Anda di halaman 1dari 49

Kelompok 7 :

Ainil Adha
Perni Rosita
Siti Runtiah
Latar Belakang
 Posisi wilayah Indonesia, secara geografis
dan demografis rawan terjadinya bencana
alam dan non alam.
 keragaman sosio-kultur masyarakat
Indonesia juga berpotensi menimbulkan
gesekan sosial yang dapat berakibat terjadi
konflik sosial.
 Pada tahun 2018 tercatat 2.575 kali
bencana dengan 4.814 orang korban
meninggal dan hilang, 21.083 korban luka
luka, 10.333,309 orang terdampak
bencana dan mengungsi.
 Dampak bencana, baik bencana alam
maupun konflik sosial, mengakibatkan
terjadinya kedaruratan di segala bidang.
 Dampak yang lebih mendasar adalah
timbulnya permasalahan kesehatan dan
gizi .
 Penyebabnya rusaknya sarana pelayanan
kesehatan, terputusnya jalur distribusi
pangan sehingga ketersediaan pangan
sangat terbatas, rusaknya sarana air bersih
dan sanitasi lingkungan yang buruk
 Masalah gizi yang bisa timbul adalah
 kurang gizi pada bayi dan balita.
 memburuknya status gizi kelompok masyarakat.
 bantuan pangan dari dalam dan luar negeri
yang mendekati atau melewati masa
kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas
 melimpahnya bantuan susu formula bayi dan
botol susu
 kurangnya pengetahuan dalam penyiapan
makanan buatan lokal khususnya untuk bayi
dan balita.
 Berdasarkan ketentuan UNHCR jika
prevalensi status gizi Kurang (< - 2SD)
antara 10-15% ditambah adanya faktor lain
yang memperburuk, maka keadaan gizi di
lokasi pengungsi tersebut dikatakan kritis
 Pemberian makanan dan nutrisi yang tidak
tepat pada kelompok rentan mengalami
penurunan status gizi, meningkatkan resiko
kesakitan dan kematian terlebih pada
situasi bencana.
 Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan
oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi.
Status gizi sangat ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam
jumlah cukup dan dalam kombinasi waktu yang tepat di tingkat
sel tubuh agar berkembang dan berfungsi secara normal.
 Dalam mempertahankan atau memperbaiki status gizi
kelompok yang rentan mengalami penurunana status gizi
dalam keadaan darurat sangat perlu diperhatikan asupan
energy dan protein.
 . Dalam mempertahankan atau memperbaiki status gizi
kelompok yang rentan mengalami penurunana status gizi
dalam keadaan darurat sangat perlu diperhatikan asupan
energy dan protein. Energy dibutuhkan untuk mempertahankan
proses fisiologi tubuh, protein dibutuhkan untuk membangun
sel-sel yang telah rusak serta membentuk zat-zat pengatur
seperti enzim.
Tujuan
 tujuan dari penyajian makalah ini adalah
untuk mengetahui dan memahami
penanganan permasalahan gizi dalam
kondisi darurat terutama untuk
memenuhi nilai gizi utama dalam
mempertahankan atau meningkatkan
status gizi dalam kondisi
darurat/bencana.
Penyelengaraan Makanan Untuk
Kedaruratan dan Bencana.
 Penyelengaraan makanan darurat dipersiapkan
pada waktu terjadinya keadaan darurat yanga
ditetapkan oleh kepala wilayah setempat sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pada
dasarnya penyediaan makanan darurat sifatnya
sementara dalam waktu relative singakat (1-3 hari).
 Macam makanan pada tahap awal diberikan
makanan matang,selanjutnya makanan
mentah,sampai dinyatakan keadaan membaik.
 Tugas penyediaan makanan dilakukan oleh team
yang dibentuk oleh kepala wilayah yang bertindak
sebagai koordinator pelaksana penanggulangan
bencana alam, yang dipusatkan pada pos komando
yang sudah ditetapkan
Rangkaian Kegiatan
Penyelengaraan gizi dalam
kondisi kedaruratan
 Pra Bencana
 Penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya
adalah kegiatan antisipasi terjadinya bencana dan
mengurangi risiko dampak bencana
○ sosialisasi dan pelatihan petugas (manajemen gizi
bencana, penyusunan rencana kontinjensi kegiatan
gizi, konseling menyusui, konseling Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI),
○ pengumpulan data awal daerah rentan bencana
○ penyediaan bufferstock MP-ASI
○ pembinaan teknis dan pendampingan kepada
petugas terkait dengan manajemen gizi bencana dan
berbagai kegiatan terkait lainnya.
 Situasi Keadaan Darurat Bencana
 Siaga Darurat Siaga darurat
 Tanggap Darurat
 Transisi Darurat
Siaga Darurat

 Suatu keadaan potensi terjadinya


bencana yang ditandai dengan adanya
pengungsi dan pergerakan sumber
daya. Kegiatan penanganan gizi pada
situasi siaga darurat sesuai dengan
situasi dan kondisi yang ada dapat
dilaksanakan kegiatan gizi seperti pada
tanggap darurat.
Tanggap Darurat

• Tahap Tanggap Darurat Awal


• Fase I Tanggap Darurat Awal
 ditandai dengan kondisi sebagai berikut:
korban bencana bisa dalam pengungsian
atau belum dalam pengungsian, petugas
belum sempat mengidentifikasi korban
secara lengkap,bantuan pangan sudah
mulai berdatangan dan adanya
penyelenggaraan dapur umum jika
diperlukan.
 Lamanya fase ini 1-3 hari
 Pada fase ini kegiatan yang dilakukan
pada fase I adalah:
 Memberikan makanan yang bertujuan agar
pengungsi tidak lapar dan dapat
mempertahankan status gizinya.
 Mengawasi pendistribusian bantuan bahan
makanan.
 Menganalisis hasil Rapid Health
Assessment (RHA).
 Pada fase ini, penyelenggaraan makanan
bagi korban bencana mempertimbangkan
hasil analisis RHA dan standar ransum.
 Rasum adalah bantuan bahan makanan
yang memastikan korban bencana
mendapatkan asupan energi, protein dan
lemak untuk mempertahankan kehidupan
dan beraktivitas.
 Ransum dibedakan dalam bentuk kering
(dry ration) dan basah (wet ration).
• Tahap Tanggap Darurat Awal
 Fase II Tanggap Darurat Awal
Kegiatan terkait penanganan gizi pada fase
II, adalah:
 Menghitung kebutuhan gizi
 Berdasarkan analisis hasil Rapid Health
Assessment (RHA) diketahui jumlah pengungsi
berdasarkan kelompok umur, selanjutnya dapat
dihitung ransum pengungsi dengan
memperhitungkan setiap orang pengungsi
membutuhkan 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g
lemak, serta menyusun menu yang didasarkan
pada jenis bahan makanan yang tersedia.
 Kegiatan terkait penanganan gizi pada fase II, adalah:
Pengelolaan penyelenggaraan makanan di dapur
umum meliputi:
○ Tempat pengolahan
○ Sumber bahan makanan
○ Petugas pelaksana
○ Penyimpanan bahan makanan basah
○ Penyimpanan bahan makanan kering
○ Cara mengolah
○ Cara distribusi
○ Peralatan makan dan pengolahan
○ Tempat pembuangan sampah sementara
○ Pengawasan penyelenggaraan makanan
○ Mendistribusikan makanan siap saji
○ Pengawasan bantuan bahan makanan untuk melindungi korban
bencana dari dampak buruk akibat bantuan tersebut seperti
diare, infeksi, keracunan dan lain-lain
 Tanggap Darurat Lanjut
 Pada tahap ini sudah ada informasi lebih
rinci tentang keadaan pengungsi, seperti
jumlah menurut golongan umur dan jenis
kelamin, keadaan lingkungan, keadaan
penyakit, dan sebagainya.
 Kegiatan penanganan gizi pada tahap
tanggap darurat lanjut meliputi:
 Analisis factor penyulit berdasarkan hasil Rapid
Health Assessment(RHA).
 Pengumpulan data antropometri balita
 Menghitung proporsi status gizi balita
 Menganalisis adanya faktor penyulit seperti
kejadian diare, campak, demam berdarah dan
lain-lain
 Melaksanakan pemberian makanan tambahan
dan suplemen gizi
 Melaksanakan pemberian makanan tambahan
dan suplemen gizi.
Transisi Darurat
 Transisi darurat adalah suatu keadaan
sebelum dilakukan rehabilitasi dan
rekonstruksi. Kegiatan penanganan gizi
pada situasi transisi darurat
disesusaikan dengan situasi dan kondisi
yang ada, dapat dilaksanakan kegiatan
gizi seperti pada tanggap darurat.
 Kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana perlu
dikoordinasikan agar efektif dan efisien, antara lain sebagai
berikut:
 Penghitungan kebutuhan ransum.
 Penyusunan menu 2.100 kkal, 50 g protein dan 40 g lemak.
 Penyusunan menu untuk kelompok rentan.
 Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari persiapan sampai
pendistribusian.
 Pengawasan logistik bantuan bahan makanan, termasuk bantuan susu
formula bayi.
 Pelaksanaan surveilans gizi untuk memantau keadaan gizi pengungsi
khususnya balita dan ibu hamil.
 Pelaksanaan tindak lanjut atau respon sesuai hasil surveilans gizi.
 Pelaksanaan konseling gizi khususnya konseling menyusui dan
konseling MP-ASI.
 Suplementasi zat gizi mikro (kapsul vitamin A untuk balita dan tablet besi
untuk ibu hamil).
Pangan Darurat

 Pangan darurat atau emergency food product (EFP)


adalah produk pangan yang didesain untuk
digunakan pada situasi darurat dan dapat
dikonsumsi secara langsung serta memenuhi
kebutuhan gizi harian
 Tujuan dari EFP adalah mengurangi angka kematian
korban keadaan darurat tersebut dengan
menyediakan makanan yang mengandung nutrisi
lengkap untuk memenuhi angka kebutuhan gizi
harian. Tujuan tersebut dicapai dengan menyediakan
makanan bergizi lengkap serta mencukupi sebagai
satu-satunya sumber nutrisi selama 15 hari dari
waktu pengungsian yang diakui
 Lima karakteristik yang penting untuk
pengembangan pangan darurat yang
baik secara urut adalah bersifat aman,
dapat dikonsumsi (memiliki palatabilitas
yang baik), mudah didistribusikan,
mudah digunakan dan memiliki
kandungan gizi yang lengkap
Spesifikasi Nutrisi untuk Produk Pangan
Darurat Energi Tinggi dan Padat Nutrisi
Nutrisi Kebutuhan Kepadatan Nutrisi Minimum

per Batang Pangan Darurat per 1.000 kkal energi Per 2.100 kkal energi
(50 g)
Energi 233 kkal

Lemak 9,1 g (35% dari total kalori) 39 g 82 g

Proteinb 7,9 g (13,5% dari total 34 g 71 g


kalori)
Total Karbohidrat 100-125 g 210 – 263 g

Total Gula 7-11,7 g (12-20% dari total 30 – 50 g 63 – 105 g


kalori)
Sumber: IOM, 2002.
a Kandungan energi produk pangan darurat dikhususkan berada dalam kisaran 4,5 sampai 5 kkal/g, yang
akan menyediakan energi antara 2.100-2.250 kkal per 9 batang pangan darurat (50 g).
b Protein Digestibility-Corrected Amino Acid Score (PDCAAS) merupakan metode yang digunakan oleh
FAO/ WHO (1989) untuk evaluasi protein yang berdasarkan asam amino esensial yang dibutuhkan oleh anak
berumur 2-5 tahun
 Panitia Nutrisi Internasional
memperkirakan ratarata kebutuhan energi
per kapita atau estimated mean per capita
energy requirement (EMPCER) adalah
sebesar 2.076 kkal/ hari yang dibulatkan
menjadi 2.100 kkal/ hari (IOM, 1995).
Rekomendasi pemenuhan angka
kebutuhan gizi sebanyak 2.100 kkal/ hari
harus dilakukan oleh pangan darurat (EFP)
dengan berat kurang lebih 450 g
Penanganan Gizi Kelompok
Rentan
 Gizi Anak Usia 0-23 Bulan
 Penanganan gizi anak usia 0-23 bulan
mengikuti prinsip Pemberian Makanan Bayi dan
Anak (PMBA).
 Penanganan Gizi Bayi 0-5 Bulan pada kondisi
bencana
○ Bayi tetap diberi ASI
○ Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu
tidak dapat memberikan ASI, upayakan bayi
mendapat bantuan ibu susu/donor
○ Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu
susu/donor, bayi diberikan susu formula dengan
pengawasan atau didampingi oleh petugas
kesehatan.
 Penanganan Gizi Anak Usia 6-23 Bulan
pada kondisi bencana
 Baduta tetap diberi ASI.
 Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan
zat gizi makro,
 Pemberian makanan olahan yang berasal
dari bantuan ransum umum yang
mempunyai nilai gizi tinggi.
 Pemberian kapsul vitamin A biru
 Penyusunan Menu Pemberian Makanan
Pada Bayi dan Anak (PBMA) Usia 6– 59
Bulan:
 Kebutuhan gizi:
○ Bayi 6-11 bulan, 100-120 kkal/kg berat badan,
makanan terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) + Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
○ Anak 12-23 bulan, 80-90 kkal/kg berat badan,
makanan terdiri dari ASI + MP-ASI/makanan
keluarga.
○ Anak 24-59 Bulan, 80-100 Kal/kg berat badan,
makanan terdiri dari makanan keluarga.
 Gizi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
 Ibu hamil dan menyusui, perlu penambahan
energi sebanyak 300 kkal dan 17 g protein,
sedangkan ibu menyusui perlu penambahan
energi 500 kkal dan 17g protein.
 Gizi Lanjut Usia
 Usia lanjut, perlu makanan dalam porsi kecil
tetapi padat gizi dan mudah dicerna. Dalam
pemberian makanan pada usia lanjut harus
memperhatikan faktor psikologis dan
fisiologis agar makanan yang disajikan
dapat dihabiskan. Dalam kondisi tertentu,
kelompok usia lanjut dapat diberikan bubur
atau biskuit.
Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) Pada Pengungsi
 PMT Darurat.
 PMT Darurat Terbatas
 PMT Terapi
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai