, 53. Antigen marker, 35.
81
82 Indeks
Antihistamin, 8. D
APC, 30. Demam, 3.
Apoptosis, 19. Demam reumatik, 7.
Arteriosklerosis, 57. Diabetes melitus, 5.
Artritis reumatoid, 5, 7. kebutaan, 7.
Asam lambung, 2. polidipsia, 7.
Asam lemak, 2. mulut kering dan lidah
Asam nitrat, 34. terbakar, 8.
Asksia, 8. polifagia, 7.
Aspirin, 8. poliuria, 7.
Ateroskelerosis, 9. stroke, 7.
tipe 1, 7.
B tipe 2, 8.
Bakteremia, 9, 45. obat antidiabetik, 8.
Bakteriolisis, 39. tidak bergantung insulin, 8.
Barier sikal kulit, 2. Diare, 3.
Bawang putih, 13. Diet, 13, 62.
Benda asing, 4.
Biolm, 16. E
Efek lisis, 16.
C Eksositosis, 30.
C3b, 40. Endokarditis, 9.
fragmen Bb, 40. Endotoksin, 49.
substrat, 40. Enzim tirosinase, 64.
Cacing, 4. Epinefrin, 8.
Cairan edema, 44. Epitop, 12.
Cairan limf, 4.
Cairan sulkus gingiva, 49. F
Cd4, 18. Fagolisosom, 29.
Chancre, 47. Fagositosis, 2, 17, 28.
CMI, 20. makrofag, 28.
Colony stimulating factor, 77.
Indeks 83
Keracunan makanan, 3. M
Keringat, 2. Madu, 13.
Kinin-like, 41. Makrofag, 67.
Klon sel T spesik, 54. Makrofag patroli, 34.
Klorin, 34. Mantel virus, 16.
Kompleks antibodi-antigen, 7, 8. Marker antigen, 63.
Komplemen, 39. Mekanisme non-oksidatif, 29.
C3, 39. Mekanisme oksidatif, 29.
jalur alternatif, 40. Melanoma, 64.
jalur klasik, 40. Melanosit, 64.
Kortikosteroid, 8, 14. Meningitis, 6.
Kulit, 2. Miastenia gravis, 7.
Mikrofag, 33.
L Mikroglia, 34.
Leukopenia, 77. Mikroskop cahaya, 29.
Leukosit, 17. Molekul MHC, 30.
Leukotrin C4, 46. kelas I, 30.
Limfadenitis, 45. kelas II, 30.
Limfangitis, 45. kelas III, 30.
Limfoblas, 49. Monosit, 33, 45, 76.
Limfokin, 24, 50. Mual, 3.
Limfoma, 5, 6, 21. Multipel sklerosis, 7.
Limfosit, 4, 35, 76. Murmur, 9.
B, 19, 35, 36. Mutasi, 19.
folikel limfoid, 36. Mutasi gen, 62.
pulpa putih limpa, 36.
sumsum tulang, 36. N
B-memori, 36. Nanah, 3.
T, 19, 35. Nekrosis graf, 56.
Limfotoksin, 50. Neutrol, 33, 45, 76.
Limpa, 4. leukosit polimorfonuklear, 33.
Lisosim, 2, 29.
Luka bakar asam, 44. O
Lupus eritematosus, 7, 14. Oligomer, 12.
Indeks 85
T
Tes cross-match, 56.
Testosteron, 13.
View publication stats