Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kolitis ulseratif masuk dalam kategori Inflammatory Bowel Disease (IBD)/penyakit
inflamasi usus karena penyakit ini merupakan penyakit yang belum diketahui penyebabnya
dengan prevalensi berkisar 10 - 20 x, terjadi pada usia muda (umur 25 – 30 tahun) wanita
dan pria sama tetapi ada perbedaan dalam geografis dan sosial ekonomi tinggi. Dari
berbagai data kepustakaan didapatkan insiden Kolitis ulseratif di Indonesia belum jelas
tetapi bertitik tolak pada data endoskopi di sub bagian gastroentologi RSU PN (M Jakarta
diperoleh gambaran bahwa terdapat ± 20 kasus Kolitis ulseratif dari 700 pemeriksaan
kolonoskopi atas berbagai indikasi (tahun 1991– 1995) sedangkan tahun 1996 dari 72 kasus
didapatkan kasus Kolitis ulseratif 18. Data di masyarakat mungkin lebih tinggi daripada
data yang ada di RS, mengingat sarana endoskopi belum tersedia merata di pusat pelayanan
kesehatan di Indonesia. Dengan mengetahui data di atas dapat diketahui bahwa dari tahun
ke tahun prevalensi Kolitis ulseratif meningkat. Apendisitis merupakan kasus GI terbanyak
pada bedah emergensi insiden tinggi di negara maju (diet rendah serat) terutama umur 10 –
30 tahun dan laki-laki lebih banyak daripada wanita. Apendisitis adalah radang apendiks
yang disebabkan oleh obstruksi atas pasase infeksi di mana jarang ditemukan pada:
 Anak: apendiks pendek, lumen lebar, bentuk kerucut (peroksimal lebar, distal
menyempit).
 Orang tua: lumen mengecil/fibrotik.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep dasar Kolitis Ulseratif

1. PENGERTIAN

Kolitis Ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon
dan rektum. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).

Kolitis Ulseratif adalah penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung lama
disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. (Sylvia A. Price & Lorraine M.
Wilson, 2006, hal, 461)

Kolitis Ulseratif adalah penyakit inflamasi primer dari membran mukosa kolon (Monica
Ester,2002,hal,56).

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Kolitis Ulseratif adalah suatu
penyakit inflamasi pada lapisan mukosa kolon dan rektum yang menyebabkan luka atau lesi
dan berlangsung lama.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI KOLON

Usus besar atau kolon berbentuk saluran muscular berongga yang membentang dari sekum
hingga kanalis ani dan dibagi menjadi sekum, kolon ( assendens, transversum, desendens,
dan sigmoid ) dan rektum. Katup ileosekal mengontrol masuknya kimus kedalam kolon,
sedangkan otot sfingter eksternus dan internus mengontrol keluarnya feses dari kanalis ani.
Diameter kolon kerang lebih 6,3 cm dengan panjang kurang lebih 1,5 m.

Usus besar memiliki berbagai fungsi, yang terpenting adalah absorbsi air dan elektrolit.Ciri
khas dari gerakan usus adalah pengadukan haustral. Gerakan meremas dan tidak progresif
ini menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik, sehingga memberikan waktu untuk
terjadinya absorbsi.Peristaltik mendorong feses ke rektum dan meenyebabkan peregangan
dinding rektum dan aktivasi refleks defekasi.

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam kolon berfungsi mencerna beberapa bahan,
membantu penyerapan zat-zat gizi dan membuat zat-zat penting.Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri dalam usus besar. Akibatnya terjadi
iritasi yang menyebabkan dikeluarkanya lendir dan air sehingga terjadilah diare ( Lestari
Sri,Amk, Agus Priyanto, Amk, 2008, hal 60)

3. ETIOLOGI

Etiologi kolitis ulseratif tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya berperan dalam etiologi
karena terdapat hubungan familial. Juga terdapat bukti yang menduga bahwa autoimunnita
berperan dalam patogenesis kolitis ulseratif. Antibody antikolon telah ditemukan dalam
serum penderita penyakit ini. Dalam biakan jaringan limposit dari penderita kolitis ulseratif
merusak sel epitel pada kolon.

Telah dijelaskan beberapa teori mengenai penyebab kolitis ulseratif, namun tidak ada yang
terbukti. Teori yang paling terkenal adalah teori reaksi sistem imun tubuh terhadap virus
atau bakteri yang menyebabkan terus berlangsungnya peradangan dalam dinding usus.

Menderita kolitis ulseratif memang memiliki kelainan sistem imun, tetapi tidak diketahui hal
ini merupakan penyebab atau akibat efek ini, kolitis ulseratif tidak sebabkan oleh distres
emosional atau sensitifitas terhadap makanan, tetapi faktor-faktor ini mungkin dapat memicu
timbulnya gejala pada beberapa orang. (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2006, hal,
462).
4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOLITIS

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kolitis yaitu :

1) Faktor genetik

Sebuah genetik komponen ke etiologi kolitis ulseratif dapat didasarkan pada hipotesis
berikut :

a. Agregasi dari kolitis ulseratif dalam keluarga


b. Insiden etnis perbedaan dalam insiden
c. Penanda genetik dan keterkaitan

2) Faktor-faktor lingkungan

Banyak hipotesis telah dibesarkan kontribusi lingkungan kepatogenesis lingkungan kolitis


ulseratif meliputi :

a. Diet : sebagai usus besar terkena banyak zat-zat makanan yang dapat mendorong
peradangan, faktor-faktor diet yang telah dihipotesiskan untuk memainkan peran dalam
patogenesis dari kedua kolitis ulseratif dan penyakit crohn.
b. Diet rendah serat makanan dapat mempengaruhi insiden kolitis ulseratif
c. Menyusui: ada laporan yang saling bertentangan perlindungan menyusui dalam
perkembangan penyakit inflamasi usus.

5. PATOFISIOLOGI

Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon
dan rektum. Puncak insiden kolitis ulseratif adalah pada usia 30 sampai 50 tahun.

Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara
bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rektum dan
akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus menyempit, memendek, dan
menebal akibat hipertrofi muskuler dan deposit lemak. (Brunner & Suddarth, 2002, hal
1106).
Kolitis ulseratif merupakan penyakit primer yang didapatkan pada kolon, yang merupakan
perluasan dari rektum. Kelainan pada rektum yang menyebar kebagian kolon yang lain
dengan gambaran mukosa yang normal tidak dijumpai. Kelainan ini akan behenti pada
daerah ileosekal, namun pada keadaan yang berat kelainan dapat terjadi pada ileum
terminalis dan appendiks. Pada daerah ileosekal akan terjadi kerusakan sfingter dan terjadi
inkompetensi. Panjang kolon akan menjadi 2/3 normal, pemendekan ini disebakan terjadinya
kelainan muskuler terutama pada kolon distal dan rektum. Terjadinya striktur tidak selalu
didapatkan pada penyakit ini, melainkan dapat terjadi hipertrofi lokal lapisan muskularis
yang akan berakibat stenosis yang reversibel

Lesi patologik awal hanya terbatas pada lapisan mukosa, berupa pembentukan abses pada
kriptus, yang jelas berbeda dengan lesi pada penyakit crohn yang menyerang seluruh tebal
dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat
menyebabkan kerapuhan hebat sehingga terjadi perdarahan pada trauma yang hanya ringan,
seperti gesekan ringan pada permukaan.

Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah menembus dinding kriptus dan
menyebar dalam lapisan submukosa, menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa
kemudian terlepas menyisakan daerah yang tidak bermukosa (tukak). Tukak mula- mula
tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium yang lebih lanjut, permukaan mukosa yang hilang
menjadi lebih luas sekali sehingga menyebabkan banyak kehilangan jaringan, protein dan
darah. (Harrison, 2000, hal 161)

6. MANIFESTASI KLINIK

Kebanyakan gejala kolitis ulseratif pada awalnya adalah berupa buang air besar yang lebih
sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah.
Pasien juga dapat mengalami :

a. Anemia
b. Fatigue/ kelelahan
c. Berat badan menurun
d. Hilangnya nafsu makan
e. Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
f. Lesi kulit ( eritoma nodusum )
g. Lesi mata ( uveitis )
h. Buang air besar beberapa kali dalam sehari ( 10-20 kali sehari )
i. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran
j. Perdarahan rektum
k. Kram perut
l. Sakit pada persendian
m. Anoreksia
n. Dorongan untuk defekasi
o. Hipokalsemia (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).

7. KOMPLIKASI

a. Megakolon toksik
b. Perforasi
c. Hemoragi
d. Neoplasma malignan
e. Pielonefritis
f. Nefrolitiasis
g. Kalanglokarsinoma
h. Artritis
i. Retinitis, iritis
j. Eritema nodusum (Brunner & Suddarth, 2002)
8. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan Medis

 Terapi Obat - obatan

Terapi obat-obatan. Obat-obatan sedatif dan antidiare/antiperistaltik digunakan


untuk mengurangi peristaltik sampai minimum untuk mengistirahatkan usus yang
terinflamasi. Terapi ini dilanjutkan sampai frekuensi defekasi dan kosistensi feses pasien
mendekati normal.

Sulfonamida seperti sulfasalazin (azulfidine) atau sulfisoxazol (gantrisin)


biasanya efektif untuk menangani inflamasi ringan dan sedang. Antibiotik digunakan
untuk infeksi sekunder, terutama untuk komplikasi purulen seperti abses, perforasi, dan
peritonitis. Azulfidin membantu dalam mencegah kekambuhan. (Brunner & Suddarth,
2002, hal 1107-1108).

 Pembedahan

Pembedahan umunya digunakan untuk mengatasi kolitis ulseratif bila


penatalaksaan medikal gagal dan kondisi sulit diatasi, intervensi bedah biasanya
diindikasi untuk kolitis ulseratif. Pembedahan dapat diindikasikan pada kedua kondisi
untuk komplikasi seperti perforasi, hemoragi, obstruksi megakolon, abses, fistula, dan
kondisi sulit sembuh.(Cecily Lynn betz & Linda sowden. 2007, hal 323-324)

b. Penatalaksanaan Keperawatan

 Masukan diet dan cairan

Cairan oral, diet rendah residu-tinggi protein-tinggi kalori, dan terapi suplemem
vitamin dan pengganti besi diberikan untuk memenuhui kebutuhan nutrisi. Ketidak-
seimbangan cairan dan elektrolit yang dihubungkan dengan dehidrasi akibat diare,
diatasi dengan terapi intravena sesuai dengan kebutuhan. Adanya makanan yang
mengeksaserbasi diare harus dihindari. Susu dapat menimbulkan diare pada
individu intoleran terhadap lactose.Selain itu makanan dingin dan merokok juga
dapat dihindari, karena keduanya dapat meningkatkan morbilitas usus. Nutrisi
parenteral total dapat diberikan. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106-1107).

 Psikoterapi

Ditunjukkan untuk menentukan faktor yang menyebabkan stres pada pasien,


kemampuan menghadapi faktor-faktor ini, dan upaya untuk mengatasi konflik
sehingga mereka tidak berkabung karena kondisi mereka. (Brunner & Suddarth,
2002, hal 1108).

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Gambaran Radiologi

· Foto polos abdomen

· Barium enema

· Ultrasonografi ( USG )

· CT-scan dan MRI

B. Pemeriksaan Endoskopi ( Pierce A.Grace & Neil.R.Borley, 2006, hal 110 )

10. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Contoh feses ( pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama penyakit ) :
terutama mengandung mukosa, darah, pus dan organisme usus khususnya entomoeba
histolytica.
 Protosigmoi doskopi : memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan inflamasi.
 Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma.
Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrat inflamasi yang disebut
abses lapisan bawah.
 Enema barium, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan, meskipun
jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat kondisi
eksasorbasi.
 Kolonoskopi : mengidentifikasi adosi, perubahan lumen dinding, menunjukan
obstruksi usus.
 Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah
 ESR : meningkat karena beratnya penyakit. Trombosis : dapat terjadi karena proses
penyakit inflamasi.
 Elektrolit : penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat. (Brunner &
Suddarth, 2002).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien dengan Kolitis Ulseratif

1. Pengkajian

A. Identitas

1) Identitas pasien

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pemeriksaan, diagnosa medis.

2) Identitas penanggung jawab

Meliputi : Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.

B. Keluhan utama

Biasanya pada klien yang terkena kolitis ulseratif mengeluh nyeri perut, diare, demam,
anoreksia.

C. Riwayat kesehatan

- Riwayat kesehatan sekarang

Perdarahan anus, diare dan sakit perut, peningkatan suhu tubuh, mual, muntah, anoreksia,
perasaan lemah, dan penurunan nafsu makan.

- Riwayat kesehatan dahulu

Untuk menentukan penyakit dasar kolitis ulseratif. Pengkajian predisposisi seperti genetik,
lingkungan, infeksi, imunitas, makanan dan merokok perlu di dokumentasikan. Anamnesis
penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi, dan tuberculosis dipertimbangkan sebagai sarana
pengkajian proferatif.
D. Pengkajian 11 Pola Fungsi Gordon

1. Persepsi Kesehatan : kaji persepsi sehat dan sakit pada klien.


2. Nutrisi metabolic : kaji mengenai mual, muntah, anoreksia, pada pasien yang dapat
menyebabkan penurunan berat badan.
3. Pola eliminasi : kaji mengenai perubahan BAB lebih dari 4 kali sehari pada pasien dan
BAK sedikit atau jarang.
4. Aktivitas : kaji tingkat aktivitas pada pasien, apakah ada kondisi tubuh yang lemah dan
adanya nyeri akibat distensi abdomen.
5. Tidur/istirahat : kaji tingkat istirahat pasien dan kaji adanya distensi abdomen yang
akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
6. Kognitif/perseptual : kaji tingkat pengetahuan tentang penyakit pada pasien dan juga
mengenai higienitas pasien sehari-hari.
7. Persepsi diri/konsep diri : Kaji mengenai gangguan konsep diri pada pasien dan juga
kebutuhan fisiologisnya apakah terganggu, sehingga aktualisasi dirinya tidak dapat
tercapai pada saat sakit.
8. Seksual/reproduksi : Kaji mengenai penurunan libido akibat terfokus pada penyakit.
9. Peran hubungan : Kaji pada pasien mengenai hubungan yang baik dengan keluarga dan
peran pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
10. Manajemen koping/stress : Kaji pada pasien mengenai kecemasan yang berangsur-
angsur dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat.
11. Keyakinan/nilai : Kaji pada pasien menegenai kepercayaan, pasien jarang sembahyang
karena gejala penyakit.

E. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum

b) Vital sign, meliputi

- Tekanan darah : Dalam batas normal (120/80 mmHg)


- Nadi : Takikardia atau diatas normal (> 100 x/menit)

- Suhu : Klien mengalami demam (> 37,5o C )

- Respirasi : Dalam batas normal (16- 20 x/menit)

F. Pemeriksaan sistem tubuh

 Sistem pencernaan :
o Terjadi pembengkakan pada abdomen
o Nyeri tekan pada abdomen,
o Bising usus lebih dari normal (normalnya 5-35 x/menit)
o Anoreksia

 Sistem pernafasan : Respirasi normal (16-20 x/menit).

 Sistem kardiovaskuler : Peningkatan nadi (takikardi)

 Sistem neurologi :

o Peningkatan suhu tubuh (demam)


o Kelemahan pada anggota gerak

 Sistem integumen : Kulit dan membran mukosa kering dan turgornya


jelek.
 Sistem musculoskeletal : Kelemahan otot dan tonus otot buruk

 Sistem eliminasi :
o Pada saat buang air besar mengalami diare
o Feses mengandung darah

G. Pemeriksaan Diagnostik

 Kolonoskopi, ulserasi panjang terbagi oleh mukosa normal yang timbul di kolon
kanan.
 Enema barium disertai pemeriksaan sinar X dan sigmoidoskopi akan
memperlihatkan perdarahan mukosa disertai ulkus
 Analisis darah akan memperlihatkan anemia dan penurunan kadar kalium
PHATWAY KOLITIS ULSERATIF

Factor Genetik

Reaksi inflamasi di lapisan dan dinding usus

Pembengkakan

Userasi infeksi kuman

Lesi pada mukosa usus

Mengeluarkan toksin

Pembentukan abses

KETIDAKSEIMBANGAN Meningkatnya motilitas


Permeabilitas
NUTRISI KURANG DARI
usus meningkat
KEBUTUHAN TUBUH
Kesempatan absorbsi <<

Abses pecah Sekresi air dan


DIARE elektrolit

Infeksi pada mukosa Gangguan


Kehilangan cairan dan
metabolisme air dan
elektrolit
elektrolit di usus
NYERI AKUT

Isi rongga usus>>


Tukak tersebar
Dehidrasi

KEKURANGAN VOLUME
Stadium lanjut
CAIRAN

Mempengaruhi
Factor psikologis

ANSIETAS
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi, atau metebolisme usus.


2) kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit .
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ganguan
absorbsi nutrien.
4) Ansietas berhubungan dengan faktor psikologis, dan ancaman terhadap perubahan status
kesehatan.
5) Nyeri akut berhubungan dengan diare lama, dan iritasi kulit/jaringan.

3. INTERVENSI

1. Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi, atau metebolisme usus

a. Tujuan

setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 di harapkan diare dapat teratasi, dan BAB
kembali normal.

b. Kriteria Hasil

 Tidak ada diare


 Konsistensi tidak cair
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
 TTV dalam batas normal.
 Bising usus dalam batas normal

b. Intervensai

1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat


Rasional : mengetahui keluaran dan masukan
2) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik), jika diperlukan
Rasional : menghindari adanya hidrasi
3) Kontrol bising usus
Rasionaal : mengetahui garakan peristaltik
4) Kolaborasikan pemberian cairan intravena IV
Rasional : untuk menghindari dehidrasi

2. kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit .

a. Tujuan

setelah dilakukan perawatan selama 2x 24 jam diharapkan kekurangan volume cairan


teratasi

b. Kriteria hasil

- Asupan (intake) seimbang dengan output

- Tanda-tanda vital dalm batas normal

- Membran mukosa kulit lembab

- Capilary refi <3 detik

- Berat badan seimbang

c. Intervensi

1) Kaji masukan dan pengeluaran, karakter dan jumlah feses, hitung intake dan output, ukur
berat jenis urine, observasi oliguri.
Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan control
penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan
2) Kaji tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu)
Rasional : Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat menunjukkan respon
terhadap dan atau efek kehilangan cairan
3) Observasi kulit kering, berlebihan dan membrane mukosa, turgor kulit menurun,
pengisian kapiler lambat, ukur berat badan tiap hari.
Rasional : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi
4) Berikan cairan sering dan dalam jumlah kecil untuk mendorong urinasi terjadi tiap dua
jam (air daging, minumam ringan berkabonat, minuman suplemen elektrolit, jus apel).
Rasional : Minuman berkarbonat menggantikan natrium dan kalium yang hilang pada
diare dan muntah.
5) Kolaborasi pemberian oralit

Rasional : untuk mengatasi diare

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ganguan


absorbsi nutrien.

a. Tujuan

setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan nutrisi dari kebutuhan
tubuh dapat teratasi

b. Kriteria has il

Menunjukkan berat badan yang normal dengan nilai laboratorium normal dan tak ada tanda mal
nutrisi.

c. Intervensi

1) Timbang berat badan tiap hari.

Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet.

2) Dorong tirah baring dan pembatasan aktivitas.

Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolic

3) Anjurkan istirahat sebelum makan.

Rasional : Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energy untuk makan


4) Berikan kebersihan oral

Rasional : Meningkatkan nafsu makan.

5) Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional : Protein diperlukan untuk integritas kulit.

4) Ansietas berhubungan dengan faktor psikologis, dan ancaman terhadap perubahan status
kesehatan.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jama diharapkan ansietas berkurang

Kriteria Hasil : - ansietas berkurang

- Menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas

Intervensi:

1. Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik

Rasional: membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien/ orang terdekat dalam


mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stres

2. Akui bahwa ansietas dan masalah mirip dengan yang diekspresikan orang lain.
Tingka tkan perhatian mendengar pasien.

Rasional: validasi bahwa perasaan normal dapat membantu menurunkan


stres/isolasi dan menyakini bahwa “ saya satu-satunya.

3. Berikan lingkungan tenang dan istrahat.

Rasional: memindahkan pasien dari stres luar meningkatkan relaksasi, membantu


menurunkan ansietas

5) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi pada mukosa usus.


Tujuan dan kriteria hasil :

Setelah mendapatkan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan:

 Nyeri berkurang, skala 0-2,


 Tidak ada tanda-tanda kesakitan,

Intervensi:

1. Dorong pasien untuk melaporkan nyeri.


Rasional: mencoba untuk mentoleransi nyeri, daripada meminta analgesik.
2. Kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan atau menghindarkan nyeri.
Rasional: dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat (seperti
kejadian stres, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya
komplikasi
3. Berikan tindakan nyaman (mis.. pijatan punggung, ubah posisi) dan aktivitas
senggang
Rasional: meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan
meningkatkan kemampuan koping.

4. Kolaburasi: Untuk pemberian analgetik


Rasional : Dapat membantu mengurangi rasa nyeri
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Kolitis Ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon
dan rektum. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).

Kolitis Ulseratif adalah penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung lama
disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-ganti. (Sylvia A. Price & Lorraine M.
Wilson, 2006, hal, 461)

Kolitis Ulseratif adalah penyakit inflamasi primer dari membran mukosa kolon (Monica
Ester,2002,hal,56).

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Kolitis Ulseratif adalah suatu
penyakit inflamasi pada lapisan mukosa kolon dan rektum yang menyebabkan luka atau lesi
dan berlangsung lama.
DAFTAR PUSTAKA

Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 – NANDA


International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG
Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
http://www.slideshare.net/nieranimaharani/kumpulan-patofisiologi

http://riaprasetyo53.blogspot.com/2013/11/askep-kolitis-ulseratif.html

http://dc304.4shared.com/doc/bcGAa8S3/preview.html
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN KOLITIS ULSERATIVE

Disusun Oleh
Kelompok 3
Sri Utami H.Amin 120114026
Cindy wauran 12011400
Patricia Adrians 1201140
1201140
1201140

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO 2014

Anda mungkin juga menyukai