Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE )

DISUSUN OLEH:
DWI APRILIANI
P13374202I7078
3B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2020
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu
masalah kesehatan utama di negara maju maupun berkembang.
Penyakit ini menjadi penyebab nomor satu kematian di dunia dengan
diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 23,3 juta pada
tahun 2030 (Yancy, 2013; Depkes, 2014). Masalah tersebut juga
menjadi masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas
dan morbiditas yang tinggi di Indonesia (Perhimpunan Dokter
Kardiovaskuler, 2015). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Kemenkes RI Tahun2013,prevalensi penyakit gagal jantung diIn-
donesia mencapai 0,13% dan yang terdiagnosis dokter sebesar 0,3% dari
total penduduk berusia 18 tahun keatas.Prevalensi gagal jantung
tertinggi berdasarkan diagnosis dokter berada di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 0,25% (Depkes, RI 2014; PERKI,
2015). Prevelensinya yang terus meningkat akan memberikan masalah
penyakit, kecacatan dan masalah sosial ekonomi bagi keluarga
penderita, masyarakat, dan Negara (Depkes RI, 2014,Ziaeian,
2016).Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta didapatkan data jumlah penderita congestive heart failure
(CHF) yang dirawat pada tahun 2015 dan 2016 tanpa penyakit penyerta
selain penyakit pernafasan sebanyak 328 pasien (Rekam Medis PKU
Yogya,2017).
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF antara lain
dyspnea,fatigue dan gelisah.Dysp- nea merupakan gejala yang paling
sering dirasakan oleh penderita CHF. Hasil wawancara dengan 8 or-
ang pasien di rumah sakit menyatakan bahwa 80% pasien menyatakan
bahwa dyspnea mengganggu mereka seperti aktivitas sehari-hari
menjadi terganggu. CHF mengakibatkan kegagalan fungsi pulmonal
sehingga terjadi penimbunan cairan di al- veoli. Hal ini menyebabkan
jantung tidakdapatberfungsi dengan maksimal dalam memompa
darah.
2. Definisi
Congestive heart failure disebut gagal jantung kongestif,
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah cukup
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Gagal jantung
merupakan sodrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban
(overload) cairan dan perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme terjadinya
gagal jantung kongestif meliputi gangguan kontraktilitas jantung
(disfungsi sistolik) atau pengisian jantung (diastole) sehingga curah
jantung lebih rendah dari nilai normal. Curah jantung yang rendah dapat
memunculkan mekanisme kompensasi yang mengakibatkan peningkatan
beban kerja jantung dan pada akhirnya terjadi resistensi pengisian jantung.
(Smeltzer, 2013)
3. Etiologi
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat
diklasifikasikan dalam duafaktor:
1. Faktor eksternal (dari luar jantung) seperti hipertensi renal,
hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
2. Faktor internal (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria
Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark
miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
4. Tanda dan gejala
a. Peningkatan volume intravaskular.
b. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat
akibat turunnya curah jantung.
c. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
d. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan
tekanan vena sistemik.
e. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan,sesaknafas,
intoleransi jantung terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas
dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari jantung ke jaringan dan
organ yang rendah.
f. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan
volume intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun
(pelepasan renin ginjal).(Niken Jayanthi, 2010)
Gambaran klinis jantung sering dipisahkan menjadi efek ke depan
(forward) atau efek kebelakang (backward), dengan sisi kanan atau kiri
jantung sebagai titik awal serangan. Efek ke depan dianggap “hilir” dari
miokardium yang melemah. Efek ke belakang dianggap “hulu” dari
miokardium yang melemah.
a. Efek ke depan gagal jantung kiri
1) Penurunan tekanan darah sistemik
2) Kelelahan
3) Peningkatan kecepatan denyut jantung
4) Penurunan pengeluaran urin
5) Ekspansi volume plasma
b. efek ke belakang gagl jantung kiri
1) Peningkatan kongesti paru, terutama sewaktu berbaring.
2) Dispnea (sesak napas)
3) Apabila keadaan memburuk, terjadi gagal jantung kanan
c. Efek ke depan gagal jantung kanan
1) Penurunan aliran darah paru
2) Penurunan oksigenasi darah
3) Kelelahan
4) Penurunan tekanan darah sistemik (akibat penurunan pengisian
jantung kiri) dan semua tanda gagal jantung kiri
d. Efek ke belakang gagal jantung kanan
1) Peningkatan penimbunan darah dalam vena, edema pergelangan
kaki dan tangan
2) Distensi vena jugularis
3) Hepatomegali dan splenomegali
4) Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat
mengakibatkan tekanan pada diafragma dan distress pernafasan
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di
mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung
(HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme
kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan
diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim
dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah
darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas
(mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang
harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang
terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup
kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload
yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di
dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan
panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan
terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa
berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi
pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau
edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang
akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan
preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena
itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu
terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya
dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi
perifer. Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-
organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan
menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan
penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi
sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan
teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin
vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan
penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan
peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan
vasodilator.
6. Komplikasi
a. Stroke
b. Penyakit katup jantung
c. Infark miokard
d. Emboli pulmonal
e. Hipertensi
7. Pathway

Beban
Disfungsi Miokard Beban diastolik Peningkatan kebutuhan Beban volume
tekanan
(AMI) Miokarditis berlebihan metabolisme berlebihan
berlebihan

Kontraktilitas Beban sistol


menurun meningkat Preload meningkat

Kontraktilitas
menurun

Hambatan pengosongan
ventrikel
Gagal jantung kanan

COP menurun

Beban jantung meningkat

CHF

Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan


v

Tekanan diastol
Forward failure Backward failure meningkat

LVED naik

Suplai darah Suplai O2 otak Renal flow Bendungan atrium


jaringan menurun menurun menurun kanan
Tekanan vena pulmonalis meningkat

Metabolisme anaerob Sinkop RAA Bendungan vena


Tekanan kapiler paru meningkat
meningkat sistemik

Asidosis metabolik
Penurunan Aldosteron
perfusi jaringan Edema paru Beban ventrikel kanan Hepatomegali,
meningkat
Peningkatan asam laktat meningkat Splenomegali
dan ATP menurun
ADH meningkat Ronkhi basah
Mendesak
Hipertropi diafragma
Fatigue ventrikel kanan
Iritasi mukosa
Retensi natrium
Llllllllllllllllllll paru
dan air Sesak napas
llllllllllllllllllll
Intoleransi aktivitas
llllllllllllllllllll
llllllllllllllllllll
llllllllllllllllllll
Penyempitan
llllllllllllllllllll Kelebihan Reflkes batuk
lumen ventrikel Pola napas
menurun
llllllllllllllllllll volume cairan kanan tidak efektif
llllllllllllllllllll vaskuler
llllllllllllllllllll
llllllllllllllllllll Penumpukan
llllm,. sekret

Ketidakefektifanbersihan
jalannafas
8. Pemeriksaan Penujang
a. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vera
b. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
c. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan
asam basa baik metabolik maupun respiratorik.
d. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
e. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit
adrenal
f. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
g. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF
terhadap fungsi hepar atau ginjal
h. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
i. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel
j. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
k. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
l. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
m. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan
disritmia
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan kritis
a. IdentitasPasien :
Nama, Umur, Jenis Kelamin, pekerjaan, agama, tanggal masuk,
No.RM, alasan masuk dll.
b. Pengkajian primer
1) Airway
Kaji apakah ada sumbatan atau obstruksi jalan nafas karena
penumpukan sekret atau lidah jatuh ke belakang, pada pasien CHF
muncul sumbatan atau penumpukan sekret.
2) Breathing
Kaji apakah ada kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas,
timbulnya pernapasan yang sulit dan atau tidak teratur, nafas
terdengar ronkhi, wheezing, sonor, stridor/ekspansi dinding dada,
padapasien CHF muncul : Sesak dengan aktifitas ringan atau
istirahat, RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal,
Ronchi, krekles, Ekspansi dada tidak penuh, Penggunaan otot
bantu nafas
3) Circulation
Kaji tekanan drah, takikardia, disritmia, kemungkina hipertensi,
sianosis, kulit dan membrane mukosa pucat. Padapasien CHF
muncul :Nadi lemah , tidak teratur, Takikardi, TD meningkat /
menurun, Edema, Gelisah, dingin, Kulit pucat, sianosis
4) Disability
Meliputi penilaian kesadaran, AVPU maupun GCS
5) Eksposure
Menilai tubuh pasien apakah ada cedera atau tidak
c. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamneis yang digunakan dalam keperawatan kritis meliputi AMPLE,
yaitu:
A = Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien dan keluarga klien. Baik alergi
obat-obatan atau makanan minuman.
M = Medication
Pengobatan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan kondisi
klien dan tidak mnimbulkan reaksi alergi. Pemberian obat
dilakukan sesuaidengan riwayat pengobatan klien.
P = Post illness
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L = last meal
Waktu klien terakhir makan atau minum
E = Event
Mengenai apa yang benar-benar terjadi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung 00029 (
hal. 244 ).
b. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung 00200 ( hal. 251 ).
c. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi 00032 ( hal. 243 )

