Anda di halaman 1dari 12

Penyakit Arteri Perifer pada Tungkai Bawah

Indriyani Valeandri 102015131


Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Indriani.2015fk131@civitas.ukrida.ac.id
Fakultas Kedokteran Universita Kristen Krida Wacana 2015/2016
Abstrak

Penyakit arteri perifer adalah salah satu kelainan pada arteri aorta dan cabang-cabangnya
yang berupa stenosis, oklusi dan aneurysma dengan perkecualian pada pembuluh darah arteri
coronaria. Faktor resiko terbanyak biasanya usia yang lebih dari 40 tahun dengan riwayat
arterosklerotik, diabetes, hingga merokok. Kondisi ini terjadi akibat penumpukan pembentukan
plak arterosklerotik dengan penumpukan kalsium sehingga menyebabkan sumbatan pada
pembuluh darah yang terkena. 2-3% pria dan 1-2% wanita lebih dari 60 tahun bisa menyebabkan
klaudikasio intermitten. Tanda gejala utama adalah nyeri pada area yang mengalami
penyempitan pembuluh darah. Tanda gejala awal adalah nyeri (klaudikasi) dan sensasi lelah pada
otot yang terpengaruh. Karena pada umumnya penyakit ini terjadi pada kaki maka sensasi terasa
saat berjalan. Gejala mungkin menghilang saat beristirahat. Saat penyakit bertambah buruk
gejala mungkin terjadi saat aktivitas fisik ringan bahkan setiap saat meskipun beristirahat.

Pendahuluan
Penyakit arteri perifer adalah masalah sirkulasi dimana penyempitan arteri yang terjadi
mengurangi aliran darah ke kaki. Penyakit arteri erifer juga mungkin menjadi tanda akumulasi
berlanjut dari deposit lemak di arteri (aterosklerosis). Penderita PAD memiliki resiko dua kali
hingga lima kali lebih besar mengalami kematian akibat kardivaskular dibanding mereka yang
tidak sehingga sangat penting untuk mengetahui mekanisme terjadi PAD hingga
penatalaksanaannya. Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk pemenuhan tugas problem basic
learning serta untuk memberikan informasi mengenai penyekit arteri perifer diharapkan dengan
dibuatnya makalah ini dapat dipergunakan dengna sebaik mungkin.

Anamnesis

1|Page
Pasien dengan PAD datang dengan berbagai keluhan tergantung pada letak arteri yang
terkena, seperti adanya riwayat penyakit jantung coroner, angina, gangguan berjalan, nyeri
terlokalisasi pada tungkai, luka yang sulitr sembuh pada ekstremitas, pusing/vertigo, gangguan
neurologi, riwayat hipertensi dan gagal ginjal. Perlu untuk mengetahui komorbiditas untuk
mengarahkan diagnosis sekaligus untuk pentalaksanaan yang efektif untuk pasien antara lain
hipertensi, diabetes miletus, dilipidemia, merokok, riwayat PJK. Anamnesis yang dilakukan
seperti anamnesis secara umum secara terstrutur.

1. Menanyakan identitas pasien


2. Menanyakan keluhan utama berupa gangguan atau keluhan yang dirasakan penderita
sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta
menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut.
3. Menanyakan riwayat penyakit sekarang berupa riwayat perjalanan penyakit merupakan
rangkaian kejadian yang kronologis, terinci mengenai penyakit yang diderita serta
karakteristik penyakit.
4. Menanyakan riwayat penyakit dahulu untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan
adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
5. Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga berupa segala hal yang berhubungan
dengan peranan herediter dan kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang
dialami pasien.
6. Menanyakan riwayat pribadi berupa data sosial, ekonomi, pendidikan, kebiasaan,
pekerjaan.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik pasien dengan PAD didapatkan kepucatan tungkai bagian distal
terutama saat kaki ditinggikan pada pemeriksaan inspeksi, hilangnya/samar nadi saat dilakukan
palpasi dapat membantu mengarakan ke diagnosis yang lebih spesifik, auskultasi pada area paha
dapat ditemukan adanya bruit arteri femoralis, pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi
rontoknya rambut kaki, penebalan kuku, kulit menjadi seperti lilin dan mengkilap, penurunan
suhu kulit serta adaanya gangren dan ulkus.

2|Page
Pemeriksaan Penunjang

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan yang objektif untuk
mendiagnosis PAD, pemeriksaan ultrasonografi dopler dengan menghitung ankle bracial index
(ABI) sangat berguna karna sering sekali tidak terdapat keluhan klasik klaudikasio. Tes ini
merupakan tes non invasif yang penting pada pasien yang dicurigai PAD. Sensitivitas 79 %,
spesifisitas 96% dalam mendiagnosis PAD. Nilai ABI normal pada orang sehat berkisar 0,91-1,4.
Nilai ABI <90 digunakan sebagai batas diagnosis PAD. Nilai ABI 0,4-0,9 menunjukan adanya
penyakit arteri perifer ringan –sedang. Dan nilai ABI ≤ 0,4 menunjukan suatu penyakit arteri
perifer berat. Pada kasus tertentu dimana terdapat kekakuan vascular yang sering ditemukan pada
pasien dibetes mellitus dan pasien gagal ginjal nilai ABI dapat berada di kisaran ≥1,4. Nilai ABI
berkolerasi dengan tingkat keparahan LEAD, dimana jika nilai ABI <0,50 memiliki resiko tinggi
amputasi. Pemeriksaan dilakukan dengan memposisikan sphygmomanometer diatas pergelangan
kaki dan istrumen Doppler di distal untuk mengukur tekanan pada arteri dorslis pedis dan
posterior. Nilai tekakan arteri tertinggi pada pergelangan kaki (arteri tibialis posterior atau arteri
dorsalis pedis), kemudian dibagi dengan tekanan tertinggi antara kedua lengan. Bila pada
pemeriksaan didapatkan hasil ABI yang normal namun dicurigai atau adanya faktor resiko untuk
mengalami LEAD, pemeriksaan ABI diulangi setelah aktivitas. Dimana pasian diminta untuk
berjalan di treadmill dengan kecepatan 3,2 km/jam dan kecuraman 10-20% sampai pasien
merasakan klaudikasio. Bila terdapat kondisi dimana pasien tidak dapat dilakukan pemeriksaan
ABI atau nilai ABI > 1,4 dapat dilakukan pemeriksaan toe barachial index. Nilai toe brachial
index <0,7 dinilai diagnostic untuk PAD.

Metode ultrasound, merupakan metode pemeriksaan duplex ultrasound (DUS) yang dapat
meberikan informasi antomi dan aliran darah (hemodinamik). Pemeriksaan ABI dan DUS cukup
untuk mendiagnosis dan dan menentukan tatalaksana pasien LEAD. Namun pemeriksaan DUS
memerlukan pengalaman dan ketelitian pemeriksa dan juga tidak memberikan gambaran penuh
secara jelas dari arterial bila dibandingkan dengan DSA (digital subtraction angiografi),
CTA(computed tomography angiography) maupun MRA (magnetic resonance angiography)
namun pemeriksaan pemeriksaan DSA,CTA dan MRA tidak memperlihatkan status
hemodinamika arteri.

3|Page
Dapat juga dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa hematocrit untuk melihat
polisitemia, analisa urin untuk melihat protein serta pigmen untuk melihat myoglobin diurin,
kreatinin dan fosfokinase untuk menilai nekrosis otot, pemeriksaan toraks untuk melihat
kardiomegali, EKG untuk menilai aritmia atau kemungkinan infark, ekokardiografi dimensi
untuk menilai ukuran jantung, fraksi ejeksi, kelainan katub, evaluasi gerak dinding ventrikel,
mecari thrombus atau tumor, defek septum atrial. Ultrasonografi abdomen untuk mencari
aneurisma aorta abdominal.

Diagnosis Banding

Deep Vein Thrombosis


Vena-vena tidak mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan disana tidak ada darah
yang dipompa balik ke jantung kecuali fisiologi. Darah kembali ke jantung karena otot-otot
tubuh yang besar menekan/memeras vena-vena ketika mereka berkontraksi dalam aktivitas
normal dari gerakan tubuh. Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh mengembalikan darah
ke jantung.5 Ada dua tipe dari vena-vena di kaki; vena-vena superficial (dekat permukaan) dan
vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan dapat
terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, seperti yang disiratkan namanya,
berlokasi dalam didalam otot-otot dari kaki. Darah mengalir dari vena-vena superficial kedalam
sistim vena dalam melalui vena-vena perforator yang kecil. Vena-vena superficial dan
perforator mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam mereka yang mengizinkan
darah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena ditekan.5
Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki adalah sebenarnya tidak
berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika sepotong dari bekuan darah terlepas
(embolus, pleural=emboli), berjalan ke arah muara melalui jantung kedalam sistim peredaran
paru, dan menyangkut dalam paru. Diagnosis dan perawatan dari deep venous thrombosis (DVT)
dimaksudkan untuk mencegah pulmonary embolism.5

Gejala klinis
Gelaja klinis pada pasien DVT dapat terlihat yaitu :4
 50% dari semua pasien tidak menunjukan gejala.
 Obstruksi vena profunda dari tungkai menghasilkan edema dan pembengkakan
ekstremitas.
4|Page
 Kulit pada tungkai yang terkena dapat teraba hangat; vena superficial dapat lebih
menonjol.
 Pembengkakan bilateral mungkin sulit untu dideteksi.
 Nyeri tekan terjadi kemudian; terdeteksi dengan palpasi ringan pada tungkai.
 Tanda human ( nyeri pada betis setelah dorsoflesi tajam kaki), tidak spesifik untuk
thrombosis vena profunda karena nyeri ini dapar didatangkan olehsetiap kondisi yang
menyakitkan pada betis.
 Pada beberapa kasus, tanda embolus pulmonal merupakan indikasi pertama adanya
thrombosis vena profunda.
 Thrombus vena superficial menyebabkan nyeri terkan, kemerahan dan rasa hangat pada
daerah yang terkena.

Tromboflebitis superfisial
Tromboflebitis permukaan menyerang pembuluh darah subkutan di ekstremitas atas dan
bawah. Penyebab tromboflebitis pada ekstremitas atas yang paling sering adalah infus intravena,
terutama jika memasukkan larutan asam atau hipertonik. Tromboflebitis permukaan
pada ekstremitas bawah biasanya disebabkan oleh varises vena atau trauma. Jika ada penyebab
yang diketahui jelas, maka harus dipertimbangkan kemungkinan proses penyakit lain yang
mendasari, seperti penyakit buerger atau keganasan.5
Perjalanan penyakit biasanya jinak dan tromboflebitis permukaan dapat sembuh sendiri.
Emboli paru jarang terjadi, tetapi perluasan trombus ke sistem vena dalam dapat terjadi,
terutama jika trombus berada dekat dengan saluran penghubung utama atau pada pertemuan
antara vena safena dan poplitea atau vena femoralis.5

Thrombosngitis Obliterans (Buerger’s Disease)

Penyakit buerger atau thromboangiitis obliterans (TAO) adalah suatu kondisi inflamasi
oklusif segmental dari arteri dan vena dengan thrombosis dan rekanalisasi pada pembuluh darah
tersebut. Penyakit ini merupakan penyakit inflamasi non-aterosklerosis, yang berpengaruh pada
arteri ukuran kecil dan sedang serta vena pada ekstremitas atas maupun bawah. Penyakit
buerger’s (thromboangitis obliterans / TAO) ditandai dengan tidak adanya atau hanya sedikit

5|Page
ateroma, dengan inflamasi vaskuler segmental, adanya fenomena vasooklusif, dan keterlibatan
dari arteriola dan venula dari ekstremitas atas dan bawah. Sering terjadi pada orang yang
merokok. Banyak pasien dengan penyakit buerger adalah perokok berat, tetapi beberapa kasus
terjadi pada pasien perokok sedang. Disebutkan bahwa penyakit ini merupakan reaksi autoimun
yang dipacu oleh bahan didalam rokok. Penderita merasakan kedinginan, mati rasa, kesemutan
atau rasa terbakar. Penderita seringkali mengalami fenome Raynaud dan kram otot, biasanya di
telapak kaki atau tungkai. Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal
pada tungkai dan penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit,
tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin). Pada penyumbatan yang lebih berat,
nyerinya lebih hebat dan berlangsung lebih lama.Pada awal penyakit timbul luka terbuka,
gangren atau keduanya. Tangan atau kaki terasa dingin, berkeringat banyak dan warnanya
kebiruan, kemungkinan karena persarafannya bereaksi terhadap nyeri hebat yang menetap.

Diagnosis Kerja
Peripheral Arterial Disease
Yang dimaksud dengan peripheral arterial disease (PAD) adalah semua penyakit yang
terjadi pada pembuluh darah setelah ke luar dari jantung dan aorta iliaka. Jadi penyakit arteri
perifer meliputi keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua
percabangan setelah ke luar dari aortailiaka. Penyebab terbanyak dari penyakit arteri perifer pada
usia 40 tahun adalah penyumbatan pada ateri perifer yang dihasilkan dari proses atherosklerosis
atau proses inflamasi yang menyebabkan lumen menyempit (stenosis), atau dari pembentukan
thrombus. Ketika kondisi ini muncul maka akan terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah
yang dapat menimbulkan penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Faktor resiko
dari penyakit arteri perifer adalah merokok, diet tinggi lemak atau kolesterol
(hiperkolesterolemia), hipertensi, diabetes mellitus, dan riwayat penyakit jantung, serangan
jantung, atau stroke.

Anatomi vascular

Pembuluh utama dari ekstremitas bawah adalah arteri femoralis yag merupakan lanjutan
dari arteri iliaka yang kemudian akan berlanjut menjadi arteri popliteal yang selanjutnya akan
bercabang menjadi arteri tibialis posterior dan arteri tibialis anterior. Arteri tibialis posterior juga

6|Page
bercababang menjadi arteri peroneal. Pada tahun 1987 ditemukan konsep angiosome yang
menjadi pembagi tubuh menjadi teritori-teritori vascular menurut sumber arteri yang memberi
vaskularisasi serta vena yang berasal dari area tersebut. Pada kruris dibagi menjadi 5 area
angiosome yaitu yang berasal dari dari arteri suralis medial dan leteral, arteri tibialis anterior dan
posterior dan arteri peronealis. Sedangkan apada kaki dan pergelangannya terdapat 6 area
angiosom yang berasal dari 3 arteri utama kaki. Secara umum sisi pada jempol kaki dan dorsum
kaki diberikan vaskularisasi oleh arteri tibialis anterior dan arteri dorsalis pedis, sisi dari plantar
kaki dan jempol kaki kecuali tumit lateral diberikan vaskularisasi oleh arteri tibialis posterior dan
plantaris, dan pergelangan kaki lateral dan luar tumit diberikan vaskularisasi oleh arteri
peronealis.

Gambar 1. Angiosom eksteremitas bawah

Etiologi

Penyebab utama atau yang tersering dari yang membuat perifer arteri disease atau
penyakit arteri perifer adalah atherosklerotik namun ada penyebab lain seperti artritis takayasu,
buerger’s disease, fibromuskular dyspepsia, vaskulitis dan lain-lain. reaksi atherosklerosi yang

7|Page
mana terbentuknya plak pada pembuluh darah. atau reaksi inflamasi pembuluh darah
menyebabkan oklusi arteri perifer adalah adanya stenosis (penyempitan) pada arteri Faktor
resiko dari penyakit oklusi arteri perifer adalah Merokok, diet tinggi lemak atau kolesterol,
stress, obesitas, diabetes dan rheumatoid arthritis, dyslipidemia, hipertensi, hiperkoagulasi.

Epidemiologi

Pada penyakit perifer arterial disease pada 2-3 % pria dan 1-2% wanita berusia lebih dari
60 tahun akan mengalami claudikasia intermitten, resiko terkena perifer arterial disease akan
meningkat sesuai dengan penambahan usia, insiden tertingginya terjadi pada dekade 6-7 (60-70
tahun), penyakit ini sering underdiagnosis oleh karena itu dengan pemeriksaan yang baik akan
meningkatkan kemungkinan penyakit terdiagnosis dengan baik. Penyebab terbanyak pada orang
yang berusia lebih dari 40 tahun adalah atherosclerosis, dan mayosritas penyakit ini terjadi pada
ekstremitas bawah atau lower extremity, prevalensi penyakit atherosclerosis perifer meningkat
pada kasus pasien dengan diabetes miletus, hiperkolesterolemia, hipertensi,
hiperhomosisteinemia, dan perokok. Penyakit ini diderita oleh sekitar 12-14% populasi secara
umum. Pada sebuah penelitian pada 7 negara asia termasuk Indonesia terhadap pasien dengan
diabetes miletus tipe 2, didapatkan penyakit arteri perifer pada 17,7 % populasi.

Pathogenesis

Mekanisme terjadinya atherosclerosis sama seperti pada arteri koroner. Lesi segmental
yang menyebabkan stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada pembuluh darah yang memiliki
ukuran besar atau sedang. Pada lesi tersebut akan terjadi plak aterosklerotik dengan penumpukan
kalsium, penipisan tunika media, destruksi otot dan serat elastis dimana-mana, fragmentasi
lamina elastika interna, dan dapat terjadi thrombus yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Lokasi
yang terkena terutama pada aorta abdominal dan arteri iliaka ( 30% pada pasien yang
simptomatik), arteri femoralis dan popliteal (80-90%) termasuk arteri tibialis dan peroneal (40-
50 %). Proses aterosklerosis lebih sering terjadi pada percabangan arteri, tempat yang
turbulensinya meningkat, memudahkan terjadinya kerusakan tunika intima. Pembuluh darah
yang distal lebih terkena pada pasien usia lanjut dan diabetes miletus.

8|Page
Gejala Klinis

Perifer arterial disease paling banyak terjadi pada ekstremitas bawah, penyakit arteri
ekstermitas bawah atau yang disebut sebagai lower extremity artery disease (LEAD) memiliki
gambaran klinis yang didasarkan menurut kriteria Fontaine dan Rutherford meskipun pada
sebagian besar pasien didapatkan tanpa gejala. Gejala LEAD yang paling tipikal adalah
klaudikasio intermitten dengan karakteristik nyeri pada betis yang diperberat saat berjalan dan
akan membaik saat beristirahat. Klaudikasio akan terjadi pada lokasi distal dari tempat dimana
lesi sumbatan tersebut. pada kondisi berat (fontaine III ) atau yang disebut dengan iskemia
tungkai kritis (chritical limb ischemia) nyeri dapat muncul walaupun saat beristirahat dan akan
membaik dengan dilakukannya perubahan posisi. Nyeri klaudikasio harus dibedakan dengan
nyeri dimana nyeri terjadi pada saat istirahat dan menghilang dengan aktivitas, nyeri artritis dan
neuropati perifer dimana terjadi instabilitas berjalan. Berikut adalah klasifikasi menurut

