Anda di halaman 1dari 38

PENGARUH TERAPI MUSIK SUARA ALAM TERHADAP

KUALITAS TIDUR PASIEN DI UNIT PERAWATAN KRITIS


(ICU) RS PREMIER BINTARO

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan

Oleh :
Rizka Rahma Ambarwati
NIM: 11182040

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI LLMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ruang Intensive Care Unit (ICU) merupakan salah satu bagian dari rumah
sakit yang memiliki pegawai yang khusus dan peralatan khusus, untuk
observasi pasien yang kritis dan mengancam jiwa apabila tidak dilakukan
tindakan medis. Pasien kritis yang mengalami gangguan multi organ sistem
yang didalamnya organ pernapasan, kardiovaskuler dan neurologi (Robertson
& Al-Haddads, 2013).

Pasien kritis yang sedang dalam perawatan, sangat bergantung pada alat,
monitor, dan terapi yang tidak bisa dilakukan diruang perawatan biasa. Dalam
hal ini, ICU adalah tempat yang tepat dalam melakukan perawatan pasien
kritis yang membutuhkan pemeriksaan dan pengawasan intensif. Dengan
tujuan dapat dipantau secara dini bila terjadi perubahan-perubahan pada pasien
yang dapat membahayakan kehidupannya sehingga dapat dikelola dengan baik
(Kepmenkes RI, 2011).

Pasien-pasien yang dirawat di ICU merupakan pasien dalam kondisi kritis


sampai tingkat kesadaran yang rendah sampai koma. Adapula pasien dengan
kesadaran sadar (Composmentis) dan kooperatif pada tindakan keperawatan
yang diberikan. Pasien kritis yang menjalani perawatan akan mendapatkan
stresor, seperti cahaya, kebisingan alat, diagnosa dokter, pemberian terapi,
ventilasi mekanik dan pengobatan penyakit itu sendiri. Dari stresor tersebut
dapat menimbulkan terjadinya gangguan tidur (Boyko, Ording & Jennum,
2012).

Masalah yang timbul pada pasien gangguan tidur, diantaranya meningkatnya


gangguan kardiovaskuler yaitu jantung koroner dan stroke, gangguan
pernapasan yang disebabkan hiperkapnia sehingga pasien hipoventilasi,
toleransi glukosa karena adanya gangguan metabolik, pelepasan insulin,
sekeresi hormon pertumbuhan dan kortisol, dan pengaruh kualitas tidur
(Romero-Bermejo, 2014).

Kualitas tidur adalah keadaan seorang individu yang setelah tidurnya


menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat bangun dari tidutnya (Khasanah
& Hidayati, 2012). Kebutuhan tidur merupakan hal yang sangat penting bagi
kualitas hidup semua orang, kuantitas dan kualitas dalam kebutuhan tidur tiap
individu berbeda-beda. Kualitas tidur sangat dibutuhkan dalam kebutuhan
tidur (Potter & Perry (2006).

Tatalaksana dalam meningkatkan kualitas tidur umumnya pasien diberikan


terapi farmakologi dan non farmakologi. Dalam mendapatkan efek yang cepat
digunakan terapi farmakologi dengan obat-obatan sedative dan hipnotik
(Potter & Perry, 2009). Penggunaan obat sedative kemungkinan mempunyai
positif dan negative. Efek negatif yang didapat bepengaruhnya irama sirkadian
dan fase tidur dan efek positif yang didapat meningkatkan total warktu tidur,
seperti benzodiazepine, propofol untuk agen hipnotik dapat mempengaruhi
fisiologi tidur (Mistraletti, 2008).

Terapi farmakologi yang dapat dilakukan dengan menggabungkan mind-body


therapy sebagai terapi intervensi yang membentuk proses berfikir sehingga
psikologis dan fisik yaitu dengan imajinasi terpimpin, yoga, berdoa, pijat,
aromaterapi, refleksiologi, hypnosis, humor, tai-chi dan terapi musik (Snyder
& Lindquist, 2002). Terapi musik merupakan penggunaan bunyi untuk
meningkatkan relaksasi dan mengurangi stress (Stillwell, 2011). Seiring
dengan perkembangan dan kemajuan tehnologi juga semakin meningkatkan
jenis-jenis musik seperti musik Rok, musik Contry, Musik Jazz, musik Barok,
musik suara alam dll. (Satiadarma, 2004).

Terapi musik suara alam merupakan terapi komplementer yang diberikan pada
pasien dengan gangguan tidur. Terapi ini mempunyai pengaruh dalam
mengurangi gejala depresi pada pasien yang mengalami diagnose medis yang
berbeda pada tingkat usia yang berbeda. Terapi ini dapat dilakukan pada
semua penderita gangguan tidur (Dona. Mira,2010).

Musik suara alam yang digunakan adalah suara alam seperti suara gelombang
laut, suara burung, angin, air mengalir dan lain-lain, terapi ini mencapai hasil
yang memuaskan antara lain peningkatan kualitas tidur, kondisi fisik, mental
bagi individu diberbagai tingkat umur (Kurnia Wijayanti, dkk. 2016). Musik
suara alam merupakan jenis musik perkembangan teknologi, sebuah bentuk
dari music klasik yang berasal dari alam yang memiliki frekuensi yang
berbeda (Eka, Dhona, 2016).

Hasil dari studi pendahuluan total pasien ICU dengan rata-rata perbulan
terdapat 20pasien dengan kesadaran komposmentis, dan didapatkan dari
observasi langsung dan wawancara dengan 4 pasien yang di rawat di unit
perawatn kritis (ICU dan HCU) RS Premier Bintaro diperoleh data pasien
tersebut cenderung mengalami ketakutan dan merasakan sakit serta gangguan
tidur dan bila hal tersebut tidak diatasi akan berdampak pada gangguan
hemodinamika dan dapat memperlama perawatan di ICU, sehingga pasien
tersebut sangat membutuhkan terapi untuk membuat relaksasi. Berdarasarkan
survey tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Pengaruh terapi
musik suara alam terhadap kualitas tidur pada pasien kritis di ruang ICU RS
Premier Bintaro”

B. Perumusan Masalah
Pasien Kritis yang mengalami gangguan tidur selama di ICU yang disebabkan
oleh beberapa faktor lingkungan, penyakit yang diderita dan terapi intervensi
yang diberikan oleh perawat yang mempengaruhi kebutuhan tidur. Karena hal
tersebut berdampak pada kulitas tidur yang buruk pada pasien. gangguan
timbul yang muncul akan menjadi masaalh yang serius bila tidak tertangani
seperti gangguan kardiovaskular, gangguan pernapasan, gangguan metabolik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah “Adakah pengaruh terapi musik suara alam terhadap kualitas tidur
pasien di unit perawatan kritis (ICU) RS Premier Bintaro?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh terapi musik suara alam terhadap kualitas tidur
pasien di unit perawatan kritis (ICU) RS Premier Bintaro.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin,
umur pasien di unit perawatan kritis (ICU) RS Premier Bintaro
b. Menganalisa Kualitas tidur pasien kritis sebelum dan setelah diberikan
terapi musik suara alam.

