KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Peripheral Artery Disease (PAD) adalah suatu penyakit dimana
terganggunya atau tersumbatnya aliran darah dari atau ke jaringan organ.
Sumbatan itu disebabkan oleh plak yang terbentuk di arteri yang membawa
darah ke seluruh anggota tubuh. Plak ini terdiri atas lemak, kalsium, jaringan
fibrosa dan zat lain di dalam darah (Prasetyo, 2003).
Menurut Fran (2004), Peripheral Artery Disease (PAD) adalah semua
penyakit yang menyangkut sindrome arterial non koroner yang disebabkan
oleh kelainan struktur dan fungsi arterial yang mengaliri otak, organ viseral
dan keempat ekstremitas.
B. Etiologi
PAD umumnya akibat aterosklerosis yaitu terbentuknya plak pada
pembuluh darah yang membentuk blok sehingga mempersempit dan
melemahkan pembuluh darah.
Penyebab lain PAD antara lain :
1. Gumpalan atau bekuan darah yang dapat memblokir pembuluh darah,
2. Diabetes dalam jangka panjang, gula darah yang tinggi dapat merusak
pembuluh darah. Penderita DM juga memiliki tekanan darah yang tinggi
dan lemak yang banyak dalam darah sehingga mempercapat
perkembangan aterosklerosis,
3. Infeksi Arteri (arteritis),
4. Cidera, bisa terjadi akibat kecelakaan,
5. Hiperlipidemia,
6. Perokok,
7. Hipertensi,
8. Obesitas dan lain-lain.
C. Klasifikasi/Tingkatan Penyakit
Fontaine
Rutherford classification
classification
Stage Symptoms Grade Category Symptoms
I Asymptomatic 0 0 Asymptomatic
Intermittent I 1 Mild
II claudication claudication
I 2 Moderate
claudication
I 3 Severe
claudication
III Ischaemic rest II 4 Ischaemic rest
pain pain
Ulceration or III 5 Minor tissue
IV gangrene loss
III 6 Mayor tissue
loss
D. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya aterosklerosis pada PAD sama seperti yang terjadi
pada arteri koronaria. Proses aterosklerosis lebih sering terjadi pada
percabangan arteri, tempat yang turbulensinya meningkat dan kerusakan
tunika intima. Aterosklerosis pembuluh darah distal lebih sering terjadi pada
pasien usia lanjut dan diabetes mellitus. Aterosklerosis menyebabkan
terbatasnya aliran darah arteri sehingga dapat menimbulkan iskemia karena
terdapat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan.
Pada PAD, arteri yang terganggu tidak dapat berespon terhadap stimulus
untuk vasodilatasi. Selain itu, endotel yang mengalami disfungsi pada
aterosklerosis tidak dapat melepaskan substansi vasodilator seperti adenosin
serta nitrit oksida dalam jumlah yang normal. Jika aterosklerosis atau stenosis
terjadi sedemikian parah hingga menyebabkan tidak tercukupinya suplai
darah atau oksigen bahkan pada saat istirahat, akan terjadi kegawatan pada
tungkai karena berpotensi besar terjadi nekrosis jaringan dan ganggren.
Iskemia yang terjadi secara intermiten lama kelamaan dapat menyebabkan
perubahan struktur dan fungsi otot seperti denervasi dan drop out. Hilangnya
serat-serat otot dapat menyebabkan penurunan kekuatan serta atropi otot.
Selain itu, serat-serat otot yang masih dapat digunakan sebenarnya juga sudah
mengalami abnormalitas metabolisme oksidatif pada mitokondria.
E. Manifestasi Klinis
1. Gejala yang tampak :
a. Rasa nyeri pada kaki
b. Denyut nadi lemah
c. Perubahan suhu tubuh.
d. Bulu kaki rontok
2. Gejala yang tidak tampak
90% hanya bisa diketahui dari ABI.
3. Gejala Non Spesifik
a. Kulit dingin, kulit mengkilat
b. Kuku menebal
c. Kurangnya rambut atau bulu kaki
d. Nyeri di dada atau leher
e. Pingsan
f. Kebingungan, sulit untuk melihat pada satu atau kedua mata
g. Kehilangan koordinasi
h. Sakit kepala mendadak
F. Komplikasi
1. Iskemia berat dan nekrosis
2. Ulserasi kulit
3. Gangren yang dapat di ikuti oleh amputasi tungkai
4. Kerusakan pertumbuhan kuku dan rambut
5. Stroke atau serangan iskemia sepintas (TIA)
6. Emboli perifer atau sistemik
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lanjutan yang diperlukan pada kecurigaan adanya PAD
adalah pengukuran anklebrachial index (ABI) yang merupakan rasio tekanan
sistolik pada ankle (kaki) serta brachial (lengan). ABI dianggap normal
apabila ≥1.0 sedangkan indeks kurang dari 0.9 dapat membantu menegakan
diagnosis PAD. Pada kondisi tersebut pasien seringkali sudah mengeluhkan
klaudikasio. Sementara itu, jika indeks sudah mencapai <0.5, pasien biasanya
sudah mengalami klaudikasio pada saat istirahat.
Beberapa tes lain yang dapat digunakan untuk menilai perfusi perifer
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Ankle Brachial Indeks
Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk
mendeteksi adanya PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI
merupakan pengukuran non-invasif ABI didefinisikan sebagai rasio
antara tekanan darah sistolik pada kaki dengan tekanan darah sitolik
padalengan. Kriteria diagnostik PAD berdasarkan ABI diinterpretasikan
sebagai berikut:
A. Pengkajian
1. Data Biografi
Nama : Ny. S
Umur : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Urip Sumoharjo / 085255051039
Tgl MRS : 24 Oktober 2013
Ruangan : CVCU bed 5
No. Rekam Medik : 532314
2. Keluhan Utama
Keluhan Utama : Nyeri pada kaki kanan dan kiri
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Anamnesis Terpimpin :
Di alami sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, Pasien
mengeluh sulit menggerakkan kakinya. Awalnya pasien mengeluh nyeri
ketika berjalan, nyeri dirasakan seperti tertusuk- tusuk pada bagian
bawah lututnya yang menjalar hingga ke ujung kaki. Nyeri dirasakan
secara terus menerus walaupun sedang beristirahat.
5. Keadaan Umum
Pasien tampak berbaring di ranjang CVCU RS. Wahidin
Sudirohusodo dengan penurunan kesadaran, keadaan (somnolen), sakit
sedang, keadaan gizi cukup (Status Presens : Sakit Sedang/Gizi
Cukup/uncompos Mentis)
6. Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Heart Rate : 120x / menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu ( axilla) : 36,5 º C
7. Pemeriksaan Fisis
a. Kepala dan Leher :
Mata : Anemis (-), Ikterus (-)
Bibir : Sianosis (-)
Leher : DVS R+2 cmH20, deviasi trachea (-)
b. Thorax :
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Massa tumor(-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Batas paru-hepar ICS IV anterior kanan
Auskultasi : BP : Vesikuler
BT : Ronki - /-, Wheezing -/-
c. Jantung
Inspeksi : Apex Cordis tidak tampak
Palpasi : Apex Cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kanan linea parasternal kanan,
batas jantung kiri 1 jari ke lateral dari linea
midclavicularis kiri ICS V
Auskultasi : BJ I/II murni regular, bising (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), Hepar dan Lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani (+), Ascites (-)
e. Ekstremitas
Ekstremitas superior kanan dan kiri :
Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada
Ekstremitas Inferior kanan dan kiri :
Inspeksi : Edema (+) bulla (+)
Palpasi : teraba dingin pada regio cruris, dorsum pedis, dan plantar
pedis. Pulsasi arteri poplitea (-), pulsasi arteri dorsalis pedis (-)
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Interpretasi EKG
Irama dasar : asinus
P wave : tidak ditemukan
Heart rate : 170 x/menit, irreguler
PR interval : tidak ditemukan
Axis : Right Axis Deviation (+120)
QRS complex : 0,06 sec
Kesimpulan : irama asinus, HR 170 x/menit, Right axis
Deviation, Atrial Fibrilasi
RUJUKAN
Kesan :
poplitea
9. Data subjektif
B. Diagnosis Keperawatan
1) Nyeri kronis berhubungan dengan iskemia otot.
2) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah arteri.
3) Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan klaudikasi.
C. Intervensi Keperawatan
D. Evaluasi
1. Nyeri Berkurang.
2. Mengidentifikasi / melakukan pola hidup yang benar dan perubahan
perilaku untuk meningkatkan sirkulasi.
3. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktunya / penyembuhan lesi
terjadi.
4. Dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, Yuli Reni. 2015. BUKU AJAR: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskuler Aplikasi NIC Dan NOC. Jakarta: EGC