Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN POAD

( Peripheral Arterial Disease)

1; Definisi POAD
POAD ( Peripheral Arterial Disease) atau penyakit arteri perifer ( PAF) adalah
suatu penyakit yang terjadi pada pembuluh darah non sindroma koroner akut
setelah keluar dari jantung dan aorta iliaka, sehingga pembuluh darah yang
menjadi lokasi terjadinya penyakit arteri perifer adalah pembuluh darah pada
keempat ekstermitas, arteri karotis , renalis, mesentrika, aorta abdominalis,dan
semua pembuluh darah cabangyang keluar dari aorta iliaka. ( Sudoyo, dkk,
2012)
POAD merupakan suatu penyakit dimana terganggunya atau tersumbatnya
aliran darah atau ke jaringan organ. Sumbatan itu di sebabkan oleh flak yang
terbentuk di arteri yang membawa darah keselurh anggota tubuh. Flak ini terdiri
atas lemak, kalsium, jaringan fibrosa, dan zat lain di dalam tubuh.
2; Anatomi dan fisiologi
1; Dinding arteri
Dinding arteri terdiri dari tiga tunika : tunika luar tau tunika adventisia ; tunika
tenggah; tunika media ; tunika dalam atau tunia media.
2; Aorta dan cabang - cabang utamanya
Aorta berjalan melewati rongga toraks dan abdomen dan segmen-segmen aorta
di beri nama sesui dengan lokasinya. Salah satu cabang aourta yang berkaitan
dengan penyakit arteri oklusif perifer adalah arteri iliaka komunis. Arteri iliaka
komunis bercabang lagi menjadi arteri iliaka ekternal dan arteri hipogastrika atua
iliaka interna.

Gambar 0.1
3; ETIOLOGI
POAD umumnya merupakan akibat dari arterosklorosis yang mana terbentuknya
flak pada pembuluh darah. Flak ini membentuk blok yang mempersempit dan
melemahkan pembuluh darah.
1; Gumpalan atau bekuan darah yang dapat memblokir pembuluh darah
2; Diabetes , dalam jangka panjang, gula darah yang tinggi dapat merusak
pembuluh darah. Penderita DM juga memiliki tekanan darah yang tinggi dan
lemak yang banyak dalam darah sehingga mempercepat perkembangan
aterosklorosis.
3; Infeksi arteri (arteritis)
4; Cedar, bisa terjadi bila kecelakaan, perokok. Hiperelipidemia, hipertensi,
obesitas., dll.

4; MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis terseting dari penyakit arteri feriper adalah :

1; Kloudikosio intermitted yaitu suatu rasa nyeri, keram, ball, atau letih pada otot
yang muncul dalam penggunaan otot untuk aktifitas, dan membalik saat
isstirahat, biasanya setelah2-5 menit.
2; Critical limb ischemia, pasien akan mengeluh nyeri pada saat istirahat atau
merasa dingin atau baal pada jari kaki. Gejala ini lebih nyata pada saat tidur. Dan
membalik pada saat tungkai dalam posisi tergantung ke bawah.
3; Phenomena raynaud yaitu suatu iskemik digiti efisodik dengan tampilan berupa
perubahan warna jari jari secara berurutan dari putih, sianosis, hingga
kemerahaan saat jari-jari kaki dan tangan terpapar suhu suhu dingin dan
kemudian hengat kembali.

5; FATOFISIOLOGI
Penyakit oklusif arteri kronik secara progresif akan menyampaikan lumen
arteri dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah. Dengan meningkatnya
resistensi, maka aliran ke jaringan luar di luar lesi akan berkurang. Jika
kebutuhan oksigen pada jaringan tersebut melebihi kemampuan pembuluh darah
untuk menyuplai oksigen, jaringan tersebut akan mengalami iskemia.
Keparahan iskemia di sebelah distal dari sebuah lesi obstruktif tidak hanya
bergantung pada lokasi dan luasnya oklusi, tetapi juga pada derajat aliran
kolateral di sekitar lesi.
Perbedaantekanan ini akan melewati obstruksi dan akan mempermudah
bertahan aliran melalui pembuluh darah kolestrol. Pembuluh darah kolestral ini
secara bertahap akan membesar. Meningkatnya kecepatan aliran melalui
pembuluh darah koletarakan merangsang perkembangan kolestrol. Oklusi akut
akan menyebabkan iskeminia yang berat, karna tidak cukupwaktu untuk
membentuk jaringan kolestral. Kecukupan aliran kolestral juga akan tergantung
pada penyakit yang menyerang kolestrol tersebut.
6; KOMPLIKASI
1; Iskemiaberat dan ekrosis
2; Ulserasi kulit
3; Ganggren yang dapat di ikuti oleh amputasi tungkai
4; Kerusakan pertumbuhn kuku dan rambut
5; Stroke atau serangan iskemia sepintas (TIA)
6; Emboli perimer atau sistemik
7;
8; FAKTOR RESIKO INFEKSI
Faktor resiko untuk POAD termasuk hipertensi, kolestrol tinggi, dan diabetes.
Seperti penderita diabetes di atas usia 50 tahunmengidap penyakit ini. Aktifitas
resiko tinnggi lainnya, seperti merokok, membawa penyakit ebih awal, maka
pasie POAD, yang sebaiknya mungkin pada usia 70 atau 80tahun, mungkin
mulai merasakn gejala lebih awalpada 50 atau 60 tahun. Minum kopi, komsumsi
alcohol, hipertensi, diabetes militus.

7; PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ankle Brachial Indeks

Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk mendeteksi
adanya PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI merupakan
pengukuran non-invasif ABI didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah
sistolik pada kaki dengan tekanan darah sitolik padalengan. Kriteria diagnostik
PAD berdasarkan ABI diinterpretasikan sebagai berikut:
Toe-Brachial Index (TBI)
; TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan pada pasien
diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi pada
pembuluh darah ekstremitas bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat
tertekan dengan menggunakan teknik tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30)
sehingga pemeriksaan ini lebih terpercaya sebagai indikator PAD dibandingkan
ABI. Nilai TBI yang 0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis arteri.
Segmental Pressure dan Pulse Volume Recordings (PVR) Pulse volume
recording (PVR) yang juga disebut plethysmography merupakan suatu tes yang
mengukur aliran darah arteri pada ekstremitas bawah dimana pulsasi yang
mewakili aliran darah pada arteri diperlihatkan oleh monitor dalam bentuk
gelombang. PVR juga dapat digunakan pada pasien PAD yang mengalami
kalsifikasi pada arteri bagian medial (ABI > 1,30) yang biasa ditemukan pada
pasien usia tua, pasien yang menderita diabetes cukup lama atau pasien yang
menderita penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat, PVR juga
dapat memprediksi apakah kaki yang terkena PAD ini memiliki cukup aliran darah
atau tidak untuk bertahan atau jika akan dilakukan amputasi pada kaki tersebut.
Interpretasi dari tes ini dapat menyediakan informasi mengenai derajat obstruksi
PAD secara spesifik. Pada arteri yang masih sehat, gelombang pulsasi akan
terlihat tinggi dengan puncak yang tajam yang menunjukkan aliran darah
mengalir dengan lancar. Namun jika arteri tersebut mengalami penyempitan atau
obstruksi maka akan terlihat gelombang yang pendek dan memiliki puncak yang
kecil dan datar. Tingkat keakuratan pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis
PAD berkisar antara 90-95%.
Ultrasonografi dupleks

Ultrasonografi dupleks memiliki beberapa keuntungan dalam menilai sistem arteri


perifer. Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak memerlukan bahan kontras yang
nefrotoksik sehingga alat skrining ini digunakan untuk mengurangi kebutuhan
akan penggunaan angiografi dengan kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas
diagnostik ini juga dapat digunakan sebagai alat pencitraan tunggal sebelum
dilakukan intervensi pada sekitar 90% pasien dengan PAD dimana sensitivitas
dan spesifisitas untuk mendeteksi dan menentukan derajat stenosis pada PAD
berkisar antara 70% dan 90% (Favaretto et al, 2007) Dupleks ultrasonografi juga
dapat menggambarkan karakteristik dinding arteri sehingga dapat menentukan
apakah pembuluh darah tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak.
Selain itu, alat ini juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu plak
pada arteri tersebut merupakan suatu resiko tinggi terjadinya embolisasi pada
bagian distal pembuluh darah pada saat dilakukan intervensi endovascular.

Computed Tomographic Angiography (CTA)

Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah berkembang


seiring perkembangan multidetector scanner (16- atau 64-slice).Sensitivitas dan
spesifisitas alat ini untuk mendeteksi suatu stenosis 50% atau oklusi adalah
sekitar 95-99%. Seperti halnya ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan
gambaran dinding arteri dan jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya
aneurisma arteri perifer, karakteristik plak, kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak
yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis dan fraktur stent. CTA
tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada pasien dengan
insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani dialysis.

Magnetic Resonance Angiography (MRA)

MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko rendah terhadap


kejadian gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki rekomendasi dari ACC/AHA
(Class I Level of Evidence A)ini dapat memberikan gambaran pembuluh darah
yang hampir sama dengan gambaran pembuluh darah pada pemeriksaan
angiografi (Hirsch et al, 2006). Modalitas pemeriksaan ini tidak menggunakan
radiasi dan media kontras yang digunakan (gadolinium-based contrast) tidak
terlalu nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan pada CTA
maupun angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk mendeteksi
stenosis arteri dibandingkan dengan angiografi kontras adalah sekitar 80-90%.

Contrast Angiography

Walaupun MRA merupakan modalitas pemeriksaan yang cukup aman dan


merupakan teknologi yang cukup menjanjikan namun pemeriksaan yang masih
merupakan standar baku emas untuk mendiagnosis PAD adalah angiografi
kontras.Pemeriksaan ini menyediakan informasi rinci mengenai anatomi arteri
dan direkomendasikan oleh ACC/AHA (Class I, Level of Evidence A) untuk
pasien PAD khususnya yang akan menjalani tindakan revaskularisasi. Seperti
halnya pemeriksaan yang menggunakan media kontras, prosedur angiografi
kontras juga memerlukan perhatian khusus mengenai resiko terjadinya nefropati
kontras. Pasien dengan insufisiensi ginjal sebaiknya mendapatkan hidrasi yang
cukup sebelum tindakan. Pemberian n-acetylcysteinesebelum dan setelah
tindakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal (serum kreatinin lebih dari 2,0
mg/dl) dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan perburukan fungsi ginjal.
Selain itu pasien diabetes yang menggunakan obat metformin memiliki resiko
menderita asidosis laktat setelah angiografi. Metformin sebaiknya dihentikan
sehari sebelum tindakan dan 2 hari setelah tindakan untuk menurunkan resiko
asidosis laktat. Insulin dan obat hipoglikemik oral sebaiknya dihentikan
penggunaannya pada pagi hari menjelang tindakan. Evaluasi klinis termasuk
pemeriksaan fisik dan pengukuran fungsi ginjal direkomendasikan untuk
dilakukan dua minggu setelah prosedur angiografi untuk mendeteksi adanya efek
samping lanjut seperti perburukan fungsi ginjal atau adanya cedera pada daerah
akses kateter pembuluh darah

Pemeriksaan laboratorium dievaluasi kondisi hidrasi, kadar oksigen darah, fungsi


ginjal, fungsi jantung dan kerusakan otot.
Diperiksa foto toraks untuk melihat kardiomegali,
Hematokrit untuk melihat polisitemia,
Analisa urine untuk melihat protein dan pigmen untuk melihat mioglobin di urine.
Creatinine phosphokinase untuk menilai nekrosis.
Ultrasonografi abdomen untuk mencari aneurisma aorta abdominal.
Arteriografi dapat mengetahui dengan jelas tempat sumbatan dan penyempitan.

8; PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan PAD adalah untuk mengurangi gejala klinis seperti


klaudikasio, meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya komplikasi,
serangan penyakit jantung , stroke dan amputasi . pengobatan dilakukan
berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, faktor resiko dan dari hasil
pemeriksaan klinis dan penunjang. 3 pendekatan utama pengobatan PAD
adalah dengan mengubah gaya hidup, terapi farmakologis dan jika dibutuhkan,
dilakukan terapi intervensi dengan operasi.

Terapi Non-farmakologi
1. Perubahan pola hidup
- Berhenti merokok
- Menurunkan berat badan pada penderita obesitas (diet dan olahraga)
- Menurunkan tekanan darah
- Menurunkan kadar kolesterol dalam darah
- Menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes
- Olahraga teratur

2. Terapi suportif

- Perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan memberikan
krim pelembab.
- Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pasa dari bahan sintetis yang
berventilasi
- Hindari penggunaan bebat plastik karena mengurangi aliran darah ke kulit
- Latihan fisik (exercise) berupa jalan-jalan kaki kira-kira selama 30-40 menit

Terapi farmakologis
Terapi Farmakologi Dapat diberikan untuk menurunkan faktor resikoyang ada
seperti menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk mengobati
diabetes. Selain itu, terapi farmakologis juga diberikan untuk mencegah
terjadinya thrombus pada arteri yang dapat menyebabkan serangan jantung,
stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien ketika berjalan.

Anti cholesterol
Terapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya gejala
klaudikasio intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini pertama. HMG-Co
A reductase inhibitor (Simvastatin) secara signifikan mengurangi tingkat kejadian
kardiovaskular iskemik sebesar 23%. Beberapa laporan telah menunjukkan
bahwa statin juga meningkatkan jarak berjalan bebas rasa sakit dan aktivitas
rawat jalan
Anti hipertensi
Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik thiazide, beta blocker,
angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin receptor blocker
(ARB), dan calcium channel blockers semua efektif. Penggunaan beta blockers
aman dan efektif; mengurangi kejadian koroner baru sebesar 53% pada mereka
dengan MI sebelumnya dan gejala PAD yang bersamaan.
Anti platelet
Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI, stroke dan
kematian vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines telah
merekomendasikan penggunaan antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to 325 mg daily,
or clopidogrel, 75 mg daily) pada pasien PAD dengan aterosklerosis pada
ekstrimitas bawah.
Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase inhibitor yang
menghambat agregasi platelet, pembentukan thrombin dan proliferasi otot polos
pembuluh darah, memicu vasodilatasi dan meningkatkan HDL dan menurunkan
kadar TG. Pedoman ACC / AHA telah memberikan cilostazol sebagai
rekomendasi grade IA kelas untuk pasien dengan klaudikasio intermiten dengan
dosis 100 mg dua kali sehari (diminum pada saat perut kosong setidaknya jam
sebelum atau 2 jam setelah sarapan dan makan malam). Efek samping yang
umum dari cilostazol termasuk sakit kepala (30% pasien), diare dan gangguan
lambung (15%), dan palpitasi (9%). Efek samping hanya berjangka pendek dan
jarang dilakukan penghentian obat. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan
gagal jantung.

Operasi
1. Angioplasti
Tujuannya untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau membuka
sumbatan dengan cara mendorong plak ke dinding arteri.

2. Operasi By-pass
Bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat diatasi dengan
angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini biasanya bebas dari gejala
dan tidak mengalami komplikasi apapun sesudahnya
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN POAD

A; Pengkajian
Tanda dan gejala klinis akibat proses aterosklorosis tergantung pada
organ atau jaringan yang terkena. Adanya penyakit yang terkena arteri oklusif,
lokasi dan beratnya di tegakkan dengan riwayat gejala pada pasien dan dengan
pemeriksaan fisik. Warna dan denyut nadi di palpasi. Kuku mungkin menebal dan
keruh, kulit mengkilat, atropi, dan kering dengan pertumbuhan rambut yang
jarang.
1; Data subjektif
a; Kaudifikasi intermiten : jalan pincang setelah melakukan gerakan badan,
terutama jalan, rasa nyeri atau keram padabetis, punggung bawah, paha, kaki,
yang dapat timbul ketika berjalan, dan hilangnya rasa nyeri, ketika istirahat.
b; Iskemia pada ekstermitas : adanya rasa nyeri sekalipun ketika istirahat, rasa
kebas pada betis atau kaki.
2; Data objektif
a; Nadi pada kedua ekstermitas bawah terapa pada kedua tungkai
b; Pengisian kapiler lama (3 detik) atau tidak ada pengisisan kapiler
c; Warna kulit pucat, sianosis
d; Adanya gangger pada jari-jari kaki, tumit kaki.

B; Diagnosa keperawatan
1; Nyeri akutberhubungan dengan iskemia otot
Batasan katraktaristik :
a; Diaphoresis
b; Dilatasi pupil
c; Ekspresi wajah nyeri (missal : mata kurang bercahaya, tanpak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu focus, meringgis)
d; Focus menyempit (missal : perswpsi waktu, proses berpikir, intraksi dengan
orang lain dan lingkungn)
e; Focus pada dirisendiri
f; Mengeksfresikan prilaku (missal : gelisah, merengek, menangis, waspada,)
g; Putus asa
h; Perubahan selera makaneri
i; Sikap melindunggi areany

Faktor yang berhubungan :


a; agens cidra biologis ( infeksi, iskemia, neoplasma )
b; agens cidra fisik (abses, amputasi, luka bakar, terpotong mengangkat berat,
prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan.)
c; agens cidra kimiawi ( luka bakar, metilen klorida)
2; perubahan perpusi jaringan perifer berhubungan dengan penghentian aliran
darah arteri
3; resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
4; intoleransi behubungan dengan klaudukas
C; INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tijuan dan KH Intervensi

1 Nyeri akutSetelah di lakukanLokasi nyeri, catat lokasi,


berhubungan perawatan di harapkan nyerikarakteristik, beratnya
dengan iskemiahilang, denagn keriteria(skala 0-10) selidiki dan
otot hasil : laporkan perubahan nyeri
Melaporkan nyyeri hilang /
dengan tepat.
terkontrol Dorong ambulasi dini
Tanpak rileks, mampuBerikan aktifitas hiburan
Kolaborasi pemberian
itirahat dengan tepat.
analgetik sesusai indikasi.
2 Perubahan perpusiSetelah di lakukanKaji fungsi alat-alat
jaringan periferperawatan di harapkanseperti alat penurunan
berhubungan perubahan perfusi jaringantekanan
Perawatan area insisi
dengan teratasi.
Keriteria hasil : (NIC) infeksi adanya
penghentian aliran
Mampu mengidentifikasi
kemerahan,
darah arteri
faktor-fatror yang
pembengkakan atau
meningkatkan sirkulasi
adanya tanda2 dehidrasi
perifer.
atau pada area insisi.
Mengidentifikasi perubahan
Perawatan luka : infeksi
gaya hidup yang perlu
luka pada setiap
Mengidentifikasi cara medis,
mengganti balutan
diet, pengobatan, aktivitas
Kaji luka terhadap
yang meningkatkan
karakteristik tersebut:
vasodilatasi.
lokasi, luas dan
kedalaman
3 Resiko kerusakanSetelah di lakukan1. instruksikan individu
integritas kulitperawatan di harapkandalam alasan untuk
berhubungan resiko kerusakan integritasprogram
dengan kulit teratasi . 2. ajarkan individu untuk
Kereiteria hasil:
berhubungan menghindari kelelahan
-integritas kulit yang baik
dengan perubahan 3. instruksikan untuk
bias di pertahankan
sirkulasi -melaporkan adanyamenghindari peningkatan
gangguan sensasi ataudalam latihan sampai di
nyeri pada daerah kulit yangkaji oleh dokret terhadap
mengalami gangguan. masalah jantung
4. pasikan kembali
individu yang berjalan
tidak melakukan
pembuluh darah atau otot.
4 Intoleransi aktifitasSetelah di lakukan tindakanKaji tingkat kemampuan
berhubungan keperawatan selamadiklien dalam melakukan
dengan klaudikasi harapkan pasien tidakgerak
Rencanakan
mengalami injuri
Keriteria hasil : tentangpemberian
Pasien mampu
program latihan sesui
mengidentifikasikan faktor2
kemampuan pasien
resiko dan kekuatan individuBerikan diit tinggi kalsium
Anjurkan klien tentang
yang mempengaruhi
bagaiman melakukan
toleransi terhadap aktifitas.
Berfartisifikasi dalamaktifitas sehari hari
Libatkan keluarga untuk
program rehabilitas untuk
melatih mobilitas klien.
meningkatkan kemampuan
untuk beraktifitas
Mampu memilih beberapa
alternative untuk
mempertahankan tingkat
aktifitas.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito.(2000). Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6. Jakarta :
EGC

Doenges.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta : EGC

Price & Wilson.(1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4. Jakarta


: EGC
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai