Anda di halaman 1dari 32

Esofagus

Definisi

• Esofagus adalah sebuah rongga, tabung berotot yang berfungsi


untuk menerima makanan dari faring dan menyalurkan makanan
sampai ke lambung dengan gerakan peristaltik.
• Ukuran panjang esofagus adalah 7-10 inch (18-25 cm) dan
berdiameter 0.8 inch (2 cm). Esofagus terletak di rongga toraks,
dimulai dari belakang trakea, batas bawah faring dan
diperpanjang sampai ke lambung. Bagian atas sepertiga dari
esofagus terdiri dari rangka otot lurik dan dua pertiga distal terdiri
dari otot halus. (Sharon L. Lewis, 2011).
Disfagia

Disfangia adalah kesukaran menelan, terjadi pada daerah mulut,


esofaring atau esofagus, dan biasanya akibat dari suatu kelainan
motorik (misalnya, serebral palsi, atau akalasia) atau obstruksi
mekanis (misalnya, struktur peptik esofagus). Disfagia pada kelainan
motorik mungkin bersifat intermiten dan terjadi pada makanan-
makanan cair atau padat.
Etiologi dan Klasifikasi
Etiologi Disfagia Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya 1. Sumbatan mekanik atau disfagia mekanik baik intraluminal atau
(Dawodu, 2008). ekstraluminal (penekanan dari luar lumen esophagus).
2. Kelainan neurologis atau disfagia neurogenik/disfagia motoric
mulai dari kelainan korteks serebri, pusat menelan dibatang otak
neurosensory-muskular.
3. Kelainan emosi berat atau disfagia psikogenik.

Berdasarkan proses 1. Transfer dysphagia kalau kelainannya akibat kelainan


mekanisme deglutasi neuromotor di fase oral dan faringeal.
(Briggs, 2000). 2. Transit dysphagia bila disfagia desebabkan gangguan peristaltik
baik primer/sekunder dan kurangnya relaksasi sfingter
esophagus bagian bawah.
3. Obstructive dysphagia bila disebabkan penyempitan atau
stenosis di faring dan esophagus.
Berdasarkan letak organ 1. Disfagia gangguan fase oral.
anatomi (Vaimann, 2009) 2. Disfagia gangguan fase faringeal.
3. Disfagia gangguan fase esofageal.

Berdasarkan penyebab/etilogi 1. Kelainan kongenital pada esophagus.


(Amstrong, 2008) 2. Inflamasi/radang esophagus.
3. Trauma esophagus.
4. Benda asing esophagus.
5. Neoplasma esophagus.
6. Gangguan psikologis.
7. Kelainan endokrin.
8. Kelainan kardiovaskular.
9. Kelainan neurologi/saraf.
10.Penyakit degeneratif.
11.Latrogenik seperti akibat operasi, kemoterapi, dan radiasi.
Patofisiologi

• Secara fisiologis, proses menelan yang normal terdiri atas tiga


tahapan yaitu: fase oral (pengolahan makanan di dalam rongga
mulut), fase faringeal (setelah makanan di dalam faring), dan fase
esophageal (di dalam esophagus).
• Tidak semua proses menelan/deglutasi dapat berjalan dengan
sedemikian mudahnya. Pada keadaan tertentu dimana terjadi
gangguan kerja saraf seperti pada penyakit Parkinson, disfungsi
otot seperti pada pasca-stroke (Teasell, 2008), desakan massa
tumor, maupun gangguan anatomi dari saluran pencernaan bagian
atas dapat menyebabkan terjadinya gangguan proses menelan
(Alper, 2001).
Manifestasi Klinis

• Pada umumnya pasien mengeluhkan kesulitan menelan makanan


padat. Lamanya disfagia, progresivitasnya dan ada atau tidaknya
keluhan yang menyertainya seperti penurunan berat badan dan
perdarahan, harus turut dievaluasi.
• Lamanya disfagia juga dapat digunakan sebagai parameter klinik
dalam membedakan striktur maligna dan benigna, dimana pada
striktur maligna disfagia biasanya terjadi akut, progresif dan
disertai dengan penurunan berat badan sedangkan pada striktur
benigna disfagia terjadi kronik, intermiten dan tidak progresif.
Pemeriksaan Diagnostik