3. Intervensi

a. Dx : Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung 00029


NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penurunan
curah jantung pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil :
1) Pasien tidak merasa mual.
2) Pasien terlihat segar dan tidak kelelahan lagi.
3) Pasien tidak sesak lagi baik saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
4) Pasien dapat beraktivitas seperti biasanya lagi.
NIC :
Intervensi Rasional

1. Auskultasi nadi apikal, kaji 1. biasanya terjadi takikardi


frekuensi dan irama jantung. (meskipun pada saat
2. Catat bunyi jantung. istirahat) untuk
3. Palpasi nadi perifer. mengkompensasi
4. Pantau tekanan darah (TD). penurunan kontraktilitas
5. Kaji kulit terhadap pucat dan ventrikel.
sianosis. 2. S1 dan S2 mungkin lemah
6. Berikan oksigen tambahan dengan karena menurunnya kerja
kanula nasal/masker dan obat pompa. Irama Gallop
sesuai indikasi (kolaborasi). umum (S3 dan S4)
7. Berikan obat sesuai indikasi : dihasilkan sebagai aliran
diuretik, vasodilator, antikoagulan. darah ke serambi yang
8. pemberian cairan IV. distensi.
9. Pantau seri EKG dan perubahan 3. penurunan curah jantung
foto dada. dapat menunjukkan
menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis
dan posttibial. Nadi
mungkin cepat hilang
atau tidak teratur untuk
dipalpasi dan pulsus
alternan.
4. pada GJK dini, sedang
atau kronis tekanan darah
dapat meningkat.
5. ucat menunjukkan
menurunnya perfusi
perifer sekunder terhadap
tidak adekuatnya curah
jantung, vasokontriksi
dan anemia.
6. meningkatkn sediaan
oksigen untuk kebutuhan
miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia.
7. tipe dan dosis diuretik
tergantung pada derajat
gagal jantung dan status
fungsi ginjal.
8. karena adanya
peningkatan tekanan
ventrikel kiri, pasien tidak
dapat mentoleransi
peningkatan volume
cairan (preload).
9. depresi segmen ST dan
datarnya gelombang T
dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan
oksigen miokard,
meskipun tak ada
penyakit arteri koroner.

b. Dx : Risiko penurunan perfusi jaringan jantung 00200


NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko
penurunan perfusi jaringan jantung dapat teratasi dengan kriteria hasil
:
1) Pasien tidak merasa mual
2) Pasien tidak muntah-muntah
3) Tekanan darah pasien normal yaitu 120/80 mmHg
4) Pasien tidak mengalami angina ( nyeri dada )
5) Detak jantung dan ritme jantung pasien normal
NIC :
Intervensi Rasional

1. Kaji status mental klien secara 1. Mengetahui derajat


teratur. hipoksia pada otak.
2. Kaji warna kulit, suhu, 2. Mengetahui derajat
sianosis, nadi perifer dan hipsemia dan
diaforesis secara teratur. peningkatan tahanan
3. Kaji kualitas peristaltik perifer.
4. Kaji adanya kongesti hepar 3. Mengetahui pengaruh
pada abdomen kanan atas hipoksia terhadap
5. Ukur tanda vital, periksa lab : fungsi saluran cerna.
Hb, Ht, BUN, Sc, BGA sesuai serta dampak
peasanan. penurunan elektrolit.
4. Sebagai dampak gagal
jantung, kanan jika
berat akan ditemuka
adanya tanda
kongesti.
5. Untuk mengetahui
keadekuatan fungsi
dan vaskulrasisai
sescara keseluruhan.
Jika terjadi
dekompensasi
ditambah komlikasi
Hb rendah, Ht tinggi
akan memeperberat
gangguan perfusi.
Gangguan perfusi
yang berat (PCO2
tinggi) akan
mengurangi aliran
darah ke ginjal
sehingga ginjal dapat
mengalami gangguan
fungsi yang dapat
dimonitir dari
peningkatan kadar
BUN, Sc.

c. Dx : Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi 00032


NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
ketidakefektifan pola nafas pada pasien dapat teratasi dengan kriteria
hasil :
1) Pasien tidak mengalami sesak nafas saat istirahat maupun saat
beraktivitas ringan.
2) Tidak ada suara nafas tambahan.
3) Pasien tidak batuk lagi.

NIC :

Intervensi Rasional

1. Posisikan pasien untuk 1. Posisikan pasien


memaksimalkan ventilasi. dengan Posisi semi
2. Auskultasi suara nafas, catat fowler untuk
area yang ventilasinya mengurangi sesak.
menurun atau tidak ada adanya 2. Untuk mengetahui
suara nafas buatan. perkembangan status
3. Kelola pemberian kesehatan pasien dan
bronkodilator, sebagaimana mencegah komplkasi
mestinya. lanjutan.
4. Regulasi asupan cairan untuk 3. Bronkodilator adalah
mengoptimalkan sebuah substansi yang
keseimbangan cairan. dapat memperlebar
5. Posisikan untuk meringankan luas permukaan
sesak nafas. bronkus dan
6. Monitor status pernafasan dan bronkiolus pada paru-
oksigenasi, sebagaimana paru, dan membuat
mestinya. kapasitas serapan
oksigen paru-paru
meningkat.
4. Mengoptimalkan
keseimbangan cairan
untuk mencegah
komplikasi lanjutan.
5. Posisikan pasien
dengan posisi semi
fowler.
6. Untuk mengetahui
perkembangan status
kesehatan pasien dan
mencegah komplkasi
lanjutan.

2. Evaluasi
a. Penurunan curah jantung pada pasien dapat teratasi.
b. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung pada pasien dapat teratasi.
c. Pola nafas pasien dapat efektif kembali seperti biasanya.
DAFTAR PUSTAKA

Nirmala, N. (2017). Deep breathing exercise dan active range of motion


efektifmenurunkan dyspnea padapasien congestive heart failure.NurseLine
Journal vol 2 No 2 (online)
(https://jurnal.unej.ac.id/index.php/NLJ/article/download/5940/4408/diakse
spadatanggal 18 Februari 2020, Pukul 11.50)

Smeltzer, Susan C, 2013. Keperawatan medikal bedah brunner & suddarth Edisi 12.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Cowie, M.R., Dar, Q. 2008. The Epidemiology and diagnosis of heart failure. In:
Fuster, V., et al., eds. Hurst’s the Heart. 12th ed. Volume 1. USA: McGraw-
Hill

Jayanti, N. 2010. Gagal jantung kongestif.

( http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-
kongestif/ diakses pada 19 Februari 2020)

Nanda (2018). Diagnosa keperawatan definisi & klasifikasi 2018-2020. edisi 11


editor t’herdman, shigemi kamitsuru. Jakarta : EGC.

Gloria M. Bulechek, et al. (2013). Nursing interventions classifications (nic).


Edisi keenam. Missouri: Mosby elsevier

Moorhead, S. (2013). Nursing outcomes classification (noc): measurement of health


outcomes.5th edition. Missouri: Elsevier saunder

Anda mungkin juga menyukai