Anda di halaman 1dari 41

Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Allah AWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Efusi Pleura.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu saya dalam menyusun makalah ini. Terlebih saya ucapkan
terimakasih kepada :
1. Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan doa dan dukungan kepada
penulis secara moril maupun materil hingga makalah ini dapat selesai.
2. Ibu Ns. Lince Amalia, M.Kep yang telah banyak membimbing saya dalam
pembuatan makalah ini.
3. Teman-teman Mahasiswa STIK Muhammadiyah Pontianak jurusan D- III
Keperawatan tahun ajaran 2019.
4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan ini.
Penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan makalah
ini sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya guna mengetahui informasi
tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Efusi Pleura.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Pontianak, 29 Oktober 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar.......................................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................6
PENDAHULUAN...................................................................................................6
A. Latar Belakang.....................................................................................................6
B. Rumusan Masalah...............................................................................................7
C. Tujuan...................................................................................................................7
1. Tujuan Umum....................................................................................................7
2. Tujuan Khusus...................................................................................................8
D. Manfaat Penulisan...............................................................................................8
BAB II.....................................................................................................................9
TINJAUAN TEORI...............................................................................................9
A. Konsep Masalah Keperawatan...........................................................................9
B. Konsep Teori Efusi Pleura................................................................................13
1. Definisi Efusi Pleura........................................................................................13
2. Etiologi............................................................................................................13
3. Patofisiologi.....................................................................................................15
4. Manifestasi Klinis............................................................................................16
5. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................................16
6. Pathway...........................................................................................................19
7. Penatalaksanaan Medis....................................................................................20
8. Komplikasi......................................................................................................24
C. Konsep Asuhan Keperawatan Efusi Pleura.....................................................25
1. Pengkajian.......................................................................................................25
2. Diagnosa Keperawatan....................................................................................28
3. Intervensi Keperawatan...................................................................................28
BAB III..................................................................................................................32
PEMBAHASAN KASUS.....................................................................................32
A. Pengkajian............................................................................................................33
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................36
C. Intervensi Keperawatan.......................................................................................37
D. Implementasi Keperawatan..................................................................................39
BAB IV..................................................................................................................40
PENUTUP.............................................................................................................40
A. Kesimpulan..........................................................................................................40
B. Saran....................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit
yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini
terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-
negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara
industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang.
Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita
efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan
pneumonia bakteri. Menurut Depkes RI (2006), kasus efusi pleura
mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya. WHO
memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah menghirup udara kotor
akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang
berisiko tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura.
Menurut Baughman (2000), efusi menunjukkan tanda dan gejala
yaitu sesak nafas, bunyi pekak atau datar pada saat perkusi di atas area
yang berisi cairan, bunyi nafas minimal atau tak terdengar dan pergeseran
trachea menjauhi tempat yang sakit. Umumnya pasien datang dengan
gejala sesak nafas, nyeri dada, batuk, dan demam. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan abnormalitas dengan bunyi redup pada perkusi,
penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru bila cairan efusi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh
banyak hal diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi
kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, ataupun akibat proses
keradangan seperti tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi
cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang
disebut efusi pleura. Efusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan
sehingga perlu penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi pleura
yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih
kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar

3
merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi
cairan dari rongga pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena
hal tersebut, masih banyak penderita dengan efusi pleura yang telah di
tatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada
sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus
mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan
sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi
pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita
keganasan jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan
kualitas hidup penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita.
Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting,
gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan
gangguan pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem
kardiovaskuler yang dapat berakhir pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan
penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka
perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura. Maka dalam makalah ini akan dibahas bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Efusi Pleura.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini agar mahasiswa mampu
memahami Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura

4
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami konsep teori Efusi Pleura
b. Untuk mengetahui dan memahami konsep keperawatan Efusi
Pleura
c. Untuk mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada
pasien Efusi Pleura
D. Manfaat Penulisan
Hasil makalah ini diharapkan dapat bermanfat bagi teoritis maupun
praktisi
1. Penulis
Penulisan makalah ini diharapkan memberi manfaat bagi penulis untuk
menambah wawasan serta pengetahuan maupun pengalaman
2. Pembaca
Penulisan makalah ini diharapkan memberi manfaat bagi pembaca
sebagai referensi menambah wawasan serta pedoman dalam mengelola
pengetahuan dibidang gizi
3. Institusi
Diharapkan dapat bermanfaat untuk institusi sebagai bahan masukan
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan serta dapat diterapkan
dengan baik diruang lingkup institusi

5
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Konsep Masalah Keperawatan
Pola Napas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas
1. Definisi
Pola nafas tidak efektif adalah ventilasi atau pertukaran udara
inspirasi dan atau ekspirasi tidak adekuat (Santoso, 2006). Pola nafas
tidak efektif suatu keadaan dimana inspirasi atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat (PPNI, 2016).
Ketidakefektifan pola nafas adalah ketidakmampuan proses
sistem pernafasan: inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi adekuat (Nanda, 2015-2017). Ketidakefektifan pola nafas
adalah keadaan ketika seseorang individu mengalami kehilangan
ventilasi yang aktual atau potensial yang berhubungan dengan
perubahan pola pernafasan (Carpenito, 2007).
3. Etiologi
Etilogi terjadinya pola nafas tidak efektif antara lain (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016)
a. Depresi pusat pernafasan
d. Hambatan upaya napas (misalnya: nyeri saat bernafas, kelemahan
otot pernafasan)
e. Deformitas dinding dada
f. Deformitas tulang dada
g. Gangguan neuromuscular
h. Gangguan neurologis (missal: Elektroensefalogram EEG positif,
cedera kepala, gangguan kejang)
i. Imaturitas neurologis
j. Penurunan energi
k. Obesitas

6
l. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
m. Sindrom hipoventilasi
n. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
o. Cedera pada medulla spinalis
p. Efek agen farmakologis
q. kecemasan
4. Manifestasi klinik
Menurut PPNI (2016), data mayor untuk masalah pola nafas tidak
efektif yaitu:
a. Penggunaan otot bantu pernapasan
r. Fase ekspirasi yang memanjang
s. Pola nafas abnormal (misal: takipne, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)
Adalah keadaan dimana terjadinya perubahan frekuensi napas,
perubahan dalamnya inspirasi, perubahan irama nafas, rasio antara
durasi inspirasi dengan durasi ekspirasi (Djojodibroto, 2014)
a. Bradipnea adalah penurunan frekuensi nafas atau pernapasan yang
melambat. Keadaan ini ditemukan pada depresi pusat pernapasan.
t. Takipnea adalah bernapas dengan cepat dimana frekuensi napas
pada bayi 0 sampai 12 bulan lebih dari 60x /menit (Donna, 2003).
Keadaan ini biasanya menunjukkan aanya penurunan ketegangan
paru atau rongga dada.
u. Hiperventilasi merupakan cara tubuh dalam mengompensasi
peningkatan jumlah oksigen dalm paru-paru agar pernapasan lebih
cepat dan dalam. Proses ini ditandai dengan adanya peningkatan
denyut nadi, nafas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya
konsentrasi CO2, dan lain-lain. Keadaan demikian dapat
disebabkan oleh adanya infeksi, keseimbangan asam basa, atau
gangguan psikologis. Hiperventilasi dapat menyebabkan
hipokapnea, yaitu kurangnya CO2 di tubuh di bawah atas normal.

7
v. Kussmaul merupkan pernafasan dengan panjang ekspirasi dan
inspirasi sama, sehingga pernafasan menjadi lambat dan dalam.
w. Cheyne-stokes merupakan pernafasan cepat dan dalam kemudian
berangsur-angsur dangkal dan diikuti periode apneu yang berulang
secara teratur.
Menurut PPNI (2016), data minor untuk masalah pola nafas tidak efektif
yaitu:
a. Pernapasan pursed-lip
x. Pernapasan cuping hoidung
y. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
z. Ventilasi semenit menurun
aa. Kapasitas vital menurun
bb. Tekanan ekspirasi menurun
cc. Tekanan inspirasi menurun
dd. Ekskursi dada berubah
5. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pola
nafas tidak efektif menurut Bararah & Jauhar (2013), adalah sebagai
berikut:
ee. Hipoksia Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau
tidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat
defisiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan
oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6
menit ventilasi berhenti spontan.
 Perubahan pola nafas pada keadaan normal frekuensi pernapasan
pada anak 20-30x/menit, anak usia dibawah 2 tahun 25-32x/menit,
bayi kurang dari 6 bulan 30-50x/menit, dengan irama teratur serta
inspirasi lebih panjang dari ekspirasi. Pernapasan normal disebut
eupneu .

8
 Hipoksemia merupakan keadaan di mana terjadi penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2
arteri (SaO2) di bawah normal (normal PaO 85-100 mmHg, SaO2
95%). Pada neonatus, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 88%. Pada
dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%.
Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi,
pirau (shunt), atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada
keadaan hipoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi dengan
cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke volume,
vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan
gejala hipoksemia di antaranya sesak napas, frekuensi napas dapat
mencapai 35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.
 Gagal nafas Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh
memenuhi kebutuhan karena pasien kehilangan kemampuan
ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas
karbondioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya
peningkatan karbondioksida dan penurunan oksigen dalam darah
secara signifikan. Gagal napas disebabkan oleh gangguan system
saraf pusat yang mengontrol pernapasan, kelemahan
neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme,
kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.
E. Konsep Teori Efusi Pleura
1. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura
yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Smeltzer C Suzanne, 2002).

9
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat
mengancam jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan
terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan dalam rongga
pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis,
neo plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus
maupun bakteri (Ariyanti, 2003).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit,
melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu
penyakit (Muttaqin, 2008).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura
yang teletak antara permukaan viseral dan parietal. Merupakan proses
penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Brunner & Suddarth, 2001)
6. Etiologi
Kelebihan cairan pada rongga pleura sedikitnya disebabkan oleh
satu dari 4 mekanisme dasar:
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
c. Peningkatan tekanan negatif intrapleural
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Penyebab efusi pleura:
a. Virus dan mikoplasma
Insidennya agak jarang, bila terjadi jumlahnya tidak banyak.
Contoh: Echo virus, riketsia, mikoplasma, clamydia.
b. Bakteri piogenik
Bakteri berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Contoh aerob: Strepkokus Pneumonia, S. Mileri, S.
Aureus, Hemopillus, Klebsiella. Anaerob: Bakteroides seperti
Peptostreptococcus, fusobacterium.

10
c. TB
Terjadi karena komplikasi TB paru melalui fokus subpleura yang
robek atau melalui aliran limfe, atau karena robeknya perkijuan ke
arah saluran limfe yang menuju pleura.
d. Fungi
Sangat jarang terjadi. Biasanya karena perjalanan infeksi fungi dari
jaringan paru. Contoh: Aktinomikosis, Koksidiomikosis, Aspergilus,
Kriptokokus, Histoplasmosis, dll.
e. Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba. Amoeba
masuk dalam bentuk tropozoid setelah melewati parenkim hati
menembus diafragma terus ke rongga pleura. Efusi terjadi karena
amoeba menimbulkan peradangan.
f. Kelainan intra abdominal
Contoh: pankreatitis, pseudokista pankreas atau eksaserbasi akut,
pankreatitis kronik, abses ginjal, dll.
g. Penyakit kolagen
Contoh: lupus eritetomasus sistemik (LSE), arthtritis rematoid
(RA), skleroderma.
h. Gangguan sirkulasi
Contoh: gangguan CV(payah jantung), emboli pulmonal,
hipoalbuminemia.
i. Neoplasma
Gejala paling khas adalah jumlah cairan efusi sangat banyak dan
selalu berakumulasi kembali dengan cepat.
j. Sebab-sebab lain
Seperti trauma (trauma tumpul, laserasi, luka tusuk, dll), uremia,
miksedema, limfedema, reaksi hipersensitif terhadap obat, efusi
pleura idiopatik.
7. Patofisiologi
Pleura parietal dan visceral letaknya berhadapan satu sama lain
dan hanya dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa. Lapisan cairan

11
ini memperlihatkan adanya keseimbangan antara transudasi dari
kapiler-kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena viseral dan parietal,
dan saluran getah bening.
Efusi pelura dapat berupa transudat dan eksudat. Transudat terjadi
pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada payah
jantung kongestif. Keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran
cairan dari pembuluh. Transudasi juga dapat terjadi pada
hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal, atau penekanan
tumor pada vena kava. Penimbunan eksudat timbul sekunder dari
peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningktan
permeabilitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening. Jika efusi
pleura mengandung nanah, disebut empiema.
Empiema diakibatkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang
berdekatan dan merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru-
paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Empiema yang
tidak ditangani dengan drainage yang baik dapat membahayakan
dinding thoraks. Eksudat akibat peradangan akan mengalami
organisasi, dan terjadi pelekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
viseral. Ini disebut dengan fibrothoraks. Jika fibrothoraks luas maka
dapat menimbulkan hambatan mekanisme yang berat pada jaringan-
jaringan yang terdapat dibawahnya.
8. Manifestasi Klinis
Tergantung pada penyakit dasarnya:
a. Sesak napas
k. Rasa berat pada dada
l. Bising jantung (payah jantung)
m. Lemas yang progresif
n. BB menurun (pada neoplasma)
o. Batuk yang kadang-kadang berdarah pada perokok (Ca Brronkus)
p. Demam subfebril (pada TB)

12
q. Asites (sirosis hati)
r. Asites dengan tumor dipelvis (pada sindrom meig)
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan.
s. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
t. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran
cairan.
u. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga
dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
v. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar
diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun
telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan.

13
w. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
x. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks
posisi lateral dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam
rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan
posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura
sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan
adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura
telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan
pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis.
Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti :
y. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),
albumin, amylase, pH, dan glukosa.
1) Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk
mengetahui kemungkinan terjadi infeksi bakteri.
2) Pemeriksaan hitung sel
z. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk
membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat
atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor
sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan
penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung
kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif
disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan
dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya
ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi
virus, dan keganasan.

14
10. Pathway

15
11. Penatalaksanaan Medis
a. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi
plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan.
Disamping itu punksi ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas
dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada
alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi
ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan
nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah
cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan
penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
1) Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat
mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping
merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan
pneumothoraks.
3) Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh
penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat
punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur
mediastinal.  Tekanan negatif yang berlangsung singkat
menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur
semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan
perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan
pada hemodinamik.
4) Gangguan keseimbangan cairan, pH, elektrolit, anemia, dan
hipoproteinemia
aa. Water Seal Drainage
Water Seal Drainage (WSD) merupakan tindakan invasive
yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari
rongga pleura,rongga thorax; dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.

16
Tujuannya adalah untuk mengeluarkan cairan atau darah, udara
dari rongga pleura dan rongga thorak, mengembalikan tekanan
negative pada rongga pleura, mengembangkan kembali paru yang
kolaps, dan mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga
dada.
Tempat pemasangan WSD yaitu: bagian apex paru (apical)
anterolateral interkosta ke 1-2. Fungsinya untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura. Bagian basal posterolateral interkosta ke
8-9. Fungsinya untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga
pleura.
Macam-macam WSD:
1) Single Bottle Water Seal System
Ujung akhir pipa drainase dari dada pasien dihubungkan ke
dalam satu botol yang memungkinkan udara dan cairan
mengalir dari rongga pleura tetapi tidak mengijinkan udara
maupun cairan kembali ke dalam rongga dada. Secara
fungsional, drainase tergantung pada gaya gravitasi dan
mekanisme pernafasan, oleh karena itu botol harus diletakkan
lebih rendah. Ketika jumlah cairan di dalam botol meningkat,
udara dan cairan akan menjadi lebih sulit keluar dari rongga
dada, dengan demikian memerlukan suction untuk
mengeluarkannya.
Sistem satu botol digunakan pada kasus pneumothoraks
sederhana sehingga hanya membutuhkan gaya gravitasi saja
untuk mengeluarkan isi pleura. Water seal dan penampung
drainage digabung pada satu botol dengan menggunakan katup
udara. Katup udara digunakan untuk mencegah penambahan
tekanan dalam botol yang dapat menghambat pengeluaran
cairan atau udara dari rongga pleura. Karena hanya
menggunakan satu botol yang perlu diingat adalah penambahan
isi cairan botol dapat mengurangi daya hisap botol sehingga

17
cairan atau udara pada rongga intrapleura tidak dapat
dikeluarkan.
5) Two Bottle System
Sistem ini terdiri dari botol water-seal ditambah botol
penampung cairan. Drainase sama dengan system satu botol,
kecuali ketika cairan pleura terkumpul, underwater seal system
tidak terpengaruh oleh volume drainase. Sistem dua botol
menggunakan dua botol yang masing-masing berfungsi sebagai
water seal dan penampung. Botol pertama adalah penampung
drainage yang berhubungan langsung dengan klien dan botol
kedua berfungsi sebagai water seal yang dapat mencegan
peningkatan tekanan dalam penampung sehingga drainage dada
dapat dikeluarkan secara optimal. Dengan sistem ini jumlah
drainage dapat diukur secara tepat.
6) Three Bottle System
Pada sistem ini ada penambahan botol ketiga yaitu untuk
mengontrol jumlah cairan suction yang digunakan. Sistem tiga
botol menggunakan 3 botol yang masing-masing berfungsi
sebagai penampung, "water seal" dan pengatur; yang mengatur
tekanan penghisap. Jika drainage yang ingin, dikeluarkan
cukup banyak biasanya digunakan mesin penghisap (suction)
dengan tekanan sebesar 20 cmH20 untuk mempermudah
pengeluaran. Karena dengan mesin penghisap dapat diatur
tekanan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan isi pleura. Botol
pertama berfungsi sebagai tempat penampungan keluaran dari
paru-paru dan tidak mempengaruhi botol "water seal". Udara
dapat keluar dari rongga intrapelura akibat tekanan dalam botol
pertama yang merupakan sumber-vacuum. Botol kedua
berfungsi sebagai "water seal" yang mencegah udara memasuki
rongga pleura. Botol ketiga merupakan pengatur hisapan. Botol
tersebut merupakan botol tertutup yang mempunyai katup
atmosferik atau tabung manometer yang berfungsi untuk

18
mengatur dan mongendalikan mesin penghisap yang
digunakan.
bb. Thorakosintesis
Thorakosintesis dapat dengan melakukan apirasi yang
berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau dengan suction
dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan thorasintesis
adalah :
1) Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi
cairan dalam rongga pleura.
7) Bila terapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau
gagal.
8) Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000
cc karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan
dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang
ditandai dengan batuk dan sesak. Hal tersebut dapat menyebabkan
kerugian sebagai berikut:
1) Tindakan thorakosintesis menyebabkan kehilangan protein
yang berada dalam cairan pleura.
9) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
10) Dapat terjadi pneumothoraks.
cc. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan efusi pleura
disebabkan oleh karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan
tetapi, beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan
setelah radiasi pada tumor mediastinum.

