Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang banyak penyakit yang disebabkan oleh pola makan yang
tidak baik maupun karena aktivitas yang kurang. Salah satunya Congestive Heart Failure
(CHF) atau sering dikenal sebagai gagal jantung yang dapat terjadi di negara maju
maupun negara berkembang termasuk di Indonesia. Gagal jantung adalah sindrom yang
ditandai dengan sesak napas, dispnea saat aktifitas fisik, dispnea nokturnal paroksimal,
ortopnea, dan edema perifer atau edema paru (Morton, 2011).
Gagal Jantung Kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan di
mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan dalam
jantung. Angka tersebut diproyeksikan akan tetap meningkat sampai tahun 2030,
diperkirakan 23,6 juta jiwa penduduk akan meninggal akibat penyakit jantung diseluruh
dunia. Masalah tersebut juga menjadi masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas yang tinggi di Indonesia. Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia
Tenggara dengan jumlah 371 ribu jiwa. Hasil Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI tahun
2013 menunjukan angka kejadian gagal jantung di provinsi Nusa Tenggara Barat
mencapai angka 353.378 jiwa. Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Provinsi
Nusa Tenggara Barat didapatkan data jumlah penderita CHF yang dirawat pada tahun
2015 dan 2016 tanpa penyakit penyerta selain penyakit pernafasan sebanyak 250 pasien.
Menurut Alimul (2012) kebutuhan cairan adalah bagian dari kebutuhan dasar
manusia yang memiliki proporsi besar dalam tubuh. Hidayat dan Uliyah (2015)
menyebutkan bahwa pengaturan cairan dilakukan oleh mekanisme rasa haus, sistem
hormonal yakni Anti Diuretik Hormon (ADH), sistem aldosteron, prostaglandin, dan
glukokortikoid. Cairan tubuh dapat berpindah dengan berbagai cara yaitu dengan difusi,
osmosis, dan transpor aktif. Cara perpindahan yang pertama yaitu difusi yang berarti
molekul berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke rendah.
Cara perpindahan cairan yang kedua yaitu osmosis yang berarti perpindahan zat
dari larutan dengan konsentrasi kurang pekat ke larutan konsentrasi yang lebih pekat
melalui membran semipermeable, sehingga volume cairan dengan konsentrasi kurang
pekat akan berkurang dan volume cairan dengan konsentrasi lebih pekat akan bertambah.
Cara perpindahan cairan yang terakhir yaitu transpor aktif berarti pergerakan cairan tubuh
atau gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis (Hidayat & Uliyah, 2015).
Hidayat dan Uliyah (2015) menyatakan bahwa kebutuhan cairan adalah
kebutuhan dasar yang memiliki proporsi besar dalam tubuh. Kategori presentase cairan
tubuh berdasarkan umur adalah bayi baru lahir 75% dari total berat badan, pria dewasa
57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari total berat badan, dan dewasa tua
45% dari total berat badan. Gagal Jantung Kongestif merupakan penyakit yang
menimbulkan gejala yang bersifat sistemik. Kegagalan jantung dalam memompa darah
dapat mengakibatkan retensi cairan pada pasien CHF. Retensi cairan yang terjadi
selanjutnya mengakibatkan cairan tubuh berada dalam keadaan tidak seimbang.
Penumpukan yang terjadi pada paru-paru dapat meningkatan tekanan vaskular pulmonal.
Keadaan ini menimbulkan gejala khas yaitu sesak napas atau dyspnea baik saat
beraktifitas maupun pada saat beristirahat. Keseimbangan cairan dan sesak nafas
merupakan masalah keperawatan utama yang dialami pasien CHF.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini sebagai gambaran dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) di ruang Melati, RST
TK II Kartika Husada.
C. Manfaat Penulisan
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Congestive Heart Filure
(CHF) di ruang Melati RST TK II Kartika Husada.
2. Dapat menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Congestive Heart
Failure (CHF) di ruang Melati, RST TK II Kartika Husada.
3. Dapat menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan Congestive Heart Failure
(CHF) di ruang Melati, RST TK II Kartika Husada.
4. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan Congestive Heart
Failure (CHF) di ruang Melati, RST TK II Kartika Husada.
5. Mealakukan evaluasi pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) di ruang
Melati, RST TK II Kartika Husada.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Klasifikasi
Menurut NYHA (New York Heart Association) :
a. Klasifikasi I
1) Gejala
a) Aktivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, tidak ada
kongesti pulmonal atau hipotensi perifer.
b) Asimptomatik.
c) Kegiatan sehari-hari tidak terbatas.
2) Diagnosa : baik
b. Klasifikasi II
1) Gejala
a) Kegiatan sehari-hari sedikit terbatas.
b) Gejala tidak ada saat istirahat.
c) Ada bailer (klrekels dan S3 murmur).
2) Prognosa : baik
c. Klasifikasi III
1) Gejala
a) Kegiatan sehari-hari terbatas.
b) Klien merasa nyaman saat istirahat.
2) Prognosa : baik
d. Klasifikasi IV
1) Gejala
a) Gejala insufisiensi jantung ada saat istirahat.
2) Prognosa : buruk
Jantung adalah pompa berotot didalam dada yang bekerja terus menerus tanpa
henti memompa darah keseluruh tubuh. Jantung berkontraksi dan relaksasi sebanyak
100.000 kali dalam sehari, dan semua pekerjaan ini memerlukan suplai darah yang
baik yang disediakan oleh pembuluh arteri koroner. Fungsi utama jantung adalah
memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan dan
organ tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme.
a. Atrium Dextra
Dinding atrium dextra berukuran tipis, rata-rata 2 mm. Fungsi atrium dextra
adalah tempat penyimpanan dan penyalur darah dari vena-vena sirkulasi
sistemik ke dalam ventrikel dextra dan kemudian ke paru-paru.
b. Atrium Sinistra
Terletak postero-superior dari ruang jantung, tebal dinding atrium sinistra 3
mm, sedikit lebih tebal dari pada dinding atrium dextra. Peningkatan tekanan
atrium sinistra yang akut akan menyebabkan bendungan pada paru. Darah
mengalir dari atrium sinistra ke ventrikel sinistra melalui katup mitralis.
c. Ventrikel Dextra
Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di bawah
manubrium sterni. Ventrikel dextra berbentuk bulan sabit atau setengah
bulatan, tebal dindingnya 4-5 mm. secara fungsional, septum lebih berperan
pada ventrikel sinistra, sehingga sinkronisasi gerakan lebih mengikuti gerakan
ventrikel sinistra.
d. Ventrikel Sinistra
Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-
bilik jantung. Setiap katub berespon terhadap perubahan tekanan.
(Anatomi Fisiologi Kemenkes, 2017)
4. Etiologi
Menurut Black & Hawks (2014) penyebab CHF terbagi menjadi dua, yaitu: faktor
intrinsik yang diakibatkan oleh penyakit Arteri Koroner (PAK). PAK mengurangi
aliran darah melalui arteri sehingga mengurangi penghantaran oksigen ke
miokardium.
Penyebab lain yang cukup sering adalah infark miokardium. Penyebab lainnya
adalah penyakit katup, kardiomiopati, dan distritmia. Sedangkan, pada faktor
ekstrinsik disebabkan oleh peningkatan afterload (misalnya hipertensi), peningkatan
volume sekuncup jantung dan hypovolemia atau peningkatan preload, dan
peningkatan kebutuhan tubuh (kegagalan keluaran yang tinggi, misalnya tiritoksitosis,
kematian).
5. Patogisiologi
Proses perjalanan penyakit menurut Black dan Hawks (2014) dan LeMone
(2012), yaitu Jantung yang mengalami kegagalan, pada waktu istirahat pun memompa
semaksimal mungkin sehingga kehilangan cadangan jantung. Jantung yang lemah
memiliki kemampuan jantung yang terbatas untuk berespon terhadap kebutuhan
tubuh terhadap peningkatan keluaran dalam keadaan stress. Jika curah jantung tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik, mekanisme kompensasi
diaktifkan, termsuk respon neurohormonal.
Respon kompensatorik terhadap penurunan curah jantung adalah dilatasi
ventrikel, peningkatan stimulasi sistem saraf simpatif dan aktifasi sistem
reninangiotensin. Perubahan jantung juga didukung dengan adanya peningkatkan
volume darah melalui retensi air dan natrium oleh ginjal, karena kadar aldosteron dan
katekolamin dalam plasma meningkat. Mekanisme kompensasi yang sudah tidak lagi
efektif tentu saja menyebabkan terjadinya penambahan beban pada jantung yang
sudah bekerja sangat kuat. Hipertrofi miokardium menjadi rusak karena keperluan
oksigen pada massa otot yang membesar menjadi meningkat. Jantung melebar
melampaui batas ketegangan kontraksi secara wajar. Penambahan volume darah
berakibat bendungan yang nyata yang selanjutnya menekan jantung. Akhirnya curah
jantung menjadi menurun.
7. Pemeriksaan Fisik
Untuk mendiagnosis gagal jantung, perlu dilakukan beberapa tes tambahan,yaitu :
a. Foto rontgen dada, dilakukan untuk mendeteksi adanya pembesaran ukuran
jantung atau adanya penumpukan cairan di dalam paruparu, yang umumnya
terjadi pada pasien gagal jantung. Pemeriksaan rontgen dada dapat menunjukkan
pembesaran jantung, bayangan dapat menunjukkan dilatasi atau hipertrofi bilik
atau perubahan pembuluh darah yang menunjukkan peningkatan tekanan
pulmonalis.
b. Pemeriksaan elektrokardiografi, dilakukan untuk merekam perubahan aktivitas
listrik jantung saat terjadi gagal jantung, atau mendeteksi gangguan irama jantung
yang bisa menjadi penyebab gagal jantung. Pemeriksaan EKG atau rekam jantung
dapat mendeteksi kelistrikan jantung, dan otot-otot jantung.
c. Pemeriksaan darah, dilakukan untuk mendeteksi jenis protein yang kadarnya akan
meningkat bila terjadi gagal jantung, serta untuk mendeteksi penyakit yang dapat
menjadi penyebab gagal jantung.
d. Pemeriksaan ekokardiografi, dilakukan untuk melihat struktur organ jantung lebih
jelas dengan bantuan gelombang suara berfrekuensi tinggi.
e. Pemeriksaan juga dlengkapi dengan analisa gas darah (AGD) atau arterial blood
gas (ABG), tes ini dilakukan untuk memeriksa kondisi organ jantung pasien serta
gejalanya yang disebabkan oleh gangguan distribusi oksigen serta karbon
dioksida atau keseimbangan pH dalam darah pasien.
8. Pemeriksaan Medik
Menurut Black dan Hawks (2014), penatalaksanaan medis untuk CHF yaitu:
mengurangi beban miokardial, dengan pemberian diuretik, menempatkan klien pada
posisi semi fowler untuk mengurangi dispnea, mengurangi retensi cairan, retensi
cairan dan natrium, pemberian obat inotropik, pemberian oksigen, pemberian
inhibitor ACE, dan mengurangi stress.
9. Komplikasi
Menurut Black dan Hawks (2014), komplikasi gagal jantung dibedakan menjadi dua,
yaitu :
a. Gagal jantung ventrikel kiri dapat berdampak nyata pada paru akibat, bendungan
progresif darah dalam sirkulasi paru. Terjadinya penebalan dinding alveoli akibat
penimbunan cairan, menyebabkan cairan yang berlimpah masuk kedalam rongga
alveoli sehingga dapat terjadi edema paru. Lalu dapat berdampak pada ginjal
akibat pengurangan curah jantung dan volume darah arteri berakibat perubahan
aliran darah ginjal.
b. Gagal jantung ventrikel kanan akan dibebani oleh peningkatan tahanan dalam
sirkulasi paru, dilatasi jantung mengenai ventrikel dan atrium kanan. Jika terjadi
penurunan fungsi ventrikel kanan, akan menyebabkan edema perifer dan kongesti
vena pada organ.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload.
3. Rencana Keperawatan
a. Penurunan curahh jantung berhubungan dengan preload.
SLKI : Curah Jantung
Definisi
Keadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh.
Kriteria Hasil :
Kekuatan nada perifer meningkat
Efection fraction (EF) meningkat
Cardiac todex (CL) meningkat
Left ventriculer work index (LVSWI) meningkat
Stroke volume index (SVI) meningkat
Palpitasi menurun
Bradikardia menurun
Takikardia menurun
Gambaran EKG aritmia menurun
Lelah menurun
Edema menurun
Distensi vena jugularis menurun
Dispnea menurun
Oliguria menurun
Pucat/ sianosis menurun
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun
Ortopnea menurun
Batuk menurun
Suara jantung S3 menurun
Suara jantung S4 menurun
Murmur jantung menurun
Hepatomegali menurun
Pulmonary vascular resistance (PVR) menurun
Systenic vascular resistance menurun
Tekanan darah membaik
Capillary refill time (CPT) membaik
Pulmonary artery wedge preasure (PAWP) membaik
Central venous preassure membaik
SIKI : Perawatan Jantung
Definisi
Mengidentifikasi, merawat dan membatasi komplikasi akibat ketidakseimbangan
antara suplai dan komsumsi miokard.
Tindakan
Observasi
1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea,
kelelahan, edema, ortopnea, paroxysma nocturnal dyspnea, peningkatan
CVP).
2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat).
3) Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
4) Monitor intake dam output cairan.
5) Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama.
6) Monitor saturasi oksigen.
7) Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi
yang mengurangi nyeri).
8) Monitor EKG 12 sadapan.
9) Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi).
10) Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung, BNP,
Ntpro-BNP).
11) Monitor fungsi alat pacu jantung.
12) Periksa tekanan darah dan frekuensi naadi sebelum dan sesudah aktivitas.
13) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat (mis. Beta
blocker, ACE inhibitor, calcium channel blocker, digoksin).
Terapeutik
1) Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler dengan kaki ke bawah atau posisi
nyaman.
2) Berikan diet jantung yang sesuai ( mis. Batasi asupan kafein, natrium,
kolesterol, an makanan tinggi lemak).
3) Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi.
4) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat.
5) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu.
6) Berikan dukungan emosional dan spiritual.
7) Berikan oksigen untuk mempertahankan saurasi oksigen >94%.
Edukasi
Kolaborasi
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adlah serangkaian kegiatan yang dilakukan leh perawat
untuk membantu pasien dari masalh status kesehatan yangg dihadapi
kestatusmkesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Kemenkes RI, 2017)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatn merupakan tahap terakhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang teelah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain (Kemenkes RI, 2017).
D. Patoflowdiagram
Penurunan
Retensi Edema MK:Kelebihan
Na&air pulmoner volume cairan
Edema MK:Gangguan Akumulasi
pertukaran gas cairan di
Gangguan pola sirkulasi
tidur mesenteriks
MK:Risiko Tinggi asites
gangguan
integritas kulit
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kelola Kasus
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. IDENTIFIKASI
I. KLIEN
B. KEADAAN UMUM
I. KEADAA N SAKIT : Klien tampak sakit berat,kesadaran compos mentis,
lemah
Alasan : Pasien berbaring lemah ditempat tidur,nyeri dibagian
abdomen,edema dan penggunaan alat medik (kateter,
infus)
II. TANDA-TANDA VITAL
a. Tekanan Darah : 100/90 mmHg
b. Suhu : 36,5 o C (Oral/Axillar/Rectal)
c. Nadi : Frekuensi 69 x/menit
d. Pernafasan : Frekuensi 22 x/menit
III.PENGUKURAN
a. Tinggi badan :150 cm
b. Berat badan : 70 Kg
IV. GENOGRAM
51
th
C. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
I. KAJI PERSEPSI KESEHATAN – PEMELIHARAAN KESEHATAN
Riwayat penyakit yang pernah dialami: Jantung
- Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan “ pernah mengalami penyakit diabetes”
- Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan “ sakit pada kepala, dan sakitdiarea perut”
II. KAJIAN NUTRISI METABOLIK
- Keadaan sebelum sakit :
- Pasien mengatakan “sebelum sakit saya makan 3x sehari”
- Keadaan sejak sakit :
- Pasien mengatakan “ saat saya sakit saya makan 3x sehari namun tidak
banyak dan pasien mengatakan nafsu makan menurun ”
III. KAJIAN POLA ELIMINASI
- Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan “ BAB dan BAK tidak lancar”
- Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan “BAB 3x sehari namun tidak banyak, pasien
mengatakan buang air kecil lancar”
- menggunakan kateter urine, bentuk efes saat datang cair dan berwarna hijau
dan setelah hari ke dua feses berbentuk bulatan kecil, urine berwarna
kekuningan
IV. KAJIAN POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien mengatakan “tidak merasakan sakit saat berjalan”
2. Keadaan sejak sakit
Pasien mengatakan “merasakan sesak saat berjalan dan sehingga pasien
sekarang jarang untuk berjalan atau melakukan gerakan yag berlebihan”
- Aktivitas harian :
* Makan 2 0 : mandiri
* Mandi 2 1 : bantuan dengan alat
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
EVALUASI KEPERAWATAN
EVALUASI KEPERAWATAN
B. Pembahasan Kasus
Ny. R datang ke RST TK II Kartika Husada dan dirujuk ke ruangan Melati kelas 3 bed 14
dengan keluhan awal nyeri dibagian kaki dan perut. Ny. R merasa lemah dan ekpresi wajah
tampak meringis, setelah diobeservasi tekanan darahnya 100/90 mmHg, nadinya 69x/menit,
suhunya 36,5 C dan Rr nya 22x/menit serta untuk membantunya berkemih Ny. R terpasangan
kateter
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari asuhankeperawatan yang dilakukan pada Ny. R dengan Congestive Heart Failure
(CHF) di ruang Melati, RST TK II Kartika Husada, mahasiswa melakukan pengkajian
dan tindakan selama tiga hari sehingga didaptkan tiga diagnosa keperawatan yang terjadi
pada Ny. R.
B. Saran
Dapat dengan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi yang
terjadi pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) dan melakukan pengkajian
untuk mengetahui keluhan yang terjadi pada pasien serta menyusun rencana keperawatan
sesuai dengan kkondisi yang dialami pasien.
DAFTAR PUSTAKA
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawata. Edisi: 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Indikator Diagnosis. Edisi : 1.
Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi : 1.
Jakarta : DPP PPNI.
Wahyuningsih, H.P., & Kusmiyati, T (2017). Anatomi Fisiologi. Edisi : 1. Jakarta : Pusdik SDM
Kesehatan.
Rahmatiana, F.,& Clara, H (2019). Nursing Proccess Congestive Heart Failure (CHF)
Oxygenation. 2019.
Nugroho, F. A.,& Sawiji., Purwadi, W (2019). Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Volume
15,No 1, Juni 2019. Hal40-46.
Astuti, Y. E., Setyorini, Y., Rifai, A (2018). Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan. Volume 7 No 2.
November 2018.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Cetakan : 3. Oktober 2017.
LAMPIRAN :
A. Pemeriksaan Diagostik:
1. EKG
2. Rontgen thorax
B. Terapi Farmakologis dan Terapi Non Farmakologis :
1. Drip furosemide 2cc/ jam
2. Injeksi esomaz 1x40 mg
3. Injeksi cefriaxone 2x1 gr
4. Po dioxyn 1x0,2 gr
5. Po spironolakton 0-25-0
6. Po simvastatin 0-0-20
7. Po vip albumin 2x1 tab
8. Po allopurinoo 1x100 mg