D. Manfaat Penelitian
1. Pelayanan keperawatan
Sebagai salah satu pertimbangan kepada perawat ICU untuk memberikan
terapi musik kepada pasien dan melakukan sosialisasi pendidikan
kesehatan tentang manfaat terapi musik suara alam kepada pasien yang
mengalami gangguan tidur.

2. Perkembangan ilmu keperawatan


Memberikan sumbang saran terhadap pengembangan ilmu pengetahuan
dalam bidang keperawatan khususnya terapi musik suara alam kepada
pasien yang mengalami gangguan tidur di RS Premier Bintaro.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori dan Konsep Terkait


1. Tidur
a. Definisi
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia termasuk pasien kritis.
Tidur didefinisikan tidak responnya persepsi seseorang terhadap
lingkungannya. Dan dihabiskan hampir sepertiga hidupnya untuk tidur
(Urden, 2012).
Kurangnya waktu tidur dapat menyebabnkan seseorang perhatiannya
berkurang dan mudah marah. Bila kurang tidur terjadi dalam waktu
yang lama dapat menjadikan seseorang kesulitan berkonsentrasi,
performa yang menurun, mudah terpengaruh dan bisa halusinasi (Putri,
2011).

b. Fisiologi tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak,
yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing
Region (BSR). RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh
tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk kewaspadaan dan
tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian atas pons. Selain
itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan
perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk
rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron
dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norephinephrine.
Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah,
yaitu BSR (Potter & Perry, 2005).
c. Jenis-jenis tidur
Dalam prosesnya, tidur dibagi menjadi dua jenis. Pertama, jenis tidur
yang disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi
reticularis, disebut dengan tidur gelombang lambat atau NREM (Non
Rapid Eye Movement). Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh
penyaluran abnormal dari isyarat-isyarat dalam otak meskipun
kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti, disebut dengan
tidur paradoks atau REM (Rapid Eye Movement). Tidur jenis ini dapat
berlangsung pada tidur lama yang terjadi selama 5-20 menit, rata-rata
timbul 90 menit. (Ardhiyanti, dkk, 2015).

Dalam tidur gelombang lambat masih dibagi lagi menjadi empat


tahapan, yaitu:

1) Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan
ciri sebagai berikut:
a) Rileks.
b) Masih sadar dengan lingkungan.
c) Merasa mengantuk.
d) Bola mata bergerak dari samping ke samping.
e) Frekuensi nadi dan napas sedikit menurun.
f) Dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung selama 5
menit.

2) Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun dengan ciri sebagai berikut:
a) Mata pada umumnya menetap.
b) Denyut jantung dan frekuensi napas menurun.
c) Temperatur tubuh menurun.
d) Metabolisme menurun.
e) Berlangsung pendek dan berakhir 10-15 menit.
3) Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan
frekuensi napas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh
adanya dominasi sistem saraf parasimpatis dan sulit untuk bangun.

4) Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan
jantung dan pernapasan turun, jarang bergerak dan sulit
dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung menurun,
dan tonus otot menurun.

Adapun ciri dari tidur paradoks antara lain:


1) Biasanya disertai dengan mimpi aktif.
2) Orang tersebut bahkan lebih sulit untuk dibangunkan daripada
selama tidur nyenyak gelombang lambat.
3) Tonus otot diseluruh tubuh sangat tertekan, yang menunjukkan
inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi retikularis.
4) Frekuensi jantung dan pernapasannya biasanya menjadi tidak
teratur, yang merupakan ciri keadaan mimpi.
5) Elektroensefalogram (EEG) memperlihatkan suatu pola
desinkronisasi gelombang beta voltase rendah yang mirip dengan
yang terjadi selama keadaan waspada.

d. Fungsi dan Tujuan Tidur


Belum diketahui dengan ke;as fungsi dan tujuan dari tidur. Namun
demikian, dengan tidur diduga mempunyai manfaat untuk menajaga
keseimbangan mental, emosial dan kesehatan. Stress pada sistem
kardiovaskuler, paru-paru, endokrin dan sistem organ juga
menistirahatkan aktivitasnya. Selama tidur energi tersimpan yang akan
diarahkan untuk fungsi-fungsi seluler yang penting. Jadi, terdapat dua
efek fisiologi dari tidur, pertama pada sisrem saraf yang diperkirakan
dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan diantara
sebagai susunan syaraf, kedua, pada struktur tubuh dapat memulihkan
kesegaran dan fungsi organ dalam tubuh, karena selama tidur telah
terjadi penurunan aktivitas organ-organ tersebut (Ardhiyanti, dkk,
2015).

e. Faktor yang mempengaruhi tidur


Kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang ada yang terpenuhi dengan
baik ada pula yang mengalami gangguan tidur, seseorang dapat tidur
atau tidak dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya (Mubarak,2007).

1) Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat
menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan
waktu tidur yang lebih banyak daripada biasanya. Nyeri yang
timbul pada beberapa pasien di rumah sakit setelah mengalami
operasi juga turut mempengaruhi kualitas tidur pasien tersebut,
pada penelitian Indri tentang pengaruh nyeri terhadap kualitas tidur
pada pasien post operasi apendisitis didapatkan hasil bahwa
sejumlah 32 dari 54 total pasien post operasi dengan nyeri berat
mengalami kualitas tidur buruk (Indri,2014).

2) Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang.
Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus tidur REM yang
dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali
memanjang. Kelelahan yang diakibatkan karena pekerjaan yang
menumpuk, waktu dan shift kerja. Shift dan kerja malam hari
berpengaruh negatif terhadap kesehatan fisik, mengurangi
kemampuan kerja dan menganggu psychophysiology homeostatis
seperti circardian rhythms, makan dan waktu tidur (Maurits, 2008).
3) Stres emosional
Ansietas dan depresi dapat menganggu tidur seseorang. Kondisi
ansietas dapat meningkatkan kadar norepineprin darah melalui
stimulasi sistem saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan
berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta
seringnya terjaga saat tidur. Penelitian yang dilakukan oleh
Wicaksono didapatkan hasil responden dengan tingkat stress dari
mulai ringan hingga berat berdampak pada kualitas tidur yang
buruk. Stres akibat kecemasan yang berlebihan membuat seseorang
terlalu keras berfikir sehingga sulit mengontrol emosi yang
berdampak pada peningkatan ketegangan dan kesulitan memulai
tidur (Wicaksono,2012).

4) Obat
Golongan sedasi menyebabkan pasien menjadi tidur, namun tidur
akibat pengaruh sedasi berbeda dengan tidur secara fisiologis
(Weinhouse & Watson, 2009). Meskipun keduanya menyebabkan
respon yang sama yaitu penurunan respon terhadap stimulus
eksternal, penurunan tonus otot dan depresi respiratori.
Perbedaannya jika tidur dipengaruhi oleh irama sirkadian maka
sedasi dipengaruhi oleh dosis obat yang diberikan. Pada tidur
normal akan terlihat perubahan gelombang EEG pada tiap tahap
tidur, sedangkan pada sedasi gelombang yang muncul atipikal dan
tidak dapat dikelompokkan ke tahapan tidur normal.

5) Nutrisi
Terpenuhnya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat
proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya
proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam
amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan
gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan
terkadang sulit untuk tidur.
6) Lingkungan
Membagi dua faktor yang mempengaruhi tidur pada pasien di ruang
rawat intensif yaitu faktor lingkungan dan faktor non lingkungan.
Faktor lingkungan dalam penelitiannya terdiri dari suara, cahaya,
intervensi keperawatan, pemeriksaan diagnostik, pengukuran tanda-
tanda vital, flebotomi, pemberian obat-obatan, alarm bedside
monitor, pulse oximetry, suara berbicara, alarm infuse pump,
nebulizer, suara telepon petugas, televisi, telepon ruangan dan alarm
ventilator. Sedangkan yang termasuk dalam faktor non lingkungan
adalah karakteristik pasien, nyeri, dan obat yang digunakan oleh
pasien selama dirawat, terutama obat-obatan yang mempengaruhi
kualitas tidur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suara adalah
dimensi lingkungan yang paling mengganggu kualitas tidur pasien
di ruang intensif (bihari, mcevoy, matheson et al., 2012).

7) Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang
untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu,
adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan
gangguan proses tidur (Hidayat, 2006).

g. Gangguan tidur
Menurut Potter & Perry (2009) yang dituliskan dalam bukunya
Fundamental Keperawatan bahwa jenis-jenis gangguan tidur antara
lain:
1) Insomnia
Menurut Edinger dan Sarana (2005) dikutip dalam Potter & Perry
(2009), insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka
mengalami kesulitan tidur kronis, sering terbangun dari tidur,
dan/atau tidur non-restotatif.
2) Apnea Tidur
Apnea tidur adalah gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran
udara melalui hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih
pada saat tidur. Terjadinya apnea dapat mengacaukan jalannya
pernapasan sehingga dapat mengakibatkan henti napas. Bila
kondisi ini terus menerus maka dapat menyebabkan kadar oksigen
darah menurun dan denyut nadi menjadi tak teratur.

3) Narkolepsi
Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur kondisi
tidur dan terjaga. Hal ini merupakan suatu gangguan neurologis.

4) Kurang Tidur
Kurang tidur adalah masalah yang paling banyak dialami klien
sebagai hasil dari disomnia. Penyebabnya meliputi penyakit
(misalnya: demam, obat, sesak napas, atau sakit), stres emosional,
pengobatan, gangguan lingkungan (misalnya: tindakan perawatan
yang sering), dan variabilitas dalam waktu tidur karena shift kerja.

5) Parasomnia
Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih umum terjadi pada
anak-anak daripada orang dewasa. Parasomnia juga merupakan
kumpulan beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola tidur,
misalnya somnambulisme (berjalan-jalan dalam tidur) yang dapat
menyebabkan cedera.

h. Gangguan Tidur Pasien ICU


Gangguan tidur pada pasien penyakit kritis adalah tahap tidur yang
mengakibatkan ketidaknyamanan dan mengganggu kualitas hidup
(Urden, 2010). Menurut Carpenito (1995) dalam Hidayat (2006)
menyebutkan bahwa gangguan pola tidur merupakan suatu keadaan di
mana individu mengalami atau mempunyai risiko perubahan dalam
jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan
atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan.

Studi yang dilakukan Hilton (2006) dalam Pusparini (2014) yang


dilakukan di dalam ruang perawatan kritis didapatkan durasi tidur
pasien tersebut berada dalam rentang 6 menit hingga 13,3 jam sehari.
Tidur malam hanya dialami oleh 50% responden. Tidur lebih
didominasi oleh tidur NREM tahap I, sementara tahap lain mengalami
gangguan. Gangguan yang nyata terjadi pada tahap III dan IV yang
hanya berlangsung selama 4,7% dan 10,5%, secara normal seharusnya
tahap tersebut terjadi sebanyak 30% hingga 35% dari setiap siklusnya.

i. Kualitas Tidur Pasien ICU


Intensive Care Unit (ICU) merupakan bagian dari rumah sakit yang
mandiri, dengan staf dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit
akut, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan
masih reversible (Kepmenkes, 2010).

Kualitas tidur adalah kemampuan seseorang untuk tetap tertidur dan


untuk mendapatkan jumlah tidur REM dan NREM yang tepat. Kualitas
tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari,
perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur (Bare, 2002).

Hilton (2006) dalam Pusparini (2014) meneliti mengenai kuantitas dan


kualitas tidur pasien di unit perawatan kritis respirasi (n=9) dengan
menggunakan EEG. Durasi tidur pasien tersebut berada dalam rentang
6 menit hingga 13,3 jam sehari. Tidur malam hanya dialami oleh 50%
responden. Tidur lebih didominasi oleh tidur NREM tahap I,
sementara tahap lain mengalami gangguan. Gangguan yang nyata
terjadi pada tahap III dan IV yang hanya berlangsung selama 4,7% dan
10,5%, secara normal seharusnya tahap tersebut terjadi sebanyak 30%
hingga 35% dari setiap siklusnya.

Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan


tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam
tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibedakan menjadi tanda
fisik dan tanda psikologis. Tanda-tanda fisik akibat kekurangan tidur
antara lain: ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di
kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung),
kantuk yang berlebihan, tidak mampu berkonsentrasi, terlihat tanda-
tanda keletihan. Sedangkan tanda-tanda psikologis antara lain: menarik
diri, apatis, merasa tidak enak badan, malas, daya ingat menurun,
bingung, halusinasi, ilusi penglihatan dan kemampuan mengambil
keputusan menurun (Hidayat, 2006).

j. Pengukuran Kualitas Tidur


Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan kuisioner untuk
menilai kualitas tidur dalam waktu satu bulan . Komponen PSQI
dinilai dalam bentuk 19 pertanyaan dan memiliki bobot penilaian
masing-masing sesuai dengan standar baku. Dari 4 pilihan jawaban
yang bernilai 0 (untuk tidak pernah/ baik sekali), 1 (untuk kurang dari
sekali dalam seminggu/baik), 2 (kurang dari dua kali dalam
seminggu/buruk), sampai 3 (untuk tiga kali atau lebih dalam
seminggu/buruk sekali) (Carney & Edinger, 2010). Komponen tersebut
antara lain:
1) Kualitas Tidur Subjektif
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 9
dalam kuesioner PSQI yang berbunyi “Bagaimana Anda
menentukan kualitas tidur Anda secara keseluruhan pada bulan
yang lalu?”.
Kriteria penilaian (skor) berdasarkan pilihan jawaban responden
sebagai berikut : Sangat baik : 0, Cukup baik : 1, Kurang baik : 2,
Sangat buruk : 3.

2) Latensi Tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 2
dalam PSQI yang berbunyi “Selama 1 bulan terakhir, berapa menit
biasanya Anda habiskan waktu di tempat tidur, sebelum akhirnya
Anda tertidur?”, dan pertanyaan nomor 5a yang berbunyi “Selama
1 bulan terakhir, seberapa sering tidur Anda terganggu karena tidak
bisa tidur dalam waktu 30 menit”.

Kriteria penilaian (subskor) berdasarkan pilihan jawaban


responden terhadap pertanyaan nomor 2 sebagai berikut: ≤ 15
menit : 0, 16-30 menit : 1, 31-60 menit : 2, > 60 menit : 3.

Kriteria penilaian (subskor) berdasarkan pilihan jawaban


responden terhada pertanyaan nomor 5a sebagai berikut:
Tidak ada selama 1 bulan terakhir : 0, Kurang dari 1 kali dalam
seminggu : 1, 1 atau 2 kali dalam seminggu : 2, 3 kali atau lebih
dalam seminggu : 3. Jumlah subskor pertanyaan nomor 2 dan
nomor 5a (skor komponen latensi tidur) adalah sebagai berikut : 0 :
0, 1-2 : 1, 2-4 : 2, 5-6 : 3.

3) Durasi Tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 4
dalam PSQI yang berbunyi “Selama 1 bulan terakhir, berapa jam
Anda tidur di malam hari? (Jumlah jam pada tidur malam)”.
Kriteria penilaian (skor) berdasarkan pilihan jawaban responden
sebagai berikut : > 7 jam : 0, 6-7 jam : 1, 5-6 jam : 2, < 5 jam : 3.
4) Efisiensi Kebiasaan Tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor
1, 3 dan 4 dalam PSQI mengenai jam tidur malam dan bangun pagi
serta durasi tidur.
Jawaban responden dihitung dengan rumus:

𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑢𝑟
x100%
𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑖 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑑𝑢𝑟

Hasil perhitungan dikelompokan menjadi 4 kategori dengan\


penilaian (skor) sebagai berikut: Efesiensi tidur > 85% : 0,
Efesiensi tidur 75-84% : 1, Efesiensi tidur 65- 74% : 2, Efesiensi
tidur

5) Gangguan Tidur
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor
5b – 5j dalam PSQI yang terdiri dari hal-hal yang dapat
menyebabkan gangguan tidur. Tiap item memiliki skor 0-3, dengan
0 berarti tidak pernah sama sekali dan 3 berarti sangat sering dalam
sebulan.
Skor kemudian dijumlahkan sehingga dapat diperoleh skor
gangguan tidur dan di kelompokan sebagai berikut:
Skor gangguan tidur 0 : 0, Skor gangguan tidur 1-9 : 1, Skor
gangguan tidur 10-18 : 2, Skor gangguan tidur 19-27 : 3.

6) Penggunaan Obat Tidur


Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 6
dalam PSQI yang berbunyi “Selama 1 bulan terkhir, seberapa
sering Anda memakan obat tidur (resep dokter atau obat bebas)”.
Kriteria penilaian (skor) berdasarkan pilihan jawaban responden
sebagai berikut:
Tidak ada selama 1 bulan terakhir : 0, Kurang dari 1 kali dalam
seminggu : 1, 1 atau 2 kali dalam seminggu : 2, 3 kali atau lebih
dalam seminggu : 3.

7) Disfungsi Tidur Pada Siang Hari


Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 7
dalam PSQI yang berbunyi “Selama 1 bulan terkhir, seberapa
sering Anda tertidur ketika Anda mengemudi, makan, atau terlibat
dalam kegiatan sosial?” dan pertanyaan nomor 8 yang berbunyi
“Selama 1 bulan terkhir, seberapa banyak masalah yang Anda
hadapi untuk tetap antusias menyelesaikan sesuatu?”.

Kriteria penilaian (subskor) berdasarkan pilihan jawaban


responden terhadap pertanyaan nomor 7 sebagai berikut:
Tidak ada selama 1 bulan terakhir : 0, Kurang dari 1 kali dalam
seminggu : 1, 1 atau 2 kali dalam seminggu : 2, 3 kali atau lebih
dalam seminggu : 3.

Kriteria penilaian (subskor) berdasarkan pilihan jawaban


responden terhadap pertanyaan nomor 7 sebagai berikut:
Tidak ada masalah : 0, Hanya masalah kecil : 1, Ada masalah : 2,
Masalah besar : 3.

Hasil total skor kuesioner dari 7 komponen tersebut dapat


diinterprestasikan menjadi 2 pilihan yaitu:
Kualitas tidur baik : ≤ 5, Kualitas tidur buruk : > 5.

2. Terapi Musik Suara Alam


a. Definisi
Musik suara alam atau Nature sounds music bukan merupakan bagian
dari musik klasik. Musik jenis ini justru merupakan temuan baru akibat
modernisasi tehnologi rekaman suara. Nature sounds music merupakan
bentuk integrative musik klasik dengan suara-suara alam. Komposisi
musik ini disertai dengan latar belakang suara ombak lautan atau
gemerisik pepohonan, dan suara alam lainya. Jenis musik nature
sounds ini cenderung lebih mendekatkan pendengar dengan suasana
alam. Bagi anak suara alam ini tidak sekadar membangkitkan assosiasi
tertentu tetapi juga merupakan stimulus tertentu sebagai sarana belajar.
Iringan musik ini dalam situasi yang tenang ketika sedang belajar
sangat membantu memperkuat imajinasi dan assosiasinya (Satiadarma,
2004).

b. Manfaat
Djohan ( 2006) dan Campbell (2002) menyebutkan manfaat utama
intervensi musik antara lain:
1) Relaksasi
Intervensi musik memberikan kesempatan bagi tubuh dan pikiran
untuk mengalami relaksasi (istirahat). Kondisi relaksasi disebabkan
karena seluruh sel dalam tubuh akan mengalami reproduksi,
produksi hormone tubuh diseimbangkan dan menyebabkan pikiran
mengalami penyegaran.
2) Kesehatan Jiwa
Musik mampu memberikan rasa tenang, mengendalikan emosi dan
menyembuhkan gangguan psikologis. Pada zaman modern seperti
sekarang ini, musik banyak digunakan oleh psikolog, psikiater
maupun therapist untuk mengatasi gangguan mental atau gangguan
psikologis seperti kecemasan, panik, stress dan depresi.
3) Mengurangi Rasa Sakit
Intervensi musik dapat membantu tubuh relaksasi secara fisik dan
mental sehingga mampu membantu menyembuhkan dan mencegah
rasa sakit. Hal ini disebabkan karena musik bekerja pada saraf
otonom yaitu pada bagian saraf yang bertanggung jawab
mengontrol tekanan darah, denyut jantung dan fungsi otak yang
mengontrol perasaan dan emosi. Bagi penderita nyeri kronis yang
diakibatkab suatu penyakit, intervensi musik dapat membantu
mengurangi rasa sakit dengan mempengaruhi sistem saraf otonom.

c. Tata Cara Pemberian Intervensi Musik


Chlan (2009) menjelaskan bahwa dalam pemberian intervensi musik
dengan tujuan meningkatkan kualitas tidur, perlu diperhatikan bahwa
tempo yang diberikan dibawah kecepatan jantung (< 80 ketukan/
menit). Musik harus memiliki nada yang menenangkan, harmoni yang
menyenangkan, irama yang teratur tanpa perubahan secara tiba-tiba.
Semakin tinggi nada, dapat menghasilkan simpatis. Dalam pemberian
intervensi musik, volume tidak boleh terlalu keras karena dapat
memicu emosi sedangkan volume musik yang rendah dapat
menciptakan perasaan tenang. Volume musik yang dapat
menghasilkan relaksasi memiliki tingkat volume maksimal 60
desibel.18 Durasi yang diberikan dalam pemberian intervensi musik
adalah selama 15-30 menit.

3. Perawatan Kritis pasien ICU


a. Definisi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/Menkes/SK/XII/2010, Intensive Care Unit (ICU) merupakan
suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf dan
perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan
dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera atau
pasien dengan penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan
masih reversible.

ICU menyediakan kemampuan dan sarana prasarana serta peralatan


khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
ketrampilan medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan tersebut (Olsen KDE, Dysvik, Hanse BS, 2009).
Intensive Carem Unit (ICU) merupakan fasilitas rumah sakit yang
menyediakan perawatan intensif bagi pasien dengan berbagai masalah
kesehan yang mengancam nyawa (Stedmen, 2005).

b. Klasifikasi Pelayanan ICU


Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman
pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan ICU di rumah sakit. Klasifikasi pelayanan ICU dapat
dibedakan menjadi:
1) Pelayanan ICU Primer
Pelayanan ICU primer mampu memberikan pengelolaan resusitatif
segera untuk pasien sakit gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka
pendek, dan mempunyai peran penting dalam pemantauan dan
pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang beresiko
dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan
kardiovaskuler sederhana dalam beberapa jam.

2) Pelayanan ICU Sekunder


Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang
tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah
digariskan, misalnya kedokteran umum, bedah, pengelola trauma,
bedah saraf, bedah vaskuler, dll. ICU hendaknya mampu
memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama melakukan
dukungan atau bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks.
3) Pelayanan ICU Tersier
Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU.
Memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau
bantuan hidup multisistem yang kompleks dalam jangka waktu
yang terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis pelayanan
dukungan atau bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan
kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan
mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien
yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh
spesialis intensive care.

c. Kriteria Pasien Masuk dan keluar Intensive Care Unit (ICU)


Perlunya penentuan pasien yang memerlukan perawatan intesif yang
berhubungan dengan jumlah kapasitas tempat tidur yang terbatas dan
pasien yang memerlukan perawatan intensif yang tinggi. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010, adanya prioritas pasien masuk ICU
yaitu :
1) Golongan pasien prioritas 1, merupakan pasien dengan kondisi
kritis, tidak stabil dan memerlukan terapi intensif dan tertitrasi
seperti: bantuan ventilasi, alat penunjang fungsi organ, infus/obat-
obatan vasoaktif/inotropik, obat anti aritmia, serta pengobatan
lainnya yang dilakukan secara continue dan tertitrasi. Sebagai
contoh yaitu kasus pasien paska bedah kardiovaskuler, sepsis berat,
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam
nyawa.

2) Golongan pasien prioritas 2, yaitu pasien yang memerlukan


pelayanan pemantauan di ICU, sebab akan sangat beresiko jika
tidak mendapatkan terapi intensif segera. Pasien dengan perawatan
intensif contohnya yaitu kasus pada pasien penderita penyakit
dasar jantung-paru, gagal ginjal akut atau pasien yang telah
mengalami pembedahan mayor.

3) Golongan pasien prioritas 3, yaitu pasien sakit kritis yang tidak


stabil status kesehatan sebelumnya yang disebabkan oleh penyakit
yang mendasarinya. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi
di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh kasusnya yaitu
pasien dengan keganasan metastatik dengan infeksi, sumbatan
jalan nafas, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit
akut berat.

4) Pengecualian, dengan pertimbangan dan persetujuan dari Kepala


ICU, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa
dikecualikan, dengan catatan bahwa pasien golongan demikian
sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU
yang terbatas dapat digunakan untuk pasien prioritas lainnya.
Pasien yang tergolong demikian yaitu:
a) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi
tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang
aman” saja.
b) Pasien dalam keadaan vegetatif permanen
c) Terakhir yaitu pasien yang dipastikan telah mengalami
kematian batang otak namun dengan alasan kepentingan donor
organ, maka pasien dapat dirawat di ICU. Tujuan dirawat di
ICU yaitu untuk menunjang fungsi organ sebelum dilakukan
pengambilan.

Kriteria pasien dikeluarkan atau dipindahkan dari ICU yaitu


berdasarkan pertimbangan medis oleh kepala ICU dan tim yang
merawat pasien, kriterianya yaitu sebgai berikut:
1) Keadaan pasien menunjukkan perbaikan dan cukup stabil, sehinga
tidak memerlukan pemantauan atau terapi intensif yang lebih
lanjut.

