DEFINISI
Irritable Bowel Syndrome (IBS)/ sindrom iritasi usus adalah suatu kelainan
fungsional saluran cerna dengan perjalanan penyakit yang kronik disertai keluhan
gejala yang terus menerus atau berulang-ulang tanpa disertai kelainan struktural
dan biokimiawi (Hadi, 2013). Sindroma ini ditandai dengan adanya nyeri perut,
distensi, dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organik (Chudahman,2009).
ETIOLOGI
Sampai saat ini belum ada teori yang menyebutkan secara jelas penyebab
IBS. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya IBS antara lain
(Chudahman,2009) :
1. Gangguan motilitas
2. Intoleransi makanan
3. Abnormalitas saraf sensoris
4. Hipersensitivitas viseral
5. Pasca infeksi usus.
Selain itu, menurut Hadi (2013) faktor psikis/ emosi juga dapat
mempengaruhi fungsi pencernaan. Sebagian besar penderita yang mengalami stres
dapat menimbulkan gejala seperti gugup, muntah, diare, nyeri perut atau
dispepsia. Emosi atau stres dapat menyebabkan perubahan fungsi usus halus dan
kolon, akan tetapi keluhan ini dapat berbeda untuk setiap individu.
PATOMEKANISME
Patofisiologi IBS belum sepenuhnya dipahami, dapat disebabkan oleh
berbagai faktor meliputi diet, mutasi gen, faktor psikososial (stres kronis), infeksi
enterik, dan sistem kekebalan tubuh. Respons stres akan mengaktivasi aksis
hipotalamuspituitari-adrenal (HPA) dan sistem autonom. Ansietas kronis akan
meningkatkan aktivitas amygdala untuk menstimulasi aksis HPA yang
menginduksi hiperalgesia visceral. Hipersensitivitas viseral merupakan salah satu
faktor utama yang mencetuskan gejala pada IBS dan berperan pada patofisiologi
IBS. Beberapa penelitian menunjukkan ketidakseimbangan fungsi 5HT(hidroksitriptamin) karena gangguan sekresi dan ambilan kembali oleh SERT (serotonin
reuptake transporter) pada gangguan gastrointestinal fungsional, terutama pada
pasien IBS. Serotonin disintesis dan disekresi oleh sel enterokromafin sistem
gastrointestinal dan berperan pada regulasi motilitas, sensasi, dan sekresi
menghasilkan gas, seperti Clostridia spp., Dapat menyebabkan distensi dari usus
besar dengan ketidaknyamanan perut atau sakit.
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
IBS lebih banyak ditemukan pada wanita dari pada pria dengan perbandingan
2:1. Sebagian besar yang mempunyai keluhan ini pada usia antara 20 sampai 60
tahun. Gejala gejala yang terjadi, antara lain :
1. Nyeri perut saat melakukan defekasi.
2. Gangguan defekasi yang yang dapat berlangsung terus menerus atau hilang
timbul selama 3 bulan (konstipasi atau diare), yang dapat berlangsung secara
bergantian.
3. Perubahan frekuensi dari defekasi
4. Perubahan konsistensi dari bentuk feses (terdapat lendir pada kotoran)
5. Perut terarsa kembung atau tegang
6. Perluasan perut (distention)
7. Nyeri dirasakan terus menerus dapat menimbulkan kram perut di sepanjang
abdomen bagian bawah.
8. Adanya perasaan tidak lampias saat buang air besar
9. Nyeri perut biasanya berkurang setelah defekasi
10. Mual
11. Sakit kepala
12. Lelah
13. Gelisah
14. Terlihat depresi
PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
IBS (Irritable Bowel Syndrome) umumnya dapat didiagnosis tanpa
pemeriksaan penunjang khusus bagi pasien yang memiliki gejala klinis yang
termasuk kriteria Rome dan tidak memiliki warning signs (tanda bahaya).
Warning signs ini meliputi perdarahan rektal, anemia, kehilangan berat badan,
demam, riwayat kanker kolon di keluarga, onset dari gejala pertama timbul
setelah usia 50 tahun (El-Salhy,2012).
Kriteria diagnostik Rome untuk IBS, yaitu (El-Salhy,2012):
a. Nyeri atau tidak nyaman pada perut yang rekuren setidaknya 3 hari per
bulan pada 3 bulan terakhir, disertai dengan atau 2 tanda berikut:
1) Peningkatan defekasi
2) Onset berhubungan dengan frekuensi dari feses
3) Onset berhubungan dengan perubahan bentuk feses
Pasien harus ditanyakan tentang kebiasaan buang air besar dan
konsistensi feses, yang akan menjadi dasar klasifikasi dari IBS yaitu IBS
predominan diare (lebih banyak pada pria) dan IBS predominan
konstipasi/IBS campuran (lebih banyak wanita).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda vital : biasanya ditemukan nadi yang labil, tekanan
darah yang sering meninggi.
b. Pemeriksaan abdomen tampak kembung, dinding perut sedikit tegang,
tidak ada defans muscular, nyeri pada kuadran kiri bawah dan kolon
sigmoid yang palpable.
c. Pemeriksaan rektal dilakukan untuk mengetahui penyakit rektal dan
fungsi sfingter anorektalo yang abnormal (misal kontarksi berlebihan saat
defekasi)
3. Pemeriksaan penunjang (Hadi, 2013)
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah Hb dan hematokrit untuk
melihat apakah ada tanda-tanda anemia. Kemudian pemeriksaan leukosit,
hitung diferensial dan LED untuk melihat ada tidaknya tanda peradangan
menahun. Selain itu pemeriksaan tes toleransi leukosit juga dapat
dilakukan untuk menyingkirkan intoleransi laktosa.
b. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis terutama pemeriksaan kolon sedapat mungkin
dilakukan pemeriksaan kontras ganda untuk melihat mukosanya. Bila
tidak memungkinkan, dapat dilakukan pemeriksaan rutin kontras tunggal
pada barium enama. Pada IBS akan terlihat peningkatan kontraksi
haustrae khususnya di kolon descenden atau sebaliknya terlihat
.
DAFTAR PUSTAKA
El-Salhy M, Gundersen D, Hatlebakk JG, Hausken T. Irritable bowel syndrome.
New York: Nova scientific Publisher; 2012. .
Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Bandung : PT. Alumni.
Jacobus, Danny Jaya. 2014. Irritable Bowel Syndrome (IBS) Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Continuing Medical Education CDK-221/ vol. 41 no. 10
Manan, Chudahman, Ari Fahrial Syam.2009. Irritable Bowel Syndrome:Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem Edisi 6.
Jakarta: EGC.