Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II

GAGAL JANTUNG

DISUSUN OLEH
KELOMPOK : III (TIGA)
NAMA : DEBY MARISKA SUNE
NIM : 2022142015

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI, DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
2023
A. JUDUL PRAKTIKUM
Gagal Jantung
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum bertujuan agar mahasiswa mampu :
1. Mengidentifikasi masalah terkait obat (Drug Related Problem) pada kasus
penyakit gagal jantung
2. Memberikan rekomendasi terapi, pemantauan terapi serta informasi dan
edukasi yang tepat pada kasus penyakit gagal jantung
C. KASUS
1. Deskripsi pasien
Seorang wanita berusia 50 tahun datang ke Rumah Sakit Abdul Moeloek
(RSAM) bulan Mei 2014
2. Keluhan utama
Sesak napas sejak satu bulan terakhir, yang terasa memberat sejak satu
minggu SMRS. Sesak napas dirasakan bertambah dengan aktivitas ringan
seperti mandi atau berjalan kurang lebih sejauh sepuluh meter dan sedikit
berkurang pada saat pasien istirahat. Pasien juga sering merasakan tiba-tiba
terbangun pada malam hari karena sesak dan lebih nyaman tidur dengan dua
sampai tiga bantal hingga posisi setengah duduk. Keluhan disertai batuk
berdahak, dahak bewarna putih berbuih, dan batuk lebih sering dirasakan
pada malam hari saat akan tidur. Keluhan juga disertai nyeri dada sebelah
kiri yang terasa berat serta dada terasa berdebar-debar. Pasien menyatakan
tungkai mulai membengkak dirasakan sejak keluhan sesak timbul. Pasien
mengaku sebelumnya sering mengeluh cepat lelah pada aktifitas, namun
keluhan sesak seperti yang dirasakannya sekarang baru dialaminya sebulan
terakhir
3. Riwayat penyakit dahulu
 Sesak napas sejak1 bulan lalu
 Hipertensi sejak 25 tahun yang lalu
 Diabetes melitus 8 tahun yang lalu
4. Riwayat penggunaan obat
 Oksigen nasal 2 - 3 L/menit
 Captopril 3 x 12,5 mg
 Furosemide 3 x 20 mg iv
 Spironolactone 1 x 12,5 mg
 Bisoprolol 1 x 1,25 mg
 Aspirin 1 x 75 mg
 Isosorbide dinitrate 3 x 5 mg sublingual
 Terapi insulin
5. Riwayat penyakit keluarga
-
6. Riwayat social
-
7. Riwayat alergi
-
8. Pemeriksaan fisik
 Tekanan darah 200/110 mmhg
 Laju nadi 102x/menit reguler
 Laju napas 27x/menit
 Suhu afebris
 Batas jantung kanan 1 jari lateral linea parasternalis dekstra pada ICS IV
 Bunyi jantung I dan II reguler, terdengar pansistolik murmur grade 2/6 di
apeks, dan tidak terdengar gallop
 Edema pada kedua ekstremitas inferior
9. Pemeriksaan penunjang medik
 Hb : 9,1 g/dl
 Leukosit : 6.900/ul
 Trombosit : 167.000
 Ureum : 104 mg/dl
 Kreatinin : 3,5 mg/dl
 Gds : 164 mg/dl
 Protein urin : 500 mg/dl
 Glukosa urin : 100 mg/dl
 Darah samar urin : 150/ul
 Leukosit dalam urin : 1-2/LBP
 Eritrosit dalam urin : 5-10/lpb
 HR : 96x/menit
D. TINJAUAN PUSTAKA
Gagal jantung dapat diartikan sebagai abnormalitas dari fungsi struktural jantung atau
sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai dengan yang
dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal atau adanya
peningkatan tekanan pengisian (Mc Murray, JJV., dkk., 2012).
Menurut ESC (European Society of Cardiology), gagal jantung didefinisikan suatu
sindrom yang karakteristiknya terdiri dari beberapa gejala seperti nafas pendek,
menetapnya batuk dan wheezing, pergelangan kaki bengkak dan mudah lelah, terdapat
tekanan vena jugularis, terdapat pulmonary crackles, meningkatnya frekuensi nadi serta
terdapat edema perifer (Lainscak, M., dkk., 2017).
Etiologi gagal jantung menurut beberapa penelitian penyakit jantung disebabkan oleh
beberapa hal yaitu :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Konsumsi garam berlebihan
4. Keturunan
5. Hiperaktivitas system syaraf simpatis
6. Stress
7. Obesitas
8. Olahraga tidak teratur
9. Merokok
10. Konsumsi alkohol dan kopi berlebihan
11. Hipertensi
12. Ischaemic heart disease
13. Konsumsi alcohol
14. Hypothyroidsm
15. Penyakit jantung kongenital (defek septum, atrial septal defek, ventrical septal
defek)
16. Kardiomiopati (dilatasi, hipertropik, restriktif)
17. Infeksi juga dapat memicu timbulnya gagal jantung
Macam macam gagal jantung menurut Aru (2006) :
a. Gagal Jantung Akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau
tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik
atau disfungsi diastolik. Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan
gejala dan penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG,
foto thoraks, biomarker dan ekokardiografi Doppler. Pasien segera
diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik.
b. Gagal Jantung Kronik
Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, dimanater dapat kegagalan
jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Gagal jantung
kronis juga didefinisikan sebagai sindroma klinik yang komplek yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak, fatique baik dalam keadaan istirahat maupun
beraktifitas
Faktor resiko gagal jantung menurut Ford, I, dkk (2015) :
1. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada
ventrikel kiri, infark miokard, obesitas, diabetes
2. Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal kronik,
albuminuria, anemia, stres, gaya hidup yang buruk
3. Sistem imun yaitu adanya hipersensitivitas
4. Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri
5. Zat toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin,
siklofosfamid, 5 Fluorouracil), terapi target kanker (transtuzumab, tyrosine
kinase inhibitor), NSAID, kokain, alcohol
6. Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga
Klasifikasi gagal jantung menurut ACC (The American College of Cardiologi)
atau AHA (American Heart Association) dilihat berdasarkan struktur dan kerusakan
otot jantung dibagi menjadi 4 kelas yaitu : (Lainscak M, dkk, 2017)
a. Kelas A : pasien memiliki resiko tinggi untuk berkembangnya gagal jantung
tetapi belum menunjukkan adanya kelainan struktural dan fungsional jantung
serta belum terdapat gejala gagal jantung
b. Kelas B : pasien dengan kelainan struktural jantung yang berhubungan dengan
berkembangnya gagal jantung, tetapi tanda atau gejala gagal jantung belum
tampak
c. Kelas C : pasien yang memiliki gejala gagal jantung yang berhubungan dengan
kerusakan struktural jantung yang dideritanya
d. Kelas D : pasien yang memiliki gejala gagal jantung dan terdapat kerusakan
jantung yang parah. Pasien ini sulit diterapi
Sedangkan klasifikasi gagal jantung menurut NYHA (New York Heart
Association) yang mendeskripsikan gagal jantung berdasarkan gejala dan penurunan
aktivitas fisik dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu : (Lainscak, M., dkk., 2017)
a. Kelas 1 : pasien tidak ada keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik. Gejala
seperti sesak nafas, kelelahan atau palpitasi tidak ada selama melakukan aktivitas
fisik biasa
b. Kelas 2 : pasien dengan sedikit keterbatasan aktivitas fisik. Gejala seperti sesak
nafas, kelelahan atau palpitasi ada selama melakukan aktivitas fisik biasa
c. Kelas 3 : pasien dengan keterbatasan dalam melakukan berbagai aktivitas. Gejala
timbul saat melakukan berbagai aktivitas tetapi dapat membaik saat beristirahat
d. Kelas 4 : pasien dengan keterbatasan dalam melakukan berbagai aktivitas. Gejala
timbul meskipun sedang beristirahat.
Klasifikasi gagal jantung menurut European Society of Cardiology (ESC) dibagi
menjadi 3 tipe yaitu : (Ponikowski, P., dkk., 2016).
a. HFrEF (Heart Failure reduced Ejection Fraction) yaitu gagal jantung dengan
fraksi ejeksi < 40%
b. HFmrEF (Heart Failure mid-range Ejection Fraction) yaitu gagal jantung
dengan fraksi ejeksi rentang 40%-49%
c. HFpEF (Heart Failure preserved Ejection Fraction) yaitu gagal jantung dengan
fraksi ejeksi rentang > 50%
Terapi Gagal Jantung (PERKI, 2020)
a. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACE-I)
ACE-I harus diberikan pada semua pasien gagal jantung kecuali ada
kontraindikasi. ACE-I memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup.
b. Penyekat Reseptor Angiotensin II (ARB)
Penyekat reseptor angiotensin II (angiotensin receptor blocker/ARB)
merupakan golongan obat yang berfungsi untuk menghambat perlekatan
angiotensin-II pada reseptor angiotensin II tipe 1 yang berada di sel
endotel. ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi ventrikel kiri.
c. Penghambat Nefrilisin dan Reseptor Angiotensin (ARNI)
Penghambat nefrilisin dan reseptor angiotensin (ARNI) merupakan obat
yang berisi kombinasi dari sacubitril dan valsartan dalam satu molekul.
Valsartan merupakan obat dari golongan ARB yang berfungsi
menghambat ikatan angiotensin-II dengan reseptor angiotensin II tipe 1
yang berada di sel endotel. Sedangkan sacubitril merupakan penghambat
enzim nefrilisin yang berfungsi mendegradasi peptida natriuretik menjadi
bentuk inaktif. Nefrilisin juga berfungsi untuk memperbaiki remodelling
miokard, diuresis dan natriuresis serta mengurangi vasokontriksi, retensi
cairan dan garam.
d. Penyekat Reseptor Beta Adrenergik
Obat golongan penyekat-β (beta blocker) merupakan obat yang bekerja
menghambat perlekatan neurotransmitter adrenergik yang meningkat pada
kondisi gagal jantung. Reseptor β terdapat di jantung dan pembuluh darah.
Obat-obatan golongan BB direkomendasikan sebagai obat utama HfrEF
bersamaan dengan penghambat SRAA, antagonis aldosteron dan obat
golongan penghambat SGLT2. Kecuali terdapat kontraindikasi, BB harus
diberikan pada semua pasien HFrEF dengan atau tanpa tanda dan gejala
gagal jantung. BB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
menurunkan kejadian aritmia, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan menurunkan mortalitas.
e. Antagonis Aldosteron
Obat golongan antagonis aldosteron atau yang biasa dikenal dengan
antagonis reseptor mineralokortikoid (mineralocorticoid receptor
antagonist/MRA) berfungsi untuk menghambat sekresi aldosteron (suatu
hormon mineralokortikoid yang diproduksi oleh zona glomerulosa korteks
adrenal) dari reseptornya di tubulus ginjal. Obat ini menurunkan
reabsorbsi natrium dan air, serta menghambat ekskresi kalium di tubulus
distal dan duktus kolektivus ginjal. Obatobatan golongan antagonis
aldosteron direkomendasikan sebagai obat utama HFrEF bersamaan
dengan penghambat renin angiotensin, penyekat-β dan obat golongan
penghambat SGLT2.75 Kecuali terdapat kontraindikasi, penambahan obat
antagonis aldosteron harus diberikan harus diberikan pada semua pasien
HFrEF dengan atau tanpa tanda dan gejala gagal jantung. Antagonis
aldosteron dapat mengurangi frekuensi rawat ulang karena 26 perburukan
gagal jantung dan meningkatkan angka kesintasan pasien.
E. PENATALAKSANAAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Penyelesaian metode SOAP
No Problem Terapi Saat Ini Subyektif & Assesment Plan
Medik Obyektif
 Heart failure  Oksigen nasal Subyektif Pengobatan polifarmasi yang tidak Farmakologi
NYHA class 2 - 3 L/menit Seorang wanita efektif dalam menangani  Valsartan 1 x 80 mg/hari
IV et causa  Captopril 3 x datang 50 tahun ke permasalahan pada kasus serta PO
hipertensive 12,5 mg RS dengan keluhan terdapat beberapa interaksi obat  Bisoprolol 1 x 1,25 mg/hari
heart disease  Furosemide 3 sesak napas sejak 1  Gagal jantung adalah suatu PO
(HHD) x 20 mg iv bulan terakhir, keadaan dimana jantung tidak  Ivabradine 2 x 5 mg/hari
 DM tipe II  Spironolactone dengan keluhan sesak dapat memompa darah yang PO
 Efusi pleura 1 x 12,5 mg nafas sejak 1 bulan mencukupi untuk kebutuhan  Spironolactone 1 x 12,5
bilateral dan  Bisoprolol 1 x terakhir terjadi tubuh. Gagal jantung kongestif mg/hari PO
anteroseptal 1,25 mg dimalam hari, batuk adalah gagal jantung kanan dan  Dapagliflozin 1 x 5 mg/hari
miocardiac  Aspirin 1 x 75 berdadak bewarna kiri. Gagal jantung kanan terjadi PO
infarct mg putih berbuih, nyeri kelainan yang melemahkan pada  Asam Folat 1 x 5 mg/hari PO
dada sebelah kiri dan ventrikel kanan seperti Non Farmakologi
 Isosorbide
jantung berdebar, hipertensi pulmonal  Meningkatkan
dinitrate 3 x 5 kepatuhan
udem pada tungkai, primer/sekunder, tromboemboli
mg sublingual cepat lelah paru kronik sehingga terjadi berobat
 Terapi insulin Obyektif kongesti vena sistemik yang  Menjaga berat badan seperti
 TD : 200/110 menyebabkan edema perifer, obesitas dan malnutrisi
mmhg hepatomegali, dan distensi vena  Meningkatkan asupan cairan
 Nadi : 102x/menit jugularis. Sedangkan pada gagal  Melakukan latihan fisik dan
 RR : 27x/menit jantung kiri terjadi akibat aktivitas ringan
 Suhu afebris kelemahan pada ventrikel kiri,  Menghentikan kebiasaan
 Hb : 9,1 g/dl meningkatkan tekanan vena merokok dan mengkonsumsi
pulmonal dan paru alkohol
 Leukosit : 6.900/ul
menyebabkan pasien sesak  Serta diet rendah garam dan
 Trombosit :
nafas dan ortopnea (Baim, retriksi cairan harian
167.000
2008).
 Ureum : 104 mg/dl
 Gagal jantung dapat dibagi
 Kreatinin 3,5 mg/dl
menjadi gagal jantung kiri dan
 Gds : 164 mg/dl
gagal jantung kanan. Gagal
 Protein urin : 500
jantung juga dapat dibagi
mg/dl
menjadi gagal jantung akut,
 Glukosa urin : 100
gagal jantung kronis
mg/dl
dekompensasi, serta gagal
 Darah samar urin : jantung kronis.
150/ul  Beberapa sistem klasifikasi
 Leukosit dalam telah dibuat untuk
urin: 1-2/LBP mempermudah dalam
 Eritrosit : 5-10/lpb pengenalan dan penanganan
 HR : 96x/menit gagal jantung. Sistem klasifikasi
tersebut antara lain pembagian
berdasarkan Killip yang
digunakan pada Infark Miokard
Akut, klasifikasi berdasarkan
tampilan klinis yaitu klasifikasi
Forrester, Stevenson dan
NYHA
Pembahasan
Gagal jantung diartikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen sehingga metabolisme mengalami penurunan (Bachrudin & Najib,
2016). Menurut Perkeni 2020 gagal jantung diklasifikasikan menjadi 2 kategori
yaitu kelainan structural jantung atau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan
kapasitas fungsional dari New York Heart Association (NYHA).
Pada kasus ini pasien di diagnosis Heart Failure NYHA Grade IV dan
diabetes melitus sejak 8 tahun lalu, serta menderita penyakit hipertensi sejak 25
tahun yang lalu. Terapi utama untuk pasien gagal jantung yaitu
ACEI/ARB/ARNI, beta bloker, Mineraloreseptor antagonis (MRA) (Perkeni,
2020). Dalam hal ini pasien telah mendapat terapi Captopril golongan ACEI,
Furosemide dan Spironolactone golongan diuretic, serta bisoprolol merupakan
golongan beta blocker. Berdasarkan hal ini terapi Captopril diganti dengan
Valsartan golongan ARB, karena menurut Dipiro et al (2015), ARBs memiliki
efek samping yang lebih rendah dibandingkan antihipertensi golongan ACE
inhibitor seperti diantaranya dapat menyebabkan infusiensi ginjal,
hyperkalemia dan hipotensi ortostatik. Zat – zat atau obat - obatan golongan
ARBs ini memiliki daya lindung ginjal terhadap kerusakan lebih lanjut
terutama pada pasien DM tipe 2 dan dapat memperlambat terjadinya
albuminuria pada penderita.
Kemudian terapi Furosemid sebelumnya diganti dengan Spironolactone,
karena berdasar ESC (2012), spironolactone merupakan rekomendasi kelas I
dan tingkat kepercayaan level A untuk gagal jantung sistolik. Spironolactone
merupakan obat diuretic hemat kalium ,dikenal juga sebagai aldosterone
antagonists. Pada pasien dengan gagal jantung kronis spironolactone menjadi
obat terpilih untuk memblok efek aldosteron yang memediasi kerusakan pada
jantung, ginjal dan pembuluh darah. Spironolactone direkomendasikan untuk
semua pasien dengan simptom menetap (kelas NYHA II-IV) dan EF ≤35%,
meskipun mendapat pengobatan dengan ACE inhibitor (atau ARB jika ACE
inhibitor tidak ditoleransi) dan betablocker, untuk mengurangi risiko gagal
jantung rawat inap dan risiko kematian dini.
Selain 3 pilar terapi tersebut, pasien juga menerima terapi tambahan
ivabradine, karena berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan bahwa nadi
pasien ≥ 70x/menit. Menurut Perki (2020), ivabradine dapat bekerja
memperlambat laju jantung melalui penghambatan kanal If di nodus sinus, dan
ivabradine menurunkan mortalitas dan perawatan rumah sakit akibat gagal
jantung pada pasien gagal jantung.
Selanjutnya penggunaan terapi insulin diganti dengan Dapagliflozin,
karena melihat dari diabetes melitus yang dialami pasien adalah diabetes tipe II
yakni diabetes yang disebabkan oleh kelenjar pankreas yang masih berfungsi,
namun tidak dapat mencukupi kebutuhan insulin pada tubuh. Menurut Nauli &
Vebiona (2023), SGLT2-i (Empagliflozin, Canagliflozin, Dapagliflozin) dapat
direkomendasikan pada pasien gagal jantung NYHA II-IV dengan FEVKi ≤
40% dengan atau tanpa diabetes tipe 2 untuk menurunkan mortalitas dan risiko
perawatan akibat perburukan gagal jantung.
Selanjutnya terapi untuk anemia pada pasien yaitu menggunakan terapi
Asam Folat 1 x 5 mg/hari PO. Karena menurut Makmur dkk (2022),
penggunaan obat vitamin dan mineral yang paling banyak digunakan pada
penelitian yaitu asam folat sebanyak 25 pasien (49%). Penggunaan vitamin dan
mineral ditujukan untuk mengobati anemia yang banyak diderita oleh pasien
yang disebabkan karena defisiensi relatif dari eritropoetin (EPO). Pengunaan
asam folat diberikan kepada pasien karena berperan dalam pemeliharaan
eritropoiesis sel darah merah karena efek teraupetik dari asam folat yaitu
sebagai pemulihan hematopoiesis normal. Namun jika telah menggunakan
asam folat tetapi belum mencapai goals terapi pasien dapat dilakukan
penambahan obat Eritropoietin untuk menghindari anemia yang dialami pasien
semakin parah.
Selain terapi farmakologi, pasien juga diharapkan dapat melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin, serta melakukan terapi non farmakologi
agar dapat meningkatkan keberhasilan terapi yang diinginkan seperti
meningkatkan kepatuhan berobat, menjaga berat badan seoerti obesitas dan
malnutrisi, meningkatkan asupan cairan, melakukan latihan fisik dan aktivitas
ringan, menghentikan kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alcohol, serta
diet rendah garam dan retriksi cairan harian.
Pemantauan
Nama Obat Kondisi Klinik Tanda Vital Parameter Laboratorium
I : hipertensi
ESO : hipotensi dapat terjadi pada pasien
dengan kadar renin tinggi seperti Nadi, frekuensi Pemeriksaan urine
Valsartan
hypovolemia, gagal jantung, sirosis hepatis. pernapasan, tekanan (urinalisis), darah, fungsi
1 x 80 mg/hari PO
Efek samping lainnya : pusing, sakit kepala, darah ginjal, EKG
diare, ruam, abnormal taste sensation
(metallic taste)
I : hipertensi atau tekanan darah tinggi,
angina pektoris, aritmia, dan gagal jantung
ESO : kram abdomen, diare, pusing, sakit Nadi, frekuensi Pemeriksaan urine
Bisoprolol
kepala, mual, denyut jantung lambat, tekanan pernapasan, tekanan (urinalisis), darah, fungsi
1 x 1,25 mg/hari PO
darah rendah, keadaan mati rasa, kesemutan, darah ginjal, EKG
ekstremitas dingin, nyeri tenggorokan, dan
sesak napas atau mengi, kelelahan
I : hipertensi, gagal jantung dengan derajat
Nadi, frekuensi
Spironolactone NYHA III dan IV Pemeriksaan urin, Na, K,
pernapasan, tekanan
1 x 12,5 mg/hari PO ES: hiperkalemia dan timbul efek klinis Cl, Ca, BUN, SrCr
darah
antiandrogen
I : menurunkan resiko ranap pada pasien
gagal jantung yang memberat, kronik
simptomatik disertai fraksi ejeksi ventrikel
Nadi, frekuensi Pemeriksaan urine
Ivabradine kiri ≤35% dengan irama sinus dan denyut
pernapasan, tekanan (urinalisis), darah, dungsi
2 x 5 mg/hari PO jantung istirahat ≥70 kali per menit
darah ginjal, EKG
ESO : bradikardia, sinus arrest, dan blokade
jantung. Risiko akan meningkat jika pasien
memiliki disfungsi nodus sinus
I : Diabetes melitus tipe II
ESO : pusing, mual, sembelit, haus, mulut GDs, GDp, Gula darah
Dapagliflozin
kering, nasofaringitis, berkeringat secara sebelum makan/preprandial,
1 x 5 mg/hari PO
berlebih, disuria, poliuria, nokturia, nyeri HbA1c
punggung, artikaria , ruam.
I : anemia, pemeliharaan eritropoiesis sel
Asam Folat darah merah
1 x 5 mg/hari PO ESO : Mual, kehilangan nafsu makan, tekanan darah hemoglobin
kembung, rasa pahit atau tidak enak di mulut,
gangguan tidur dan perubahan mood
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Terapi Farmakologi
 Valsartan 1 x 80 mg/hari PO
 Bisoprolol 1 x 1,25 mg/hari PO
 Ivabradine 2 x 5 mg/hari PO
 Spironolactone 1 x 12,5 mg/hari PO
 Dapagliflozin 1 x 5 mg/hari PO
 Asam Folat 1 x 5 mg/hari PO
Terapi Non Farmakologi
 Meningkatkan kepatuhan berobat
 Menjaga berat badan seoerti obesitas dan malnutrisi
 Meningkatkan asupan cairan
 Melakukan latihan fisik dan aktivitas ringan
 Menghentikan kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alcohol
 Serta diet rendah garam dan retriksi cairan harian
F. KESIMPULAN
1. Masalah terkait obat yang ditemukan antara lain :
 Interaksi obat : furosemid dengan bisoprolol akan meningkatkan
efektifitas beta blocker/ bisoprolol, serta Aspirin dapat menurunkan efek
antihipertensi bisoprolol
 Pemilihan obat yang tidak tepat : insulin
2. Rencana rekomendasi terapi yang diusulkan antara lain :
Terapi Farmakologi : Valsartan 1 x 80 mg/hari PO, Bisoprolol 1 x
1,25 mg/hari PO, Ivabradine 2 x 5 mg/hari PO, Spironolactone 1 x 12,5
mg/hari PO, Dapagliflozin 1 x 5 mg/hari PO, Asam Folat 1 x 5 mg/hari PO
Terapi Non Farmakologi : meningkatkan kepatuhan berobat,
menjaga berat badan seoerti obesitas dan malnutrisi, meningkatkan asupan
cairan, melakukan latihan fisik dan aktivitas ringan, menghentikan
kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alcohol, serta diet rendah garam dan
retriksi cairan harian
G. DAFTAR PUSTAKA
(ESC) McMurray JJV, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bӧhm M,
Dickstein K, et al. 2012. ESC Guideline for the diagnosis and treatment
of acute and chronic heart failure 2012. Eur Heart J. Page : 882

Aru W.Sudoyo,dkk. (2006) Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat


Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Bachrudin & Najib. 2016. Keperawatan Medikal Bedah I. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease. Dalam: Harrison’s Principles


of Internal Medicine. Edisi ke-7. USA: Mcgraw-Hill; 2008. hlm 241.

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2015,


Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition-Section 4 Chapter 19, The
Mcgraw-Hill Companies, Inc, United States.

Ford, I., dkk. 2015. Top Ten Risk Factors for Morbidity and Mortality in
Patients with Chronic Systolic Heart Failure and Elevated Heart Rate.
International Juornal of Cardiology. Hal. 163-169

Lainscak, M., dkk. 2017. Definition and Classification of Heart Failure.


International Cardiovascular Forum Journal. Department of Cardiology.
General Hospital Celje. Slovenia. Hal. 3

Makmur, Siti Alfanda., Madania, Nur, R. 2022. Gambaran Interaksi Obat


Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dalam Proses Hemodialisis.
Indonesian Journal Of Pharmaceutical Education (E-Journal), 2 (3): 218–
229. Fakultas Olahraga Dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.

Nauli, Siti Elkana. Vebiona Kartini Prima Putri. 2023. Sodium Glucose Co-
Transporter-2 Inhibitors (SGLT2-i): Dari Prevensi sampai Tatalaksana
Gagal Jantung. Pernyataan ilmiah. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia.

Perkeni/PERKI. 2020. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Ed. 2.


Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. PB Perkeni.

Ponikowski, P., dkk. 2016. The Task Force for the Diagnosis and Treatment of
Acute and Chronic Heart Failure of the European Society of Cardiology.
European Heart Journal. Hal. 2137
H. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai