Anda di halaman 1dari 13

HERNIA HIATUS

A. Definisi.
Hernia (Latin) merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan melalui
lobang abnormal. Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Amrizal,2015)
Hernia hiatus didefenisikan sebagai harniasi bagian lambung ke dalam dada
melalui hiatus esofagus diafragma (sylvia,2005). Terdapat 2 jenis hernia hiatus yang
sangat berbeda yaitu :
a) Hernia hiatus direk (sliding), dengan perbatasan lambung-esofagus
yang tergeser ke dalam rongga torak, terutama bila penderita berada
dalam posisi berbaring. Kompentesi sfingter esofagus bagian bawah
dapat rusak dan menyebabkan terjadinya esofagitis refluks. Kelainan
ini sering bersifat asimtomatik (tidak ada gejala)dan ditemukan secara
kebetulan sewaktu pemeriksaan untuk mencari penyebab berbagai
gangguan epigastrium, atau pada waktu pemeriksaan rutin dengan
radiografi saluran gastrointestinal (Sylivia,2005).
b) Hernia hiatus paraesofageal (roliing), bagian fundus lambung
menggulung melewati hiatus dan perbatasan gastro – esofagus tetap
berada dibawa diagframa. Tidak ditemukan adanya insufisiensi
mekanisme sfingter esofagus bagian bawah, dan akibatnya tidak terjadi
esofagitis refluks Penyulit utama hernia para-esofageal adalah
stragulasi (sylivia,2005).
B. Epidemiologi.
Sejumlah penelitian melaporkan prevalensi kejadian hernia hiatus berkisar
antara 50-94% pada pasien dengan penyakit refluks gastroesofagus, dengan prevalensi
kontrol sebesar 13%. Mereka yang mengalami refluks gastrofagitis akan mengalami
peningkatan prevalensi hernia hiatus sebesar 16,5. Studi terbaru dengan jelas
menunjukan bahwa persentasi terjadi nya hernia hiatus berkaitan dengan peningkatan
kerentanan secara signifikan terhadap kejadian refluks dengan mengurangi tekanan
sfingter. Prevalensi hernia hiatus hanya dapat di perkirakan, hal ini disebabkan karena
sebagian besar hernia ini tidak menunjukan gejala ringan atau bahkan tidak
menunjukan gejala sama sekali, dengan diagnostik yang bervariasi (John, M 2006).
Hernia hiatus paling umum terajadi di Amerika Utara dan Eropa Barat.
Perkiraan klinis dari prevalensi hernia hiatus pada populasi barat berkisar hingga
mencapai 50%. prevalensi hernia hiatus pada populasi Asia secara substansial lebih
rendah dibandingkan dengan populasi barat. Chang et al, melaporkan bahwa
prevalensi hiatus hernia hanya 2,2% di populasi umum Taiwan. Dalam studi lain pada
pasien dispepsia prevalensi hernia hiatus dilaporkan lebih rendah pada pasien GERD
Asia, mulai dari 7-20% pada Non Erosive Reflux Disease( NERD) , dan 20-30% pada
esophagitis (Sujay,2015). Di Indonesia sendiri belum diketahui prevalensi kejadian
henia hiatus sendiri.
Insiden kasus hernia hiatus meningkat sesuai dengan pertambahan usia, sekitar
60% orang berusia diatas 50 tahun atau lebih, beresiko lebih besar terkena hernia
hiatal. Dari jumlah tersebut 9% bersifat simtomatik, tergantung pada pada kompetensi
sfingter esofagus bagian bawah atau Lower Esophageal Spinchter (LES). Kejadian
hernia hiatus yang simptomatik berkaitan erat dengan diagnosa penyakit refluks
gastroesofageal (GERD) namun, tidak semua hernia hiatus berkaitan dengan GERD
(epocrates,2019).
Prevalensi kejadian hernia hiatus yang berkaitan dengan GERD dalam
poulasi besar sulit untuk diverifikasi, akan tetapi dari berberapa hasil penelitan yang
dilakukan di beberapa negara bagian barat ditemukan prevalensi kejadian hernia
hiatus sekitar 10-20%. Di antar semua hernia hiatus , tipe hernia hiatus sliding yang
paling umum terjadi yaitu sekitar 90-95%, dan 5% mengalami hernia hiatus tipe
paraesofageal (epocrates,2019).
C. Etiologi.
Etiologi dari hernia hiatus yaitu :
a) Peningkatan tekanan intra abdomen.
Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen.
Beberapa pasien mengalami hernia ihaitus setelah mengalami injuri abdomen
(Qureshi, 2009). Tekanan abdomen dengan intensitas tinggi seperti pada batuk
atau muntah berat, kehamilan, obesitas, cairan intraabdomen, atau mengangkat
benda berat, menggunakan korset yang ketat terlalu sering dapat
meningkatkan dorongan dan berisiko terjadi hiatal hernia.
b) Kelemahan kongenital.
Defek kongenital pada sfinter kardia memberikan predisposisi
melemahnya bagian ini, dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen,
maka kondisi hiatal hernia menjadi meningakat (Black, 1997).
c) Peningkatan usia.
Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut
meningkatkan risiko terjadinya hiatal hernia dan ini sering ditemukan pada
wanita gemuk. Dengan melemahnya elastisitas, sfingter kardia yang terbuka
tidak kembali keposisi normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma juga
membuka jalan masukknya bagian lambung ke rongga toraks.
d) Terjadinya regurgitasi.

Regurgitasi yang menetap atau sering akan menyebabkan otot di


esophageal menjadi kaku atau kejang jika hal ini terus terjadi dan dalam waktu
yang cukup lama akan menyebabkan luka dan membentuk fibrosis pada
esophageal.

D. Patogenesis dan Patofisiologi


Esofagus harus melewati hiatus diafragma untuk mencapai lambung. Hiatus
diafragma ini mempunyai lebar sekita 2cm dan berisikan jaringan muskulotendinus
pada bagian kiri dan kanan pada krura diafragma. Ukuran hiatus bisa membesar
disebabkan peningkata intraabdomen seperti batuk.
LES merupakan otot polos dengan ukuran sekitar 2,5-4,5 cm yang secara
normal selalu berada di intraabdomen atau dibawah hiatus diafragma. Pada kondisi ini
peritoneum viseral dan ligamen frenoesofageal menutupi esofagus. Ligamen
frenoesofagus merupakan jaringan penghubung dari krura diafragma untuk
memelihara LES didalam rongga abdomen.
Kondisi peningkatan tekanan intraabdomen secara mendadak akan
memberikan aksi pada LES yang berada dibawah diafragma untuk meningkatkan
tekanan sfingter dengan tujuan untuk mencegah refluks dari isi lambung ke esofagus.
Aksi dari gastroesofageal junction sebagai barier untuk mencegah refluks
gastroesofageal dengan mekanisme kombinasi barier antirefluks yang terdiri atas
krura diafragmatik, tekanan LES, dan segmen intraabdominal, serta stimulus his.
Adannya kondisi hiatal hernia akan mengakibatkan barier antirefluks tidak
terjadi, penurunan tekanan LES, dan juga menurunkan pembersihan asam oleh
esofagus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami kontak dengan
cairan lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan mukosa lambung
dengan berbagai manifgus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami
kontak dengan cairan lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan
mukosa lambung dengan berbagai manifestasi klinik yang akan terjadi
(Rnspeak,2005).
Skema Patofisiologi Hernia Hiatus (Bagan.1)
a) Obesitas.

Obesitas berperan penting dalama meningkatkan tekanan


intraabdomen, selain itu obesitas juga berperan dalam faktor penyebab
terjadinya GERD. Pada penderita obesitas akan cendrung memiliki lemak
viseral (lemak abdomen) yang berlebih. Lemak viseral lebih aktif secara
metabolik sehingga memiliki jumlah sel yang radang yang lebih banyak.

Pada penderita obesitas terjadi peningkatan tekanan pada intrabdomen.


Tekanan bergerak ke atas mendekati celah diafragma, tekanan yang terus
menerus menyebabkan celah diafragma terbuka lebar. Tekanan yang
berlangsung lama dan terus menerus menyebabkan kekuatan otot difragma
menurun, sehingga bagian bawah eseofagus naik keatas sehingga bagian atas
lambung ikut naik mengikuti arah esofagus. Bagian atas lambung yang masuk
ke dalam celah diafragma dan terperangkap (gap) di area esofagus ini yang
disebut hernia hiatus sliding.

Bagian fundus lambung menggulung melewati hiatus akibat adanya


tekanan yang berlebih dan perbatasan gastro – esofagus tetap berada dibawa
diagframa ini disebut hiatus hernia rolling.

b) Acites.
Asites ditandai dengan adanya kelebihan cairan didalam
rongga peritoneum, asites merupaka penumpukan cairan (biasanya cairan
benang dan cairan serosa yang berwarna kuning pucat) di rongga perut.
Rongga perut terletak di bawah rongga dada, dipisahkan denga diafragma.
Penumpukan cairan yang berlebihan akan menyebakan terjadinya
tekanan di intra abdomen dan memicu terjadinya hernia hiatus. Pada penderita
asites fungsi pernafasan dan aktivitas fisik dapat terganggu serta disertai gejala
seperti dispnea sehingga dapat meneyebabkan peningkatan tekanan di intra
abdomen, jika hal ini di buarkan akan memicu terjadinya hiatus hernia.
c) Kehamilan & Konstipasi.

Pada kondisi hamil dan bagi penderita konstipasi dapat menyebabkan


peningkatan tekanan pada bagian intra abdomen. Pada ibu hamil tekanan ini
terjadi karna ada dorongan dari rahim yang bergerak ke atas menekan intra
abdomen sehinga peluang untuk terjbentuknya hernia pada hiatal bisa terjadi.
Pada pendertia konstipasi berat karna seringnya terjadinya tekanan di intra
abdomen dan mengakibatkan celah di diagframa terbuka lebar shingga bagian
atas lambung bergerak melewati celah diafragma sehingga terjaidnya hernia
haitus.

d) Penyebab obstukstif lainya

Penyebab obstruksi lainya adalah tekanan peristaltik yang terus


menerus terjadi pada esofagus akan menyebakan tekanan pada intra abdomen
sehingga kekuatan otot diafragma akan menurun.

Pada beberapa kasus penyebab tekanan dan penurunan kekutan otot


diafragma sehingga menimbulkan herniatus hernia adalah adanya kelainan
genetik atau kelainan bawaan sehingga gerakan otot menjadi tidak normal,
bekas operasi atau luka terbuka.

Pada wanita yang mengalami peningkatan jaringan adiposa dan jarang


melakukan aktifitas fisik mengakibatkan tonus otot mengalami penurunan, hal
ini menyebabkan gerakan otot tidak normal atau lemah pada otot diafrgma
sehingga bagian esofagus bisa naik ke atas, lengkungan atas lambung naik ke
atas melewati diafragma, inilah yang membuat terjadinya hernia hiatus,

E. Gejala Klinik.
Penderita sliding hernia hiatal mencapai lebih dari 40% orang, tetapi
kebanyakan tanpa gejala, gejala yang terjadi biasanya sangat ringan. Hernia hiatal
paraesofageal umumnya tidak menyebabkan gejala sehingga di butuhkan diagnostik
yang bervariasi. Tetapi bagian yang menonjol ini bisa terperangkap atau terjepit di
diafragma dan mengalami kekurangan darah. Bila keadaannya serius dan timbul
nyeri, disebut penjeratan (strangulasi), yang membutuhkan pembedahan darurat. Pada
penderita Paraesophageal hiatal hernia akan mengalami nyeri dada, kesulitan untuk
menelan, kembung dan bersendawa.

Kadang terjadi perdarahan mikroskopis atau perdarahan berat dari lapisan


hernia, yang bisa terjadi pada kedua jenis hernia hiatal tersebut. Kejadian hernia
hiatus yang simptomatik berkaitan erat dengan diagnosa penyakit refluks
gastroesofageal (GERD) namun, tidak semua hernia hiatus berkaitan dengan GERD,
untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan penujang seperti endoskopi. Manifestasi klinik
yang mungkin akan timbul antara lain :
a) Keluhan esofagitis refluks.
b) Rasa jantung terbakar (heartburn).
c) Regurgitasi asam dan disfagia karena spasme esophagus.
d) Perdarahan.
e) Muntah mendadak.
f) Bunyi tympani pada pemeriksaan perkusi.
g) Nyeri uluh hati.
F. Diagnosa.

Karna hernia hiatus sering bersifat asimptomatik atau tidak menunjukan gejala
yang jelas dan signifikan maka perlu dilakukan beberapa tindakan untuk mentukan
diagnosis, Tindakan yang pada umumnya dilakuaka untuk menunjang penegakan
diagnosis yaitu :

a) Pemeriksaan Endoskopi.
Pada umunya hernia hiatus sering hilang timbul terutama pada
kondisi hernia hiatus dalam ukuran kecil. Dengan melakukan
penelitian dan pemeriksaan lebih mendalam dapat menentukan ada
atau tidaknya hernia hiatus. Di Indonesia belum ada penelitian yang
lebih spesifik dan mendalam untuk mendeteksi penyebab adanya
hernia hiatus. Indikasi utama dalam penelitian terkait hernia hiatus
bertujuan untuk mendeteksi kemungkinan kemungkinan komplikasi
yang muncul akibat adanya hernia serta kemungkinan diagnosa yang
muncul seperti luka, penyempitan (strictures) atau tumor (Sabin,2014).
Indikasi untuk melakukan tindakan klinis seperti endoskopi
melalui saluran gastrointestinal untuk menentukan adanya hernia,
dapat dilakukan bila adanya gejala GERD yang kebal (refractory)
terhadap terapi pengobatan, gejala yang muncul seperti (disfagia,
pendarahan, penurunan berat badan, anemia) yang terjadi pada usia
diatas 50 tahun. Tidak adaya indikasi klinis yang jelas dan sistematis
untuk menemukan adanya hernia hiatus maka pemeriksaan endoskopi
perlu dilakukan untuk menunjang penegakan diagnosa hernia hiatus.
Hernia hiatus sliding didiagnosa ketika hernia (tonjolan) tanpak
jelas pada persimpangan squamocolumnar junction ( tempat transisi
dari esophagus ke epitel lambung) dan penyempitan terbentuk ketika
perut melewati gap atau pembatas lebih dari 2 cm. Pasien diminta
untuk menarik perut sampai ke proximal (titik acuan yang akan
diamati) untuk membantu melokalisasi pelebaran hiatus. Pelebaran
hiatus dapat dilihat dari tampilan hiatus yang bengkok (retroflex)
(Sabin,2014).
Pemeriksaan endoskopi pada hernia hiatus memiliki
keterbatasan hal ini disebabkan persimpangan esofagogastrik bergerak
(misalnya gerakan menelan, bernafas, atau mengejan) yang dapat
menyebabkan hernia intermiten , metaplasia (Barrett's esophagus) atau
peradangan yang dapat membuat sulit melokalisasi persimpangan
squamocolumnar junction, insuflasi berlebihan menyebabkan udara
berlebihan berada di dalam perut menyebabkan ukuran hernia terlihat
membesar.
Endoskopi gastrointestinal bagian atas sangat penting dalam
evaluasi potensi komplikasi dari hiatus hernia yang mungkin
menjelaskan gejala (perdarahan, disfagia, nyeri). Ukuran hiatus hernia
adalah penentu utama ada dan seberapa beratnya peradangan
esofagitis. Erosi linear atau ulserasi pada lipatan mukosa harus di
pertimbangkan dalam kasus anemia kronis dan perdarahan.
b) Pemeriksaan Radiologi Computed tomography (CT scan).
Hiatus hernia dapat didiagnosis dengan radiologi bagian atas
saluran pencernaan meskipun dengan sensitivitas buruk untuk
komplikasi mukosa (melalui CT scan). Biasanya ini dilakukan dalam
evaluasi pra-bedah. Risiko terkait dengan paparan radiasi dan alergi
terhadap barium atau yodium sangat di perhatikan untuk wanita hamil
pemeriksaan seperti ini sangat tidak di anjurkan karna menyebabkan
kontraindikasi. Computed tomography (CT scan) bukan prosedur
standar pada pasien dengan hiatus hernia. Ini mungkin berguna dalam
penilaian volvulus lambung pada kasus-kasus hernia paraesofageal dan
deteksi organ-organ hernia lain. Hiatus hernia mungkin juga ditemukan
secara kebetulan selama computed tomography untuk indikasi lain
(Sabin,2014).
G. Komplikasi.
Jika hiatus hernia tidak diatasi komplikasi yang akan muncul adalah
a) Peradangan dan luka pada lapisan esophagus.
b) Peradangan dan luka pada lambung.
c) Menyebabkan perdarahan (hemoragi) pada saluran cerna atas bias
ditandai dengan perdarahan samar pada feses.
d) Kesulitan menelan dan beresiko mengalami penurunan berat badan.
e) Beresiko terkena anemia.
f) Obstruksi atau penyumbatan dari esophagus ke lambung
g) Pnemmonia disebabkan penyempitan saluran nafas akibat adanya
hernia pada esophagus dan terdorngnya difragma oleh pembesaran
hernia.
H. Terapi Farmasi.

Pada penderita haitus hernia sangat jarang ditemukan gejala yang tanpak
secara signifikan. Jika gejala tidak tanpak dan dan diagnosa ditmukan secara
kebetulan maka ini dibiarkan tanpa diberi pengobatan karena jarang menjadi
progresif.

Pada umunya peyakit haitus hernia berkaitan cukup erat dengan penyakit
GERD, untuk penaganan penyakit hiatus hernia dengan gejala tanda klinis seperti
GERD biasaya terapi yang di berikan seperti :

a) Anatasida.
b) Antagonis resptor H 2 (ranitidin, cimetidin, famotidine, dan
nizatidine ).
c) Proton Pump Inhibitor (omeprazole, lanzoprazol, rabeprazole,
dan esomeprazole).
I. Terapi Pembendahan

Tindakan pembedahan dialkukan bila terapi konservatif gagal atau terjadi


komplikasi, tindakan operasi yang biasa dilakukan adalah : seperti tindakan Nissen
fundoplikasi, Belsey fundoplikasi dan Hill gastropexi.
J. Terapi Diet.

Terapi diet yang bisa di berikan pada pasein dengan penyakit hiatus hernia
adalah sebagai berikut :

a) Pasca operasi hernia hiatus pasien diberikan makanan saring.


b) Makan diberikan dalam bentuk lunak bubur atau tim.
c) Makanan diberikan dalam porsi kecil namun sering.
d) Utamakan makanan yang mengandung serat tinggi dan tidak
mengandung gas.
e) Hindari makanan mentah untuh mencegah terbentuknya asam
lambung.
f) Hindari makanan atau minuman yang memicu meningkatnya asam
lambung (seperti alkohol, kopi, durian, jeruk asam, brokoli, makanan
pedas dll.).

Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit ini adalah dengan,
memperbaiki gaya hidup, menurunkan berat badan, tidak berabaring setelah
berolahraga atau setalah makan, dan tidak menggunakan pakaian ketat.

K. Prognosis.
Kebanyakan individu dengan hernia hiatal sliding dapat mengatasi gejala
dengan menggunakan antasida atau obat obatan yang dapat mengurangi sekresi asam
lambung dan dengan merubah gaya hidup . Kebanyakan individu yang telah di
operasi mendapati mereka sembuh dari gejala tersebut. Walaupun begitu, setelah
operasi, beberapa gejala dari hernia hiatal esophagus seperti nyeri dada, mungkin
masih timbul pada beberapa individu dan pada sejumlah kecil individual dapat terjadi
rekurensi.
Strangulasi jarang terjadi dan hanya timbul pada hernia paraesophagus.
Individu dengan hernia paraesophagus mungkin bisa berkembang menjadi strangulasi
dan gastric volvulus. Dan apabila mengarah ke perforasi, resiko kematian menjadi
tinggi (ridwan, 2006)
DAFTAR PUSTAKA

Recent understanding on pathophysiology of acid related diseases and Gastrointestinal


bleeding.Ketut.Diakses 2 Maret 2019,
[https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/].

The Epidemiology of Alimentary Diseases. John M. Diakses 2 Maret


2019.[https://books.google.co.id/books].

Hernia Hiatus Esophagus.Ridwan. Diakses 2 Maret 2019.


[https://www.scribd.com/doc/69281114/Hernia-Hiatus-Esophagus]

Hiatal Hernia.Wikipedia. Diakses 2 Maret 219.


[https://en.wikipedia.org/wiki/Hiatal_hernia#Epidemiology]

Refluks Gastroesofageal pada Anak. Bambang. Diakses 2 Maret 2019.


[https://media.neliti.com/media/publications/151489-ID-refluks-gastroesofageal-pada-anak.pdf]

Hiatal Hernia. 2019. Diakses 2 Maret 2019.


[https://online.epocrates.com/diseases/73523/Hiatal-hernia/Epidemiology]

Hernia.Diakases 2 Maret 2019. [http://repository.usu.ac.id/]

Obesity as Risk Factor of Gastroesophageal Reflux Disease. Diah ,2014. Diakses 2 Maret 2019.
[http://juke.kedokteran.unila.ac.id]

Hubungan Antara IMT dengan Kejadian Hernia Inguinalis di Poli Bedah RSUD DR. Soehadi
Projonegoro Sragen. Hatif, 2014. Diakses 2 Maret 2019.
[http://eprints.ums.ac.id/31241/19/NASKAH_PUBLIKASI.pdf]

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Hiatal Hernia. Yulia, 2016. Diakses 2 Maret 2019.
[https://www.academia.edu/ ]

Barret’s Esofaus. Islamuddin,2010. Diakses 2 Maret 2019.


[http://internis.files.wordpress.com]
KATA KATA SULIT

1. Asimtomatik : Tidak merasakan gejala yang muncul pada tubuh.


2. Insufisiensi : Ketidak mampuan melakukabn tugas atau fungsi.
3. Stragulasi : Terhrntinya sirkulasi pada bagian tertentu akibat
penekanan.
4. Simtomatik : Merasakan gejala yang muncul pada tubuh.
5. injury abdomen: Kerusakan Abdomen
6. Predisposisi : Keretanan tubuh terhadap penyakit yang sifatnya laten dan dapat
diaktifkan dalam keadaan tertentu
7. Regurgitasi : Mengalir ke arah yang berlawanan dengan arah normal (arus
balik)
8. Muskulotendinus : Bagian atau unit yang tersusun terkait dengan otot tendon
9. Peritoneum viseral : Jaringan ikat pada tendon besar dan berada diantara
serabut penyusun tendon tersebut, jaringan ini berada pada organ dalam
abdomen.
10. Ligamen frenoesofageal : Pita atau jaringan yang membatasi esofagus.
11. gastroesofageal junction : tempat beertautnya aliran esofagus ke lambung.
12. barier antirefluks
13. manifgus
14. fundus lambung
15. strangulasi
16. strictures
17. refractory
18. squamocolumnar junction
19. proximal
20. retroflex
21. hernia intermiten
22. metaplasia (Barrett's esophagus)
23. insuflasi
24. Erosi linear
25. volvulus lambung
26. Obstruksi

Anda mungkin juga menyukai