Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN EMBOLI CEREBRI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


Keperawatan Gawat Darurat & Intensif

Oleh :
Nama : Rizka Apriyeni Utari
NIM : 04064882124009

BAGIAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
1. Definisi
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umunya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arterti serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Emboli serebri merupakan sumbatan pembuluh darah serebral
oleh embolus yang berasal dari jantung atau arteisklerotik. Umumnya emboli serebri
berasal dari suatu trombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya
merupakan perwujudan penyakit jantung. (Jean & Van, 2017).

2. Etiologi
a. Atrium fibrilasit (50%)
b. Gangguan atau penyakit katub
c. Kardiomiopati
d. Komplikasi kateterisasi jantung dan operasi jantung
e. Infark miokard, terutama 4 minggu setelah serangan
f. Stenosis katub mitral yang menyebabkan thrombus atrium
g. Stenosis dan regurgitasi katub mitral
h. Endocarditis infeksiosa
i. Prolapskatub mitral terutama pada usia muda (Mardjono & Sidharta, 2012).

Penyumbatan aliran darah emboli serebri secara total, terbatas pada daerah
vaskularisasi antara perdarahan dua arteri yang seharusnya saling membantu. Daerah
tersebut dikenal dngan “watershed area”. Pada umumnya infark akibat oklusi embolik
mengandung daerah ekstravasal yang dinamakan infark hemoragik. Hal ini disebabkan
oleh perdarahan atau perembesan diapedesis sebagai lanjutan dari mekanisme vaskular
kompensatorik. Daerah infark diwilayah watershed area dalam keadaan fisiologik
merupakan daerah rawan. Gangguan pada daerah itu cepat memusnakan jaringan yang
terbaik dari unsur saraf maupun unsur glia dan vaskuler. Vaskularisasi kolateral
diperbatasan daerah itu dapat dipercepat namun dengan resiko bahwa darah yang
disalurkan pada daerah yang sedang yang dituju keluar dari pembuluh darah yang berarti
terjadi suatu perdarahan. Karena itu infarknya tercampur dengan darah, sehingga
dinamakan infark hemoragik. Proses penghancuran pembuluh darah di daerah iskemik
dapat dipercepat oleh fibrinolisin yang berada pada sirkulasi sistemik. Fibrinolisin itu dapat
menghancurkan embolus, sehingga alirah darah ke daerah infark dapat pulih kembali,
tetapi darah yang disalurkan berada pada luar pembuluh darah oleh karena pembuluh darah
sudah mengalami degenerasi akibat hipoksemia. Dengan demikian infark iskemik menjadi
infark hemoragik (Mardjono & Sidharta, 2012).

3. Patofisiologi
Stroke emboli dapat diakibatkan dari embolisasi dari arteri di sirkulasi pusat dari
berbagai sumber. Selain gumpalan darah, agregasi trombosit, fibrin, dan potongan-
potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang diketahui masuk ke sirkulasi pusat
termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan benda asing. Tempat yang
paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian
atas.
Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal,
tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga
tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut
(terutama pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan otak, dimana
kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat.
Dua sumber yang paling umum emboli adalah: bilik-bilik sisi kiri jantung dan arteri
besar, (misalnya "arteri ke arteri" emboli bahwa hasil dari thrombus dari arteri karotid
internal di lokasi dari plak ulserasi). Hasil neurologis dari stroke emboli tidak hanya
bergantung pada wilayah vaskular tetapi juga pada kemampuan embolus menyebabkan
vasospasm dengan bertindak sebagai iritan vaskular. Vasospasm cenderung terjadi pada
pasien yang lebih muda, mungkin karena pembuluh lebih lentur dan kurang aterosklerotik
Otak sangat tergantung pada oksigen jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat
oleh trombus atau emboli maka mulailah terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak dan
otak tidak memiliki cadangan oksigen. Kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama
dapat menyebabkan nekrosisi mikroskopik neiron-neuron, yang kemudian area nekrotik
tersebut disebut infark. Stroke karena embolus dapat merupakan akibat bekuan darah,
udara, plak, atau fragmen lemak (Kurniawan, 2013).
4. Tanda dan gejala
Tanda utama adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit neurologik
fokal. Defisit tersebut bisa mengalami perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan
progresif atau menetap. Pemburukan situasi secara bertahap terjadi pada sepertiga jumlah
penderita, dua pertiga lainnya muncul sebagai transient ischemic attacks (TIA) yang
kemudian berkembang menjadi defisit neurologik menetap.
Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan, atau tungkai,
terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda atau
kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, hilangnya keseimbangan atau koordinasi, dan
nyeri kepala mendadak tanpa sebab yang jelas. Defisit neurologik yang terjadi tergantung
dengan area jaringan otak yang mengalami iskemik (Mardjono & Sidharta, 2012).

5. Diagnosa Medis
Diagnosis didasarkan atas hasil :
a. Penemuan Klinis
1) Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa
trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
2) Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,
kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
1) Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis
dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi
serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor
serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak,
baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).
2) Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin
(Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah.
Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG)
(Dharmayuda, Agung & Mahendra, 2020).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-scan kepala, infark multiple, sekitar infark tampak petechie
b. EKG untuk melihat adanya atrial fibrilasi dan infark miokard
c. Ecchocardiografi transthorasic (Kurniawan, 2013).

7. Penatalaksanaan Medis
a. Umum
Menggunakan prinsip 6B yaitu Breathing berupa menjaga agar jalan nafas tetap
baik, Brain mencegah terjadinya edema otak, memenuhi kebutuhan cairan, serta
mengatasi kejang. Bladder menjaga agar proses miksi tetap berjalan (misalnya dengan
pemasangan kateter. Bowel dengan menjaga pemenuhan kecukupan kalori. Blood
menjaga kestabilan tekanan darah dan viskositas darah. Burn mencegah terjadinya
demam yang dapat memperburuk stroke.
b. Khusus
1) Anti edema, manitol, glisero
2) Obat sitoprotektif untuk melindungi penumbra berupa golongan kalsium antagonis
3) Anti platelet agregasi : Asam traneksamat
4) Anti Koagulan : asetosal
5) Hemodilusi isovolemik
6) Metabolik aktivitor : pirasetam
7) Mengobati penyakit penyerta misalnya hipertensi, DM, atrium, hipertensi
8) Rehabilitasi dan fisioterapi
9) Resosualisasi
Hipertensi tidak boleh diturunkan dalam 3-5 hari pertama kecuali hipertensi
emergensi (diastolik > 120 mmHg atau MABP >140 mmHg) (Kurniawan, 2013).

8. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
Anamnesa meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
1) Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
7) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

b. Diagnosis Keperawatan
1) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
4) Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan pigmentasi
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
c. Tindakan Keperawatan
No. Dx Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

D.0019 Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nutrisi


selama …x… maka diharapkan status Observasi:
nutrisi membaik, dengan kriteria hasil: - Identifikasi status nutrisi
- Porsi makanan yang dihabiskan - Identifikasi alergi dan intoleransi
meningkat makanan
- Berat badan membaik - Identifikasi makanan yang
- Indeks massa tubuh (IMT) disukai
membaik
Terapeutik:
- Lakukan oral hygiene sebelum
makan
- Fasilitasi menentukan pedoman
diet
- Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai

Edukasi:
- Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan
D.0054 Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan mobilisasi
selama …x… maka diharapkan Observasi:
mobilitas fisik meningkat, dengan - Identifikasi adanya nyeri atau
kriteria hasil: keluhan fisik lainnya
- Pergerakan ekstremitas - Identifikasi toleransi fisik
meningkat melakukan pergerakan
- Kekuatan otot meningkat - Monitor frekuensi jantung dan
- Rentang gerak (ROM) tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi

Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan

D.0119 Setelah dilakukan asuhan keperawatan Promosi komunikasi: defisit bicara


selama …x… maka diharapkan Observasi:
komunikasi verbal meningkat, dengan - Monitor kecepatan, tekanan,
kriteria hasil: kuantitas, volume, dan diksi
- Kemampuan berbicara bicara
meningkat
- Kemampuan mendengar - Monitor proses kognitif,
meningkat anatomis, dan fisiologis yang
- Kesesuaian ekspresi wajah berikaitan dengan bicara
meningkat
Terapeutik:
- Gunakan metode komunikasi
alternatif
- Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan

Edukasi:
- Anjurkan berbicara perlahan
- Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara

Kolaborasi:
- Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis

D.0129 Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan


selama …x… maka diharapkan
Observasi:
integritas kulit dan jaringan meningkat,
- Identifikasi penyebab gangguan
dengan kriteria hasil:
integritas kulit
- Kerusakan jaringan menurun
- Kerusakan lapisan kulit Terapeutik:

menurun - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah


baring
- Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang
Edukasi:
- Anjurkan menggunakan
pelembab
- Anjurkan minum air yang cukup

D.0109 Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan perawatan diri


selama …x… maka diharapkan Observasi:
perawatan diri meningkat, dengan - Identifikasi kebiasaan aktivitas
kriteria hasil: perawatan diri sesuai usia
- Kemampuan mandi meningkat - Monitor tingkat kemandirian
- Kemampuan mengenakan
Terapeutik:
pakaian meningkat
- Sediakan lingkungan yang
- Kemampuan makan meningkat
terapeutik
- Siapkan keperluan pribadi

Edukasi:
- Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan

9. Komplikasi
Pada pasien yang berbaring lama dapat terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya
(Dharmayuda, Agung & Mahendra, 2020):
a. Bekuan darah (trombosis)
Mudah terbentuk pada kaku yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan (odema) selain itu juga dapat menyebabkan embolisme paru yaitu
sebuah bekuan yang terbentuk dalamsatu arteri yang mengalirkan darah ke paru.
b. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat,sendi kaki dan
tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka akanterjadi ulkus dekubitus dan
infeksi.
c. Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini menyebabkan
cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan pneumoni.
d. Atrofi dan kontraktur (kekakuan sendi)
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
e. Depresi dan kecemasan
Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi emosional dan
fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahandan kehilangan fungsi tubuh.
Pathway

Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Peningkatan Trombus emboli


tekanan sistemik di cerebral

Aneurisme Suplai darah ke jaringan


cerebral tidak adekuat

Perdarahan
Arakhnoid Perfusi jaringan cerebral tidak
adekuat

Hematona Cerebral

Vasospasme arteri Hemisfer kiri


PTIK Hemiasi
cerebral saraf cerebral
Cerebral

Hemiparese/plegi kanan

Penurunan Penekanan Saluran Iskemik Infark


kesadaran Pernafasan

Pola nafas tidak efektif Defisit neurologi

Hemisfer
Gangguan Mobilitas Fisik

Area Groccaa Hemiparese/plegi kiri

Rusaknya fungsi N VII dan


N XII

Kerusakan Defisit Perawatan Diri


Komunikasi Verbal
Risiko Kerusakan Integritas Kulit

Risiko aspirasi Risiko trauma Risiko jatuh Kurang Pengetahuan


DAFTAR PUSTAKA

Dharmayuda, A., Agung, A., & Mahendra, K. (2020). Sindroma Emboli Lemak Pada Kasus Trauma
Orthopedi: Sebuah Tinjauan Pustaka. Intisari Sains Medis, Volume 11, Number 3: 1005-1008 P-
ISSN: 2503-3638, E-ISSN: 2089-9084

Jean, B., & Van, Z. (2017). Stroke Iskemik Emboli Dengan Transformasi Hemoragik. Molucca Medica
Volume 10, Nomor 1, Oktober 2017 ISSN 1979-6358 (print) ISSN 2597-246X (online).

Kurniawan, A. (2013). Patogenesis, Diagnosis, dan Penatalaksanaan Tromboemboli Vena pada kanker.
Indonesian Journal of Cancer Vol. 7, No. 3 July - September 2013 103-110.

Mardjono, M., & Sidharta, P. (2012). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. hal.260-94.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik
((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
.

Anda mungkin juga menyukai