• Pemeriksaan Barium Meal


• Esofagoskopi
• Computed tomography (CT)
• Foto Kontras
• Rongent Thoraks
Komplikasi

• Komplikasi dini Komplikasi lanjut


1. Kebocoran anatomis 1. Reflux gastroesofageal
2. Struktur anastomosis 2. Trakeomalasia
3. Dismolity esofagussofagus yang
3. Fistula rekuren terganggu.
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Pengkajian anamnesis dilakukan perawat untuk memudahkan
rencana intervensi dengan melakukan anamnesis pada pasien
disfagia, meliputi hal-hal berikut:
• Keluhan pasien
• Berat badan pasien
• Riwayat penyakit
• Riwayat obat-obatan
• Pola hidup pasien
Pemeriksaan Fisik

• Periksa keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien.


• Pasien terlihat mengalami kesulitan pada saat melakukan proses
menelan.
• Pasien terlihat batuk setelah berusaha untuk makan.
• Terdapat perubahan suara pasien pada saat bicara.
• Terdapat adanya kumpulan makanan pada rongga mulut.
• Lakukan pemeriksaan rongga mulut dengan mengevaluasi gerakan
dan kekuatan otot mulut dan otot lidah. Lakukan pemriksaan
lidah, meliputi: gerakan pangkal lidah. Gerakan arkus faring,
uvula, dan pergerakan palatum molle.
• Periksa adanya peradangan atau pembesaran tonsil (amandel).
• Pemeriksaan neurologi fungsi motorik dan sensorik saraf kranial.
• Periksa posisi dan kelenturan leher/tulang servikal, evaluasi massa
leher, pembesaran kelenjar leher dan adanya lesi trauma.
Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan menelan b.d gangguan pengiriman, transit, dan


adanya obstruksi gastrointestinal
• Tujuan: dalam waktu 2x24 jam terjadi peningkatan kemampuan
menelan dan penurunan keluhan disfagia.
• Kriteria evaluasi:
 Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau beradaptasi.
 TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks dan tidak ada gejala
nyeri yang tidak terkontrol.
• Intervensi:
 Kaji kemampuan pasien dalam menelan, catat setiap gangguan fisik atau
keluhan dalam proses menelan.
 Rasional: pasien yang mengalami disfagia dapat terjadi paada fase oral, fase
faringeal, dan fase esofageal, pengenalan yang baik pada gangguan setiap fase
dapat menjadi data dasar intervensi keperawatan selanjutnya.
 Identifikasi faktor predisposisi penyebab disfagia.
 Rasional: disfagia bisa disebabkan oleh gangguan kerja saraf seperti pada
penyakit Parkinson, disfungsi otot seperti pada pascastroke, desakan massa
tumor, maupun gangguan anatomi dari saluran pencernaan bagian atas dapat
menyebabkan terjadinya gangguan proses menelan. Selain itu, pasien dengan
pasca-kemoradioterapi pada kepala dan leher juga mengalami disfagia.
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jenis diet yang sesuai dengan kondisi
individu.
 Rasional: kondisi disfagia bisa disebabkan oleh kondisi multifaktor. Pemberian
diet dengan berkolaborasi bersama ahli gizi dapat memaksimalkan tujuan dalam
pemenuhan nutrisi pasien.
2. Resiko aspirasi b.d reflux material dari esofagus, ketidakmampuan
menelan akibat kerusakan saraf kontrol fasial.

• Tujuan: dalam waktu 1x24 jam risiko aspirasi tidak terjadi.