2) Pemantauaan intensif tidak bermanfaat dan tidak memberikan hasil


yang berarti bagi pasien. Contoh kasus yaitu pasien yang
mengalami penyakit dalam kategori stadium akhir (misalnya
ARDS stadium akhir). Namun sebelum pasien dikeluarkan dari
ICU alangkah lebih baik jika keluarga diberikan penjelasan alasan
mengapa pasien dikeluarkan.
4. Mekanisme Musik Terhadap Kualitas Tidur
Musik bersifat terapeutik artinya dapat menyembuhkan, salah satu
alasanya karena musik menghasilkan]rileksasi rangsangan atau unsure
irama dan nada masuk ke canalis auditorius di hantar sampai ke thalamus
sehingga memori di sistem limbic aktif secara otomatis mempengaruhi
saraf otonom yang disampaikan ke thalamus dan kelenjar hipofisis dan
muncul respon terhadap emosional melalui feedback ke kelenjar adrenal
untuk menekan pengeluaran hormon stress sehingga seseorang menjadi
rileks Sehingga kualitas tidur menjadi meningkat (Satiadanua 2002).

5. Jurnal terkait

1. Penelitian dilakukan oleh Nur Iman Waruwu, Chrismis Novalinda


Ginting, Devis Telaumbanua, Darwisman Amazihono (2019) dengan
judul “pengaruh terapi musik suara alam terhadap kualitas tidur pasien
kritis di ruang icu rsu royal prima medan”. Desain penelitian
menggunakan teknik purposive sampling yang memiliki kriteria
inklusi dan eksklusi. Hasil uji normalitas Shapiro-wilk dimana data
responden pada data pre-test memiliki nilai sig 0,002 < 0,05, data post-
test terdapat nilai sig 0,000 < 0,05. Uji wilcoxon signed rank tes
memiliki nilai mean rank pretest-posttest sebesar 6,00-0,00 dengan p-
value 0,002 pada pasien kritis di ruang rsu royal prima medan tahun
2019.

2. Penelitian dilakukan oleh Kurnia Wijayanti, Andrew Johan dan Nana


Rochana (2018) dengan judul “musik suara alam terhadap peningkatan
kualitas tidur pada pasien kritis” Jenis penelitian ini adalah quasi
experiment non equivalent dengan pre-post test control group design.
Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dengan
randomized allocation. Total responden berjumlah 38 orang. Data
menggunakan uji normalitas dengan Shapiro Wilk, uji Wilcoxon, dan
Mann Whitney. Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna pada kualitas tidur antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol dengan nilai p=0,000 (p<0,05).

3. Penelitian dilakukan oleh Eka Yulia Fitri Y dan Dhona Andhini (2016)
dengan judul “pengaruh terapi nature sounds terhadap kualitas tidur
pada pasien dengan sindroma koronaria akut”. Jenis penelitian ini
adalah kuasi eksperimental dengan desain one group pretest-posttest.
Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling pada
pasien dengan SKA yang dirawat di ruang CVCU RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang berjumlah 13 responden. Hasil
penelitian menunjukkan adanya perbedaan rata-rata kualitas tidur
(29,18±13,47, p value 0,000) dan tingkat kebisingan (19,69±16,68, p
value 0,001) sebelum dan setelah pemberian terapi nature sounds.
B. KERANGKA TEORI
Pasien kritis Factor yang
ICU mempengaruhi Kualitas tidur
kualitas tidur : yang baik

- Penyakit
- Kelelahan
- Stress
psikologi
- Nutrisi
- Lingkungan Kualitias tidur
- Obat yang buruk
- motivasi

Irama yang - Murrotal


harmonis dan - Pijat Terapi non Terapi
tempo yang - Aromaterapi farmakologi farmakologi
lambat dapat
- Refleksiologi
mengaktifkan
hormon – - Hypnosis
hormon benzodiazepine,
endorfin. - Terapi Musik
propofol
Sehingga
terjadi respon
relaksasi

Meningkatkan
Sumber: Hidayat (2006), mubarok (2007)
kualitas tidur
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEIFINISI OPERASIONAL &
HIPOTESA

A. Kerangka konsep penelitian


Kerangka konsep adalah penjelasan tentang konsep-konsep yang terkandung
didalam asumsi teoritis yang digunakan untuk mengabstraksikan insur-unsur
yang terkandung dalam fenomena yang akan diteliti dan menggambarkan
bagaimana hubungan diantara konsep-konsep tersebut (Dharma, 2011).

Variabel ada karakteristik yang melekat pada populasi, bervariasi antara satu
dengan yan glainnya dan diteliti dalam suatu penelitian. Variabel penelitian
dikembangkan dari konsep/teori dan hasil penelitian terdahulu sesuai dengan
fenomena atau masalah penelitian. Dalam penelitian dikenal beberapa jenis
variabel berdasarkan hubungan sebab-akibat, antara variabel-variabel tersebut
antara lain variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat
(dependent variabel) (Dharma, 2011).

Berikut ini jenis variabel menurut dharma (2011) :


1. Variabel bebas (independent variabel) disebut juga variabel sebab itu
karakteristik dari subyek yang dengan keberadaannya menyebabkan
perubahan pada variabel yang lainnya.
2. Variabel terikan (dependent variabel) adalah variabel akibat atau variabel
yang akan berubah akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada
variabel independen.
3. Variabel perancu (confounding variabel) adalah distorsi dalam menaksir
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, akibat dari
tercampurnya pengaruh sebuah atau beberapa variabel lain. Variabel lain
yang menyebabkan kerancuan disebut factor perancu (confounding factor).

Variabel bebas (independen variabel) pada penelitian ini adalah terapi


musik suara alam, variabel terikat (dependen variabel) pada penelitian ini
adalah kualitas tidur pasien dan variabel perancu (confounding variabel)
adalah jenis kelamin dan usia.

Variabel Independen Variabel Dependen

Terapi musik suara alam Kualitas Tidur Pasien


ICU

Variabel Confounding Keterangan:


= Diteliti
1. Jenis Kelamin
= Tidak diteliti
2. Umur

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

B. HIPOTESIS
Hipotesis penelitian adalah Menurut Sugiyono (2014) hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dikatakan sementara
karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.
Hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Hipotesis Nol= H0
Tidak ada Pengaruh Terapi Musik Suara Alam Terhadap Kualitas Tidur
Pasien Di Unit Perawatan Kritis (ICU) RS Premier Bintaro
2. Hipotesis Alternatif= Ha
Ada Pengaruh Terapi Musik Suara Alam Terhadap Kualitas Tidur Pasien
Di Unit Perawatan Kritis (ICU) RS Premier Bintaro.

C. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian menurut (Sugiyono, 2015) adalah
suatu atribut atau sifat atau nilai dari obyek atau kegiatan yang memiliki
variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
Berdasarkan kajian teoritis dan konsep yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat disusun defenisi operasional penelitian sebagai berikut:

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala


Dependen operasional
Ukur
Kualitas tidur Kualitas tidur PSQI kuesioner Kualitas Ordinal
merupakan (Pitssburgh tidur baik :
kemampuan Sleep ≤5
seseorang Quality Kualitas
untuk Index) tidur buruk :
mempertahan ≥5
kan tidurnya
dan
mendapatkan
jumlah tidur
yang cukup
Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala
Independen operasional
Ukur
Terapi musik Terapi yang Terapi Mengguna Dilakukan terapi -
suara alam diberikan music kan music suara
perawat untuk - MP3 alam pada
meningkatkan -Musik pasien
kualitas tidur suara alam
pasien ICU - earphone
dengan
menggunakan
musik yang
dihasilkan
oleh suara-
suara alam.
Pemberian
2x/hari dalam
30 menit
selama 3 hari
Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala
Confounding operasional
Ukur
Jenis kelamin Perbedaan Lembar Melihat - Perempuan Nominal
responden observasi data file - Laki-laki
berdasarakan pasien
seks
Umur Umur Lembar Melihat Usia pasien :
merupakan observasi data file ≥ 18 tahun
usia yang pasien
dihitung
mulai dari
tanggal lahir
sampai
penelitian
dilakukan
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Design penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk
melakukan sesuatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya
penelitian (Dharma, 2011).
Penelitian ini menggunakan quasi experiment, dengan rancangan pre and post
test without control yaitu peneliti hanya melakukan intervensi pada suatu
kelompok tanpa pembanding. Perlakuan dinilai degan cara membandingkan
pre test dengan post test (Dharma, 2011)

R O1 X O2

Table 4.1. Bagan rancangan penelitian


Keterangan :
R : Semua responden penelitian yang mendapatkan perlakuan
O1 : Pre test pada kelompok perlakuan
X : Perlakuan dengan pemberian terapi musik suara alam
O2 : Post test pada kelompok perlakukan

B. Populasi, Sample Dan Teknik Pengambilan Sample


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari unit didalam pengamatan yang akan kita
lakukan (Sutanto, 2010).
Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh pasien ICU RS Premier
Bintaro.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai atau karakteristiknya kita
ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari
populasi (Sutanto, 2010)
Pemilihan sampel secara Non-Probability Sampling adalah pemilihan
sampel yang tidak dilakukan secara acak. Non-Probability Sampling
menghasilkan peluang yang tidak sama pada individu dalam populasi
untuk terpilih menjadi sampel. Meskipun peluang untuk terpilih menjadi
sampel tidak sama, namun Non-Probability Sampling masih dibenarkan
jika sampel terpilih dapat mewakili populasinya (Darma, 2011).

a) Kriteria Inklusi
Sampel yang digunakan alah sample yang ditemui saat dilakukan
penelitian yang memenuhi inklusi sebagai berikut :
1) Pasien kesadaran compos mentis
2) Tidak mempunyai gangguan pendengaran
3) Bersedia menjadi subjek penelitian
4) Responden berada di ICU RS Premier Bintaro
b) Kriteria Eklusi
Kriteria dimana subjek penelitian tidak layak dijadikan sample
karentidak memenuhi syarat penelitian yaitu:
1) Pasien kesadaran tidak composmentis
2) Memiliki gangguan pendengaran
3) Tidak mau dijadikan sebagai responden penelitian

3. Teknik pengambilan sample


Teknik Non-Probability Sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan
sampel bila semua anggota digunakan sebagai sampel. Hal ini sering
digunakan, bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang.
(Sugiyono, 2011).

C. Tempat penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di Rumah Sakit Premier
Bintaro, dikarenakan penelitian tentang intervensi yang diberikan musik suara
alam terhadap kualitas tidur pasien ICU. Penelitian dilaksanakan di ruang ICU
RS Premier Bintaro.
D. Waktu penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian akan dilakukan pada bulan Desember 2019
sampai dengan Januari 2020.

E. Etika penelitian
Etika dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang
diterapkan dalam kegiatan penelitian.
Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang
teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika
penelitian (Jacob, 2004).
Etika penelitian memiliki berbagai macam prisip, akan tetapi ada tiga prinsip
etik utama yang menjadi dasar standar etik dalam melaukan penelitian (Polit,
Beck & Hungler, 2001), di antaranya adalah:
1. Beneficence
Peneliti berupaya melindungi responden dari bahaya, atau ketidknyamanan
baik fisik maupun mental saat melakukan pengisian kuesioner. Peneliti
meyakinkan kepada responden bahwa partisipasi dan informasi yang
didapat dari responden digunakan untuk kebutuhan penelitian, bukan
untuk digunakan sebagai ekploitasi pada diri responden.

2. Respect Of Human Dignity


Responden memiliki otonomi atas dirinya sehingga berhak untuk
memutuskannya dalam proses penelitian. Peneliti harus menjelaskan
secara menyeluruh tentang penelitian yang sedang dilakukan, menjelaskan
hak responden, tanggung jawab peneliti serta resiko dan keuntungan yang
mungkin timbul akibat penelitian yang di lakukan. Prinsip ini juga
mencakup informed consent, dalam informed consent respondent berisi
informasi terkait penelitian yang akan di lakukan, mengerti akan informasi
yang ada, dan bebas memilih untuk bersedia terlibat dalam penelitian
ataupun menolaknya.
3. Justice
Responden mendapatkan perlakuan yang adil pada saat sebelum, selama,
dan setelah di lakukan penelitian. Sebagai contoh, pemilihan terhadap
respondenharus berdasarkan pada persyaratan penelitian dan bukan atas
dasar kenyamanan atau kompromi karena posisi yang dimiliki responden.
Peneliti harus meyakinkan responden bahwa penelitianya tidak akan
mengganggu privasi responden. Responden memiliki kebebasan untuk
melakukan pengecualian pada beberapa data untuk di rahasiakan.

4. Anonimity
Terjadi ketika peneliti tidak dapat berhubungan dengan responden melalui
data yang diisi responden

F. Alat pengumpulan data/ Instrumen penelitian

1. Instrument penelitian
a) Terapi musik suara alam
Instrumen yang digunakan yaitu dengan lagu/mp3 melalui handphone,
earphone yang dipasangkan ke pasien untuk mendengarkan terapi
music.
b) Kuesioner kualitas tidur
Instrumen yang digunakan yaitu kueasioner PSQI Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI). Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
merupakan kuesioner untuk menilai kualitas tidur dalam waktu satu
bulan. PSQI merupakan instrumen yang telah terbukti efektif dan
digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan pola tidur orang dewasa.

G. Prosedur pengumpulan data


Pengumpulan data dilakukan di tempat penelitian dengan prosedur sebagai berikut :

1. Prosedur administrative
a) Peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Kepela Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA
b) Setelah izin penelitian yang telah dikerluarkan oleh Kepala Program Studi S1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA digunakan
peneliti untuk melakukan penelitian.
c) Peneliti melakukan permintaan izin kepada Kepala Perawat ICU RS Premier
Bintaro untuk melakukan penelitian dan izin pengambilan data yang
diserahkan kepada supervisior ruangan ICU.

2. Prosedur teknis
a)
Kurnia, W, J, Andrew., R, Nana. (2014). Musik Suara Alam Terhadap Peningkatan
Kualitas Tidur Pada Pasien Kritis. URL: garuda.ristekdikti.go.id
Morton, P. G., Fontaine, D. K., Hudak, C. M., Gallo, B. M. (2013). Critical Care
Nursing 10th Edition A Holistic Approach. Wolters Kluwer Health.

Potter, P. A. & Perry, A. G. (2006). Fundamental Keperawatan. EGC: Jakarta.


Potter, P.A & Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan: edisi terjemahan.
Singapore: Mosby Elsevier.
Hardin, K.A. (2009). Sleep in the ICU: Potential mechanisms and clinical implications.
Chest, 136 (1), 284–294. http://dx.doi.org/10.1378/ chest.08-1546.
National Hearth, Lung and Blood Institute.
(2011).
Kozier, Erb, Berman, & Snyder. (2010). Buku
ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses & praktik (Volume 1, Edisi 7). Jakarta:
EGC.

Urden, Linda D, et all. 2012. Priorities in Critical Care Nursing : Fift Edition.
Canada : Mosby Elsevier
Engwall,M. Fridh, I. Johansson,L. Bergbom,I. Lindahl, B. (2015). Lighting, sleep
and circandian ryhtm : An intervention study in the intensive care unit.
Intensive and Critical Care Nursing. https://doi.org/10.1016/j.iccn.2015.07.001

Khasanah, K. & Hidayati, W. (2012). Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi


Sosial “MANDIRI” Semarang. Journal Nursing Studies, 1, 189-196.

Romero-Bermejo, F.J. (2016). Sleep quality in intensive care unit: Are we doing our best
for our patients?. Indian Journal Critical Care Medicine, 18, 191-2.

Boyko, Y., Ording, H., Jennum, P. (2012). Sleep disturbances in critically ill
patients in ICU: how much do we know?. Acta Anaesthesiologica
Scandinavica Foundation. 56: 950-958. Diunduh pada tanggal 26
Oktober 2014 jam 17.00 WIB dari
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22404330>

Engwall, Fridh, Johansson, Bergbom & Lindhal. (2015) Lighting, sleep and
circadian rhythm: An intervention study in the intensive care unit.

Snyder, M. & Lindquist R. Complementary/alternative therapies in nursing. 4th ed.


New York: springer: 2002.

Kepmenkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:


812/Menkes/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif. Jakarta.
Diunduh pada tanggal 24 Mei 2015 jam 19.00 WIB, dari
<www.perpustakaan.depkes.go.id>
Robertson, L.C., & Al-Haddad, M. (2013). Recognizing the critically ill patient.
Anaesthesia and intensive care medicine, 14(1)

Kemenkes RI No. 1778/Menkes/SK/XII/2010

Stedmen. Kamus ringkas kedokteranstedmen untuk profesi kesehatan. 4nd ed.


Dirickx, editor. Jakarta: EGC. 2005

Olsen KDE, Dysvik, Hanse BS. Intensive and critical care nursing (online). 2009; 25:
190-198. Available from: https://www.elsevier.com/journals/intensive-and-critical-
care-nursing/0964-3397?generatepdf=true

22. Sadock, Benjamin J, Sadock, Virginia A. Buku ajar psikiatri klinis edisi 2.
Jakarta: EGC, 2010

23.
Feldman RS. Pengantar psikologi. Jakarta : Salemba Medika, 2012

24. Puri K. Buku ajar psikiatri edisi 2. Jakarta : EGC, 2011

25. National Sleep Foundation.Sleep-wake cycle : its physiology and impact on


health.Washington,DC: National Sleep Foundation, 2006. Diakses
www.sleepfoundation.org tanggal 3 April 2016 (14.29)

26. King LA. Psikologi umum : sebuah pandangan apresiatif. Jakarta : Salemba
Medika, 2010

Wicaksono DW. Analisis faktor dominan yang berhubungan dengan kualitas tidur
pada mahasiswa fakultas keperawatan Universitas Airlangga, 2012 diakses melalui
http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-Jurnal.rtf
27. Hidayat M & Hidayat A. Ketrampilan dasar praktik klinik untuk kebidanan.
Jakarta : Salemba Medika, 2008

28. Alimul H. Pengantar kebutuhan dasar manusia : aplikasi konsep dan proses
keperawatan. Jakarta : Salemba Medika, 2006

29. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.Clinical sleep disorders, 2012

30. Basavanthappa. Essentials of mental health nursing. India: Jaypee Brothers


Medical Publishers vol.1:527 ISBN : 978-93-5025-371-7. 2011

Ardhiyanti, Yulrina, Dkk. (2015). Panduan Lengkap Keterampilan Dasar Kebidanan. I,


Yogyakarta: Deepublish. Asmadi

31. Mubarak WI, Nurul C. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : teori & aplikasi
dalam praktik. Jakarta : EGC, 2007

32. Indri VU, Karim D, Elita V. Hubungan antara nyeri, kecemasan dan lingkungan
dengan kualitas tidur pada pasien post operasi apendisitis. Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Riau, 2014

33. Maurits LS dan Widodo ID. Faktor dan penjadualan shift kerja vol 13 no 2 ISSN :
0853-8697. Program Studi Ilmu Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, 2008

34. Daswin N. Pengaruh kafein terhadap kualitas tidur mahasiswa Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2013

Satiadarma, K., Mulja, M., Tjahjono, D.H. dan Kartasasmita, R.E., 2004, Asas
Pengembangan Prosedur Analisis, Airlangga University Press, Surabaya

Djohan. Terapi Musik Teori dan Aplikasi. 1st ed. Yogyakarta: Galangpres; 2006.
Campbell D. Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk Mempertajam Pikiran,
Meningkatkan Kreativitas dan Menyehatkan Tubuh. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama; 2002.
Chlan L. A Review of the Evidence for Music Intervention to Manage Anxiety in
Critically Ill Patients Receiving Mechanical Ventilatory Support. Archives of
Psychiatric Nursing. 2009;177–9.

Anda mungkin juga menyukai