19
12. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura
parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
dd. Pneumothoraks
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum).
ee. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
ff. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan
mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
gg. Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul
akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

20
F. Konsep Asuhan Keperawatan Efusi Pleura
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jeis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, dll.
hh. Keluhan utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan
berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat
batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
ii. Riwayat kesehatan
1) RKD
Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung
kongestif, TB, pneumonia, infeksi paru (terutama virus),
sindrom nefrotik, penyakit jaringan ikat, dan tumor neoplastik.
Karsinoma malignasi bronkogenik adalah malignasi yang
paling umum berkaitan dengan efusi pleura. Efusi pleura dapat
juga tampak pada sirosis hepatis, embolisme paru, dan infeksi
RKS
Manifestasi yang biasanya dirasakan oleh pasien adalah
dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat, nyeri dada
unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk, tajam dan
nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen, kesulitan
bernafas, lapar napas.
11) RKK
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit paru,
jantung, ginjal, dll.
jj. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda -tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat
pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. 

21
kk. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.
Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
ll. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
mm. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan
yang dilakukan terhadap dirinya.
nn. Pengkajian pola fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
12) Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan.
13) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alkohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
14) Pola nutrisi dan metabolisme
15) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien.
16) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.

22
17) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
oo. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-
otot tractus digestivus.
pp. Pola aktivitas dan latihan
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi.
18) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
19) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
20) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
qq. Pola tidur dan istirahat
1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan
istirahat.
21) Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari
lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,
dimana banyak orang yang mondar - mandir, berisik dan lain
sebagainya.

23
rr. Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan
dan ketegangan pasien.
22) Sistem Respirasi
 Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang
sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum
ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi
trakhea dan ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat
dan pasien biasanya dyspneu.
 Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.
 Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga
pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada,
kurang jelas di punggung.
 Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan
dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.

24
23) Sistem Kardiovaskuler
 Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS – 5 pada linea medio klavikula kiri selebar
1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pembesaran jantung.
 Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate)
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.
 Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
 Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta adakah murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
24) Sistem Pencernaan
 Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen
membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak,
umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
 Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus
dimana nilai normalnya 5 – 35 kali per menit.
 Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut
untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar
teraba.
 Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).

25
25) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau
somnolen atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan
refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga
perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
26) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial.
Selain itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui
tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary
refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan
kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
27) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya
akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport
oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-
lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi
seseorang.
13. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
ss. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuritic
tt. Defisit nutrisi b.d gangguan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
uu. Nyeri akut b.d inflamasi parenkim paru, reaksi secret terhadap
sirkulasi toksin, batuk menetap

26
14. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
Tujuan : pola pernapasan efektif, yang di buktikan oleh status
pernapasan, status ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu,
kepatenan jalan napas, dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari
rentang normal.
Kriteria hasil : menunjukkan status pernapasan  : ventilasi tidak
terganggu, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai
berikut (sebutkan 1-5 : gangguan eksterm, berat, sedang, ringan,
tidak ada gangguan): kedalam inspirasi dan kemudahan bernapas,
ekspansi dada simetris. Menunjukkan tidak adanya gangguan status
pernapasan : ventilai, yang di buktikan oleh indikator berikut
(sebutkan 1-5 gangguan eksterm ,berat, sedang, ringan, tidak ada
gangguan): penggunaan otot eksesorius, suara napas tambahan,
pendek napas.

Intervensi :

1) Monitor kecepatan irama, kedalaman dan upaya pernafasan


Rasional: untuk mengetahui adanya kepatenan pola nafas.
28) Auskultasi suara nafas
Rasional: untuk mengetahui apakah ada suara tambahan
29) Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi (semi Fowler)
Rasional: meningkatkan pola pernafasan yang optimal sehingga
memaksimalkan pertukaran O2 dan CO2 di paru.
30) Berikan O2 berdasarkan kolaborasi dengan dokter
Rasional: memenuhi kebutuhan O2 klien
vv. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
bertahan.
Tujuan : menurunkan produksi sputum.
Kriteria hasil : Batuk efektif, produk sputum menurun, frekuensi
napas 12-24 x/menit

27
Intervensi
1) Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio
inspirasi/ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut.
Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
disbanding inspirasi.
2) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian
kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional:
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan
menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat
akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas.
Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain
membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat
ekspansi dada.
3) Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya :
mengi, krokels dan ronki.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi
napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah
(bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
31) Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar
udara”, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan
obat bantu.
Rasional :
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada
tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan
perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.

