Anda di halaman 1dari 12

Gagal Jantung Kronik dan Hipertensi Primer

pada Pasien dengan Keluhan Sering Merasa Sesak

Jennifer Crystalia
102013462 / F6
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jalan Arjuna Utara No. 6
Jakarta 11510
crystaliajennifer@yahoo.com

Pendahuluan
Latar Belakang

Makalah yang berjudul “Gagal Jantung Kronik dan Hipertensi Primer pada Pasien dengan
Keluhan Sering Merasa Sesak” dilatarbelakangi oleh berbagai kasus kardiovaskuler yang
memiliki beragam karakteristik keluhan dan memiliki angka prevalensi yang sangat tinggi di
Indonesia.
Tujuan

Pembuatan makalah ini diharapakan dapat memberikan pengetahuan mengenai penyakit


gagal jantung kronik yang meliputi etiologi, patofisiologi, gejala, dan tatalaksananya.

Rumusan Masalah

Laki-laki usia 60 tahun dengan keluhan sering sesak bila beraktivitas, batuk kering, tidak
disertai demam dan nyeri dada, serta merasa nafas sering tersengal-sengal terutama saat
berjalan agak jauh sejak 6 bulan yang lalu.

Analisis Masalah

Laki-laki usia 60 tahun dengan keluhan sering sesak bila beraktivitas,


batuk kering, tidak disertai demam dan nyeri dada, serta merasa nafas
sering tersengal-sengal terutama saat berjalan agak jauh sejak 6 bulan
yang lalu.

Etiologi Anamnesis Penatalaksanaan


Epidemiologi Pemeriksaan fisik dan Komplikasi
Gambaran klinis penunjang Pencegahan
Patofisiologi Differential &working Prognosis
diagnosis

1
Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diperoleh, hipotesis yang didapat adalah pasien
menderita gagal jantung kronik.

Pembahasan

Anamnesis

Sebelum menegakkan diagnosis, diperlukan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis ditanyakan identitas diri pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit keluarga (RPK),
dan riwayat sosial. Pada identitas diri pasien ditanyakan nama, usia, alamat, dan pekerjaan.
Adapun keluhan utama adalah keluhan yang membuat pasien datang ke dokter. Pada kasus
ini pasien mengeluh sering sesak, sehingga perlu ditanyakan onset penyakit, factor yang
memperberat dan memperingan gejala, serta gejala lain yang menyertai keluhan misalnya
batuk dan nyeri dada.
Pada keluhan tadi pasien mengatakan bahwa pasien menderita sesak nafas. Sesak nafas
kardiak diakibatkan oleh tekanan yang berlebih atau akumulasi darah di kedua paru karena
kegagalan jantung kiri untuk menangani pengembalian darah yang teroksigenasi dari kedua
paru lewat vena pulmonalis. Pasien akan merasakan sesak nafas tetapi tidak ada hambatan
pada jalan nafas, kecuali jika ada edema paru. Bentuk sesak nafas yang umum pada kelainan
jantung yaitu ortopnea (dispnea yang terjadi ketika pasien berbaring dan berkurang ketika
duduk), dispnea nocturnal paroksismal (pasien terbangun dari tidurnya karena serangan sesak
yang hebat sehingga pasien segera bangkit berdiri atau duduk di sisi tempat tidur selama
beberapa menit sampai sesaknya berkurang), edema paru akut (sesak nafas disertai dengan
keringat berlebihan dan sianosis, serta sputum berwarna merah muda dan berbusa karena
pembuluh darah mengalami bendungan).
Lalu carilah informasi RPD dengan menanyakan apakah pasien pernah mengalami penyakit
ini sebelumnya. Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah berobat sebelumnya dan adakah
alergi terhadap obat tertentu.

2
Untuk RPK, tanyakan apakah di keluarga pasien ada yang mengalami penyakit-penyakit,
seperti hipertensi, diabetes mellitus, gagal jantung, dll. Kemudian tanyakan juga riwayat
pribadi dan sosialnya yang berupa kebiasaan gaya hidup orang tersebut. Kebiasaan tersebut
meliputi olahraga dan makanan (apakah tinggi kolesterol, kurang serat, dll.), adakah
kebiasaan minum alcohol dan merokok, stress, dan keadaan tempat tinggal. 1

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien ini sakit berat dan kesadarannya compos mentis. Pada pemeriksaan
TTV, didapatkan tekanan darah 120/90, nadi 100x/ menit, nafas 22x/ menit, dan suhu afebris.
Pada pemeriksaan auskultasi, terdengar suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-. Adapun
bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 murni regular, murmur -, gallop -. Selain itu, terdapat
edema pada kaki kanan dan kiri.

Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan EKG, ditemukan gelombang Q patologis pada V1 sampai V3.

Etiologi
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinik yang kompleks karena kelainan structural dan
fungsional jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk diisi dengan darah atau
untuk mengeluarkan darah. Gagal jantung terjadi jika curah jantung tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan O2. 2
Adapun gagal jantung memiliki gejala yang khas
berupa sesak nafas dan lelah karena kerusakan jantung secara fungsional atau structural
tersebut. Gagal jantung menjadi sering pada popuilasi pasien yang bertahan dari miokard
infark dengan kerusakan persisten pada otot jantung. Gagal jantung dapat mengganggu
kemampuan ventrikel untuk menerima dan mengeluarkan darah sehingga gejala yang muncul
berupa sesak nafas dan lelah yang menyebabkan bendungan pada paru dan edema perifer.
Gagal jantung terdiri dari berbagai macam tipe, tapi pada kasus ini hanya akan dibahas
mengenai perbedaan gagal jantung akut dan kronik.
Gagal jantung akut adalah serangan cepat atau perubahan mendadak gejala gagal jantung. Ini
merupaakn kondisi yang mengancam jiwa dan perlu segera dibawa ke rumah sakit. Gejala
akut bervariasi dan perburukan dapat terjadi dalam hitungan hari atau minggu, misalnya
sesak nafas berat atau edema, tapi bisa juga berkembang dalam hitungan jam sampai menit
(misalnya berhubungan dengan infark miokard akut). Gejala biasanya bervariasi mulai dari
edema paru yang mengancam jiwa atau syok kardiogenik hingga edema perifer berat.

3
Disfungsi jantung dapat terjadi karena iskemia jantung, irama jantung abnormal, disfungsi
katup jantung, penyakit perikard, dan peninggian dari tahanan sirkulasi sistemik. Kondisi lain
yang bisa mencetuskan gagal jantung akut adalah ketidakpatuhan minum obat-obatan gagal
jantung, pemakaian obat seperti NSAID dan siklooksigenase inhibitor.
Gagal jantung akut ditandai dengan edema pulmonal dan memerlukan terapi segera (kasus
urgensi). 3
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba
menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Adapun gagal jantung kronik adalah sindrom klinik yang komplek disertai keluhan sesak,
fatik baik dalam keadaan istirahat atau latihan, serta edema.
Contoh gagal jantung kronis adalah kardiomiopati dilatasi. Kongesti perifer sangat mencolok
tetapi tekanan darah masih terpelihara dengan baik. 2
Ada beberapa factor risiko yang dapat mencetuskan gagal jantung, yaitu hipertensi, diabetes,
dislipidemia, penyakit arteri koroner (misalnya aterosklerosis), penyakit katup jantung,
obesitas, sindrom metabolic, konsumsi alcohol berlebih, merokok, dan penuaan. 3
Selain gagal jantung, penyakit yang diderita oleh pasien adalah hipertensi. Penyebab
hipertensi beragam, di antaranya adalah tingginya kadar natrium, system rennin-angiotensin
yang memicu produksi angiotensin (bersifat vasokonstriktor) dan aldosteron (bersifat retensi
air dan garam), hiperaktivitas simpatis yang menyebabkan hipertensi usia muda karena
katekolamin memicu produksi rennin yang menyebabkan konstriksi arteriol dan vena dan
meningkatkan curah jantung, hiperinsulinemia di mana insulin merupakan zat yang
meningkatkan kadar katekolamin dan reabsorpsi natrium. 4
Pada dasarnya ada dua jenis hipertensi, yaitu hipertensi primer dan sekunder.
Hipertensi primer atau esensial atau idiopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyababnya. Hipertensi sekunder terjadi akibat penyakit lain, misalnya penyakit ginjal
(misalnya glomerulonefritis), penyakit endokrin misalnya aldosteronisme primer yang
merupakan penyakit dengan kadar aldosteron yang tinggi sehingga terjadi kelebihan natrium
dan air yang akhirnya meningkatkan tekanan darah. Selain itu, penyakit lain yang mungkin
adalah sindrom Cushing yang terjadi karena hyperplasia adrenal bilateral sehingga hormon
adrenokortikotropik (ACTH) meningkat yang akhirnya menyebabkan hipersekresi korteks
adrenal dan hiperkortikalisme terjadi. 5

4
Epidemiologi

Risiko pada laki-laki lebih besar dari pada perempuan. 2


Pada penelitian di Eropa dan
Amerika Utara, prevalensi gagal jantung terjadi pada 2% populasi penduduk dan meningkat
seiring dengan bertambahnya usia, sementara pada penduduk berusia lebih muda (di bawah
40 tahun), hanya sedikit yang menderita gagal jantung. 3

Adapun hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-menopause disbanding pria
karena pengaruh hormone. Prevalensi hipertensi berkisar 5-10%. 6

Patofisiologi

Pada saat curah jantung tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan oksigen, terjadi kompensasi
dengan 2 mekanisme utama yakni system simpatis dan system rennin-angiotensin-aldosteron
(RAA). Aktivitas simpatis terjadi sebagai reaksi terhadap penurunan curah jantung yang
dipersepsi oleh baroreseptor. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan peningkatan
kontraksi otot jantung dan frekuensi denyut jantung melalui stimulasi reseptor adrenergic
beta 1 di jantung. Akibatnya terjadi peningkatan curah jantung. Pada system RAA dimulai
dengan sekresi rennin oleh sel jukstaglomerular di ginjal sebagai reaksi kurangnya perfusi ke
ginjal. Sekresi rennin menghasilkan angiotensin II yang memilki efek sebagai vasokonstriktor
dan produksi aldosteron di korteks adrenal. Kedua efek ini akan meningkatkan preload
jantung sehingga tekanan pengisian ventrikel (preload) meningkat dan meningkatkan curah
jantung (menurut hokum Frank-Starling) sebagai langkah kompensasi.

Namun, mekanisme kompensasi ini tidak berjalan lama dan malah memperburuk keadaan
jantung. Hal yang akan terjadi adalah hipertrofi dinding ventrikel (untuk meningkatkan
kontraktilitas miokard). Tekanan yang tinggi pada dinding ventrikel yang berlebihan ini
memicu apoptosis sel jantung dan proliferasi jaringan ikat (fibrosis) sehingga kontraktilitas
jantung menurun. Proses ini disebut remodeling jantung. Penurunan kontraktilitas jantung
turut menyebabkan curah jantung makin menurun. Dengan demikian terjadi dekompensasi
jantung. 2

Hipertrofi ventrikel kiri merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi
ditambah oleh rangsangan simpatis dan aktivasi system RAA memacu mekanisme Frank-
Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahan tertentu dan pada
akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan fungsi sistolik).

5
Manifestasi klinis

Manifestasi gagal jantung yang utama adalah sesak nafas dan rasa lelah yang membatasi
kemampuan melakukan kegiatan fisik. Selain itu terdapat retensi cairan yang menyebabkan
kongesti paru dan edema perifer.

Untuk menegakkan diagnosis gagal jantung, diperlukan kriteria Framingham yang meliputi
kriteria mayor dan kriteria minor.

Kriteria mayor :
1. Paroksismal nocturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peningkatan tekanan vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria minor:
1. Edema ekstremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardia (>120 menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ditemukan minimal 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor. 6

6
Menurut New York Heart Association (NYHA), gradasi keparahan gagal jantung terbagi
menjadi 4 kelas berdasarkan jumlah aktivitas fisik untuk menimbulkan gejala-gejalanya,
yaitu:

Kelas 1 : Tidak ada limitasi aktivitas fisik. Tidak ada sesak nafas, rasa lelah, atau palpitasi
dengan aktivitas fisik biasa

Kelas 2 : Sedikit limitasi aktivitas fisik, timbul rasa lelah, palpitasi, dan sesak nafas dengan
aktivitas fisik biasa, tetapi nyaman sewaktu istirahat.

Kelas 3: Aktivitas fisik sangat terbatas sebab aktivitas fisik kurang dari biasa sudah
menimbulkan gejala, tetapi nyaman sewaktu beristirahat

Kelas 4: Gejala-gejala sudah ada sewaktu istirahat dan aktivitas fisik sedikit saja dapat
memperberat gejala. 2

Untuk memastikan gagal jantung akut dapat memakai klasifikasi menurut American College
of Cardiology (ACC) yang menjelaskan tiga kriteria pasien dengan gagal jantung, yaitu :
1. Volume overload yang ditandai dengan kongesti pulmonal atau sistemik
2. Penurunan bermakna cardiac output yang ditandai dengan hipotensi, insufisiensi ginjal
atau sindrom syok
3. Pasien dengan tanda dan gejala dari overload cairan dan hipoperfusi sistemik.
Gejala klinis hipertensi biasanya tidak bergejala. Namun, gejala umum hipertensi adalah sakit
kepala, pusing, berdebar-debar, rasa melayang (dizzy), tinnitus, dan pingsan. 4

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dimulai dengan menilai keadaan umum, pengukuran tekanan darah di tangan
kiri dan kanan saat tidur dan berdiri, dan funduskopi untuk menilai prognosis.
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung, serta mendengarkan bunyi jantung
di mana bunyi jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang
ditemukan murmur diastolic akibat regurgitasi aorta. Paru juga perlu diperhatikan untuk
menilai adakah suara nafas tambahan seperti ronki basah atau ronki kering/ mengi. Kemudian
palpasi juga arteri radialis, arteri femoralis, dan arteri dorsalis pedis. Tekanan darah di betis
harus diukur minimal sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30 tahun). 4

Pemeriksaan penunjang

7
Untuk menegakkan diagnosis gagal jantung, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang,
antara lain rontgen thorax, elektrokardiogram (EKG), ekokardiografi, dan kateterisasi
jantung. Rontgen thorax dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan lain dari sesak nafasnya,
misalnya efusi pleura, pneumothorax, keganasan paru atau pneumonia. Adanya edema
pulmoner dapat mendukung diagnosis gagal jantung walaupun belum terlalu kuat.
Elektrokardiogram dapat dipakai untuk mendeteksi aritmia dan memberikan bukti miokard
infark atau hipertrofi ventrikel.
Ekokardiografi dapat dipakai untuk melihat gerakan jantung meskipun pada pasien obesitas
atau pasien dengan gangguan jalan nafas kurang memperlihatkan gambar yang memuaskan. 3
Ekokardiografi digunakan untuk evaluasi dan monitor fungsi sitolik ventrikel kiri dan kanan,
fungsi diastolic, struktur dan fungsi katup, kelainan perikard, dan tekanan arteri pulmonalis. 4
Kateterisasi jantung dapat dijadikan alat ukur tekanan di dalam jantung, estimasi cardiac
output, dan deteksi kelainan katup. 3
Pada scenario ini, pemeriksaan yang baru dilakukan hanya EKG dan ditemukan adanya
gelombang Q patologis. Untuk itu perlu dibahas gelombang yang normal terlebih dahulu.
Pada kertas EKG, terdapat garis horizontal yang merupakan waktu (1 kotak kecil = 1 mm =
0,04 detik) dan garis vertical merupakan voltase/amplitude (1 kotak kecil = 1 mm = 0,1
miliVolt). Pada rekaman EKG standar dibuat dengan kecepatan 25 mm/detik, kalibrasi biasa
dilakukan dengan 1 miliVolt yang menghasilkan defleksi setinggi 10 mm.
Gelombang Q patologis merupakan defleksi negative dengan syarat durasi gelombang Q
lebih dari 0,04 detik dan dalamnya harus minimal sepertiga tinggi gelombang R pada
kompleks QRS yang sama. Pada kasus infark miokard di mana terjadi aliran darah ke otot
jantung berhenti atau tiba-tiba menurun dapat terjadi gambaran defleksi negative berupa
gelombang Q patologis dengan syarat durasi gelombang Q lebih dari 0,04 detik dan dalamnya
harus minimal sepertiga tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama. 7
Adapun untuk memeriksa apakah pasien mengalami hipertensi, perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan, yakni urinalisis untuk mengetahui adakah kelainan pada ginjal, pemeriksaan
kadar glukosa darah untuk menyingkirkan diabetes, kolesterol HDL dan kolesterol total untuk
memperkirakan risiko kardiovaskuler di masa depan, serta EKG. 4

Differential diagnosis

8
Diagnosis banding pada kasus ini ialah gagal jantung akut (Acute Heart Failure) dan jantung
koroner.

Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit yang berkaitan dengan angina pectoris.
Adapun manifestasi klinis yang terlihat adalah nyeri dada yang dapat menyebar ke arah
lengan kiri, rahang, leher dan lebih jarang ke epigastrium. Nyeri malam hari juga dapat
terjadi. Selain itu, terdapat pula gejala sesak nafas, berkeringat dan ansietas yang dapat terjadi
bersamaan dengan nyeri dada. Pada penyakit ini juga dapat terjadi gangguan kesadaran yaitu
sinkop. Adapun pemeriksaan fisik didapatkan adanya bunyi jantung ketiga dan keempat atau
juga terjadi murmur. 8

Tatalaksana
Untuk mengatasi gagal jantung, terdapat terapi non-farmakologik dan terapi farmakologik.
Terapi non farmakologik terdiri dari :
1. Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi diet
yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat badannya. Asupan NaCl
harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai
berat.
2. Merokok: harus dihentikan
3. Aktivitas fisik: Olahraga teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk pasien
gagal jantung yang stabil (NYHA kelas 2 dan 3) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien.
4. Istirahat: Dianjurkan untuk gagal ginjal akut atau tidak stabil
5. Bepergian: Hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau
lembab, dan gunakan penerbangan-penerbangan pendek

Di samping itu, ada obat-obat yang harus dihindari seperti AINS dan coxib, antagonis
kalsium (non-dihidropiridin dan dihidropiridin kerja singkat), dan kortikosteroid. 2
Sementara terapi farmakologik terdiri dari Angiotensin –converting enzyme inhibitor (ACE
Inhibitor) dianjurkan sebagai obat lini pertama. Obat ini dapat diberikan jika tidak ada retensi
cairan, tetapi jika terdapat retensi cairan harus dikombinasikan dengan diuretic. Sediaan yang
diberikan berupa Captopril dengan dosis awal 6,25 mg 3x sehari dan dosis ditingkatkan
sampai 25-50 mg 3x sehari. Bisa juga diberikan Lisinopril dengan dosis awal 2.5 mg per hari
dan ditingkatkan sampai 5-20 mg per hari. Selain itu dapat juga diberikan diuretic jika
ditemukan adanya kongesti paru dan/atau edema perifer. Sediaan yang diberikan berupa
Hidroklorotiazid dengan dosis awal 25 mg/ hari atau dapat juga diberikan spironolakton 26

9
(jika dikombinasikan dengan ACE Inhibitor) atau 50 mg/ hari (jika tanpa ACE Inhibitor).
Kemudian dapat diberikan beta blocker dengan syarat tidak ada riwayat asma, bradikardia,
dan blok AV derajat 2 dan 3. Sediaan yang bisa diberikan misalnya Carvedilol dengan dosis
awal 12,5 mg/hari. Pilihan yang lain adalah Ca++ Antagonist yang dapat menjadi tambahan
obat hipertensi bila control tekanan darah sulit dengan pemakaian nitrat atau beta blocker.
Namun, efek kurang terlihat jika digabung dengan diuretic. Sediaan yang diberikan misalnya
nifedipin dengan dosis awal 30 mg/ hari dan verapamil 40 mg 2-3x sehari.

Pada kasus yang berat, gagal jantung harus mendapat tindakan operasi yakni transplantasi
jantung. Beberapa indikasi yang memungkinkan untuk dilakukan transplantasi jantung ialah:
1. Gagal jantung sistolik (didefinisikan sebagai adanya Left Ventricular Ejection Fraction /
LVEF < 35%) dengan hambatan fungsional yang berat. Untuk memastikan hal ini dapat
dilihat dari pedoman NYHA tadi derajat 3-4.

2. Aritmia ventrikel yang tidak bisa diatasi dengan obat antiaritmia. 3

3. Syok kardiogenik. Pada gagal jantung dapat menimbulkan syok kardiogenik dengan
komponen curah rendah, fenomena kongestif, atau keduanya. Syok kardiogenik terjadi
karena kurang sanggupnya ventrikel kiri/ kanan memompa cukup banyak darah, sehingga
tekanan sistol rendah, perfusi perifer kurang sehingga menimbulkan kulit lembab dan dingin,
diaphoresis, takikardia, bingung, dan kurang menghasilkan urine. 8

Namun, terdapat beberapa kontraindikasi dilakukannya transplantasi jantung, yakni:


1. Usia yang terlalu tua misalnya di atas 70 tahun,

2. Infeksi sistemik,

3. Diabetes mellitus dengan kerusakan organ (neuropati, nefropati dan kadar HbA1c >7.5),

4. Keganasan. 3

Adapun tatalaksana untuk hipertensi harus menilai juga adakah penyakit lain yang menyertai.
Pada pasien hipertensi pasca infark jantung dapat diberikan beta blocker dan ACE inhibitor.

10
Pada pasien dengan risiko PJK yang tinggi dapat diberikan diuretic, beta blocker dan Ca++
antagonist. Bila pasien dalam tahap gagal jantung hipertensi maka prinsip pengobatannya
sama dengan gagal jantung yaitu diberikan diuretic, ACE inhibitor¸ dan beta blocker. 4

Komplikasi

Gagal jantung ini sebenarnya merupakan salah satu dari komplikasi hipertensi. Selain gagal
jantung, komplikasi lainnya adalah gagal ginjal kronik, perdarahan retina, dan infark
miokard.

Pencegahan

Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard dan factor risiko jantung koroner. Bila
sudah ada infark miokard usahakan untuk mengeliminasi penyebab yang mendasari. 4

Prognosis

Kematian di rumah sakit yang tinggi didapatkan pada pasien dengan syok kardiogenik
berkisar antara 40%-60%.

Kesimpulan

Gagal jantung kronik merupakan suatu sindrom yang kompleks dan disebabkan oleh banyak
factor, salah satunya adalah hipertensi. Penyakit ini dapat menurunkan kemampuan jantung
untuk memompa darah karena adanya tahanan/ resistensi perifer maupun sistemik yang dapat
menimbulkan gejala sesak nafas dan edema perifer maupun edema paru. Pada kasus gagal
jantung akut yang merupakan kasus emergensi perlu mendapat pertolongan segera, tetapi
pada kasus gagal jantung kronik dapat dilakukan perbaikan dari segi farmakologik, non
farmakologik maupun intervensi bedah.

Daftar Pustaka

11
1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2010.h.5-6, 27-54.
2. Gunawan SG. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2012.h.299-302
3. Fuster V, Walsh RA, O’Rourke RA, Poole-Wilson P. Hurst’s: the heart. 12 th Ed. USA: Mc
Graw Hill; 2008.p.691-761.
4. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes: kardiologi. Edisi 4.
Jakarta: Penerbit Erlangga;2005. h.114-5.
5. Manning, Delp. Major diagnosis fisik. Edisi revisi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;1996.h.450.
6. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Ed 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h. 1132-52,1265-6.
7. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010.h.7,15-8.

8. Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;


2000.h.89

12

Anda mungkin juga menyukai