Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Congestive Heart Failure (CHF)
a. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2010).

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa


kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Masjoer dan
Triyani, 2007).

Congestive Heart Failure (CHF) adalah sindrom klinik dengan abnormalitas


dari struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Andini, 2007)
b. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas : (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
1) Kelas 1, bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
2) Kelas 2, bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
3) Kelas 3, bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan.
4) Kelas 4, bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan
harus tirah baring.
c. Etiologi
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung
tersebut menumbulkan gagal dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan.
Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif,
penyakit katub aorta, penyakit katub mitral, miokarditis, kardiomiopati,
amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi (tirotoksikosis, anemia, fistula
arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis,
stenosis katub pulmonal, penyakit katub trikuspid, penyakit jantung konginetal
( VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli masif ( Chandrasoma, 2006).
Berikut adalah etiologi terjadinya gagal jantung antara lain :
1) Kelainan Otot Jantung

Gagal jantung paaling sering pada penderita kelainan otot jantung, yang

berdampak pada menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang

mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencangkup aterosklerosis

koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif dan inflamasi

2) Hipertensi sistemik dan hipertensi pulmonal

Gangguan ini menyebabkan menyebabkan meningkatkan beban kerja

jantung dan pada gilirannya juga turut mengakibatkan hipertrofi serabut

otot jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme kempensasi,

karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.

3) Aterosklerosis koroner

Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karen terganggunya

aliran darah ke otot jantung. Terjadinya hipoksia ( kondisi dimana

kurangnya suplai oksigen pada jaringan tubuh ) dan asidosis ( kondisi

dimana Ph darah < 7,34 ). Infark miokardium biasanya mendahului

terjadinya gagal jantung.

4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi

ini secara langsung dapat merusak serabut jantung dan menyebabkan

kontraktlitas menurun )(Smeltzer,2001).


d. Manifestasi Klinis
Menurut Aspiani (2010) tanda tanda klinis gagal jantung adalah
meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan
arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan
jantung. Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan
mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru, yang
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan vena
sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan penambahan berat
badan.
Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara
luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah)
untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya
timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran
terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin, dan keluaran urine berkurang
(oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan renin dari
ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan aldosteron, retensi natrium dan
cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
1) Gagal Jantung Kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal jantung ventrikel kiri, karena ventrikel

kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan

tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan

paru. Tanda dan gejala kegagalan ventrikel kiri antara lain dispnue, nyeri

dada dan syok, noctural dispneu, batuk, mudah lelah, kegelisahan dan

kecemasan serta disrirmia.

2) Gagal Jantung Kanan

Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan

jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu

mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat


mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali ke sirkulasi

vena. Tanda dan gejala kegagalan ventrikel kiri antara lain edema,

hepatomegali, anoreksia, nokturia, lemah, distensi vena jugularis. Gagal

Jantung Kongetif : gabungan kedua gambaran tersebut.

2. Early Warning Score System (EWSS)


a. Pengertian
Early Warning Scoring System (EWSS) adalah sebuah sistem skoring
fisiologis yang umumnya digunakan di unit medikal bedah sebelum pasien
mengalami kondisi kegawatan. Skoring EWSS disertai dengan algoritme
tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien (Duncan dan
McMullan, 2012).
Early Warning Scoring System (EWSS) dapat digunakan pada pasien
anak maupun dewasa dengan parameter yang berbeda. Pada dewasa parameter
yang dinilai meliputi, frekuensi nadi, tekanan darah sistolik, laju pernapasan,
tingkat kesadaran dan suhu tubuh. Sedangkan pada pasien anak meliputi
perilaku status kardiovaskuler dan status pernapasan. Setiap parameter diberikan
skor dengan rentang 0-3. Jumlah skor dari seluruh parameter kemudian
diberikan kode warna dan memiliki algoritma yang harus dilakukan oleh
perawat.
b. Pemeriksaan EWSS
Sistem skoring sederhana digunakan untuk pengukuran fisiologis ketika pasien
tiba, atau yang sedang dipantau di rumah sakit. Enam parameter fisiologi
sederhana ini membentuk dasar dari sistem skor yaitu frekuensi pernapasan,
saturasi oksigen, suhu, tekanan darah sistolik, frekuensi nadi, dan level
kesadaran.
Enam parameter fisiologi yang digunakan pada EWSS adalah :
1) Frekuensi Pernapasan
Peningkatan laju pernapasan merupakan gejala yang menunjukkan adanya
kondisi akut dan distres pernapasan. Hal ini dapat disebabkan karena nyeri
dan distress., infeksi paru, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan
metabolik seperti asidosis metabolik. Penurunan laju pernapasan merupakan
indikator penurunan kesadaran atau adanya nekrosi SSP.
2) Saturasi Oksigen
Pengukuran non-invasif dari saturasi oksigen dengan pulse oximetry secara
rutin digunakan dalam penelitian klinis. Sebagai pengukuran rutin. Saturasi
oksigen adalah bantu yang kuat untuk penilaian terpadu fungsi jantung.
Teknologi yang diperlukan untuk pengukuran saturations oksigen yaitu pulse
oxymetry.
3) Suhu
Hipertermia ataupun hipotermia merupakan penanda yang sensitif untuk
menunjukkan kondisi akut dan adanya gangguan fisiologis.khususnya pada
anak-anak atau bayi atau neonatus perubahan suhu tubuh sangat berpengaruh
terhadap kondisi fisiologis. Alat yang digunakan yaitu termometer.
4) Tekanan Darah Sistolik
Hipotensi merupakan tanda yang penting dalam mengkaji derajat keparahan
dan kegawatan penyakit.
5) Frekuensi Nadi
Pengukuran frekuensi nadi merupakan indikator penting dari kondisi klinis
pasien. Takikardi mungkin menunjukkan gangguana peredaran darah karena
sepsis atau hipovolume, gagal jantung, pyrexia, demam, nyeri dan distress
atau mungkin karena aritmia jantung, gangguan metabolik, misalnya
hipertiroidismus atau dikarenakan efek obat atau antikolinergik obat-obatan.
Bradikardi juga merupakan indikator fisiologis penting. Frekuensi nadi yang
rendah mungkin normal pada kondisi tertentu, atau sebagai akibat dari obat-
obatan, misalnya dengan beta blockers.
6) Level Kesadaran
Tingkat kesadaran merupakan indikator penting dalam mendeteksi
perburukan pasien.
c. Tabel Early Warning Scoring System (EWSS)

d. Alogaritma EWSS
1) Hijau (0-1) : Pasien dalam kondisi stabil
2) Kuning (2-3) : Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ
Shift. Jika skor pasien akurat maka perawat primer atau PP harus
menentukan tindakan terhadap kondisi pasien dan melakukan pengkajian
ulang setiap 2 jam oleh perawat pelaksana. Pastikan kondisi pasien tercatat
di catatan perkembangan pasien.
3) Orange (4-5) : Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ
Shift dan diketahui oleh dokter jaga residen. Dokter jaga residen harus
melaporkan ke DPJP dan memberikan instruksi tatalaksana pada pasien
tersebut. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam.
4) Merah (>6) : Aktifkan code blue, TMRC melakukan tata laksana
kegawatan pada pasien, dokter jaga dan DPJP diharuskan hadir disamping
pasien dan berkolaborasi untuk menentukan rencana perawatan pasien
selanjutnya. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam
(Duncan & McMullan, 2012).

3. Kontrol Istimewa
a. Pengertian
Kontrol istimewa adalah panduan dalam mengukur tanda-tanda vital yang
digunakan di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro yang merupakan bagian dari
rekam medis pasien. Kontrol istimewa adalah catatan perkembangan tanda-
tanda vital pasien tanpa disertai skoring dan penatalaksanan tindak lanjut.
b. Gambaran Kontrol Istimewa
Kontrol istimewa yang dimiliki RSUD K.R.M.T Wongsonegoro, berisi tanda-
tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi,
B. Kerangka Teori

Pasien Kritis
Terjadi Kontrol Istimewa
perubahan
fisiologis
tanda-tanda
vital Deteksi Dini Pasien
Dengan CHF
EWSS
C. Kerangka Konsep

Early
Warning
Scoring
Kondisi
Klinis
Kontrol Istimewa

Bagan 3.1 Skema Kerangka Teori Penelitian


D. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu :
1. Variabel bebas (variabel independen)
Variabel independen adalah yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain.
Variabel independen dalam penelitian ini adslah EWSS dan kontrol istimewa.
2. Variabel terikat (variabel dependen)
Variabel dependen adalah yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel
independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kondisi klinik CHF.
E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Ho : Tidak ada perbedaan efektifitas antara Early Warning Score System (EWSS)
dengan kontrol istimewa dalam menilai kondisi klinis pasien CHF
2. Ha : Ada perbedaan efektifitas antara Early Warning Score System (EWSS)
dengan kontrol istimewa dalam menilai kondisi klinis pasien CHF

Anda mungkin juga menyukai