28
32) Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
ww. Defisit nutrisi b.d gangguan faktor psikologis (keengganan
untuk makan)
Tujuan: meningkatnya BB
Kriteria hasil: adanya peningkatan BB, BB ideal sesuai dengan
tinggi badan, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada
tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
1) Monitor BB klien dalam interval waktu yang tepat
Rasional: untuk mengetahui perubahan BB klien
33) Kaji adanya alergi makanan
Rasional: agar tidak terjadi kesalahan pemberian makan bagi
klien.
34) Berikan makanan sesuai kolaborasi dengan ahli gizi (diet tinggi
kalori tinggi protein)
Rasional: diet TKTP utuk memenuhi kebutuhan kalori dan
protein agar memaksimalkan kebutuhan metabolisme tubuh
yang mengalami penurunan
xx. Nyeri akut b.d inflamasi parenkim paru, reaksi secret terhadap
sirkulasi toksin, batuk menetap
Tujuan: mengurangi rasa nyeri
Kriteria hasil: mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu
mengenali nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang,
tanda vital dalam rentang normal, tidak mengalami gangguan tidur
Intervensi:

29
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
35) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
36) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
37) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
38) Kurangi faktor presipitasi nyeri
39) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
40) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
41) Tingkatkan istirahat
42) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic
pertama kali

30
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Pasien perempuan 47 tahun mengeluh sesak napas yang mendadak, berlangsung


terus menerus, dan tidak disertai suara ngik-ngik. Keluhan sesak dirasakan berat
saat bernapas dan tidak membaik dengan perubahan posisi yang membuatnya sulit
untuk melakukan aktifitas. Pasien juga mengeluh batuk, akan terasa nyeri bila
batuk dan akan menjalar hingga abdomen pasien dan penurunan nafsu makan,
merasa cepat kenyang dan hanya menghabiskan 2-3sdm serta berat badan yang
menurun tanpa alasan yang jelas. Sebelumnya pasien pernah dirawat dengan
diagnosis Tumor paru kanan. Pada pemeriksaan fisik paru saat inspeksi ditemukan
asimetris dimana dada kanan tertinggal saat bernapas, pada palpasi ditemukan
vokal fremitus pada dada kanan menurun sedangkan pada dada kiri normal, pada
perkusi ditemukan dullness pada dada kanan dan sonor pada dada kiri, pada
auskultasi ditemukan suara vesikuler yang menurun pada dada kanan sedangkan
pada kiri normal.ditemukan pembesaran kelenjar getah bening supraklavicula dan
colli dekstra, dan pada pemeriksaan abdomen juga ditemukan adanya
hepatomegali. Dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan WBC 12,6
103/μL(leukositosis), kadar hemoglobin pada pasien ini (Hb 11,80 gr/dL). Pada
pasien juga ditemukan adanya peningkatan bilirubun total (1,121 mg/dL),
bilirubin direk (0,73 mg/dL), alkali phospatase (386,20 U/L), SGOT (182,70
U/L), SGPT (80,60 U/L), gamma GT (80,66 mg/dL), globulin (3,88 g/dL), LDH
(860, 00 U/L), pada pasien juga ditemukan hipoalbuminemia (2,913 g/dL. Pada
pemeriksaan analisis gas darah ditemukan hypoxemia (PO2 77,00 mmHg), serta
hiponatremia (Na 125,00 mmol/L). Pada kasus ini pasien telah aspirasi cairan
pleura dan dilakukan analisis cairan pleura dan didapatkan test rivalta positif.
Pada analisis juga ditemukan warna cairan merah keruh dengan eritrosit penuh,
dengan jumlah sel 901 mm3 yang tediri dari sel polimorfonuklear 50% dan
mononuklear50%. Selain itu pada pasien sudah dilakukan sitologi cairan pleura
dan ditemukan adanya suatu non small cell carcinoma cenderung tipe adeno. Pada
foto thorak AP ditemukan perselubungan yang menutupi lapang paru kanan, sinus
pleura kanan, diafragma kanan. Pada pemeriksaan elektrokardiografi masih dalam

31
batas normal. Pada pasien sudah terpasang WSD yang mana WSD ini merupakan
suatu system drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara
atau cairan dari cavum pleura. Pasien diberikan terapi penunjang lainnya berupa
pemberian oksigen nasal kanul 2 liter/ menit untuk mengatasi keluhan sesaknya
dan keadaan hypoxemia. Pasien juga diberikan cairan berupa IVFD NS sebanyak
20 tpm, diet tinggi kalori tinggi protein untuk pemenuhan nutrisi pasien,
pemberian analgetik berupa codein 3x 10 mg untuk mengurangi nyeri yang
dialami pasien. Pada pasien diberikan antibiotik berupa Ciprofloxasin 2 x 400 mg
yang dan Ceftriaxon 2 x 1 gram secara intravena. Pasien telah direncanakan
pemeriksaan trans thorakal biopsi serta CT-scan thorak.

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Ny.B
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal MRS : 21 September 2017
Tanggal Pengkajian : 22 September 2017
15. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Dahulu : Pasien mengatakan dahulu pernah
dirawat dengan diagnose Tumor Paru Kanan.
Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien Mengatakan merasa sesak dalam
keadaan beraktivitas maupun istirahat, Batuk tapi tidak berdahak, akan
Nyeri pada dada saat batuk dan menyebar hingga perut
Diagnosa Medis : Efusi Pleura
16. Pemeriksaan Fisik
Keluhan yang dirasakan saat ini: pasien merasa sesak secara terus
menerus dan akan lebih sesak jika berubah posisi, batuk, pasien
mengatakan mengalami penurunan nafsu makan an penurunan berat
badan.

32
a. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, rambut dan kulit kepala
bersih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan,
dan tidak ada massa
b. Mata
Inspeksi : konjungtiva anemis, sklera ikterik, pupil isokor
c. Hidung
Inspeksi : kedua lubang hidung simetris, keadaan dalam
lubang hidung bersih, tidak ada polip, fungsi penciuman baik
d. Mulut
Inspeksi : bersih, mukosa bibir kering, warna lidah merah
muda bersih
e. Telinga
Inspeksi : telinga kiri dan kanan simetris, tidak ada serumen,
fungsi pendengaran baik
f. Leher
Inspeksi : tidak ada jaringan parut
Palpasi : terdapat pembengkakan getah bening pada
klavikula dan colli dextra
g. Thorak
Inspeksi : dada asimetris dimana dada kanan tertinggal saat
bernapas
Auskultasi : bunyi napas vesikuler yang menurun pada dada
kanan
Perkusi : suara perkusi pada dada kanan dullness dan pada
dada kiri sonor
Palpasi : terdapat vocal freitus pada dada kanan menurun
sedangkan dada kiri normal, ada nyeri tekan
h. Abdomen
Inspeksi : edema pada perut bagian kanan

33
Auskultasi : bising usus 5x / menit
Palpasi : nyeri tekan pada perut skala 5
i. Ekstremitas
Turgor kulit kering, akral tidak teraba hangat
Atas : tangan kanan terpasang infus, tidak ada luka,
pembengkakan, kekuatan otot kanan 4 tangan kiri 4
17. Program terapi
 IVFD NS 20 tpm
 Oksigen 2Lpm (nasal kanul)
 Codein 3x 10 mg
 Ciprofloxasin/IV 2x 400 mg
 Cefriaxon/ IV 2x1 gr
 Diet tinggi kalori tinggi protein
18.Hasil Pemeriksaan penunjang
a.  Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil


WBC 12,6 /μL
Hemoglobin (Hb) 11,80 gr/dL
Bilirubun total 1,121 mg/dL
Bilirubun direk 0,73 mg/dL
alkali phospatase 386,20 U/L
SGOT 182,70 U/L
SGPT 80,60 U/L
Gamma GT 80,66 mg/dL
globulin 3,88 g/dL
LDH 860, 00 U/L
Hipoalbuminemia 2,913 g/dL
GDA PO2 77,00 mmHg
Natrium 125,00 mmol/L

yy. Torakosentetis
 Analisis cairan pleura dan didapatkan test rivalta positif.

34
 Warna cairan merah keruh dengan eritrosit penuh,
 Jumlah sel 901 mm3 yang tediri dari sel polimorfonuklear 50% dan
mononuklear50%.
 Sitologi cairan pleura dan ditemukan adanya suatu non small cell
carcinoma cenderung tipe adeno

Analisis Data
No Data penunjang Masalah Penyebab
1. DS : Pola nafas tidak Hambatan upaya
 Pasien mengatakan merasa efektif nafas
sesak nafas tanpa henti
 Batuk tetapi tanpa dahak
DO :
 Pasien terlihat lemas
 GDA PO2 = 77,00 mmHg
2. DS : Nyeri akut Agen pencedera
 Pasien mengelukan rasa fisiologi (inflamasi)
nyeri saat batuk seprti
ditekan di bagian dada dan
perut
DO :
 Pasien tampak meringis
kesakitan memegang area
nyeri
3. DS : Defisit nutrisi Faktor psikologis
 Pasien mengatakan selera (keengganan untuk
makan berkurang makan)
 Merasa cepat kenyang
hanya menghabiskan 2-
3sdm
 BB mengalami penurunan
DO :
 Pasien tampak kurus

G. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
ditandai dengan pola nafas yang abnormal
19. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologi (inflamasi) dan
batuk yang menetap didukung dengan wajah tampak meringis
20. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Gangguan faktor psikologis
(Keengganan untuk makan) didukung dengan Penurunan Berat badan

35
H. Intervensi Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kecepatan, 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama 1x24 jam irama, kedalaman dan adanya kepatenan
diharapkan masalah pasien upaya pernafasan pola nafas
dapat di atasi dengan
Kriteria Hasil:
 Mendemonstrasikan batuk 2. Auskultasi suara nafas
efektif, tidak ada sianpsis 21. Untuk
dan dispneu, mampu mengetahui apakah
bernafas dengan mudah ada suara tambahan
 Menunjukkan jalan nafas
3. Posisikan untuk
22. Meningkatkan
yang normal
memaksimalkan
 Analisa gas darah dalam ventilasi (semi fowler)
pola pernafasan
batas normal yang optimal
sehingga
memaksimalkan
pertukaran O2 dan
CO2 dalam paru

4. Berikan O2
berdasarkan kolaborasi
23. Memenuhi
dengan dokter (O2
kebutuhan O2
2Lpm)
pasien

5. Berikan 24. Membunuh


Ciprofloxasin/IV 2x400
bakteri serta
mg berdasarkan
mengobati saluran
kolaborasi dengan
pernafasan bagian
dokter
bawah

6. Berikan Ceftriaxon/IV
2x1 g berdasarkan
kolaborasi dengan
25. Merupakan
dokter
antibiotik serta
mengobati saluran
pernafasan bagian
bawah

36
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi reaksi dari 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama 1x24 jam nonverbal rasa nyeri yang tak
diharapkan masalah pasien ketidaknyamanan diungkapkan
dapat di atasi dengan pasien
Kriteria Hasil:
 Mampu mengontrol nyeri
26. Lakukan 29. Untuk
 Melaporkan bahwa nyeri
pengkajian nyeri secara mengetahui lokasi,
berkurang dengan
komprehensif karakteristik,
menggunakan manajemen
durasi, frekuensi,
nyeri
kualitas dan faktor
 Mampu mengenali rasa presipitasi dari
nyeri (skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

30. Mengalihkan
27. Ajarkan pasien perhatian pasien ke
teknik nonfarmakologi hal lain untuk
(relaksasi distraksi) melupakan rasa
nyerinya

28. Berikan obat


31. Berfungsi
untuk
Codein 3x10 mg sesuai
menghilangkan
dengan kolaborasi
rasa nyeri
dokter

3 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor BB pasien 1. Untuk mengetahui


keperawatan selama 1x24 jam dalam interval waktu perubahan BB
diharapkan masalah pasien yang tepat pasien
dapat di atasi dengan,
Kriteria Hasil:
32. Kaji adanya alergi 36. Agar tidak
 Adanya peningkatan BB
makanan terjadi kesalahan
sesuai dengan tujuan
pemberian makan
 BB ideal sesuai dengan
bagi pasien
tinggi badan
 Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-tanda 33. Berikan informasi 37. Agar pasien
malnutrisi yang tepat tentang dan keluarga
kebutuhan nutrisi mengerti tentang
kebutuhan nutrisi
yang baik dan
benar

34. Pasang cairan


IVFD NS sesuai 38. Memenuhi
kolaborasi dengan kebutuhan cairan
dokter dan membuat
peningkatan
metabolism

35. Berikan makanan 39. Diet TKTP

37
sesuai kolaborasi untuk memenuhi
dengan ahli gizi (diet kebutuhan kalori
tinggi kalori tinggi dan protein agar
protein) memaksimalkan
kebutuhan
metabolism tubuh
yang mengalami
penurunan

I. Implementasi Keperawatan
No Waktu Implementasi

1. Jum’at, 22 September 2017


07:00  Memonitor kecepatan, irama, kedalaman dan upaya
pernafasan
 Mengauskultasi suara nafas

07:05  Mengatur posisi semi fowler

07:08  Memberikan O2 berdasarkan kolaborasi dengan dokter


(O2 2Lpm)

 Memberikan Ciprofloxasin/IV 2x400 mg berdasarkan


09:00 kolaborasi dengan dokter

 Memberikan Ceftriaxon/IV 2x1 g berdasarkan kolaborasi


09:00 dengan dokter
2. Jum’at, 22 September 2017  Mengobservasi reaksi dari nonverbal ketidaknyamanan
07:10

07:30  Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

07:35  Mengajarkan pasien teknik nonfarmakologi (relaksasi


distraksi)

 Memberikan obat analgesic sesuai dengan kolaborasi


09:00 dengan dokter Codein 3x10 mg
3. Jum’at 22 September 2017  Memonitor BB pasien dalam interval waktu yang tepat
07:40  Mengkaji adanya alergi makanan

07:45  Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan


nutrisi dan bagaimana memenuhinya

38
07:47  Pertahankan cairan IVFD NS sesuai kolaborasi dengan
dokter

 Memberikan makanan sesuai kolaborasi dengan ahli gizi


(Diet tinggi kalori tinggi protein)

09:20

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis.Apabila efusi pleura tidak ditangani dengan baik, maka akan
menyebabkan komplikasi seperti ; fibrotoraks, pneumothoraks, atalektasis,
fibrosis paru, dan kolaps paru.
Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi efusi
pleura sebagai berikut:
1. Aspirasi cairan pleura
40. Pemasangan WSD
41. Penggunaan obat-obatan
42. Thorakosintesis
43. Radiasi
J. Saran
Sebaiknya perawat harus mengetahui konsep dasar penyakit
gangguan sistem pernapasan : efusi pleura secara mendetail agar dalam
mengaplikasikan asuhan keperawatan kepada pasien dalam kehidupan
sehari-hari dapat dilakukan dengan baik dan benar.

39
40
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta:Salemba Medika
Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 11 April 2016 pada
http://doc-alfarisi.blogspot.com/2016/04/definisi-dan-klasifikasi-efusi-pleura.html
SDKI, DPP & PPNI.(2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: definisi dan indikator
diagnostik. (Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI.

41

Anda mungkin juga menyukai