Penatalaksanaan

Pentalaksanaan umum

Pentalaksanaan umum sebaiknya meliputi modifikasi gaya hidup, focus pada penghentian
merokok, olahraga teratur 30 menit/hari, normalisasi index massa tubuh (≤23kg/m2) dan diet
mediteranian. Terapi farmakologis dapat ditambahkan untuk mengontrol tekanan darah dan
kolesterol. Dapat dilakukan pemberian statin, pemberian antiplatelet, dan anti hipertensi. Terapi
fisik, terapi ini ditunjukan untuk memperbaiki gejala dan meningkatkan kapasitas fisik. Pada
umumnya latihan dilakuakn tiga kali seminggu selama tiga bulan dengan durasi 20-60 menit.
Terapi dilakukan secara progresif dan berkelanjutan. Dengan adanya latihan fisik diharapkan
terjadi peningkatan aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, metabolisme
musculoskeletal dan oksigenasi jaringan dan perbaikan viskositas. Terapi farmakologi, pada
beberapa penelitian disinyalir dapat memperbaiki gejala pada klaudikasio, obat yang paling
banyak terbukti adalah citostazol 100mg dua kali sehari dan naftridrofuryl 600 mg/ hari. Selain
itu juga beberapa obat juga terbukti dapat menurunkan gejala kaludikasio seperti pentoxifylin
(1,2 gram/hari), cernitie, buflamedil, obat penurun lipid dan antiplatelet. Terapi endovascular,
melakukan revaskularisasi dengan metode endovascular lebih banyak dikembangkan karena
angka mortalitas dan morbiditasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan bedah vaskular,

9|Page
teknologi balon perifer bersalut obat sudah cukup banyak dikembangkan meskipun masih
banyak memerlukan penelitian. Pada beberapa kasus terknik endovaskuler dapat melakukan
implantasi stent perifer, tujuan utama pemasangan stent adalah untuk meningkatkan patensi
jangka panjang atau meningkatkan hasil primer tindakan endovaskular yang kurang memuaskan
seperti stenosis residual atau rekoil. Pemasangan stent harus diupayakan menjaugi daerah lipatan
seperti daerah lutut dan segmen-segmen potensial yang nantinya dapat digunakan untuk lokasi
bypass bila tindakan operasi diperlukan. Terapi bedah vascular beberapa metode bisa dilakuakan
tetapi yang paling umum adalah bypass, pada pasien dengan ganggren atau iskemia tungkai yang
tidak dapat dikembalikan amputasi dijadikan pilihan terakhir.

Penatalaksanaan kludikasio intemitten, meliputi control faktor resiko untuk memperbaiki


perognosis dan gejala. Pilihan terapi untuk mengurangi gejala terdiri dari metode non invasive
berupa terapi latihan dan medika mentosa juga bisa terapi revaskularisasi invasif berikut adalah
algoritme penatalaksaan terapi

Penatalaksaan iskemia tungkai kritis, Merupakan kondisi PAD tungkai bawah paling
berat, dimana didapatkan nyeri iskemik saat istirahat, lesi iskemik atau gangrene dikarenakan
penyakit obstruksi arteri. Tekanan pergelangan kaki < 50mmhg biasanya cukup untuk kriteria
diagnosis. Pada pasien dengan lesi iskemia atau gangren tekanan perelangan kaki <70 mmhg
cukup untuk diagnosis. Pada kasus dengan kondisi kalsinosis medial, tekanan ibu jari <30mmhg
dapat digunakan untuk menggantikan tekanan ankle, iskemik tungkai kritis bersifat kronis,
iskemia tungkai kritis merupakan suatu indikator aterosklerosis berat yang meningkatkan resiko
miokard infark, stroke dan kematian vascular 3 kali lipat dibandingkan dengan pasien yang
hanya mengalami klaudikasio intermiten berikut adalah algoritma penatalaksanaan iskemia
tungkai kritis. Terapi yang dilakukan berupa kontrol faktor resiko aterosklerosis, revaskularisasi,
rawat luka, adaptasi sepatu, tangani infeksi bila ada. Tujuan utama tataksana adalah perbaiki
arteri dan selamatkan tungkai. Revaskularisasi dilakukan secara cepat bersama pemberian terapi
dasar (antiplatelet dan statin). Revaskularisasi bisa secara endovascular atau bedah terbuka tapi
disarankan endovascular karena komplikasi yang lebih kecil, pasie yang tidak dapat dilakukan
revaskularisasi direkomendasikan menggunakan obat prostaglandin 120ug/hari per oral atau
60ug/hari parenteral.

10 | P a g e
Penataksanaan iskemia tungai akut, berupa penurunan perfusi tungkai mendadak yang
biasa melibatkan thrombus dan emboli. Tatalaksan dapat berupa heparin sebab keja cepat dan
cepat dimetabolisme, dosis 100-200 unit/kgbb bolus, diikuti 15-30 unit/kgbb/jam, jika perlu 300
unit/kgbb bolus diikuti 60-70 unit/kgbb/jam dengan infus kontinu, dengan pemantauan APTT
1,5-2,5 kontrol atau waktu pembekuan darah. Penggunaan dosis tinggi dengn tujuan supaya
distal penyumbatan pada daerah iskemia dan kolateral tidak terjadi pembekuan darah yang
meluas. Ekstremitas yang sudah tidak dapat diselamatkan akan diamputasi. Prisipnya dalah
dengan menyelamatkan tungkai atau paling tidak membatasi ktinggian amputasi. Pada kondisi
darurat angiografi dapt dilakukan tanpa pemeriksaan ultrasound sebelumnya umtuk mecegah
ketelambatan. Jika ditemukan tanda-tanda thrombosis dan emboli berulang harus operasi segera,
haperin diberikan 48-72 jam dengn dosisi tinggi yang direkomendasikan, kemudian diturunkan
sesuai kondisi pasienselama 7 hari dan dilanjutkan dengan antikoagulan oral atau heparin dosis
rendah suntik atau subcutan. berikut adalah algoritme penatalaksanaan terapi

Komplikasi
Pada kasus-kasus yang jarang, sirkulasi yang berkurang ke anggota-anggota tubuh yang
adalah karakteristik dari penyakit arteri perifer dapat menjurus pada luka-luka yang terbuka yang
tidak sembuh, borok-borok, gangrene, atau luka-luka lain pada anggota-anggota tubuh. area-area
ini yang tidak menerima aliran darah yang cukup juga lebih cenderung mengembangkan infeksi-
infeksi, dan pada kasus-kasus ekstrim, sehingga amputasi mungkin diperlukan.

Kesimpulan

Penyakit arteri perifer adalah penyekit yang mengenai arteri pada seluruh bagian tubuh
diluar jantung kecuali arteri koroner, sebagian besar kasus terjadi pada ekstremitas bawah, gejala
dari penyakit ini yang tersering adalah nyeri pada tungkai, diagnosis ditegakan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang pada kasus ini pemeriksaan ABI
sangat penting dilakukan untuk membantu diagnosis, terdiagnosis dengan benar serta
penanganan yang cepat dan tapat akan mengurangi komplikasi pada pasien.

Daftar Pustaka

11 | P a g e
1. Welsby PD. Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis Klinik. Jakarta: EGC; 2009.H.175-7.
2. Antono D, Ismail D. Penyakit arteri perifer. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
ke-5. Jakarta: Internal Publishing; 2015.h.1518-1523.
3. Sabiston. Buku ajar bedah. Jilid 1. Jakarta: EGC; 2007.h.114-8
4. Gleadle J. at a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2005. h.162.
5. American Heart Association. Management of patients with perhiperal artery disease. —
2011; Dallas.
6. Sukrisman L. Buku Ajar Penyakit dalam. Ed.5. Jakarta: Internal Publishing;
2009.h.1354-5.

12 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai