Anda di halaman 1dari 22

DIVERTICULOSIS DAN DIVERTIKULITIS

A. Definisi.
a) Diverticulosis.
Diverticulosis atau diverticular merupakan keadaan di mana terdapat
banyak penonjolan mukosa yang menyerupai kantong (diverticula) yang
tumbuh atau terbentuk di sepanjang saluran cerna terutama dalam usus besar,
khususnya kolon sigmoid tanpa adanya inflamasi. Diverticulosis adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan kondisi terbentuknya tonjolan atau
kantong (divertikula) di dinding usus besar, diverticula muncul tetapi tidak
menyebabkan gejala apa pun atau menunjukan gejala (asimptomatik).
Diverticula sering terjadi atau ditemukan ketika melakukan tes seperti
kolonoskopi atau barium enema (sejenis rontgen usus besar) untuk alasan
pemeriksaan tertentu (Wehermann,2016).
Diverticulosis colon merupakan penyebab yang paling umum dari
perdarahan saluran cerna bagian bawah, berperan hingga 40% sampai 55%
dari semua kasus perdarahan. Diverticula kolon merupakan lesi yang diperoleh
secara umum dari usus besar pada perut (Brunicardi,2010).

b) Diverticulitis.
Penyakit diverticulitis merupakan keadaan di mana terjadinya infeksi
atau perdangan akut pada diverticulosis atau diverticular yang terbentuk di
sepanjang saluran cerna, terutama pada usus besar atau kolon
(Wehermann,2016).
Diverticulitis terjadi bila makanan dan bakteri tertahan di suatu
divertikulim yang menghasilkan infeksi dan inflamasi yang dapat membentuk
drainase dan akhirnya menimbulkan perforasi atau pembentukan abses
(Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2, 2001:hal.1100).
Gamabar 1. Diverticulosis & Gambar.2 divertikula yang mengalami
Divertikulitis perdangan
(Sumber Mayo.com) (sumber Kevin Md)

B. Epidemiologi.
Diverticulosis sangat sering dijumpai pada masyarakat Amerika dan Eropa.
Diperkirakan sekitar separuh populasi dengan umur lebih dari 50 tahun memiliki
diverticula kolon. Kolon sigmoid adalah tempat yang paling sering terjadinya
diverticulosis. Diverticulosis colon merupakan penyebab yang paling umum dari
perdarahan saluran cerna bagian bawah, berperan hingga 40% sampai 55% dari semua
kasus perdarahan. Divertikula kolon merupakan lesi yang diperoleh secara umum dari
usus besar pada perut. Penyakit diverticular di sebelah kanan jarang ditemukan di
dunia belahan barat. Frekuensi penyakit ini dilaporkan kira-kira sebanyak 1-2% dari
sampel di Eropa dan Amerika, tetapi di Asia dijumpai sebanyak 43-50%
(Brunicardi,2010).
Kejadian diverticulosis pada wanita sedikit lebih banyak dengan perbandingan
antara pria : wanita adalah 1 : 1,5. Insidens tertinggi pada usia 40 tahun dan 50-an.
Insidens tertinggi di negara-negara barat dimana terjadi pada 50% dari warga yang
berusia lebih dari 60 tahun (Akil, 2006).
Pada pemeriksaan kolonoskopi terhadap 876 pasien di RS Pendidikan
Makassar, ditemukan 25 pasien (2,85%) penyakit diverticular dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan 5:3, umur rata-rata 63 tahun dengan presentase terbanyak
pada kelompok umur 60-69 tahun. Hematokezia merupakan gejala terbanyak dan
lokalisasinya terutama di kolon bagian kiri (kolon sigmoid dan kolon descendens)
(Akil, 2006).
Diverticulitis paling umum terjadi pada kolon sigmoid (95%). Hal ini telah
diperkirakan bahwa kira-kira 20% pasien dengan diverticulosis mengalami
diverticulitis pada titik yang sama. Diverticulitis paling umum terjadi pada usia lebih
dari 60 tahun. Insidensnya kira-kira 60% pada individu dengan usia lebih dari 80
tahun. Predisposisi congenital dicurigai bila terdapat gangguan pada individu yang
berusia di bawah 40 tahun (Burner and suddarth, 2001).

C. Etiologi.
Penyebab dari diverticulosis kolon seperti nya karena multifactorial. Ada
hipotesis yang menyebutkan bahwa etiologi dari diverticulosis ini terdiri atas
aktifitas motorik kolon yang abnormal, intake serat makanan, perubahan struktur dan
fungsional dari dinding kolon karena penuaan dan peningkatan cross-linking
kolagen (Lichtenstein & Wu, 2004: 127). Penyebab terjadinya diverticulosis ada 2
yaitu :
a) Peningkatan tekanan intralumen.
Diet rendah serat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intralumen kolon sehingga menyebabkan herniasi mukosa melewati
lapisan dinding otot kolon yang menebal dan memendek (sebuah kondisi
yang disebut-mychosis) (Sjamsuhidayat,2007).
Menurut Painter dan Burkitt pada tahun 1960, penyebab terjadinya
divertikulosis adalah kurangnya serat dan rendahnya residu dalam
makanan yang dikonsumsi sehingga menyebabkan perubahan milieu
interior dalam kolon. Pendapat ini diperkuat oleh penelitian-penelitian
selanjutnya dimana terbukti bahwa kurangnya serat dalam makanan
merupakan faktor utama terjadinya diverticular sehingga disebut sebagai
penyakit defisiensi serat (Sjamsuhidayat,2007).
Terdapat 2 jenis serat :
a. Serat yang larut dalam air, di dalam usus terdapat dalam bentuk
yang menyerupai agar-agar yang lembut.
b. Serat yang tidak larut dalam air, melewati usus tanpa
mengalami perubahan bentuk.
Kedua jenis serat tersebut membantu memperlunak feses sehingga mudah
melewati usus. Serat juga mencegah konstipasi. Konsumsi makanan yang
berserat tinggi, terutama serat yang tidak larut (selulosa) yang terkandung
dalam biji-bijian, sayur-sayuran dan buah-buahan akan berpengaruh pada
pembentukan tinja yang padat dan besar sehingga dapat memperpendek
waktu transit feses dalam kolon dan mengurangi tekanan intraluminal
yang mencegah timbulnya divertikel.
b) Kelemahan otot dinding kolon.
Penyebab lain terjadinya diverticulosis adalah terdapat daerah yang
lemah pada dinding otot kolon dimana arteri yang membawa nutrisi
menembus submukkosa dan mukosa. Biasanya pada usia tua karena proses
penuaan yang dapat melemahkan dinding kolon.
Faktor Resiko Diverticulosis yaitu :
a) Pertambahan Usia.
Pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik/ daya regang
dinding kolon sebagai akibat perubahan struktur jaringan kolagen dinding
usus.
b) Konstipasi.
Konstipasi menyebabkan otot-otot menjadi tegang karena tinja yang
terdapat di dalam usus besar. Tekanan yang berlebihan menyebabkan titik-
titik lemah pada usus besar menonjol dan membentuk divertikula.
c) Diet rendah serat.
Pada mereka yang kurang mengkonsumsi makanan berserat, akan
menyebabkan penurunan massa feses menjadi kecil-kecil dan keras, waktu
transit kolon yang lebih lambat sehingga absorpsi air lebih banyak dan
output yang menurun menyebabkan tekanan dalam kolon meningkat untuk
mendorong massa feses keluar mengakibatkan segmentasi kolon yang
berlebihan. Segmentasi kolon yang berlebihan akibat kontraksi otot
sirkuler dinding kolon untuk mendorong isi lumen dan menahan lulus dari
material dalam kolon merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
penyakit diverticular. Pada segmentasi yang meningkat secara berlebihan
terjadi herniasi mukosa/submukosa dan terbentuk divertikel.
d) Gangguan jaringan ikat.
Gangguan jaringan ikat seperti pada sindrom Marfan dan Ehlers
Danlos dapat menyebabkan kelemahan pada dinding kolon sehingga
menaikkan risiko terjadinya diverticular disease.
e) Mikroorganisme.
Mikroorganisme terutama bakteri dalam feses mempercepat terjadinya
infeksi pada divertikula. Hal ini terjadi apabila masa feses dalam colon
sigmoid banyak dan tertahan dalam divertikula.
f) Genetik.
Seseorang yang mempunyai riwayat kesehatan keluarga dengan
diverticular disease akan lebih berisiko tinggi terkena penyakit ini apabila
tidak menjaga pola hidup sehat dan makanan yang konsumsi.

Sedangkan untuk diverticulitis masih belum diketahui penyebab pastinya. Ada


dugaan berkembangnya bakteri pada kantung di dinding usus (divertikula), bisa
memicu peradangan atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri bakteri yang bersifat
patogen di usus.

D. Klasifikasi
Diverticulosis dibedakan menjadi 2 klasifikasi, diantaranya adalah :
a) Diverticular disease, yang mana masih dibedakan menjadi 2 klasifikasi
kembali.
1. Diverticulitis akibat diverticulosis yang terinfeksi dan atau
ruptur, yang terdiri dari diverticulitis akut dan diverticulitis
kronis. Akut dengan gejalanya demam, leukositosis, nyeri tekan
pada kuadran kiri bawah dan abdomen. Selama serangan akut,
dapat terjadi pendarahan dari jaringan granulasi vascular.
Kronis dengan gejala peradangan secara berulang. Sehingga
bisa menyebabkan fibrosis dan perlekatan struktur di
sekitarnya. Dan menimbulkan gejala obstipasi (bentuk dari
konstipasi parah), feses seperti pita, diare inetrmiten,
peregangan abdomen, dan menyebabkan abses perikolon yang
menyempitkan lumen yang sudah menyempit.
2. Symptomatic Uncomplicated Diverticular Disease (SUDD)
adalah tipe Diverticular Disease yang ada dan gejalanya terjadi
secara terus-menerus seperti nyeri yang disebabkan karena
divertikula dalam ketiadaan makro colitis scopically. Gejala
diverticular disease tanpa komplikasi yaitu gejala non-spesifik,
seperti rasa tidak nyaman yang lebih rendah atau sakit perut,
kembung, nyeri perut, sembelit, diare tanpa tanda-tanda
peradangan (demam, neutrophilia, phlogosis dari diverticula)
(Comparato, dkk., 2007).
b) Asimptomatis diverticulosis,
adanya divertikula disepanjang usus besar tetapi tidak menimbulkan
gejala apapun, sehingga tidak memberikan sinyal kepada penderita.

E. Patogenesis dan Patofisiologi.


Divertikula Disease beresiko pada orang yang berusia lebih dari 40 tahun dan
orang yang diet rendah serat. Jika orang sedikit mengkonsumsi serat maka fesesnya
akan mengeras dan menyebabkan konstipasi serta tekanan intraluminal yang tinggi
(Ganglia, 2015). Sehingga hal tersebut akan mendorong usus untuk membuat
tonjolan keluar dari mukosa usus (divertikulum).
Diverticulum adalah suatu kantong yang menonjol yang mendorong keluar
dari dinding usus besar. Diverticula adalah adalah kumpulan beberapa diverticulum.
Diverticulosis adalah Diverticular Disease yang terjadi diseluruh usus besar namun
yang paling umum terletak di usus besar kiri (desenden) menuju kolon sigmoid.
Diverticulosis bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor tekanan
intraluminal atau tekanan yang menyebabkan pergerakan usus. Sigmoid adalah area
umum terjadinya diverticulosis dengan lumen kecil tapi mempunyai tekanan
intraluminal tinggi. Proses peradangan dianggap mirip dengan apendiksitis yaitu
makanan menghalangi leher diverticulum dengan pertumbuhan bakteri yang
berlebihan, translokasi bakteri, peradangan, dan mungkin perforasi. gejala
diverticulosis terkait dengan motilitas yang lebih tinggi dan otot hipertrofik di
daerah usus besar (Mulligan, 2015).
Ada beberapa faktor penyebab Diverticular Disease yaitu berhubungan
dengan genetik, diet, motilitas, microbiome, dan peradangan. Dengan usia, ada
degenerasi dinding mukosa serta peningkatan tekanan kolon dibidang penyisipan
vasa recta sehingga menyebabkan penyakit diverticula. Teori tentang penyebab
diverticulitis yaitu lamanya makanan dan feces yang mengendap dan menekan di
diverticula, yang kemudian menyebabkan komplikasi seperti peritonitis, abses,
obstruksi, striktur, iskemia, dan perforasi (Feuerstein, 2016).
a) Peritonitis
Peradangan lapisan tipis di dinding bagian dalam perut (peritoneum).
Peritoneum juga berfungsi untuk melindungi organ di dalam perut. Jika
dibiarkan memburuk, maka peritonitis bisa menyebabkan infeksi seluruh
sistem tubuh yang membahayakan nyawa.
b) Abses
Penumpukan nanah pada satu daerah tubuh, meskipun juga dapat
muncul pada daerah yang berbeda (misalnya hati dan usus). nanah
adalah cairan yang kaya dengan protein dan mengandung sel darah
putih yang telah mati. Nanah dapat berwarna kuning atau putih.
c) Obstruksi usus
Penyumbatan yang terjadi di dalam usus. Kondisi ini dapat menyebabkan
peredaran makanan atau cairan di dalam saluran pencernaan menjadi
terganggu. Obstruksi usus bisa terjadi di dalam usus halus atau besar dan
sifatnya bisa parsial (sebagian) atau total.
d) Striktur (penyempitan)
e) Iskemia usus
Kondisi berkurangnya aliran darah menuju usus kecil atau usus besar.
Iskemia usus dapat mengakibatkan rasa sakit dan menimbulkan gangguan
bagi usus untuk dapat berfungsi dengan normal. Kehilangan aliran darah
ke usus pada kasus yang berat dapat menyebabkan jaringan usus rusak
atau mati.
f) Perforasi
Suatu kondisi medis yang ditandai dengan terbentuknya suatu lubang pada
dinding usus halus atau usus besar yang menyebabkan kebocoran
isi usus ke dalam rongga abdomen.
PATHWAY DIVERTICULAR DISEASE

Faktor Resiko : Usia >40, Genetik, Diet rendah serat, Mikrobioma, obesitas, kurang olahraga, konstipasi,
gangguan jaringan ikat

Kurangnya Asupan Penebalan otot


Histologi usus usia
Serat melingkar dan teniea
lanjut :
coli

Feces mengeras Penyempitan lumen penurunan Peningkatan


ketegangan deposito Peningkatan
saraf elastin usus kolagen

Konstipasi
Tekanan Tinggi Pada
Usus (tekanan
Gangguan Otot sangat Jaringan
intraluminal)
motilitas kontraktil dalam usus
kolorektal kaku
Tekanan Tinggi Pada
Usus (tekanan
intraluminal)

Motilitas
peningkatan
usus
tekanan usus
abnormal
Divertikulum (satu
kantong)

Divertikula (banyak
kantong)

Divertikulosis
SUDD
(Symptomatic
uncomplicated Divertikulitis Divertikulitis
Diverticular DK yang berulang
akut kronis
Disease)

GEJALA DIAGNOSA
GEJALA DIAGNOSA
Diare Diare
Rasa tidak Gangguan rasa
nyaman Konstipas
nyaman Konstipas
i
Nyeri perut Nyeri akut
Demam Hipertermia
Diare Diare Nyeri akut dan
Nyeri atau Nyeri Kronik

Nausea Mual

Tindakan Post
Tindakan Pre Operasi
operasi

Ansietas Kerusakan Integritas


jaringan

Nyeri Akut
F. Gejala Klinik.
Kebanyakan penderita diverticulosis tidak menunjukkan gejala. Tetapi
beberapa ahli yakin bahwa bila seseorang mengalami nyeri kram, diare, dan
gangguan pencernaan lainnya, yang tidak diketahui penyebabnya, biasa dipastikan
penyebabnya adalah diverticulosis. Gejala klinis yang bisa ditemukan
a) Sebagian besar asimptomatik.
b) Diverticulosis yang nyeri :
1) Nyeri pada fossa iliaka kiri
2) Konstipasi
3) Diare.
c) Diverticulosis akut :
1) Malaise
2) Demam
3) Nyeri dan nyeri tekan pada fossa iliaka kiri dengan atau tanpa teraba
massa.
4) Distensi abdomen
d) Perforasi : Peritonitis + gambaran diverticulitis
e) Obstruksi usus besar :
1) Konstipasi absolute
2) Distensi
3) Nyeri kolik abdomen
4) Muntah
f) Fistula : ke kandung kemih, vagina, atau usus halus
g) Perdarahan saluran cerna bagian bawah : spontan dan tidak nyeri.

G. Manifestasi Klinis
Diverticular Disease sebagian besar bersifat asimtomatik. Diverticulosis yang
nyeri bisa terjadu pada fosa iliaka kiri, konstipasi dan diare. Jika sampai menimbulkan
diverticulitis akut, maka akan menyebabkan malaise, demam, nyeri dan nyeri tekan
pada fosa iliaka kiri dnegan atau tanpa massa yang terapa dan disertai distensi
abdomen (Grace & Borley, 2006).
Diverticulosis biasanya tidak memiliki gejala atau bisa disebut asimptomatis.
Namun, kehadiran terlalu banyak diverticula dapat menyebabkan berbagai gejala
termasuk sakit perut dan kembung, sembelit dan diare. jika sampai terkena bakteri
dan menimbulkan infeksi maka akan menjadi divertikulitis. Gejala diverticulitis
termasuk rasa sakit yang tajam di perut (paling sering di kiri bawah sisi perut),
demam, kembung, sembelit atau diare, darah dalam tinja, mual atau muntah. Sebuah
divertikulum kadang-kadang berdarah dan bisa saja darahnya mengalir melewati
dubur. Perdarahan biasanya tiba-tiba dan tanpa rasa sakit. kadang-kadang Operasi
diperlukan untuk menghentikan pendarahan. Tepi pendarahan tidak hanya menjadi
gejala Diverticular Disease. Pendarahan juga bisa diasumsikan gejala penyakit lain
seperti kanker usus (Emergency Care Insititute, 2015).

H. Diagnosa.
Anamnesis yang cermat dan sering sudah dapat menentukan diagnosis, harus
ditanyakan tentang perubahan pola defekasi, frekuensi, dan konsistensi feses. Dalam
anamnesis tentang nyeri perut perlu dibedakan antara nyeri kolik dan nyeri menetap,
serta hubungannya dengan makan dan dengan defekasi. Perlu pula ditanyakan warna
tinja, terang atau gelap, bercampur lendir atau darah, dan warna darah segar atau
tidak. Juga perlu ditanyakan apakah terdapat rasa tidak puas setelah defekasi,
bagaimana nafsu makan, adakah penurunan nafsu makan, dan rasa lelah,
(Sjamsuhidayat,2007).
Gejalan dan tanda yang sering ditemukan pada kelainan kolon adalah
dyspepsia, hematokezia, anemia, benjolan, dan obstruksi karena radang dan
keganasan. Pada diverticulosis 80% penderita tidak bergejala (asimptomatik).
Keluhan lain yang bias didapat adalah nyeri, obstipasi, dan diare oleh karena adanya
gangguan motilitas dari sigmoid, (Sjamsuhidayat,2007).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan local ringan dan sigmoid sering
dapat diraba sebagai struktur padat. Tidak ada demam maupun leukositosis bila tidak
ada radang. Bisa teraba tegang pada kuadran kiri bawah, dapat teraba massa seperti
sosis yang tegang pada sigmoid yang terkena. Pada pemeriksaan fisik dilakukan rectal
touché ke dalam rectum untuk mengetahui adanya nyeri tekan, penyumbatan, maupun
darah. Didapatkan juga keadaan umum tidak terganggu dan tanda sistemik juga tidak
ada.
Gejala Klinis Diverticulosis Gejala Klinis Diverticulitis
Konstipasi Nyeri akut pada kuadran kri bawah (93-
100%)
Nyeri Abdomen : akibat kontraksi Demam (57-100%)
segmental yang berlebihan dari kolon
Tanda-tanda divertikulosis akut : Nausea, Vomiting
Iregularitas usus dan interval diare,
nyeri dangkal dan kram pada kuadran
kiri bawah dari abdomen dan demam
ringan
Pada inflamasi local diverticula Teraba Massa
berulang, usus besar menyempit pada
striktur fibrotic, yang menimbulkan
kram, feses berukuran kecil-kecil, dan
peningkatan konstipasi.
Perdarahan samar dapat terjadi, Konstipasi
menimbulkan anemia defisiensi besi
Malaise Diare

I. Pemeriksaan Penunjang.
Untuk mendapatkan diagnose yang tepat perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang. Modalitas diagnostik pilihan adalah dengan melakukan CT-scan karena
dapat membantu menilai tingkat keparahan dan tingkat penyakit divertikular dan juga
mengidentifikasi komplikasi. CT-scan memiliki tingkat sensitivitas dan kekhususan
sampai 100% saat mendiagnosis diverticular sigmoid. Kolonoskopi diinginkan pada
pasien dengan perdarahan kronik atau yang tidak berbahaya, perubahan kebiasaan
buang air besar dapat menyingkirkan kanker kolorektal. Sigmoidoskopi
membutuhkan perhatian lebih pada pasien dengan diverticulitis, tapi juga dapat
berguna untuk menghilangkan inflamasi kolitis atau iskemik dan juga memungkinkan
untuk pengambilan biopsi dari striktur yang meragukan. Kolonoscopi biasanya
ditunda 6 sampai 8 minggu setelah adanya serangan deverticulitis akut. Setelah
didiagnosa diverticulitis akut ada tanda dan gejala yang menunjukkan kanker usus
besar yang dapat menyamar seperti divertikular (Asimina Gaglia dan Chris S Probert,
2015).
Adapun pemeriksaan penunjangnya meliputi tes untuk mengkonfirmasi
diagnosis Diverticular Disease antara lain (Emergency Care Insititute, 2015) :
a) Kolonoskopi : tabung fleksibel ramping akan dimasukkan ke dalam anus
sehingga dokter dapat melihat seluruh panjang usus besar. Perubahan
divertikular yang asimptomatis bisa ditunjukkan baik dengan barium
enema ataupun kolonoskopi.
b) Barium enema - pewarna kontras khusus memerah ke usus melalui anus
dan x-rays diambil
c) CT scan : sering digunakan untuk mendiagnosa divertikulitis dan
komplikasinya seperti abses. Fistula kolovesikel hanya ditemukan bila
tingkat kecurigaan tinggi (infeksi saluran kemih retkuren, pneumaturia,
dll), namun bila ditemukan dengan pemeriksaan radiologi dengan kontras
barium.
d) Tes darah : untuk memeriksa tanda-tanda infeksi.
e) Tes feses : untuk memeriksa keberadaan darah di tinja atau kehadiran
infeksi.
f) Sigmoidoskopi : sebuah tes untuk memeriksa bagian ujung usus besar,
yang terdiri dari rektum, kolon sigmoid, dan anus. Pemeriksaannya
dilakukan dengan sebuah alat yang disebut bowel scope dengan bentuk
tabung panjang, tipis, namun fleksibel dengan kamera terpasang
diujungnya untuk mengirimkan gambar keadaan usus ke monitor secara
real-time. Agar terlihat jelas, di ujung bowel scope juga terdapat sumber
cahaya.
g) Digital rectal examinition : pemeriksaan dubur digital merupakan
pemeriksaan pada dubur menggunakan jari mempunyai tahapan yaitu
inspeksi visual dari kulit perianal, palpasi rektum penilaian
fungsi neuromuskular perineum dan pemeriksaan sarung tangan, (Tucker,
dkk., 1998).
Hasilpemeriksaan kolonoskoopi pada divertikulosis dan diverticulitis

J. Komplikasi.
Komplikasi yang dapat muncul pada diverticulosis adalah :
a) Perdarahan rektum (hematokezia)
Perdarahan merupakan komplikasi yang jarang terjadi, dilaporkan sekitar 3-
5% penderita dengan diverticulosis mengalami perdarahan rektum Jika sebuah
divertikula mengalami perdarahan, maka dapat muncul hematokezia.
Perdarahan bisa bersifat berat, tetapi juga bisa berhenti dengan sendirinya dan
tidak memerlukan penanganan khusus. Perdarahan terjadi karena sebuah
pembuluh darah yang kecil di dalam sebuah divertikula menjadi lemah dan
akhirnya pecah.
b) Abses, Perforasi, dan Peritonitis
Infeksi yang menyebabkan tcrjadinya diverticulitis seringkali mereda dalam
beberapa hari setelah antibiotik diberikan. Patogenesis pasti dari diverticulitis
masih belum pasti, diduga akibat adanya obstruksi dan statis pada
pseudodivertikulum yang mengalami hipertrofi menjadi media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri dan teijadi iskemik lokal pada jaringan kolon.
Adapun bakteri penyebab diverticulitis seperti bakteri- bakteri anaerob antara
lain: bakteroides, peptostreptokokkus, klostridium, dan fusobakterium sp., dan
beberapa bakteri aerob gram negatif lainnya seperti E.coli, dan streptokokus.

Diverticulitis dapat terjadi pada serangan akut atau mungkin menetap


sebagai infeksi yang kontinyu dan lama. Jika infeksi semakin memburuk,
maka akan terbentuk abses di dalam kolon.

Abses merupakan suatu daerah terinfeksi yang berisi nanah (abses


perikolika) dan bisa menyebabkan pembengkakan serta kerusakan jaringan.
Kadang diverticula yang terinfeksi akan membentuk lubang kecil, yang
disebut perforasi. Perforasi ini memungkinkan mengalirnya nanah dari kolon
dan masuk ke dalam cavum peritoneum. Jika absesnya kecil dengan ukuran <
4 cm dan terbatas di dalam kolon (Hinchey stadium 1), maka dengan terapi
konservatif atau pemberian antibiotik, abses ini akan mereda. Jika setelah
pemberian antibiotik, absesnya menetap, maka perlu dilakukan tindakan
drainase yaitu dengan drainase perkutaneus. Abses yang besar akan
menimbulkan masalah yang serius jika infeksinya bocor dan mencemari
daerah di luar kolon. Infeksi akan menyebar ke dalam rongga perut sehingga
menyebabkan peritonitis.

Peritonitis dapat disebabkan oleh ruptur abses peridivertikular atau berasal


dari ruptur kantung divertikulum. Sekitar 1-2% kasus pasien dengan
divertikulosis dapat menagalami peritonitis. Peritonitis memerlukan tindakan
pembedahan darurat untuk membersihkan cavum abdome dan membuang
bagian kolon yang rusak. Tanpa pembedahan, peritonitis bisa berakibat fatal.

c) Fistula
Fistula merupakan hubungan jaringan yang abnormal di antara 2 organ atau
di antara organ dan kulit Jika pada suatu infeksi jaringan yang roengalami
kerusakan bersinggungan satu sama lain, kadang kedua jaringan tersebut akan
menempel, sehingga terbentuklah fistula. Jika infeksi karena diverticulitis
menyebar keluar kolon, maka jaringan kolon bisa menempel ke jaringan di
dekatnya.
Organ yang paling sering terkena adalah kandimg kemih membentuk
fistula kolovesika, kemudian usus halus dan kulit Fistula yang paling sering
terbentuk adalah fistula di antara kandung kemih dan kolon (fistula
kolovesika) dan fistula antara kolon dan vagina (fistula kolovagina). Fistula
kolovesika lebih sering ditemukan pada pria. Fistula ini menyebabkan infeksi
saluran kemih (sistitis) yang berat dan menahun. Kelainan ini bisa diatasi
dengan pembedahan untuk mengangkat fistula dan bagian kolon yang terkena.
d) Obstruksi Usus
Jaringan fibrosis akibat infeksi bisa menyebabkan penyumbatan kolon
parsial maupun total. Jika hal ini teijadi, maka kolon tidak mampu mendorong
isi usus secara normal. Obstruksi dapat juga disebabkan karena pembentukan
abses atau edema, akibat striktur kolon setelah serangan divertikulitis
rekurens.

Obstruksi pada usus halus juga umum terjadi khususnya pada keadaan
dimana terbentuk abses peridivertikular yang berukuran besar. Obstruksi total
memerlukan tindakan pembedahan segera. Obstruksi usus hanya terjadi pada
sekitar 2% kasus divertikulosis. Obstruksi usus biasanya dapat sembuh sendiri
dan berespon terhadap terapi konservatif.

K. Terapi Farmasi.
Penggunaan antibiotik : antibiotik telah dasar pengobatan diverticulitis. Hal ini
terutama disebabkan karena adanya keyakinan bahwa diverticulitis adalah karena
obstruksi dari diverticulum yang menyebabkan mukosa lecet, mikroperforasi dan
translokasi bakteri. Namun, pandangan ini telah di tantang dengan munculnya
hipotesis yang berfokus pada keyakinan bahwa beberapa bagian dari diverticulitis
akut mungkin lebih dari sebuah proses inflamasi. Selain itu, beberapa tidak terkendali
dan sekarang dua percobaan acak telah menunjukkan tidak ada manfaat untuk
penggunaan antibiotik dalam pengelolaan beberapa pasien dengan diverticulitis tidak
komplikasi (Rezapour dkk., 2018).
Penatalaksanaan dengan gejala nyeri perut yang ringan disebabkan oleh
kejang otot maka dapat diberikan obat-obat anti-kejang (chlordiazepoxide (librax),
dicyclomine (Bentyl), hyoscyamine, atropine, scopolamine, phenobarb (Donnatal),
dan hyoscyamine (Levsin). Antibiotik oral yang dapat juga diberikan ketika gejalanya
ringan (ciprofloxacin (Cipro), metronidazole (Flagyl), cephalexin (Keflex), dan
doxycycline (Vibramycin).

L. Terapi Pembendahan
Pasien yang memerlukan operasi segera pada penyakit divertikulosis atau
divertikulitis adalah yang menunjukkan tanda-tanda peritonitis atau obstruksi loop
tertutup. Pada pembedahan darurat pada kasus divertikulosis dengan komplikasi
seperti abses yang luas, peritonitis, obstruksi komplit, dan perdarahan berat. Pada
kasus ini dilakukan pembedahan 2 kali dimana pada operasi pertama dilakukan
pembersihan cavum peritoneum, reseksi segmen kolon yang terkena, dan dilakukan
kolostomi temporer kemudian beberapa bulan dilakukan operasi kedua dan pada
operasi ini dilakukan penyambungan kembali kolon (re-anastomosis).
Pada kasus diverticulosis raksasa, dilakukan reseksi diverticula yang
dilanjutkan dengan reseksi segmen kolon yang terlibat Pada beberapa kasus dapat
dilakukan reseksi diverticula saja yang disebut diverticulectomy. Namun tindakan ini
tidak dianjurkan karena jika terdapat suatu massa pada kolon, akan memicu suatu
reaksi inflamasi dan pengangkatan seluruhnya dari sumber inflamasi yang akan
menyebabkan komplikasi adalah hal yang terpenting.

M. Terapi Diet.
a) Diverticulosis asimpatik.
Pada kasus diverticulosis asimptomatik dapat di berikan terapi diet
yaitu :
1) Makanan diberikan dalam bentuk lunak
2) Pemberian makanan dan suplemen tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.
3) Makanan diberikan dalam porsi kecil namun sering.
4) Energi diberikan sesuai kebutuhan.
5) Pemberian asupan cairan yang cukup.
6) Mengurangi makan daging dan lemak.
7) Pemberian tambahan serat sekitar 30-40 gram/hari atau
pemberian laktulosa yang dapat meningkatkan massa feses
(sebagai osmotic laksatif pada divertikulosis simptomatik yaitu
2x15ml/hari).
Table Makanan Tinggi Serat

b) Diverticulitis.
Pada kasus diverticulitis dapat diberikan terapi diet yaitu :
1) Usus diistirahatkan dengan menunda asupan oral.
2) Memberikan cairan intravena.
3) Melakukan pemasangan NGT bila ada muntah atau distensi
abdomen.
4) Makanan diberikan secara bertahap dari cair ke makanan lunak.
5) Diberikan dalam porsi kecil namun sering.
6) Memperbanyak makan sayur dan buah-buahan, dan makanan
tinggi serat.
7) Mengurangi makan daging dan lemak.
8) antispasmodic seperti propantelin bromide (Pro-Banthine) dan
oksifensiklimin (daricon) dapat diberikan, dan antibiotic
spectrum luas diberikan selama 7-10 hari.
c) Pencegahan.
1) Memperhatikan asupan serat.
2) Mengurangi makanan tinggi lemak.
3) Memperhatikan asupan cairan tubuh.
4) Olahraga teratur.
N. Prognosis.
Penyakit diverticular merupakan keadaan jinak, tetapi memiliki mortalitas dan
morbiditas yang signifikan akibat komplikasi. Sekitar 10-20% pasien dengan
divertikulosis dapat berkembang menjadi diverticulitis atau perdarahan dalam
beberapa tahun. Perforasi dan peritonitis dapat menyebabkan angka kematian hingga
35% dan memerlukan tindakan bedah segera.
DAFTAR PUSTAKA

1. Grace P., Borley NR. At a Glance : ILMU BEDAH Edisi ke3. EMS. 2005. hal:
108-9.
2. Brunicardi FC, Andersen DK, etc. Schwartz’s Principle of Surgery 9th ed.
McGraw- Hill Company. 2010.
3. Akil, H.A.M., Penyakit Divertikular dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 1 ed IV. Sudoyo, A.W.; 2006. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. hal 366-7.
4. Debas HT. Gastrointestinal Surgery : Patophysiology and Management.
Springer. USA. 2004. p 240-2, 264-7.
5. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta. EGC. 2007. hal:
650-2,762-9.
6. Lindeth GN., Gangguan Usus Besar dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Vol. 1 Ed 6. EGC. 2006. hal 456-61.
7. Towsend JR., Beauchamp RD., Evers BM., Mattox KL. Sabiston Textbook of
Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice 17th ed. Elsevier.
2004. p 1404-22.
8. Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,-edisi 8,-
volume 2, EGC, Jakarta.
9. Engram, Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2,
EGC, Jakarta.
10. Price, Silvia A. 2006. Patofisiologi, volume 2. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
11. Setiyohadi, bambang dan Tambunan, A.Sanusi. 2006. Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 4, Jilid 2. Jakarta: EGC
12. Jackson, W. Frank. Diverticulosis and Diverticulitis. 2011.[diakses 1 april
2019]. http://www.gicare.com/disease/diverticulosis.html
13. Soekamto S, Suparman, dkk. Penyakit Divertikular dalam Buku Ajar Patologi II
ed 4. Robbins, S.L. Eds. 2004. Jakarta. EGC. hal 456-61.
14. Frankhauser, David B. Digestive System Histology. 2012. [diakses 1 april 2019]:
http://pathmicro.med.sc.edu/pathology%20images/gi-colonnoscopy.htm
15. Bontemp Emst, Pardoll P.M. et all. Diverticular Disease of the Colon. 2011.
[diakses 1 april 2019]: http://www.acg.gi.org/patients/ gihealth/diverticular/asp
Kata – Kata Sulit

Kolon sigmoid

Bagian kolon yang berhubungan dengan rektum disebut

Inflamasi

Respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan,
berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti
karena terbakar, atau terinfeksi.

Lesi

Istilah kedokteran untuk merujuk pada keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh.
Hal ini dapat terjadi karena proses beberapa penyakit seperti trauma fisik, kimiawi, dan
elektris; infeksi, masalah metabolisme, dan otoimun

Hematokezia

Munculnya darah segar pada tinja (feses) biasanya disebabkan oleh perdarahan di
saluran pencernaan bagian bawah

Predisposisi congenital

Kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik
maupun non genetik

Intralumen

Saluran di dalam pembuluh tubuh, seperti ruangan kecil di bagian tengah pembuluh
nadi (arteri), pembuluh balik (vena), dan saluran pencernaan seperti usus halus, serta saluran
pernapasan pada bronkus di paru-paru.

Herniasi

Kondisi ketika jaringan bergeser dari posisi normalnya

Milieu interior

Kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara subtansi-subtansi di dalam


lingkungan interna

Sindrom Marfan

Kelainan genetik pada jaringan ikat.


Ehlers Danlos

Penyakit yang menyebabkan gangguan pada kekuatan dan kelenturan jaringan pada
tubuh, seperti kulit, sendi, pembuluh darah, dan organ dalam. Penyakit ini merupakan
kelainan genetik yang diturunkan.

Leukositosis

Kondisi medis dimana seseorang memiliki jumlah sel darah putih terlalu banyak

Fibrosis

Proses pembentukan jaringan fibrin

Obstipasi

Bentuk konstipasi parah dimana biasanya disebabkan oleh terhalangnya pergerakan feses
dalam usus

Abses

Reaksi alami tubuh akibat adanya perlawanan dari sistem kekebalan tubuh terhadap
suatu infeksi yang menyerang jaringan tertentu.

Neutrophilia

Adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit.

Phlogosis

Respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan,
berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti
karena terbakar, atau terinfeksi.

Motilitas

Kemampuan suatu organisme untuk bergerak secara independen, menggunakan


energi metabolik

Obstruksi

Penyumbatan yang terjadi di dalam usus, baik usus halus maupun usus besar. Kondisi
ini dapat menimbulkan gangguan penyerapan makanan atau cairan, di dalam saluran
pencernaan.

Striktur

Kondisi dimana terdapat penyempitan

Perforasi
Terbentuknya lubang

Peritonitis

Peradangan pada lapisan tipis dinding dalam perut (peritoneum), yang berfungsi
melindungi organ di dalam rongga perut

Peritoneum

Rongga perut

Malaise
Istilah medis untuk menggambarkan kondisi umum yang lemas, tidak nyaman,
kurang fit atau merasa sedang sakit
Distensi abdomen
Istilah medis yang menggambarkan kejadian yang terjadi ketika ada zat (gas atau
cairan) menumpuk di dalam perut yang menyebapkan perut atau pinggang mengembung
melebihi ukuran normal.
Defekasi

Proses pengeluaran zat sisa/pengosongan usus dan mengeluarkan Feses atau proses
saat BAB.

Rectal touché

Pemeriksaan dubur

Neuromuskular perineum

Sinapsis kimia yang dibentuk oleh kontak antara neuron motorik dan serat otot

Hipertrofi

Peningkatan volume organ atau jaringan akibat pembesaran komponen sel

Cavum

Rongga

Note : Sumber Kamus Kedokeran Dordlan Edisi 28

Anda mungkin juga menyukai