Anda di halaman 1dari 5

TATALAKSANA GAYA HIDUP PADA PENYAKIT ARTERI

PERIFER

Wita Fitriyani
Email : witafyani99@gmail.com

Dewasa ini gaya hidup masyarakat saat ini sangat memungkinkan bagi
mereka untuk menderita penyakit sistemik. Penyakit arteri perifer merupakan
salah satu penyakit yang banyak ditemukan pada masyarakat dan sulit terdeteksi
di layanan kesehatan primer.

1. Pengertian Penyakit Arteri Perifer


Penyakit arteri perifer (PAP) adalah semua kelainan arteri atau stenosis
yang terjadi di luar koroner. Penyakit arteri perifer meliputi arteri karotis, arteri
renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan setelah melewati aortailiaka,
termasuk ekstremitas bawah dan ekstremitas atas. Namun pada praktek klinis
penyakit arteri perifer sering di definisikan sebagai gangguan suplai darah ke
ekstremitas atas atau bawah karena obstruksi. Mayoritas obstruksi disebabkan
oleh aterosklerosis, namun dapat juga disebabkan oleh trombosis emboli,
vaskulitis, atau displasia fibromuskuler. PAP yang paling banyak adalah penyakit
arteri pada ekstremitas bawah.

2. Epidimiologi Penyakit Arteri Perifer


Pada penelitian tahun 2018 didapatkan lebih dari 200 juta orang di seluruh
dunia menderita PAP, dari yang asimtomatik hingga dengan gejala berat. Pada
penelitian yang dilakukan oleh American Society of Cardiology tahun 2006
didapatkan jumlah kasus penyakit arteri perifer yang erjadi di Indonesia adalah
sebesar 9,7%. Data prevalensi penyakit arteri perifer lainnya didapat dari sebuah
penelitian multi negara oleh PAD-SEARCH, dimana Indonesia juga menjadi salah
satu subjek penelitian. Setiap satu juta orang Indonesia, 13.807 diantaranya
menderita penyakit arteri perifer.
Secara epidimiologi angka kejadian penyakit arteri perifer meningkat
tajam seiring bertambahnya usia dan mempengaruhi sebagian besar populasi
lansia. Secara keseluruhan, tingkat kejadian penyakit arteri perifer pada pria dan
wanita hampir sama. Walaupun pada beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa laki-laki lebih banyak mengalami penyakit arteri perifer.

3. Penyebab Penyakit Arteri Perifer


Penyebab penyakit arteri perifer dapat berasal dari non aterosklerotik dan
aterosklerotik. Penyebab non aterosklerotik seperti trauma, vasculitis, dan emboli,
dan penyebab aterosklerosis merupakan presentasi sebagian besar penyakit arteri
perifer dan memiliki dampak epidemiologi terbesar. Terjadinya aterosklerosis
pada penyakit arteri perifer sama seperti yang terjadi pada arteri koroner. Lesi
segmental yang menyebabkan stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada pembuluh
darah berukuran besar atau sedang. Pada lesi tersebut terjadi plak aterosklerotik
dengan penumpukan kalsium, penipisan tunika media, destruksi otot dan serat
elastis, fragmentasi lamina elastika interna, dan dapat terjadi trombus yang terdiri
dari trombosit dan fibrin.

4. Faktor Risiko
Faktor risiko penyakit arteri perifer terbagi atas faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi terdiri atas
a) Usia tua
b) Jenis kelamin yang dalam beberapa studi menunjukkan laki-laki lebih
banyak mengalami penyakit arteri perifer
c) Ras, dan
d) Riwayat penyakit arteri perifer sebelumnya pada keluarga.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi terdiri atas :
a) Merokok
b) Gaya hidup sedenter
c) Diabetes
d) Hipertensi.
5. Tanda dan Gejala
Kebanyakan pasien dengan PAD tidak sadar menderita penyakit arteri
perifer karna tidak ada gejala dan tanda yg bermakna. Pasien dengan gejala PAP,
tidak menyadari dan menganggap gejala tersebut adalah bagian dari proses
alamiah oleh karena usia.
a) Gejala klasik yang terjadi adalah klaudikasio intermiten, yang merupakan
ketidaknyamanan otot ekstremitas bawah yang terjadi karena latihan atau
aktivitas dan hilang dengan istirahat dalam 10 menit. Pasien mungkin
mendeskripsikan kelelahan otot, sakit atau kram saat aktivitas yang hilang
dengan istirahat gejala ini sering terjadi pada area betis, paha atau bahkan
daerah bokong.
b) Perubahan pada warna kulit.
c) Ulkus pada tungkai yang tidak sembuh
d) Gangrene pada satu atau kedua kaki kondisi ini biasanya terjadi lebih dari
2 minggu.

6. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis pada penyakit arteri perifer perlu dilakukannya
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan pembuluh darah secara noninvasif dan
dan invasif serta identifikasi faktor risiko.
a) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Tanda penting yang mengarahkan pada diagnosis penyakit arteri perifer
adalah keluhan gejala claudication intermittent, luka yang lambat sembuh dan
ischemic rest pain yang dialami pasien, selain itu pasien juga sering mengeluhkan
sensasi mati rasa (kebas) atau sensasi terbakar yang selalu dialami di bagian
paling bawah dari tungkai. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan inspeksi, palpasi hingga aukskultasi. Pada pemeriksaan inspeksi
dilakukan pada ekstremitas atas dan bawah, yang perlu diperhatikan adalah
perubahan warna pada kulit, ulkus, nekrosis atau gangrene pada pasien, pada
pemeriksaan palpasi lakukan perabaan pada ektermitas atau kulit apakah terasa
hangat atau dingin dan lakukan perabaan denyut pada ekstremitas bawah: seperti
femoral, popliteal, dorsalis pedis & tibialis posterior, auskultasi bruit pada
femoral.
b) Pemeriksaan Penunjang
 Ankle- Brachial Index (ABI)
 Segmental Limb Pressure
 Pulse Volume Recording (PVR)
 Duplex Ultrasound Imaging
 Magnetic Resonance Angiography
 Computed Tomography Angiography
 Tes Uji Latih (Stress Test)

7. Tatalaksana
Tatalaksana penyakit arteri perifer terdiri atas modifikasi faktor risiko dengan
memperbaiki gaya hidup seperti terapi olahraga, farmakologi, terapi endovaskular
dan pembedahan.
a. Modifikasi faktor risiko
 Berhenti merokok
 Menurunkan tekanan darah
 Menurunkan kolesterol
 Menurunkan gula darah
b. Terapi Olahraga
Program latihan biasanya terdiri atas 3-5 sesi per minggu selama
12-24 minggu. Latihan dijalankan dibawah pengawasan dengan
pengukuran objektif terhadap keluhan klaudikasio, jarak dan lama
berjalan maksimal, serta tanda-tanda iskemia miokard. Pengukuran
tekanan darah, denyut nadi, dan elektrokardiogram 12 lead dilakukan
selama latihan. Target program adalah peningkatan jarak tempuh
maksimal dan jarak berjalan tanpa nyeri.
c. Terapi Farmakologi dengan antiplatelet dan antitrombotik
d. Terapi Endovaskuler dengan memasang sten untuk revaskularisasi
pada pembuluh darah yang mengalami lesi,
e. Pembedahan
Daftar Pustaka
1. Simatupang M, Pandelaki K, Panda AL. Hubungan antara penyakit arteri
perifer dengan faktor risiko kardiovaskular pada pasien DM tipe 2. e-
CliniC. 2013;1(1):7-12.
2. Cacoub PP, Abola MT, Baumgartner I, Bhatt DL, Creager MA, Liau CS,
et al. Registry Investigators. Cardiovascular risk factor control and
outcomes in peripheral artery disease patients in the reduction of
atherothrombosis for continued health (REACH) registry. Atherosclerosis.
2009;204(2):e86-92
3. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar; Riskesdas. Jakarta. Balitbang
Kemenkes RI, 2018.
4. Norgren L, Hiatt WR, Dormandy JA, Nehler MR, Harris KA, Fowkes FG.
Intersociety consensus for the management of peripheral arterial disease
(TASC II). Journal of Vascular Surgery. 2007;45(1):S5-6.
5. Murphy TP, Cutlip DE, Regensteiner JG, Mohler ER, Cohen DJ, Reynolds
MR, et al. Supervised exercise versus primary stenting for claudication
resulting from aortoiliac peripheral artery disease: six-month outcomes
from the claudication: exercise versus endoluminal revascularization
(CLEVER) study. Circ 2012; 125:130-139.
6. Rooke TW, Hirsc a, T Misra S, Sidawy a, Beckman J a. ACCF/AHA
Focused Update of the Guideline for Management of Patient with
Peripheral Artery Disease. Circulation. Elsevier Inc.; 2011;58(19):2020-
45.

Anda mungkin juga menyukai