Anda di halaman 1dari 13

1.

1 Pengertian

Interaksi nutrient adalah interaksi fisika dan kimia antar nutrisi, nutrisi dengan
komponen lain dalam makanan atau nutrisi dengan obat (senyawa kimia lain) yang meliputi
efek yang diinginkan dan tidak diinginkan sedangkan Nutrisi adalah substansi organik yang
dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan
kesehatan. Nutrisi didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh
tubuh.

Interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat memengaruhi aktivitas obat, yaitu
meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau
direncanakan. Interaksi dapat terjadi antar-obat atau antara obat dengan makanan serta obat-obatan
herbal. Secara umum, interaksi obat harus dihindari karena kemungkinan hasil yang buruk atau tidak
terduga. Interaksi obat tidak hanya terjadi antar obat namun, juga dapat terjadi antar obat dengan
makanan. Banyak orang yang menganggap remeh terhadap hal ini padahal, hal ini sangat perlu
diperhatikan. Ada obat-obat tertentu yang jika berinteraksi dengan makanan, akan meningkatkan
kinerja obat namun ada jugajenis obat yang jika bereaksi dengan makanan tertentu dapat menurunkan
kerja obat dalam tubuh, bahkan dapat meningkatkan toksisitas bagi tubuh.

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-
obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat
terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi obat dan efek samping obat perlu
mendapat perhatian.

Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus
masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga
terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah
sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih
dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat
keparahan penyakit atau usia.

Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas


dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat
dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa
digunakan bersama-sama.

Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :

a. Dokumentasinya masih sangat kurang


b. Seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan
kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan interaksi obat
berupa peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu
obat, sedangkan interaksi berupa penurunakn efektivitas dianggap diakibatkan
bertambah parahnya penyakit pasien
c. Kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual, di
mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau berpenyakit parah, dan
bisa juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu. Selain itu
faktor penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor-
faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).

2.2 Mekanisme Interaksi Obat

Interaksi diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses farmakokinetik


maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar plasma
obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro dsb.
Interaksi farmakokinetik diakibatkan oleh perubahan laju atau tingkat absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi. Interaksi farmakodinamik biasanya dihubungkan
dengan kemampuan suatu obat untuk mengubah efek obat lain tanpa mengubah sifat-sifat
farmakokinetiknya.
Interaksi farmakodinamik meliputi aditif (efek obat A =1, efek obat B = 1, efek
kombinasi keduanya = 2), potensiasi (efek A = 0, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 2),
sinergisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 3) dan antagonisme (efek A = 1,
efek B = 1, efek kombinasi A+B = 0).
Mekanisme yang terlibat dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan
efek pada jaringan atau reseptor.
Mekanisme interaksi obat:
1.Interaksi Farmakokinetika
Dapat terjadi pada berbagai tahap meliputi absorbsi, distribusi,
metabolisme, atau ekskresi.
a. Absorbsi saluran pencernaan meliputi kecepatan dan jumlah.
Dipengaruhi oleh formulasi farmasetik termasuk bentuk sediaan, pKa dan
kelarutan obat dalam lemak disamping pH, flora bakteri, dan aliran darah
dalam organ pencernaan (meliputi usus besar, usus halus, usus 12 jari dan
lambung). Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan
mengalami proses – proses sebagai berikut :
1) Obat disimpan dalam depo jaringan.
2) Obat terikat oleh protein plasma terutama albumin.
3) Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan
reseptor sel khas dan menimbulkan respon biologis.
4) Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur
kemungkinan yaitu :
a. Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami
metabolisme akan menghasilkan senyawa aktif, kemudian
berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis (
bioaktivasi).
b. Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih
polar dan tidak aktif, kemudian diekskresikan (bioinaktivasi).
c. Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang
bersifat toksik(biotoksifikasi).
5) Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.
b. Ikatan obat protein (pendesakan obat) meliputi obat bebas/ aktif dan
obat terikat /tidak aktif.
c. Metabolisme hepatik meliputi induksi enzim (penurunan
konsentrasi obat) dan inhibisi enzim (peningkatan konsentrasi obat).
d. Klirens ginjal meliputi peningkatan ekskresi (penurunan konsentrasi
obat) dan penurunan ekskresi (peningkatan konsentrasi obat).
Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup
mengandung gugus fungsional atau atom atom terorganisasi, reaktif secara
kimia dan bersifat khas, yang dapat berinteraksi secara terpulihkan dengan
molekul obat yang mengandung gugus fungsional khas, menghasilkan respon
biologis tertentu.
2.Interaksi Farmakodinamika
Meliputi sinergisme kerja obat, antagonisme kerja obat, efek reseptor
tidak langsung, gangguan cairan dan elektrolit.
Pasien yang rentan terhadap interaksi obat :
a. Individu usia lanjut
b. Minum lebih dari 1 macam obat
c. Mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati
d. Mempunyai penyakit akut
e. Mempunyai penyakit yang tidak stabil
f. Memiliki karakteristik genetik tertentu
g. Ditangani lebih dari 1 dokter.
2.3 Interaksi Obat Dengan Makanan.
Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan tersebut
dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti itu bisa terjadi. Tetapi tidak semua
obat dipengaruhi oleh makanan, dan beberapa obat hanya dipengaruhi oleh makanan-
makanan tertentu.
Interaksi obat-makanan dapat terjadi dengan obat-obat yang diresepkan, obat yang
dibeli bebas, produk herbal, dan suplemen. Meskipun beberapa interaksi mungkin berbahaya
atau bahkan fatal pada kasus yang langka, interaksi yang lain bisa bermanfaat dan umumnya
tidak akan menyebabkan perubahan yang berarti terhadap kesehatan tubuh. Makanan dan
obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda.
Sering, zat tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan lain
dapat disebabkan oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara makanan tersebut
disiapkan.
Salah satu cara yang paling umum makanan mempengaruhi efek obat adalah dengan
mengubah cara obat-obat tersebut diuraikan ( dimetabolisme ) oleh tubuh. Jenis protein yang
disebut enzim, memetabolisme banyak obat.
Beberapa makanan dapat membuat enzim-enzim ini bekerja lebih cepat atau lebih
lambat, baik dengan memperpendek atau memperpanjang waktu yang dilalui obat di dalam
tubuh. Jika makanan mempercepat enzim, obat akan lebih singkat berada di dalam tubuh dan
dapat menjadi kurang efekteif. Jika makanan memperlambat enzim, obat akan berada lebih
lama dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.
Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan dapat terjadinya interaksi obat
dengan makanan adalah :
1. Perubahan motilitas lambung dan usus, terutama kecepatan
pengosongan lambung dari saat masuknya makanan
2. Perubahan pH, sekresi asam serta produksi empedu
3. Perubahan suplai darah di daerah splanchnicus dan di mukosa
saluran cerna
4. Dipengaruhinya absorpsi obat oleh proses adsorpsi dan
pembentukan kompleks
5. Dipengaruhinya proses transport aktif obat oleh makanan
6. Perubahan biotransformasi dan eliminasi. (Widianto, 1989)
7.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Obat dengan Makanan.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi interaksi obat dan makanan antara lain:
a) Pengosongan lambung
Pada kasus tertentu misalnya setelah pemberian laksansia atau
penggunaan preparat retard, maka di usus besarpun dapat terjadi absorpsi
obat yang cukup besar. Karena besarnya peranan usus halus dalam hal ini,
tentu saja cepatnya makanan masuk ke dalam usus akan amat
mempengaruhi kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi. Peranan jenis
makanan juga berpengaruh besar di sini.
Jika makanan yang dimakan mengandung komposisi 40% karbohidrat,
40% lemak dan 20% protein maka walaupun pengosongan lambung akan
mulai terjadi setelah sekitar 10 menit. Proses pengosongan ini baru
berakhir setelah 3 sampai 4 jam.
Dengan ini selama 1 sampai 1,5 jam volume lambung tetap konstan karena
adanya proses- proses sekresi. Tidak saja komposisi makanan, suhu makanan
yang dimakanpun berpengaruh pada kecepatan pengosongan lambung ini.
Sebagai contoh makanan yang amat hangat atau amat dingin akan memperlambat
pengosongan lambung.
Ada pula peneliti yang menyatakan pasien yang gemuk akan mempunyai
laju pengosongan lambung yang lebih lambat daripada pasien normal. Nyeri
yang hebat misalnya migren atau rasa takut, juga obat-obat seperti antikolinergika
(missal atropin, propantelin), antidepresiva trisiklik (misal amitriptilin,
imipramin) dan opioida (misal petidin, morfin) akan memperlambat pengosongan
lambung.
Sedangkan percepatan pengosongan lambung diamati setelah minum cairan
dalam jumlah besar, jika tidur pada sisi kanan (berbaning pada sisi kiri akan
mempunyai efek sebaliknya,) atau pada penggunaan obat seperti metokiopramida
atau khinidin. Jelaslah di sini bahwa makanan mempengaruhi kecepatan
pengosongan lambung, maka adanya gangguan pada absorpsi obat karenanya
tidak dapat diabaikan.
b) Komponen makanan
Efek perubahan dalam komponen-komponen makanan :
1. Protein
(daging, dan produk susu) Sebagai contoh, dalam penggunaan
Levadopa untuk mngendalikan tremor pada penderita Parkinson.
Akibatnya, kondisi yang diobati mungkin tidak terkendali dengan
baik. Hindari atau makanlah sesedikit mungkin makanan
berprotein tinggi (Harknoss, 1989).
2. Lemak
Keseluruhan dari pengaruh makan lemak pada metabolisme obat
adalah bahwa apa saja yang dapat mempengaruhi jumlah atau
komposisi asam lemak dari fosfatidilkolin mikrosom hati dapat
mempengaruhi kapasitas hati untuk memetabolisasi obat.
Kenaikan fosfatidilkolin atau kandungan asam lemak tidak jenuh
dari fosfatidilkolin cenderung meningkatkan metabolism obat
(Gibson, 1991). Contohnya : Efek Griseofulvin dapat
meningkat.interaksi yang terjadi adalah interaksi yang
menguntungkan dan grieseofluvin sebaiknya dimakan pada saat
makan makanan berlemak seperti daging sapi, mentega, kue,
selada ayam, dan kentang goreng (Harkness, 1989).
3. Karbohidrat
Karbohidrat tampaknya mempunyai efek sedikit pada
metabolism obat, walaupun banyak makan glukosa, terutama
sekali dapat menghambat metabolism barbiturate, dan dengan
demikian memperpanjang waktu tidur. Kelebihan glukosa
ternyata juga mengakibatkan berkurangnya kandungan
sitokrom P-450 hati dan memperendah aktivitas bifenil-4-
hidroksilase (Gibson, 1991). Sumber karbohidrat: roti,
biscuit, kurma, jelli, dan lain-lain (Harkness, 1989).
4. Vitamin
Vitamin merupakan bagian penting dari makanan dan
dibutuhkan untuk sintesis protein dan lemak, keduanya
merupakan komponen vital dari system enzim yang
memetabolisasi obat. Oleh karena itu tidak mengherankan
bahwa perubahan dalam level vitamin, terutama defisiensi,
menyebabkan perubahan dalam kapasitas memetabolisasi
obat. Contohnya :
a. Vit A dan vit B dengan antacid, menyebabkan
penyerapan vitamin berkurang.
b. Vit C dengan besi, akibatnya penyerapan besi
meningkat.
c. Vit D dengan fenitoin (dilantin), akibatnya efek vit
D berkurang.
d. Vit E dengan besi, akibatnya aktivitas vit E
menurun.(Harkness, 1989)
5. Mineral
Mineral merupakan unsur logam dan bukan logam dalam
makanan untuk menjaga kesehatan yang baik. Unsur –
unsure yang telah terbukti mempengaruhi metabolisme obat
ialah: besi, kalium, kalsium, magnesium, zink, tembaga,
selenium, dan iodium. Makanan yang tidak mengandung
magnesium juga secara nyata mengurangi kandungan
lisofosfatidilkolin, suatu efek yang juga berhubungan
dengan berkurangnya kapasitas memetabolisme hati. Besi
yang berlebih dalam makanan dapat juga menghambat
metabolisme obat. Kelebihan tembaga mempunyai efek
yang sama seperti defisiensi tembaga, yakni berkurangnya
kemampuan untuk memetabolisme obat dalam beberapa
hal. Jadi ada level optimum dalam tembaga yang ada pada
makanan untuk memelihara metabolism obat dalam tubuh
(Gibson, 1991).
c) Ketersediaan hayati
Penggunaan obat bersama makanan tidak hanya dapat menyebabkan
perlambatan absorpsi tetapi dapat pula mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi
(ketersediaan hayati obat bersangkutan). Penisilamin yang digunakan sebagai
basis terapeutika dalam menangani reumatik, jika digunakan segera setelah
makan, ketersediaan hayatinya jauh lebih kecil dibandingkan jika tablet
tersebut digunakan dalam keadaan lambung kosong. Ini akibat adanya
pengaruh laju pengosongan lambung terhadap absorpsi obat (Gibson, 1991).
2.5 Fase-Fase Dalam Interaksi Obat dengan Makanan
Ada beberapa fase dalam interaksi obat dengan makanan yaitu:
a. Fase farmasetis
Fase farmasetis merupakan fase awal dari hancur dan terdisolusinya obat.
Beberapa makanan dan nutrisi mempengaruhi hancur dan larutnya obat. Maka
dari itu, keasaman makanan dapat mengubah efektifitas dan solubilitas obat-
obat tertentu. Salah satu obat yang dipengaruhi pH lambung adalah saquinavir,
inhibitor protease pada perawatan HIV. Ketersediaan hayatinya meningkat
akibat solubilisasi yang diinduksi oleh perubahan pH lambung. Makanan dapat
meningkatkan pH lambung, disisi lain juga dapat mencegah disolusi beberapa
obat seperti isoniazid (INH).
b. Fase farmakokinetik
Fase farmakokinetik adalah absorbsi, transport, distribusi, metabolisme dan
ekskresi obat. Interaksi obat dan makanan paling signifikan terlibat dalam
proses absorbsi. Usus halus, organ penyerapan primer, berperan penting dalam
absorbsi obat. Fungsi usus halus seperti motilitas atau afinitas obat untuk
menahan sistem karier usus halus, dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat
absorbsi obat. Makanan dan nutrien dalam makanan dapat meningkatkan atau
menurunkan absorbsi obat dan mengubah ketersediaan hayati obat.

Tabel 1: Contoh interaksi makanan yang dapat meningkatkan interaksi obat.


No Nama Obat Mekanisme Solusi Aturan Minum
1 Carbamazepin Meningkatkan produksi empedu, Diminum bersama
meningkatkan disolusi & absorbsi makanan
2 Diazepam Meningkatkan enterohepatik, Tidak ada
disolusi sekunder pada sekresi asam
lambung
3 Erythromycin Tidak diketahui Diminum saat makan
4 Griseofulvin Obat mudah larut dalam lemak, Diberikan dengan
meningkatkan absorbsi. makanan tinggi
lemak atau disuspensi
minyak jagung
rendah kontraindikasi
5 Hydrochlorothiazid Menunda pengosongan lambung, Diberikan bersama
(HCT) meningkatkan absorbsi usus halus makanan.
6 Phenytoin Menunda pengosongan lambung, Diberikan pada saat
Meningkatkan produksi empedu, makan pagi, siang
meningkatkan disolusi & absorbsi dan malam.

Tabel 2: Contoh interaksi makanan yang dapat menurunkan absorbsi obat

No Nama Obat Mekanisme Solusi Aturan Minum


1 Acetaminophen Terutama makanan mengandung Diminum saat
pektin bersifat absorben dan perut kosong
pelindung.
2 Ampicillin Mengurangi volume cairan lambung. Diminum dengan air
3 Amoxicillin Mengurangi volume cairan lambung. Diminum dengan air
4 Acetosal Mengubah pH lambung. Diminum saat perut
kosong
5 Captopril Tidak diketahui (ACE inhibitor). Diminum sebelum
makan
6 Digoxin Obat terikat makanan tinggi serat Diminum saat makan
Tabel 3: Beberapa obat beserta efek dan mekanisme dalam tubuh
No Nama Obat Mekanisme Solusi Aturan Minum
1 Isoniazid Makanan akan meningkatkan pH Diminum saat perut
(INH) lambung mencegah disolusi & absorbsi kosong pagi sebelum
makan
2 Lincomycin Tidak diketahui Diminum saat perut
kosong, karena
makanan menghambat
absorbsi. Menghindari
pemberian bersama
makanan yang
mengandung protein
tinggi.
3 Methyldopa Absorbsi kompetitif. Menghindari
pemberian bersama
makanan kaya besi
atau suplemen
4 Penicillamine Dapat membentuk khelat dengan Diminum saat perut
kalsium atau besi kosong
5 Penicillin G Menunda pengosongan lambung; Diminum 1 jam
degradasi asam lambung; menghambat sebelum atau 2 jam
disolusi setelah makan
6 Tetracycline Berikatan dengan garam besi atau ion tidak boleh diminum
lemak. kalsium membentuk senyawa khelat bersama susu
yang tidak larut

Makanan yang mempengaruhi tingkat ionisasi dan solubilitas atau reaksi


pembentukan khelat, dapat mengubah absorbsi obat secara signifikan. Misalnya pada
reaksi pembentukan khelat pada :
a. kombinasi tetracyclin dengan mineral divalen seperti Ca dalam susu atau
antasida. Kalsium akan mempengaruhi absorbsi dari quinolon.
b. Reaksi antara besi (ferro atau ferri) dengan tetracyclin, antibiotik
fluoroquinolon, ciprofloxacin, ofloxacin, lomeflox dan enoxacin. Maka dari
itu, ketersediaan hayati ciprofloxacin dan ofloxacin turun masing-masing 52
dan 64 % akibat adanya besi.
c. Zink dan fluoroquinolon akan menghasilkan senyawa inaktif sehingga
menurunkan absorbsi obat (b).
Kecepatan pengosongan lambung secara signifikan mempengaruhikomposisi
makanan yang dicerna. Kecepatan pengosongan lambung ini dapat mengubah
ketersediaan hayati obat. Makanan yang mengandung serat dan lemak tinggi
diketahui secara normal menunda waktu pengosongan lambung. Beberapa obat
seperti nitrofurantoin dan hidralazin lebih baik diserap saat pengosongan lambung
tertunda karena tekanan pH rendah di lambung. Obat lain seperti L-dopa,Penicillin G
dan digoxin, mengalami degradasi dan menjadi inaktif saat tertekan oleh pH rendah
di lambung dalam waktu lama. Obat dieliminasi dari tubuh tanpa diubah atau sebagai
metabolit primer oleh ginjal, paru-paru, atau saluran gastrointestinal melalui empedu.
Ekskresi obat juga dapat dipengaruhi oleh diet nutrien seperti protein dan serat, atau
nutrien yang mempengaruhi pH urin.
c. Fase farmakodinamik
Fase farmakodinamik merupakan respon fisiologis dan psikologis terhadap
obat. Mekanisme obat tergantung pada aktifitas agonis atau antagonis, yang mana
akan meningkatkan atau menghambat metabolisme normal dan fungsi fisiologis
dalam tubuh manusia. Obat dapat memproduksi efek yang diinginkan dan tidak
diinginkan. Aspirin dapat menyebabkan defisiensi folat jika diberikan dalam jangka
waktu lama. Methotrexat memiliki struktur yang mirip dengan folat vitamin B, hal ini
dapat memperparah defisiensi folat.

Tabel 4: Beberapa interaksi penting antara obat dan makanan.


No Nama Obat Tipe Efek dan Interaksi Rekomendasi
Nutrien
1 Azithromycin Makanan Absorbsi berselang 2 jam
(Zithromax) Azithromycin berkurang, Diminum saat
ketersediaan hayatinya perut kosong /
berkurang 43%, konsisten pada
konsentrasi maksimal saat yang sama
52%. setiap hari.
2 Captopril Makanan Absorbsi
(Capoten) Captopril berkurang.
3 Erythromycin Makanan Absorbsi Erythromycin
base atau obat dengan
makanan.

Penelanan tablet dengan air yang cukup atau cairan lain penting untuk
beberapa obat karena jika ditelan tablet tersebut cenderung merusak saluran
oesophagus. Petunjuk pada pasien untuk mencegah iritasi dan atau ulcer pada
oesophagus, tablet atau kapsul obat harus ditelan dengan segelas air oleh pasien
dengan posisi berdiri, misalnya untuk obat. obat seperti analgesik (contohnya aspirin),
NSAID (contohnya Phenylbutazone, oxyphenbutazone, indometacin), kloralhidrat,
emepromium bromida, kalium klorida, tetracyclin (terutama Doxycyclin).
Obat diminum dengan atau tanpa makanan. Interaksi obat-makanan dalam saluran
gastrointestinal dapat bermacam- macam dan banyak alasan mengapa makanan
dapat berpengaruh pada efek obat.Contohnya obat mungkin terikat pada komponen makanan;
makanan akan mempengaruhi waktu transit obat pada usus; obat dapat mengubah first- pass
metabolism obat dalam usus dan dalam hati; dan makanan dapat meningkatkan aliran empedu
yang mampu meningkatkan absorbsi beberapa obat yang larut lemak.
Petunjuk pada pasien untuk mencegah interaksi tersebut adalah denganmeminum obat
dengan segelas air pada saat perut kosong, misalnya seperti pada obat- obat sefalosporin
(kecuali sefradin), dipyridamol, erythromycin, Isoniazid (INH), lincomycin,
penicillamin, pentaerithritel tetranitrat, rifampicin, penisilin oral dan tetracyclin. Absorbsi
semua penisilin oral optimal jika diminum pada saat perut kosong dengan segelas air.
Pivampicillin harus diminum bersama makanan karena dapat mengiritasi lambung atau perut.
Tetracyclin kadang kala menyebabkan mual dan muntah jika diminum pada saat perut
kosong. Meskipun makanan mengurangi absorbsi tetracyclin tetapi tidak terjadi pada
doxycyclin dan minocyclin.
Adanya makanan juga dapat meningkatkan perubahan bentuk profil serum obat tanpa
mengubah ketersediaan hayati obat. Hal ini terlihat pada studi sefradin, makanan tidak
memiliki efek signifikan terhadap ekskresi urin antibiotik tetapi pada nilai t-max. Beberapa
obat yang diminum bersama susu atau makanan berlemak antara lain alafosfalin, griseofulvin
dan vitamin Sedangkan obat yang tidak boleh diminum bersama susu antara lain bisacodyl
(dulcolax), garam besi, tetracyclin (kecuali doxycyclin dan minocyclin).

Tabel 5: Beberapa obat yang diminum bersama makanan


Asam nalidiksat Carbamazepin Ethambutol Indometacin
Metformin Nitrofurantoin Pivampicillin Teofilin dan
turunannya
Asam nikotinat & Cinnarizin Garam kalium Garam besi (Fe)
turunannya
Metoprolol Oxyphenbutazone Propranolol Tolbutamid
Asetosal Cotrimoxazole Glibenclamide Isoxsuprin
Metronidazol Phenylbutazone Reserpin Triamteren
Allopurinol Doxycyclin Gliclazide Levodopa
Minocyclin Pankreatin Riboflavin Na-valproat
Amiodaron Na-diklofenak Ibuprofen
Naproxen Phenytoin-Na Spironolakton

2.6 Interaksi Obat dan Makanan yang Dapat Menurunkan Kinerja Sistem Pencernaan.
Interaksi obat dan makanan yang dapat menurunkan kinerja sistem pencernaan dapat
meliputi interaksi obat yang menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan
mengganggu traktus gastrointestinal/ saluran pencernaan.

A. Obat dan penurunan nafsu makan


Efek samping obat atau pengaruh obat secara langsung, dapat
mempengaruhi nafsu makan. Kebanyakan stimulan CNS dapat
mengakibatkan anorexia. Efek samping obat yang berdampak pada gangguan
CNS dapat mempengaruhi kemampuan dan keinginan untuk makan. Obat-
obatan penekan nafsu makan dapat menyebabkan terjadinya penurunan
berat badan yang tidak diinginkan dan ketidakseimbangan nutrisi.
B. Obat dan perubahan pengecapan/ penciuman
Banyak obat yang dapat menyebabkan perubahan terhadap kemampuan
merasakan/ dysgeusia, menurunkan ketajaman rasa/ hypodysgeusia atau
membaui. Gejala-gejala tersebut dapat mempengaruhi intake makanan. Obat-
obatan yang umum digunakan dan diketahui menyabapkan hypodysgeusia
seperti: obat antihipertensi (captopril), antriretroviral ampenavir,
antineoplastik cisplastin, dan antikonvulsan phenytoin.
C. Obat dan gangguan gastrointestinal
Obat dapat menyebabkan perubahan pada fungsi usus besar dan hal ini
dapat berdampak pada terjadinya konstipasi atau diare. Obat-obatan narkosis
seperti kodein dan morfin dapat menurunkan produktivitas tonus otot halus
dari dinding usus. Hal ini berdampak pada penurunan peristaltik yang
menyebabkan terjadinya konstipasi.
D. Absorbsi
Obat-obatan yang dikenal luas dapat mempengaruhi absorbsi zat gizi
adalah obat-obatan yang memiliki efek merusak terhadap mukosa usus.
Antineoplastik, antiretroviral, NSAID dan sejumlah antibiotik diketahui
memiliki efek tersebut. Mekanisme penghambatan absorbsi tersebut meliputi:
pengikatan antara obat dan zat gizi (drug-nutrient binding ) contohnya Fe,
Mg, Zn, dapat berikatan dengan beberapa jenis antibiotik; mengubah
keasaman lambung seperti pada antacid dan antiulcer sehingga dapat
mengganggu penyerapan B12, folat dan besi; serta dengan cara
penghambatan langsung pada metabolisme atau perpindahan saat masuk ke
dinding usus.
E. Metabolisme
Obat-obatan dan zat gizi mendapatkan enzim yang sama ketika sampai
di usus dan hati. Akibatnya beberapa obat dapat menghambat aktifitas enzim
yang dibutuhkan untuk memetabolisme zat gizi. Sebagai contohnya
penggunaan metotrexate pada pengobatan kanker menggunakan enzim yang
sama yang dipakai untuk mengaktifkan folat. Sehingga efek samping dari
penggunaan obat ini adalah defisiensi asam folat.
F. Ekskresi
Obat-obatan dapat mempengaruhi dan mengganggu eksresi zat gizi
dengan mengganggu reabsorbsi pada ginjal dan menyebabkan diare atau
muntah

2.7 Interaksi Obat dengan Mikronutrien.


Kadar serum dari elektrolit, mikromineral dan vitamin bisa berubah oleh obat-
obat tertentu dan dokter harus mewaspadai hal ini bila ada kelainan. Berikut Obat
yang Menyebabkan Kelainan mikronutrien:
↓ Kalsium
aminoglycosides, bisphosphonates, corticosteroids, H2 receptor
antagonists, loop diuretics ; amphotericin B, antacids, carbamazepine,
cholestyramine, cisplatin, colchicines, digoxin, doxycycline,
ethosuximide, foscarnet, Mg oxide/sulfate, minocycline,
oxcarbazepine, oxytetracycline, pentamidine, phenobarbital,
phenytoin, primidone, Na phosphate, sucralfate, zelodronic acid,
zonisamide.
↑ Kalsium
antiestrogens, estrogens, thiazide diuretics ; aluminium intoxication,
aminoiphylline, Ca carbonate, lithium
↓ Magnesium
aminoglycosides, corticosteroids, estrogens, loop diuretics, oral
contraceptives, tetracyclines,thiazide diuretics; amphotericin B,
cholestyramine, cisplatin, cyclosporine, digoxin, foscarnet,
hydralazine, methsuximide, pamidronate, penicillamine, raloxifene,
Na phosphate, tacrolimus, zoledronic acid.
↑ Magnesium
Usually associated with intake > 6g/day, Mg-containing
antacids/enemas.
↓ Fosfor
Thiazide diuretics; alendronate, antacids (Al & Mg-containing),
cholestyramine, digoxin, foscarnet, Mg oxide/sulfate, ,pamidronate,
sucralfate, theophylline, zoledronic acid.
↑ Fosfor
Etidronate, foscarnet, Na phosphate laxatives & enema.
↓Kalium
Aminoglycosides, loop diuretics, penicillins, salicylates, thiazide
diuretics, acetazolamide, amphotericin B, bisacodyl, cisplatin,
colchicine, cyclosporine, enoxacin, foscarnet, hydralazine, levodopa,
mannitol, pamidronate, Na bicarbonate & phosphates.
↑ Kalium
ACE inhibitors, angiotensin, receptor blockers, beta-adrenergic
blochers, NSAIDs, Kalium sparing diuretics ; cyclosporine, heparin,
hypertonic solutions, lithium, pentamidine, succinylcholine.
↓ Natrium
Aminoglicosides, loop diuretics, Kalium sparing diuretics, thiazide
diuretics, salicylates ; acetazolamide, amphotericin B, bisacodyl,
captopril, colchicine, foscarnet.
↑ Natrium
Hypertonic IV solution, mannitol, Na penicillin G, Na phosphate
laxative & enemas.
↓ Zink
ACE inhibitors, corticosteroids, diuretics, estrogens, oral
contraceptives, H2 receptor antagonists, reverse transcriptase inhibitors
; cholestyramine, ethambutol, hydralazine, penicillamine.
↓ Klorida
Thiazide diuretics, loop diuretics.

↑ Klorida
Spironolactone, triamteren

Tabel 6: Interaksi Obat-Makanan yang bermakna klinis.

No Obat Interaksi Akibat Klinik yang


mungkin
1 Tetrasiklin Penurunan Gagal terapi
ketersediaanhayati dengan
susu dan produk susu
2 Siprofloksasin Penurunan Gagal terapi
ketersediaanhayati dengan
susu dan produk susu
3 Azitromisin Penurunan Gagal terapi
ketersediaanhayati dg
makanan
4 Itrakonazol Penurunan Mungkin Gagal terapi
ketersediaanhayati dg
makanan
5 Penisilamin Penurunan Gagal terapi
ketersediaanhayati dg
makana
6 Didanosin Makanan mengurangi Gagal terapi
ketersediaanhayati
7 Indinavir Makanan mengurangi Gagal terapi
ketersediaanhayati
8 Saquinavir Garlic (allicin) mengurangi Aktivitas antiviral
ketersediaanhayati berkurang
9 Atiovaquone Makanan meningkatkan Khasiat bertambah
ketersediaanhayati bila bersama makan
10 Lovodopa Protein mengurangi Menurunkan khasiat
transpor ke otak
11 Teofilin Makanan lemak Kemungkinan
meningkatkan penyerapan toksisitas
12 Warfarin Makanan kaya Vitamin K menurunkan efek
melawan efek antikoagulasi
antikoagulans
13 Siklosporin Makanan dan sari mungkin toksisitas
grapefruit meningkatkan
kadar plasma
14 Alendronate Makanan mengurangi Gagal terapi
ketersediaanhayati Penghambat MAO
Meningkatkan kadar
tiramin Krisis
hipertensi
15 Terfanadin Sari Grapefruit Kadar plasma
meningkatkan bertahan lebih lama
ketersediaanhayati
16 Felodipin Makanan meningkatkan Efek samping lebih
ketersediaanhayati besar
17 Diuretik Makanan mengurangi Gagal terapi
ketersediaanhayati
18 Spironolakton Makanan mengurangi Khasiat bertambah
ketersediaanhayati bila bersama makan
19 Propranolol Makanan menambah Efek samping
ketersediaanhayati bertambah

Untuk mencegah inkompatibilitas, penting dipikirkan bagaimana obat


bisa berinteraksi di dalam atau di luar tubuh. Jika anda harus mencampur suatu obat,
selalu ikuti petunjuk pabrik seperti volume dan jenis diluen yang tepat; mana larutan
yang bisa ditambahkan ke pemberian “piggy back”; dan larutan “bilas” apa yang
harus digunakan di antara pemberian suatu produk dan produk lain untuk menghindari
kejadian-kejadian, seperti pengendapan di dalam selang infus (sebagai contoh, jangan
pernah memberikan fenitoin ke dalam infus jaga yang mengandung dekstrosa, atau
jangan campur amphotericin B dengan normal saline). Hal-hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah adanya elektrolit (misal. kalium klorida) yang dicampur ke
infus kontinyu, misal pada sistem piggyback. Jika ingin mencampur obat dalam spuit
untuk pemberian bolus, pastikan obat-obat ini kompatibel di dalam spuit. Jika tidak
mendapat informasi dari referensi obat, kontak apoteker. Umumnya apoteker
memiliki akses untuk informasi kompatibilitas ini.
Waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat inkompatibilitas bila
berkontak dengan obat lain. Contoh-contoh furosemide (Lasix), phenytoin (Dilantin),
heparin, midazolam (Versed), dan diazepam (Valium) bila digunakan dalam
campuran IV.
Kekurangan-kekurangan PVC (polivinilklorida). Di samping kompatibilitas
obat-obat IV, klinisi perlu mengetahui bahwa beberapa masalah bisa timbul bila
menggunakan PVC sebagai wadah untuk larutan infus. Plasticized polyvinyl Klorida
(PVC) merupakan bahan polimer yang digunakan secara luas di bidang kedokteran
dan yang terkait. Di bidang kedokteran, PVC yang lentur digunakan untuk kantong
penyimpan darah, selang transfusi, hemodialisis, pipa endotrakea, infuse set, serta
kemasan obat. Ester asam ftalat, terutama di-(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP),
merupakan pelentur yang paling disukai di bidang kedokteran. Karena zat aditif ini
tidak berikatan kovalen dengan polimerm ada kemungkinan memisah dari matriks.
Lepasnya DEHP dari kantong PVC ke dalam larutan sudah bertahun-tahun
menimbulkan kekhawatiran. Toksisitas DEHP dan PVC telah mencetuskan
pertanyaan serius mengapa produk ini masih digunakan. Pemisahan DEHP dari PVC
disebut leaching. Leaching terjadi bila beberapa obat seperti paclitaxel atau tamoxifen
diberikan dalam kantong PVC.
Kekhawatiran lain dari penggunaan kantong PVC adalah penyerapan atau
“hilang”nya obat dari kantong PVC:
1. Kowaluk dkk. memeriksa interaksi antara 46 obat suntik dengan kantong
infus Viaflex (PVC). Kajian memperlihatkan bahwa derajat penyerapan
obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat.
2. Migrasi obat ke dalam kantong plastik bisa mengarah ke penurunan kadar
obat di bawah kadar terapi dari insulin, vit A, asetat, diazepam dan
nitrogliserin.
Reaksi Maillard. Walaupun bukan merupakan interaksi obat-obat, masalah ini
perlu dikemukakan. Reaksi Maillard adalah reaksi kimia antara asam amino dengan
gula pereduksi. Biasanya reaksi memerlukan panas. Seperti halnya karamelisasi, ini
merupakan bentuk diskolorasi coklat yang bersifat non-enzimatik. Gugus karbonil
yang reaktif dari gula bereaksi dengan gugus amino nukleofilik dari asam amino,
untuk membentuk berbagai molekul yang menimbulkan berbagai warna dan aroma.
Reaksi Maillard terjadi bila asam amino dan glukosa dikandung dalam satu wadah.
Karena asam amino dan glukosa intravena perlu diberikan sekaligus, suatu
pendekatan yang pintar adalah menghasilkan kantong dengan dua kamar di mana
glukosa dan asam amino dipisah. Asam amino dan glukosa dicampur dulu sebelum
diberikan.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa
1. Interaksi antara obat dan makanan terjadi dalam tiga fase yaitu fase
farmasetis, fase farmakokinetik, fase farmakodinamik. Dengan mekanisme
obat yang telah diminum akan hancur dan obat terdisolusi (merupakan fase
farmasetis), kemudian obat tersebut di absorpsi, transport, distribusi,
metabolism dan ekresi oleh tubuh (merupakan fase farmakokinetik), setelah
melewati fase farmakokinetik maka obat tersebut dapat direspon secara
fisiologis dan psikologis (merupakan fase farmakodinamik).
2. Efek samping pemberian obat-obatan yang berhubungan dengan gangguan GI
(gastrointestinal) dapat berupa terjadinya mual, muntah, perubahan pada
pengecapan, turunnya nafsu makan, mulut kering atau inflamasi/ luka pada
mulut dan saluran pencernaan, nyeri abdominal (bagian perut), konstipasi dan
diare. Efek samping seperti di atas dapat memperburuk konsumsi makanan si
pasien. Ketika pengobatan dilakukan dalam waktu yang panjang tentu
dampak signifikan yang memperngaruhi status gizi dapat terjadi.
3. Interaksi obat- mikronutrien meliputi Inkompatibilitas obat
IV, Kekurangan-kekurangan PVC (polivinilklorida),

Anda mungkin juga menyukai