• Kriteria evaluasi:
 Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat
 Tidak terjadi refluk dan aspirasi pada saat pasien makan secara oral.
 Terjadi penurunan gejala refluk esofagus, meliputi: odinofaia berkurang,
pirosis berkurang, rr dalam batas normal 12-20 kali per menit
• Intervensi:
 Kaji kemampuan pasien menelan
Rasional: pada pasien yang mengalami gangguan akibat paralisis,
perawat mencatat adanya risiko aspirasi terhadap makanan yang masuk.
 Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif
seperti membantu pasien mengakkan kepala. Letakkan pasien pada posisi
duduk atau tegak selama dan setelah makan.
Rasional: gaya gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan risiko terjadinya aspirasi.
 Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak sakit/terganggu.
Rasional: memberikan stimulasi sensori yang dapat menimbulkan usaha
untuk menelan.
3. Nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, spasme esofagus, peradangan
mukosa esofagus, refluks asam lambung, atau sekret empedu ke
esofagus.

• Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terjadi penurunan respons nyeri atau
nyeri dapat beradapatasi.
• Kriteria evaluasi:
 Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau beradaptasi.
 TTV dalam batas normsl, wajah pasien rileks dan tidak ada gejala nyeri
yang tidak terkontrol.
• Intervensi:
 Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan noninvasif.
Rasional: pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dlam mengurangi nyeri.
 Lakukan manajmen nyeri keperawatan:
 istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.
Rasional: istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
 ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul.
Rasional: meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia intestinal.
 Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Rasional: distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus
internal.
4. Risko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya intake
makanan yang adekuat

• Tujuan: dalam waktu 3x24 terjadi peningkatan intake nutrisi


• Kriteria evaluasi:
 Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat
 Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia
berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
• Intervensi:
 Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan
dengan saksama.
Rasional: makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.
 Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan.
Rasional: beberapa pasien mingkin mengalami alergi terhadap bebrpa
komponen makanan tertentu dan beberapa penyakit lain, seperti
diabetes melitus, hipertensi, gout, dan lainnya memberikan manifestasi
terhadap persiapan komposisi makanan yang akan diberikan.
 Sajikan makanan dengan cara yang menarik.
Rasional: membantu merangsang nafsu makan.
5. Risiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d kurangnya
asupan cairan yang adekuat.

• Tujuan: dalam waktu 3 jam pasca-intervensi terjadi keseimbangan


cairan dan elektrolt.
• Kriteria evaluasi:
 Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembap, turgor kulit
normal. TTVdalam batas normal, CRT> 3 detik, urine >600 ml/hari.
 Laboratorium: nilai elektrolit normal, nilai hematokrir danpritein serum
meningkat, BUN/Kreatinin menurun.
• Intervensi:
 Monitoring status cairan (turgor kulit, membran mukosa, urine output).
Rasional: jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan
status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya
produksi urine, apabila < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya
syok hipovolemik.
 Kaji sumber kehilangan cairan.
Rasional: kehilangan cairan dari muntah dapat disertai dengan keluarnya
natrium via oral yang juga akan meningkatkan risiko gangguan elektrolit.
 Auskultasi TD.
Rasional: hipotensi dapat terjadi pada hipovolemik yang memberikan
manifestasi sudah terlibatnya sistem kardiovaskular untuk melakukan
kompensasi mempertahankan tekanan darah.
Evaluasi

• Pasien teratasi dengan kondisi klinik disfagia dan intake nutrisi


bisa dilaksanakan.
• Tidak terjadi aspirasi pada saat dan setelah dilakukan pemberian
makanan oral.
• Terjadi penurunan respons nyeri.
• Paisen tidak mengalami penurunan berat badan.
• Kecemasan pasien berkurang.
KASUS

• Ny. Y menyatakan bahwa bayinya yang bernama X berusia 15 hari


mengalami batuk dan suka tersedak bila diberi asi bahkan sampai
muntah. Berat badan bayi Ny. 1Y juga menjadi semakin menurun.
Selain suka menangis, ia banyak sekali mengeluarkan ludah dari
mulutnya. Pada bayi Ny. Y ditemukan kebiruan dan suara grok-grok
pada nafasnya. Setelah melakukan pemeriksaan, bayi Ny. Y
menderita penyakit atresia esofagus.
PENGKAJIAN

• Identitas
• Nama anak : X
• Usia : 15 hari
• Nama Ibu : Ny. Y
• Riwayat kesehatan
• Riwayat penyakit sekarang : Tersedak hingga muntah, berat badan
menurun, sianosis, banyak mengeluarkan ludah, suara nafas
terdengar grok-grok.
MASALAH KEPERAWATAN

• 1) Resiko aspirasi
• 2) Pola makan bayi tidak efektif
• 3) Bersihan jalan nafas tidak efektif
Diagnosa keperawatan 1: (Blackwell, 2015)

• Resiko aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan


• Tujuan : Klien mudah menelan dengan baik
• Kriteria hasil : Klien mampu menelan tanpa terjadinya aspirasi.
• Intervensi dan rasional (Gloria M. Bulechek, 2013) (Sue Moorhead,
2013)
• Intervensi : Kontrol tingkat kesadaran
• Rasional : Untuk mengetahui kemampuan klien dalam mengolah
• makanan
• Intervensi : Haluskan makanan yang akan dimasukan
• Rasional : Untuk memudahkan makanan yang masuk
Diagnosa keperawatan 2: (Blackwell, 2015)
• Pola makan bayi tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis
• Tujuan : Klien mendapatkan nutrisi yang cukup sesuai dengan
kebutuhannya
• Kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
• Intervensi dan rasional (Gloria M. Bulechek, 2013) (Sue Moorhead, 2013)
• 1. Intervensi : Kaji adanya alergi makanan
• Rasional : Memudahkan pemberian makanan yang baik
• 2. Intervensi : Pantau masukan dan keluaran makanan serta berat badan
• Rasional : Mengkaji keadekuatan masukan nutrisi yang telat diberikan
• 3. Intervensi : Lakukan kolaborasi
• Rasional : Untuk memudahkan klien dalam mengonsumsi makanan
Diagnosa keperawatan 3: (Blackwell, 2015)
• Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kesulitan menelan
• Tujuan : Klien dapat mempertahankan jalan nafas tanpa aspirasi
• Kriteria hasil : Jalan nafas lancar, klien tidak aspirasi, pernafasan berada
pada batas normal.
• Intervensi dan rasional (Gloria M. Bulechek, 2013) (Sue Moorhead, 2013)I
• 1. Intervensi : Lakukan pengisapan/suctioning sesuai dengan kebutuhan
• Rasional : Untuk menghilangkan penumpukan sekresi pada orofaring
• 2. Intervensi : Beri oksigen jika bayi mengalami sianotik
• Rasional : Untuk membentu distress pernafasan
• 3. Intervensi : Beri posisi terlentang dengan kepala ditempatkan pada
sandaran yang ditinggikan (sedikitnya 300)
• Rasional : Untuk menurunkan tekanan pada rongga torakal dan
meminimalkan refluks sekresi lambung ke esophagus distal
dan ke dalam trakea dan bronki.
Diagnosa keperawatan 4: (Blackwell, 2015)

• Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur


pemasangan g-tube
• Tujuan: pasien tidak mengalami infeksi
• Kriteria hasil: klien tidak menunjukan bukti-bukti infeksi karena
pemasangan g-tube
• Intervensi dan rasional
Intervensi : bersihkan kateter sesering mungkin
Rasional : untuk mencegah bakteri masuk ke dalam
tubuh.
KESIMPULAN
• Esofagus adalah sebuah rongga, tabung berotot yang berfungsi
untuk menerima makanan dari faring dan menyalurkan makanan
sampai ke lambung dengan gerakan peristaltik. Disfangia adalah
kesukaran menelan, terjadi pada daerah mulut, esofaring atau
esofagus, dan biasanya akibat dari suatu kelainan motorik
(misalnya, serebral palsi, atau akalasia) atau obstruksi mekanis
(misalnya, struktur peptik esofagus).
• Pengkajian dilakukan untuk membantu mempermudah dalam
melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan fisik juga dilakukan seperti;
pemeriksaan barium meal, esofagoskopi, dll.
• Atresia esofagus adalah kondisi medis kongenital yang ditandai
dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan
esofahus bagian distal. Bayi yang mengalami atresia esofagus
biasanyan akan tersedak dan batuk ketika bayi menyusu,
mengeluarkan air liur dan ketidakmampuan menelan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai