Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL EVIDENCE BASE NURSING

MENGATASI KONSTIPASI PASIEN STROKE DENGAN MASASE ABDOMEN


DAN MINUM AIR PUTIH HANGAT DI RUANG 3B RS PUSAT
PERTAMINA JAKARTA

OLEH : Kelompok KMB

1. Hanif sofyan
2. Riah Dwi Melantika
3. Nurlela
4. Isbah Aska
5. Ria Rahayu
6. Nadia Novia
7. Silvi Hanifah

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
JAKARTA 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini.
Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh
dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif
maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke
sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu,
diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah
dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan
dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa
penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan
memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat
akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak (Rico dkk,
2008).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di Indonesia


meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis
tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok
usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin
lebih banyak laki-laki (7,1%) 2 dibandingkan dengan perempuan (6,8%).
Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%)
dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%).

Insiden di Singapura tingkat komplikasi stroke secara keseluruhan adalah 54,3%,


komplikasi stroke pada sistem gastrointestinal adalah ulkus, perdarahan lambung,
konstipasi, dehidrasi dan malnutrisi (Rasyid & Soertidewi, 2007). Namun, menurut

2
Navarro, et al., (2008, dalam Gofir 2009) dari 495 pasien yang mengalami komplikasi
konstipasi sebesar 7,9%.

Di Amerika Serikat hampir setiap tahunnya dilakukan survei terkait masalah


konstipasi, 15% dari jumlah populasi usia dewasa mengalami konstipasi setiap
tahunnya (Higgins, 2004). Survei juga dilakukan di tujuh negara pada 13.879 sampel
berusia di atas 20 tahun berdasarkan wawancara dan kuisioner rerata 12,3% orang
dewasa mengalami konstipasi dan wanita lebih cenderung mengalami konstipasi dari
pada laki-laki dan dilaporkan 20% mengalami konstipasi adalah lanjut usia yang
dirawat di rumah dan 70% mengalami gangguan konstipasi yang kronis (Wald,
2007). Suvei dilakukan kembali tahun 2010 pada 8100 sampel berusia di atas 20
tahun dari empat negara termasuk Indonesia diperoleh hasil dari wawancara 16,2%
mengalami konstipasi (Wald, 2010). Akan tetapi, Su, et al., (2009) melaporkan pasien
stroke yang mengalami masalah konstipasi 55,2% dari 154 pasien pada serangan
stroke yang pertama.

Tekhnik masase abdomen adalah sebagai berikut :

Pertama-tama, persiapkan peralatan berupa minyak untuk masase dan air putih hangat
sebanyak 500 ml untuk di minum stelah di masase. Kemudian, kita dapat memulai
masase pada perut dengan langkah-langkah berikut:

1. Pasien Berbaring terlentang sambil membuka perut.

2. Letakkan tangan Anda di bagian bawah perut, lalu pegang perut sambil
perhatikan pola napas pasien.
3. Hangatkan tangan Anda dengan menggosokkannya ke perut secara bersamaan
selama 30 detik.
4. Balurkan minyak pijat pada perut.
5. Awali teknik pijat perut dengan memijat seluruh bagian perut menggunakan
telapak tangan. Pijatlah perut dengan gerakan memutar searah jarum jam selama
beberapa kali.

3
6. Pijat bagian tengah perut dengan gerakan membentuk garis, diawali dari bagian
bawah dada menuju tulang kemaluan.
7. Ulangi langkah 6 sebanyak tiga kali pada sisi kiri perut, masing-masing dengan
jarak 3 sentimeter.
8. Ulangi langkah 6 dan 7 pada sisi kanan perut.
9. Tekan lembut bagian pusar menggunakan jari .
10. Lanjutkan teknik pijat ini dengan menekan lembut lingkar luar pusar .Buatlah
gerakan melingkar searah jarum jam.
11. Anda juga dapat melakukan teknik pijat perut pada bagian lain jika diperlukan.
12. Pijat perut selama 15 sampai 20 menit.

Selain teknik pijat tersebut, kita juga dapat melakukan gerakan pijat yang berbeda.
Misalnya dengan meletakkan tangan di bawah tulang dada, lalu gerakkan ke bawah
menuju perut membentuk satu garis lurus. Ulangi dengan tangan yang satunya,
kemudian lanjutkan selama beberapa menit.

B. Tujuan
Tujuan dari penyampaian seminar Evidence Based Nursing ini adalah :
1. Menambah wawasan tentang perawatan pada pasien stroke yang
mengalami masalah konstipasi.
2. Mengetahui efektivitas Masase abdomen dan minum air putih hangat
untuk mengurangi konstipasi pada pasien stroke di lantai 3B Rumah Sakit
Pusat Pertamina.

4
C. Manfaat
1. Manfaat bagi pelayanan keperawatan
Evidence based nursing ini diharapkan bermanfaat bagi pemberi asuhan
pelayanan keperawatan dalam bidang keperawatan, khususnya dalam
penanganan pada pasien stroke dengan masalah konstipasi.
2. Manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan
Evidence based nursing ini diharapkan sebagai upaya pengembangan
program dan terapi non farmakologis dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan pasien, terutama pasien dengan masalah konstipasi pada
pasien stroke.

5
BAB II

ANALISA JURNAL

A. Jurnal Utama
1. Judul Jurnal
Mengatasi Konstipasi Pasien Stoke Dengan Masase Abdomen dan Minum
air putih hangat.
2. Peneliti
Dameria Br Ginting, Agung Waluyo, Lestari Sukmarini
3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel
Populasi penelitian adalah 47 orang pasien stroke yang mengalami konstipasi
di ruangan rawat inap, sampel diambil dengan menggunakan teknik
purposive sampling
4. Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan quasy experiment.
5. Instrumen yang digunakan
Panduan masase abdomen , minyak zaitun, atau baby oil, air hangat 500
ml
6. Uji statistik yang digunakan
Uji statistik menggunakan uji ANOVA

B. Jurnal Pendukung
1. Judul :
Perbandingan Abdominal Massage dengan Teknik Swedish Massage dan
Teknik Effleurage terhadap Kejadian Konstipasi pada Pasien yang
Terpasang Ventilasi Mekanik di ICU.
Peneliti :
Arimbi Karunia Estri

6
Hasil :
Hasil yang didapatkan dari penelitian menunjukkan bahwa kejadian
konstipasi pada kelompok abdominal massage dengan teknik swedish
massage sebanyak 5 responden dan kejadian konstipasi pada kelompok
abdominal massage dengan teknik effleuarage sebanyak 3 responden.
Berdasarkan Uji Fisher’s Exact didapatkan nilai Exact Sig. (2-sided)
adalah 0,659. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Exact Sig. (2-sided) >
0,05, maka H0 diterima yang berarti tidak terdapat perbedaan kejadian
konstipasi antara kelompok yang dilakukan abdominal massage dengan
teknik swedish massage dan kelompok abdominal massage dengan teknik
effleurage. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa abdominal
massage dengan teknik swedish massage dan abdominal massage dengan
teknik effleurage dapat menjadi pilihan untuk digunakan dalam
pelaksanaan abdominal massage di ICU karena tidak terdapat perbedaan
kejadian konstipasi. Pelaksanaan abdominal massage dengan teknik
swedish massage maupun dengan teknik effleurage dapat meningkatkan
dan merangsang peristalktik usus.

2. Judul :
Pengaruh Swedish Abdominal Massage terhadap Konstipasi pada Pasien
Stroke dengan Immobilisasi di ruang Anggrek dua RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Peneliti :
Ririn Wahyu Handayani
Hasil :
Hasil uji paired t test menunjukkan nilai signifikan 0.000 (< 0,05) yang
artinya, ada pengaruh antara pemberian terapi laksatif terhadap skala
konstipasi pada kelompok kontrol. Sedangkan hasil uji wilcoxon data pre
test dan post test pada kelompok perlakuan menunjukkan nilai signifikan
0.005 (< 0,05) yang artinya, ada pengaruh antara pemberian terapi laksatif

7
dan massage abdominal terhadap skala konstipasi pada kelompok
perlakuan. Hasil Uji Mann Whitney menunjukkan bahwa nilai signifikan
0,001 (< 0,05). Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Sehingga, Ha diterima yang
artinya ada pengaruh massage abdominal terhadap konstipasi pada pasien
stroke dengan immobilisasi di ruang Anggrek 2 RSUD Dr. Moewardi.

3. Judul :
Penggunaan Massase Abdomen Dalam Mengatasi Konstipasi pada Pasien
Stroke
Peneliti :
Junaedi Yunding
Hasil :
Hasil menunjukkan bahwa pasien belum BAB itu rata-rata 3 hari sebanyak
50% (3) orang, dan setelah diberikan intervensi massase abdomen,
responden dapat BAB pada hari ke 3 dan 4 setelah tindakan sebanyak 2
(33,3%) orang. Secara angka kejadian konstipasi, hasil ini mendapatkan
bahwa responden yang mengalami konstipasi kebanyakan pada pasien
dengan stroke iskemik sebesar 66,7 %. Dari hasil pengumpulan data,
didapatkan hasil bahwa setelah dilakukan tindakan massase abdomen
semua pasien dapat BAB. Hal ini menyimpulkan bahwa massase abdomen
efektif untuk membantu pasien mengatasi konstipasi.

C. Analisa PICO
Unsur PICO Analisa
Problem Faktor prognosis yang penting dalam morbiditas dan
mortalitas pasien stroke adalah komplikasi yang terjadi
pascastroke. Menurut Doshi (2003, dalam Gofir, 2009), di
Singapura tingkat komplikasi stroke secara keseluruhan
adalah 54,3%, komplikasi stroke pada sistem
gastrointestinal adalah ulkus, perdarahan lambung,
konstipasi, dehidrasi dan malnutrisi (Rasyid & Soertidewi,

8
2007). Namun, menurut Navarro, et al., (2008, dalam Gofir
2009) dari 495 pasien yang mengalami komplikasi
konstipasi sebesar 7,9%.
Pasien stroke yang dirawat di rumah sakit sering
mengalami kelemahan anggota gerak,baik sebagian
maupun seluruhnya yang menyebabkan pasien imobilisasi.
Imobilisasi yang berkepanjangan berpotensi terjadi
komplikasi, salah satunya adalah konstipasi. Konstipasi
dapat menyebabkan tekanan pada abdomen yang memicu
pasien mengejan saat berdefekasi. Pada saat mengejan
yang kuat terjadi respons maneuver valsava yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan
intrakranial pada pasien stroke merupakan prognosis yang
buruk.
Intervensi
Langkah-langkah abdominal masase yang dilakukan :

a) Gunakan ujung jari telunjuk untuk memijat usus


kecil dalam gerakan melingkar searah jarum jam,
mengelilingi pusar. Ulangi rotasi ini 3 sampai 5 kali.

b) Gosok perut dari sisi kiri ke kanan.

c) Getarkan tangan dan jari di area pusar.

d) Gerakkan satu tangan secara melingkar tepat di


bawah pusar dan segera susul dengan gerakan melingkar
lain menggunakan tangan sebelahnya.

e) Dengan kedua tangan ditumpangkan, ulang gerakan


melawan jarum jam terus-menerus.

f) Pijat dengan ujung jari dalam lingkaran kecil.

g) Lanjutkan gerakan dari sisi perut ke arah dalam dan


bawah.

h) Ulang gerakan menggosok, anda perlu memijat


perut selama 10 sampai 20 menit untuk merangsang usus.
Lanjutkan urutan gerakan di atas selama 10–20 menit,
kemudian berhenti. Selama istirahat, rasakan apakah

9
Anda ingin buang air besar. Jika tidak, coba pijat lagi atau
tunggu perkembangannya sepanjang hari itu.

i) Jangan menggosok atau menekan terlalu keras.


Tekanan keras justru akan memadatkan kotoran sehingga
lebih sulit dikeluarkan.

j) Lanjutkan pijatan perut setiap hari walaupun Anda


menggunakan metode lain untuk meredakan konstipasi.
Jika dilakukan setiap hari, pijat perut dapat mencegah
konstipasi atau gas.

k) Mengarahkan kaki ke perut dapat menekan bagian-


bagian saluran usus. Sambil memijat perut,
pertimbangkan untuk mengangkat lutut ke arah perut atau
ke sisi tubuh secara bergantian. Gerakan ini akan makin
merangsang usus dan meredakan konstipasi.

l) Selama memijat, mungkin Anda akan merasakan


keinginan untuk buang hajat. Jika itu terjadi, jangan
menunggu atau mengabaikannya. Segeralah ke kamar
mandi. Tidak menuruti dorongan untuk buang air besar
dapat menyebabkan:

• Pengerasan kotoran

• Keharusan mengejan

• Bawasir

• Rasa sakit

Comparison Judul :
EFEKTIVITAS PEMBERIAN DEKOKTA BUAH

10
TRENGGULI (Cassia fistula L.) TERHADAP
PENURUNAN CONSTIPATION SCORING SYSTEM
UNTUK PENANGANAN KONSTIPASI PADA
WANITA USIA 18–25 TAHUN

Peneliti : Isnaini Nur Jannah, Arifa Mustika , Edith


Frederika Puruhito
Hasil :
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada bulan
Desember 2016 selama dua minggu dengan pemberian
dekokta buah trengguli dengan dosis 4g pada 26 (100%)
subjek penelitian berjenis kelamin wanita yang mengalami
susah buang air besar dan telah termasuk dalam kriteria
inklusi penelitian. Hasil dari penelitian ini diukur dengan
menggunakan instrument Constipation scoring system
yang merupakan sistem skoring terhadap penderita
konstipasi yang berdasarkan jawaban tentang gejala yang
ditanyakan dalam kuisioner. Penilaian dimulai dari angka
0-30 dengan tanpa gejala = 0. Parameter penilaian yang
digunakan adalah pergerakan usus, kesukaran saat
defekasi, perasaan tidak puas setelah defekasi, nyeri
abdominal, penggunaan laxative, lamanya waktu di kamar
mandi, dan beberapa parameter lainnya (Abe, 2014).
Karakteristik umum subjek penelitian didapatkan sebagai
berikut. Total subjek penelitian berjumlah 26 orang dengan
mayoritas sebanyak 11 (42,3%) subjek penelitian berusia
22 tahun dan sebanyak 7 (26,9%) subjek penelitian berusia
25 tahun. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan
pekerjaan terdapat sebanyak 16 (61,5%) subjek penelitian
memiliki pekerjaan sebagai mahasiswa sedangkan 10
(38,5%) lainnya memiliki pekerjaan sebagai karyawan.
Karakteristik lainnya merupakan riwayat lama konstipasi
yang diderita subjek penelitian.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian
dekokta buah trengguli (Cassia fistula L.) memiliki efek
terhadap penurunan constipation scoring sytem untuk
penanganan konstipasi pada wanita usia 18–25 tahun.
Outcome Terdapat perbedaan waktu terjadinya proses defekasi yang
signifikan antara kelompok intervensi I dengan kelompok
II, bahwa ada perbedaan yang bermakna antara perlakuan
masase abdomen dengan masase abdomen dan minum air

11
putih hangat terhadap waktu terjadinya defekasi (p= 0,015;
α= 0,05). Terdapat perbedaan frekuensi defekasi yang
signifikan antara ketiga kelompok, yaitu antara kelompok
intervensi II dan kelompok kontrol, bahwa ada perbedaan
yang bermakna antara perlakuan masase abdomen dan
minum air putih hangat dengan intervensi yang standar
terhadap frekuensi defekasi (p= 0,000; α= 0,05).

BAB III

TINJAUAN TEORI

1. Konsep Konstipasi
1. Definisi
Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang,
disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau
keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).
Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak
cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 1995). 
Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang
menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan
akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika
lamanya lebih dari 1 bulan (Mansjoer, 2000).
Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin karena
feses keras atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang tidak
teratur, faktor psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak
adekuat dan abnormalitas usus. (Paath, E.F. 2004) .
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah
penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang
lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah

12
suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus
melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian
besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air
ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses
yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum. (Potter &
Perry, 2005).  
Normalnya pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3 hari sekali tanpa
ada kesulitan, nyeri, atau perdarahan dapat dianggap normal.
2. Tipe Konstipasi
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling
sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :
a. konsistensi feses yang keras
b. mengejan dengan keras saat BAB;
c. rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB;
d. frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
International Workshop on Constipation berusaha lebih jelas memberikan
batasan konstipasi. Berdasarkan rekomendasinya, konstipasi dikategorikan
dalam dua golongan : 1) konstipasi fungsional, 2) konstipasi karena
penundaan keluarnya feses pada muara rektisigmoid.

Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari


feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan
adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan
sumbatan pada anus.

Tabel 1. Tipe Konstipasi sesuai international workshop on constipation

No. Tipe Kriteria


1. Konstipasi Fungsional Dua atau lebih dari keluhan ini ada
paling sedikit dalam 12 bulan :

1. mengedan keras 25% dari


BAB

13
2. feses yang keras 25% dari
BAB
3. rasa tidak tuntas 25% dari
BAB
4. BAB kurang dari 2 kali per
minggu

2. Penundaan Pada Muara 1. hambatan pada anus lebih


Rektum dari 25% BAB
2. waktu untuk BAB lebih lama
3. perlu bantuan jari-jari untuk
mengeluarkan feses

Model tinja atau feses 1 (konstipasi kronis), 2 (konstipasi sedang) dan 3


(konstipasi ringan) dari Bristol Stool Chart yang menunjukkan tingkat
konstipasi atau sembelit.

3. Etiologi
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005
adalah sebagai berikut:
1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan
untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi.
2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani
(misalnya daging, produk-produk susu, telur) dan karbohidrat murni
(makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi,
karena bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan
yang rendah juga memperlambat peristaltik.
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur
menyebabkan konstipasi.
4. Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi
normal. Selain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan
sempurna, memerlukan waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.

14
5. Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai
efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus
untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek
mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang),
diuretik, antasid dalam kalsium atau aluminium, dan obat-obatan
antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.
6. Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot
abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering
mengonsumsi makanan rendah serat.
7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI
(gastrointestinal), seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan
divertikulitus.
8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon
(misalnya cedera pada medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan
konstipasi.
9. Penyakit-penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau
hypokalemia dapat menyebabkan konstipasi.

4. Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis
yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan
sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan
kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan
pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang
terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi secara normal
dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja, antara lain:
rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal,
relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan
peningkatan tekanan intra-abdomen). Gangguan dari salah satu
mekanisme ini dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari gerakan

15
peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk
dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti
relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran
feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna
dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak
menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna
diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya
dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan
menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.
Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel,
mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi
merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak
terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak
mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan
patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena
bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan
konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut
yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan
usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan
usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang
dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia
lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu
gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di
tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif
yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling
lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid. Pemeriksaan elektrofisiologis
untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien dengan konstipasi
menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat

16
berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus.
Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler
yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.
Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma
beta-endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor
opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari
sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas
berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan
kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada
perempuan. Pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar
untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan
lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf
pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut.
Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami
tiga perubahan patologis pada rektum, sebagai berikut:
1. Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan
sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan
lebih besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi
dari sfingter eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan
diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari
karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum
juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada
dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita
demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rektum
2. Dis-sinergis Pelvis

17
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan
sfingter anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik
menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan.
3. Peningkatan Tonus Rektum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering
ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable
Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.

5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang
lain, karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar setiap
orang berbeda-beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum
ditemukan pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa
penderitanya adalah sebagai berikut:
1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan
tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut
penderita dapat terlihat seperti sedang hamil).
2. Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada
biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan
dapat berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah).
3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang,
kadang-kadang harus mengejan ataupun  menekan-
nekan  perut  terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan tinja.
4. Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
5. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit
akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk
daripada biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan
kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang

18
7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu
transit buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari
sekali atau lebih).
8. Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.

Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling


sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :
1.      Konsistensi feses yang keras,
2.      Mengejan dengan keras saat BAB,
3.      Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB
4.      Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

6. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan
kelainan yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan
menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi
mempengaruhi fungsi usus besar.
Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya
luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa
pengecap dan proses menelan.
Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan
atau  tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot
perut.  Perabaan  lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar,
adanya tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk dicari
pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga
perut atau adanya massa tinja.
Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara
gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang
pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure
(retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga

19
kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air
besar.
Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya
timbunan tinja, atau adanya darah.
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor
risiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia
akibat keluarnya darah dari dubur.
Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada
saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan
pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau
tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan
berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga
dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian
orang konstipasi hanya sekadar mengganggu. Tapi, bagi sebagian kecil
dapat menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras batu
di poros usus (70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%). Hal
ini menyebabkan kesakitan dan meningkatkan risiko perawatan di rumah
sakit dan berpotensi menimbulkan akibat yang fatal. Pada konstipasi
kronis kadang-kadang terjadi demam sampai 39,5oC , delirium
(kebingungan dan penurunan kesadaran), perut tegang, bunyi usus
melemah, penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena
peregangan sekat rongga badan. Pemadatan dan pengerasan tinja berat di
muara usus besar bisa menekan kandung kemih menyebabkan retensi
urine bahkan gagal ginjal serta hilangnya kendali otot lingkar dubur,
sehingga keluar tinja tak terkontrol. Sering mengejan berlebihan
menyebabkan turunnya poros usus.

7. Penatalaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi
konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara

20
simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada
penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang
terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi
pengobatan dibagi menjadi:
1. Pengobatan non-farmakologis
a. Latihan usus besar:
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang
disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas
penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara
teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya.
dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan,
sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB.
Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita
tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan
tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
b. Diet:
Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada
golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa
diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka
kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit
gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker
kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta
mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung
manfaat serat ini, diharapkan cukup asupan cairan sekitar 6-8
gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
c. Olahraga:
Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu
mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang
dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan
menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memperkuat otot-otot

21
dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot
perut.
2. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi
farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar.
Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal,
Methyl selulose, Psilium.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan
menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah
penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman
untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara
lain : sorbitol, laktulose, gliserin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus
besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan
bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang,
dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas
kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan
cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan.
Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini
dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan
tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan  pengobatan
yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena
massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.

8. Pencegahan
Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi:
1. Jangan jajan di sembarang tempat.

22
2. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.
3. Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas)
sehari dan cairan lainnya setiap hari
4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15
menit untuk olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga
yang lebih berat.
5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan
buang air besar.
6. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti
buah-buahan dan sayur-sayuran.
7. Tidur minimal 4 jam sehari.

B. Konsep Stroke

1. Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer
et al, 2002).

2. Kalsifikasi

23
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak.
Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
thalamus, pons dan serebelum.

2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi
dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya
arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan
hemisensorik, dll)

b. Stroke Non Hemoragi


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.

24
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:


a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul
akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24
jam.
b.  Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses
dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap
atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali
oleh serangan TIA berulang.

3. Etiologi

Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):


1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu

25
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria,
basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-
embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan

26
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
1. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak.
2.Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
3.Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

27
4. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar
daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam

28
atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak
fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh  embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika
terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan
terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah
dan sekitarnya tertekan lagi.

29
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
(Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

30
Pathway

31
  

5. Manifestasi Klinis
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan
jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena
fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5.  Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8.  Gangguan persepsi
9.  Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

6. Komplikasi

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,


komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis          nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus

32
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan
otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.

33
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.

8. Penatalaksanaan Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,
Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,


tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem

34
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

2. Konsep Masase
a. Abdominal massage atau pijat perut
1. Definisi
Pijatan di perut tidak hanya membantu meredakan konstipasi,
tetapi juga mendatangkan beberapa manfaat lain, seperti:
 Meminimalkan kebutuhan untuk menggunakan laksatif dalam
jangka panjang
 Melepaskan gas
 Mengurangi kecenderungan mencari pertolongan medis untuk
mengatasi konstipasi
 Menenangkan Anda dan juga otot, yang dapat memicu buang
air besar

2. Langkah-langkah abdominal massage


a) Gunakan ujung jari telunjuk untuk memijat usus kecil dalam
gerakan melingkar searah jarum jam, mengelilingi pusar.
Ulangi rotasi ini 3 sampai 5 kali.
b) Gosok perut dari sisi kiri ke kanan.
c) Getarkan tangan dan jari di area pusar.

35
d) Gerakkan satu tangan secara melingkar tepat di bawah pusar
dan segera susul dengan gerakan melingkar lain menggunakan
tangan sebelahnya.
e) Dengan kedua tangan ditumpangkan, ulang gerakan melawan
jarum jam terus-menerus.
f) Pijat dengan ujung jari dalam lingkaran kecil.
g) Lanjutkan gerakan dari sisi perut ke arah dalam dan bawah.
h) Ulang gerakan menggosok, anda perlu memijat perut selama
10 sampai 20 menit untuk merangsang usus. Lanjutkan urutan
gerakan di atas selama 10–20 menit, kemudian berhenti.
Selama istirahat, rasakan apakah Anda ingin buang air besar.
Jika tidak, coba pijat lagi atau tunggu perkembangannya
sepanjang hari itu.
i) Jangan menggosok atau menekan terlalu keras. Tekanan keras
justru akan memadatkan kotoran sehingga lebih sulit
dikeluarkan.
j) Lanjutkan pijatan perut setiap hari walaupun Anda
menggunakan metode lain untuk meredakan konstipasi. Jika
dilakukan setiap hari, pijat perut dapat mencegah konstipasi
atau gas.
k) Mengarahkan kaki ke perut dapat menekan bagian-bagian
saluran usus. Sambil memijat perut, pertimbangkan untuk
mengangkat lutut ke arah perut atau ke sisi tubuh secara
bergantian. Gerakan ini akan makin merangsang usus dan
meredakan konstipasi.
l) Selama memijat, mungkin Anda akan merasakan keinginan
untuk buang hajat. Jika itu terjadi, jangan menunggu atau
mengabaikannya. Segeralah ke kamar mandi. Tidak menuruti
dorongan untuk buang air besar dapat menyebabkan:
• Pengerasan kotoran

36
• Keharusan mengejan
• Bawasir
• Rasa sakit

3. Mekanisme abdominal massage dapat mengurangi konstipasi


a) Saluran usus ada di antara tulang pinggul dan perut bawah.
Anda dapat memijat perut dalam gerakan atau pola apa pun.
Akan tetapi, gerakan melingkar akan lebih baik untuk
mengurangi konstipasi.
b) Pijatan mendorong kotoran untuk bergerak turun dalam usus.
c) Kemudian merangsang usus dan meredakan konstipasi.

b. Peregangan otot perut


1. Definisi
Peregangan otot perut (straching abdominal) adalah latihan fisik
yang meregangkan sekumpulan otot perut yang bertujuan untuk
menaikkan aliran darah melalui otot-otot aktif , meningkatkan
suhu tubuh beserta jaringannya, meningkatkan detak jantung,
meningkatkan perjalanan sinyal saraf yang memerintah gerakan
perut dengan pengurangan adanya ketegangan pada otot perut.
2. Jenis-jenis
a) Wind-relieving pose : pasien meletakkan kedua tangannya pada
satu lutut dan menariknya kearah dada dengan lemah lembut
kemudian menarik kepalanya kearah lutut. Posisi ini dilakukan
selama 15-30 detik, dalam keadaan yang tenang pasien disuruh
tarik nafas dalam secara perlahan-lahan. Hal yang sama
dilakukan pada lutut yang berlawanan. Posisi ini dilakukan 10
kali perhari.

37
b) Knees-to-chest-pose : pasien berbaring kemudian mengangkat
lutut ke arah dada dengan meletakkan kedua tangan pada lutut.
Posisi ini dilakukan 10 kali perhari.
c) Reclined Spinal Twist : pasien disuruh berbaring di tempat
tidur kemudian memutar pinggul kearah kanan atau kiri
sehingga kaki dalam keadaan menekuk hingga membentuk
sudut 90°. Posisi ini dilakukan 10 kali perhari.

c. Posisi buang air besar yang tepat


1. Definisi
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
berupa feses (bowel). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus
dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.

2. Mekanisme posisi buang air besar yang tepat dapat menurunkan


konstipasi
Sejumlah studi klinis telah mengamati tentang posisi duduk dan
jongkok untuk buang air besar. Sebuah penelitian di Jepang pada
tahun 2010 menemukan hasil yaitu, posisi jongkok menurunkan
tekanan perut dan ketegangan otot dibandingkan dengan posisi
duduk.
Posisi jongkok berfungsi untuk mengoptimalkan sudut anorektal,
yaitu saluran yang dilalui kotoran. Dengan posisi duduk, saluran
ini menjadi bengkok sehingga membutuhkan lebih banyak usaha
untuk dilewati oleh kotoran. Sedangkan posisi jongkok meluruskan
sudut anorektal, sehingga buang air besar menjadi lebih mudah.
Selain itu, posisi duduk menyebabkan rektum terbatasi oleh otot
puborectalis. Sebenarnya otot ini sangat penting dalam menjalani
kegiatan harian, karena dapat mengontrol anda melepaskan
kotoran, tapi juga dapat menjadi penghalang ketika tiba saatnya

38
untuk BAB. Jongkok membantu otot ini untuk lebih santai, sekali
lagi mengurangi jumlah ketegangan yang diperlukan untuk
pembuangan kotoran. Pada gilirannya, mengurangi ketegangan
menyebabkan lebih sedikit masalah usus dan pencernaan.
Para penemu dari Squatty Potty bahwa posisi jongkok
menunjukkan sejumlah manfaat kesehatan potensial, seperti
dilansir Dailyhealthpost, Jumat (12/4/2013):
1. Mengurangi sembelit, kembung, dan gas
2. Menurunkan insiden dan gejala wasir
3. Peningkatan kesehatan usus besar secara keseluruhan
4. Otot panggul dan kontrol kandung kemih menjadi lebih baik
5. Mengurangi ketegangan dan proses BAB menjadi lebih cepat
Dengan posisi jongkok, kuman dan bakteri yang ada pada toilet
tersebut tidak dapat menulari kita. Itu karena tidak terjadi kontak
langsung antara bagian tubuh (bokong) dengan toilet. Manfaat
lainnya jika BAB dengan posisi jongkok:

1. Melatih kekuatan kaki dan otot kaki, untuk menahan berat


badan
2. Melatih otot dasar panggul dan membuat pantat lebih seksi
Tapi, dari banyak kelebihan dari posisi jongkok, ada
juga kekurangannya, yaitu:

1. Tidak bisa digunakan oleh orang lanjut usia, orang cacat, atau
pengidap obesitas.
2. Memicu timbulnya arthritis
3. Meningkatkan tekanan pada lutut

39
BAB IV

ANALISA JURNAL EBN

A. Analisa Ruangan
Jumlah perawat di ruang rawat 3B ada 8 perawat, dengan jumlah pasien
sebanyak 18 pasien. Perbandingan ketenagaan dalam 1 shift yaitu 1 : 4 sampai
6 pasien dan tidak ada perlakuan khusus terhadap perawat yang memegang
pasien dengan stroke. Pasien di ruang rawat 3B dengan penyakit internist.

B. Analisa SWOT
1. Strength (Kekuatan)
a. Rumah Sakit Pusat Pertamina mensyaratkan pendidikan perawat
minimal D3 Keperawatan.
b. Masase dan minum air putih hangat mudah diterapkan.
c. Masase dan minum air putih hangat merupakan tindakan keperawatan
mandiri.
d. Masase dan minum air putih hangat dapat mencegah terjadinya
konstipasi.
e. Dispenser air hangat tersedia di ruang 3b RSPP

2. Weakness (Kelemahan)
a. Pasien tidak bersedia di lakukan masase abdomen
b. Keerbatasan waktu yang di miliki oleh perawat, karena waktu yang di
perlukan lebih kurang 15 menit.

40
3. Opportunities (Kesempatan)
a. Menambah ilmu bagi perawat ruangan.
b. Belum pernah dilaksanakan penanganan konstipasi dengan masase
abdomen dan minum air putih hangat
c. Mahasiswa Ners diberi kesempatan untuk menjelaskan EBN tentang
masase dan minum air ptih hangat di lantai 3B RSPP

4. Threats (Ancaman)
Pasien yannng tidak terbiasa di masase , merasa tidak nyaman dilakukan
masase

41
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan
Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang abnormal pada seseorang,
disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya
feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).
Pasien yang menderita penyakit stroke dapat terjadi komplikasi konstripasi, di
karenakan mengalami kelemahan anggota gerak,baik sebagian maupun
seluruhnya yang menyebabkan pasien imobilisasi. Imobilisasi yang
berkepanjangan berpotensi terjadi komplikasi, salah satunya adalah
konstipasi.
Masase abdomen dan minum air putih hangat adalah suatu perilaku terampil,
untuk mencegah dan mengatasi konstipasi pada pasien stroke.

2. Saran
1. Intervensi ini dapat dijadikan metode alternatif atau terapi tambahan
dalam memberikan terapi pada pasien stroke untuk mengurangi konstipasi
pada pasien yang dirawat di RS atau pun yang di rawat di rumah.
2. Rumah sakit agar dapat memfasilitasi dalam pen
3. Pengadaan brosur dan lembar balik serta membuat program penyegaran
kepada perawat tentang penanganan untuk mengurangi konstipasi pada
pasien stroke.

42
DAFTAR PUSTAKA

http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/1090/pdf

https://www.researchgate.net/publication/315997183_Perbandingan_Abdominal_Mas
sage_dengan_Teknik_Swedish_Massage_dan_Teknik_Effleurage_terhadap_Kejadian
_Konstipasi_pada_Pasien_yang_Terpasang_Ventilasi_Mekanik_di_ICU/download

https://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:fgohL0BwLfsJ:https://docplayer.info/47187422-Penggunaan-massase-
abdomen-dalam-mengatasi-konstipasi-pada-pasien-
stroke.html+&cd=6&hl=en&ct=clnk&gl=id

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:kPw-
Z0o_UD8J:ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/downlo
ad/522/521+&cd=7&hl=en&ct=clnk&gl=id

https://www.academia.edu/28137077/ASKEP_Konstipasi_Sistem_Pencernaan

https://www.academia.edu/8535674/Rabu_09_Mei_2012_MAKALAH_KONSTIPA
SI

https://id.wikihow.com/Meredakan-Konstipasi-dengan-Pijat-Perut

https://agungadhyaksa.blogspot.com/2013/12/posisi-yang-baik-untuk-buang-air-
besar.html

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15295/6.%20BAB
%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y

43
44

Anda mungkin juga menyukai