Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Demam tifoid atau typhoid fever atau thypus abdominalis adalah penyakit yang disebabkan
kuman Salmonella typhi. S. typhi adalah kuman gram negatif berbentuk batang yang hidup
secara fakultatif anaerob. Demam tifoid ditularkan melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi S. typhi. Saat S. typhi masuk kedalam saluran pencernaan, kuman tersebut
berkembang biak dan masuk ke dalam aliran darah. Tubuh akan bereaksi dan timbulah demam
dan gejala lain seperti nyeri pada perut, nafsu makan menurun, sakit kepala, dan lain-lain.
Kadang dapat terlihat bintik kemerahan. Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan darah (widal) dan tinja. Komplikasi yang dapat ditimbulkan
adalah pecahnya (perforasi), diikuti peritonitis yang dapat berakhir fatal.usus. Tatalaksana yang
dapat dilakukan meliputi istirahat total, pemberian obat penurun panas dan antibiotik seperti
kloramfenikol, ampisilin, dan spirofloksasin. Tambayong J. Patofisiologi. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 200; h. 143-4

Pembahasan

Anamnesis
Anamnesis adakah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara
seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui
tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya. Tujuan
utama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang
dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi
yang didapat akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari
anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis. Selain itu, tujuan anamnesis
dan pemeriksaan fisik adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan
membuat diagnosa banding. Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun
hubungan yang baik antara seorang dokter dan pasiennya. Ada dua jenis anamnesis yang umum
dilakukan, yakni autoanamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis adalah anamnesis yang
dilakukan langsung terhadap pasiennya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien
sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan. Pada
pasien yang tidak sadar, sangat lemah, atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada
pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahannya. Anamnesis yang
dilakukan ini disebut alloanamnesis.

Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau sistematika yang baku
sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar selama melakukan anamnesis seorang dokter
tidak kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang terlewat. Sistematika ini
juga berguna dalam pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang membacanya.
Sistematika tersebut terdiri dari: Hendarwanto. Demam berdarah dengue gambaran klinis,
diagnosis dan prognosis. 2006. Jakarta: FK UI
1. Data umum pasien, seperti nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, suku, pendidikan,
pekerjaan, dan status perkawinan.
2. Keluhan utama, yaitu keluhan yang di rasakan paling berat oleh pasien sehingga
mendorong pasien datang berobat atau mencari pertolongan medis. Pada skenario yang
didapat keluhan utama pasien adalah demam sejak 1 minggu yang lalu.
3. Penyakit riwayat sekarang, yaitu dokter memberikan pertanyaan mengenai karakter
keluhan utama, perkembangan atau perburukan keluhan utama, kemungkinan adanya
faktor pencetus, dan keluhan-keluhan penyerta selain keluhan utama.
4. Riwayat penyakit dahulu, yaitu mengenai penyakit yang dahulu derita pasien, apakah
pasien pernah dirawat dirumah sakit, atau pasien memiliki penyakit kronis seperti
hipertensi, diabetes mellitus, jantung, dan alergi.
5. Riwayat penyakit keluarga, yaitu dokter menanyakan mengenai keadaan keluarga pasien,
riwayat penyakit menahun yang ada di keluarga pasien, dan apakah ada dari keluarga
pasien yang telah meninggal.
6. Riwayat pribadi, menanyakan riwayat kehamilan dan imunisasi pasien (apabila pasien
seorang bayi), menanyakan pola makan, kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan, dan kebiasaan lainnya (seperti mengkonsumsi alkohol, obat-obatan, dan
merokok).
7. Riwayat sosial, dokter menanyakan kepada pasien tentang kebersihan lingkungan tempat
tinggal, keadaan sosial ekonomi, dan keadaan tempat tinggal pasien (padat penduduk atau
tidak).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari
suatu sistem atau suatu organ tubuh dengan cara melihat (inspeksi), menekan (palpasi),
mengetuk (perkusi), dan mendengarkan (auskultasi). Selain itu, melalui pemeriksaan fisik juga
dapat menentukan tanda-tanda vital pasien yang meliputi pemeriksaan tekanan darah,
pemeriksaan suhu tubuh, pemeriksaan frekuensi nadi, dan pemeriksaan frekuensi pernapasan.
Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica. Jakarta : EGC

a) Pemeriksaan Tekanan Darah


Pemeriksaan tekanan darah merupakan suatu tindakan melakukan pengukuran
b) Pemeriksaan Suhu Tubuh
c) Pemeriksaan Frekuensi Nadi
d) Pemeriksaan Frekuen Napas
e) Inspeksi
Inspeksi adalah cara memeriksa dengan melihat dan mengamati bagian tubuh pasien
yang diperiksa. Inspeksi dada (toraks) adalah melihat dan mengamati dada pasien,
inspeksi perut adalah melihat dan mengamati perut (abdomen) pasien, inspeksi kepala
dan anggota badan tangan dan kaki (ekstremitas) adalah melihat dan mengamati
bagian kepala dan ekstremitas. Inspeksi mulai dari warna, misalnya warna kulit coklat
atau sawo matang normal, warna kulit kuning pada pasien hepatitis. Pada kulit adakah
benjolan, gelembung, luka, kulit kepala botak (alopesia). Sclera kuning pada
hepatitis, warna konjungtiva misalnya, pucat pada pasien anemia dan lain-lain.
Bentuk tubuh, seperti bentuk tubuh asthenis, atletis, atau piknis. Bentuk badan bagian
atas apakah skoliasis, kiposis, atau lardosis. Bentuk ekstremitas bawah (kaki) apakah
tungkai berbentuk O atau X. ukuran tubu apakah normal, sangat tinggi (kelebihan
growth hormone atau GH), cebol (kretinisme), dan lain-lain. Gerakan tubuh spontan,
seperti gemetaran, kejang-kejang, dan refleks-refleks spontan.

f) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan secara perabaan dengan menggunakan rasa propioseptif
ujung jari tangan. Palpasi dapat dilakukan dengan satu, dua, tiga, empat atau dengan
semua jari tangan tergantung bagian yang diperiksa. Dengan palpasi dapat diketahui
tepi atau batas organ (tajam atau tumpul), permukaan organ (halus atau kasar, rata
atau berbenjol-benjol), konsistensi organ (lunak, keras kenyal), nyeri (sakit tekan atau
tidak), dan getaran atau denyutan (denyut nadi, pukulan jantung pada rongga dada
dan lain-lain). Palpasi dapat untuk meraba organ dibawah dinding tubuh atau kulit.
Misalnya, hati (hepar), limpa (lien), tumor-tumor di payudara, dada perut, kepala, dan
ekstremitas.

g) Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk permukaan tubuh dengan
perantaan jari tangan, untuk mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh.
tergantung jaringan atau organ apa yang ada dibawahnya, maka akan timbul berbagai
nada yang dibedakan menjadi 5 kualitas nada dasar, yaitu nada suara pekak yang
dihasilkan oleh massa padat, misalnya perkusi hati, jantung, limpa; nada suara redup
yang dihasilkan oleh perkusi batas paru-hati, infiltrate di paru; nada suara sonor yang
dihasilkan oleh perkusi paru-paru normal, nada hipersonor dihasilkan oleh perkusi
paru-paru yang emfisematous; dan nada suara timpani dihasilkan oleh perkusi
lambung atau usus.

h) Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mendengarkan suara yang terdapat
di dalam tubuh dengan menggunakan alat yang disebut stetoskop. Alat ini berfungsi
sebagai saluran pendengaran di luar tubuh untuk dapat merekam suara disekitarnya.
Jadi pemeriksaan auskultasi, dokter dapat mendengarkan suara secara kualitatif
maupun kuantitatif yang ditimbulkan oleh jantung, pembuluh darah, paru-paru, dan
usus. Stetoskop sendiri terdiri dari bagian yang menempel pada permukaan tubuh
penderita terdiri dari 2 sisi permukaan, yaitu membran yang berdiameter 3,5 - 4 cm,
dan sisi bel atau cup yang berbentuk corong dengan diameter 2 - 3,8 cm. Perbedaan
ukuran biasanya ada perbedaan stetoskop anak dan untuk orang dewasa. Bagian
tersebut dihubungkan dengan ear pieces atau ear plug oleh suatu pipa yang
berdinding tebal. Kurnia Y, Santosos M, Wati WW, Sumadikarya I. Buku
panduan keterampilan klinik. Jakarta: Universitas Kristen Krida Wacana;
2008; h. 23-4

Pemeriksaan Penunjang

Differential Diagnosis (DD)

1. Demam Tifoid
Demam tifoid ini disebabkan oelh bakteri Salmonella typhi yang masuk kedalam tubuh
manusia dan merupakan kelompok penyakit yang mudah menular dan menyerang banyak
orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Demam tifoid adalah penyakit sistematik
yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan demam insidious yang berlangsung lama,
sakit kepala, badan lemah, anoreksia, bradikardi relative, serta splenomegaly. Demam ini
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.

2. Demam Dengue
Deman dengue (dengue fever, selanjutnya disingkat DD) adalah penyakit yang terutama
terdapat pada anak dan remaja atau orang orang dewasa dengan tanda-tanda klinis berupa
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, dengan/tanpa ruam, dan
limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata,
gangguan rasa mengecap, trombositopenia ringan, dan petekia spontan.

Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor ke
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat member
gejala sebagai demam dengue. Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe
virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda.
Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang
hebat pada otot dan tulang, mual, kadang muntah, dan batu ringan. Dalam pemeriksaan
fisik pasienn demam dengue hampir tidak ditemukan kelainan. Nadi pasien mula-mula
cepat kemudian menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi
dapat menetap beberapa hari dalam masa penyembuhan. Dapat ditemukan lidah kotor dan
kesulitan buang air besar. Kriteria klinis demam dengue adalah:
a) Suhu badan yang tiba-tiba meninggi
b) Demam yang berlangsung hanya beberapa hari
c) Kurva demam yang menyerupai pelana kuda
d) Nyeri tekan terutama di otot-otot dan persendian
e) Adanya ruam-ruam pada kulit
f) Leucopenia

3. Demam Chikungunya
Demam chikungunya adalah suatu penyakit virus yang ditularkan melalui nyamuk dan
dikenal pasti pertama kali di Tanzania pada tahun 1952. Nama chikungunya ini berasal
dari kata kerja dasar bahasa Makonde yang bermaksud “membungkuk”, mengacu pada
postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia).

Penyakit demam chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV) yang


termasuk keluarga Togaviridae, Genus Alphavirus dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegepty dan Aedes albopictus.

Rata-rata masa inkubasi bagi chikungunya adalah sekitar 2-12 hari tetapi umumnya 3-7
hari. Gejala yang sering ditimbulkan infeksi virus ini berupa demam mendadak disertai
menggigil selama 2-5 hari. Gejala demam biasanya timbul mendadak secara tiba-tiba
dengan derajat tinggi (> 40oC). demam kemudian menurun setelah 2-3 hari dan bisa
kambuh kembali 1 hari berikutnya. Demam juga senantiasa berhubungan dengan gejala-
gejala lainnya seperti sakit kepala, mual dan nyeri abdomen. Gejala-gejala lain yang bisa
ditemukan termasuk sakit kepala, pembesaran kelenjar getah bening di leher dan kolaps
pembuluh darah kapiler. Oktikasari,F.Y., Susanna, D., dan Djaja, I.M., 2008. Faktor
Sosiodemografi Dan Lingkungan Yang Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa
Chikungunya Di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok 2006.
Dalam:Makara, Kesehatan 12 (1): 20-26.

4. Hepatitis A
Hepatitis berarti radang atau bengkak hati, dan dapat disebabkan oleh bahan kimia atau
obat, atau berbagai jenis infeksi virus. Salah satu penyebab umum hepatitis berjangkit
adalah virus hepatitis A. infeksi dngan satu juenis virus hepatitis tidak memberikan
perlindungan terhadap infeksi dengan virus hepatitis lain.

Gejala-gejala termasuk terasa kurang sehat, rasa sakit, demam, mual, kurang nafsu
makan, perut terasa kurang enak, diikuti dengan air seni berwarna pekat, tinja pucat dan
penyakit kuning (mata dan kulit menjadi kuning). Penyakit biasanya berlanjut selama
satu sampai tiga minggu (walaupun gejala tertentu dapat berlanjut lebih lama) dan hampir
selalu diikuti dengan penyembuhan sepenuhnya. Anak-anak kecil yang terinfeksi
biasanya tidak menderita gejala. Hepatitis A tidak mengakibatkan penyakit hati jangka
panjang dan kematian akibat hepatitis A jarang terjadi. Jangka waktu antara kontak
dengan virus dan timbulnya gejala biasanya empat minggu, tetapi dapat berkisar antara
dua sampai tujuh minggu.

Hepatitis A biasanya ditularkan sewaktu virus dari orang yang terinfeksi tertelan oleh
orang lain melalui:
a) Makan makanan yang tercemar
b) Minum air tercemar
c) Menyentuh lampin, seprai dan handuk yang dikotori tinja orang yang dapat
menularkan penyakit
d) Hubungan langsung (termasuk seksual) dengan orang yang terinfeksi.

Working Diagnosis (WD)


Diagnosis ini bersifat sementara yang bertujuan memberikan arah bagi tindakan penyelamatan
pasien. Diagnosis ini dapat saja berubah, tergantung keluahan klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan selanjutnya. Berdasarkan skenario yang ada dapat
dipikirkan berbagai diagnosis seperti yang telah diuraikan sebelumnya yaitu, demam tifoid,
demam dengue, demam chikungunya, malaria, dan haiseepatitis A. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa diagnosis pada kasus yang di dapat adalah demam tifoid.

Demam Tifoid
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit
ini ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urin orang
yang terinfeksi. Gejala biasanya muncul 1-3 minggu setelah terkena, dan mungkin ringan atau
berat. Gejala meliputi demam tinggi, malaise, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan,
sembelit atau diare, bintik-bintik merah muda di dada (rose spot) dan pembesaran limpa dan hati.
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella thypi.

Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, yang tergolong dalam famili
Enterobacteriaceae, adalah kuman gram negative berbentuk batang mempunyai flagela, tidak
membentuk spora, fakultatif anaerobik bergerak aktif. Bakteri ini mempunyai ukuran panjang
kurang lebih 3 mikron, lebar 0,5 mikron. Kuman ini mempunyai 3 macam antigen. Antigen
somatic (O) atau antigen somatik berasal dari dinding sel kuman, antigen flagelar (antigen H)
berasal dari cambuk kuman dan antigen Vi berupa bahan termolabil yang diduga sebagai pelapis
tipis dinding sel kuman. Antigen O merupakan bahan kompleks polisakarida yang penting untuk
menentukan virulensi kuman kuman.

Epidemologi
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan negara sedang berkembang. Besarnya angka
kasus demam tifoid di dunia ini sangat sukar ditentukan sebab penyakit ini di kenal mempunyai
gejala dengan spektum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari
150/100.000/tahun di Amerika Serikat dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur di Indonesia
(daerah endemis) di laporkan antara 3 sampai 19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang
lebih sama juga di laporkan dari Amerika Serikat.
Salmonella typhi dapat hidup dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural reservoir).
Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui tinja dalam waktu
yang bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa
minggu apabila berada di dalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian.
Akan tetapi Salmonella typhi hanya dapat hidup kurang dari satu minggu pada raw sewage, dan
mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temperature 63oC).

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman atau makanan yang
tercemar oleh mikroorganisme yang berasal dari penderita atau pembawa mikroorganisme
biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal, jalur oro, fenal).

Dapat juga terjadi transmisi transplasenta dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia
kepada bayinya, pernah di laporkan pula transmisi oro fekal dari seorang ibu pembawa
mikroorganisme pada saat proses kelahiran kepada bayinya dan sumber mikroorganisme berasal
dari laboratorium peneliti. Soedarmo, Sumarmo S. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Ed
2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008; h. 2-3

Patofisiologi
Kuman Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan atau minuman
yang tercemar. Selanjutnya setelah kuman Salmonella typhi masuk, tergantung pada jumlah
kuman, virulensi kuman dan keadaan penderita. Menurut penelitian dibutuhkan kuman jumlah
tertentu yaitu 106-109 untuk dapat menimbulkan penyakit. Jumlah kuman yang sedikit dapat juga
menimbulkan penyakit, tergantung virulensi kuman dan daya tahan tubuh penderita. Asam
lambung merupakan salah satu barrier utama dan dapat mematikan banyak kuman penyebab
infeksi saluran cerna, namun sebagian dapat bertahan dan tetap hidup dalam asam lambung.
Selanjutnya akan masuk ke usus halus kemudian melaluinya dengan menembus sel-sel epitel
tanpa terlihat kerusakan. Kuman kemudian mencapai kelenjar limfe mesenterial, pembuluh
limfe, duktus torasikus, lalu masuk dalam peredaran darah dan terjadilah bakteriemia pertama
(transient primary bacteruemia).
Bakteriemia pertama terjadi 24-72 jam setelah kuman tertelan dan biasanya tanpa gejala karena
jumlah kuman tak cukup banyak untuk dapat menimbulkan gejala, dan kuman segera tertangkap
oleh sel-sel sistem retikulo-endotelial terutama limpa, hati, dan sumsum tulang. Tiga organ yang
paling dituju pertama kali adalah usus, limpa, dan kandung empedu. Dari kandung empedu
kuman akan menuju usus halus dan menimbulkan reaksi peradangan dengan infiltrasi sel-sel
manonuklear, terutama folikel limfoid pada plaque peyeri. Kuman kemudian di dalam sel
retikulo-endotelial akan berkembang biak. Bila populasi kuman intrasel mencapai tahap kritis,
sel-sel retikulo-endotelial atau makrofag melepaskan kembali kuman-kuman masuk kedalam
peredaran darah dan terjadilah bakteriemia kedua atau secondary bacteriemia selama beberapa
hari sampai minggu. Pada saat inilah baru timbul manifestasi klinik.

Kuman Salmonella typhi yang berada dalam empedu akan menginfeksi kembali usus (S. typhi
masuk kembali kedalam usus untuk kedua kalinya setelah bakteriemia pertama) dan jumlah
kuman yang masuk ke dalam usus untuk kedua kali ini jauh lebih besar disbanding saat
permulaan infeksi. Di usus, kuman-kuman ini akan menimbulkan kelainan lokal yaitu: pertama,
kuman yang terlokalisir di plaque peyeri pada ileum bagian bawah akan menembus mukosa
lewat sel M, suatu sel khusus yang terletak di atas plaque peyeri. Disini kuman menimbulkan
respon inflamasi yang kuat sehingga terjadi ulserasi dan pendarahan usus. Kedua, jika respon
imunitas seluler mulai timbul, makrofag menjadi aktif dan mampu memusnahkan S.typhi
intrasel, terjadilah respon inflamasi yang cepat dengan pelepasan mediator-mediator dalam
jumlah besar, dengan akibat terjadi kerusakan jaringan usus dapat mengalami perforasi.

Kuman S. typhi dapat melepaskan endotoksin, yaitu suatu kompleks lipopolisakarida (LPS) yang
selanjutnya akan merangsang pelepasan pirogen endogen dari dalam leukosit, sel limpa, sel
kupffer hati, makrofag, sel polimorfonuklear, dan monosit. Pirogen ini akan mempengaruhi pusat
pengaturan suhu di hipotalamus dan menimbulkan gejala demam. LPS ini juga bertanggung
jawab terjadinya leucopenia dan hiperplasia sel-sel retikulo-endotelial. Serta meningkatnya
kemotaktik dan metabolisme sel fagosit. Widodo. J. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Demam Tifoid. 2006. Jakarta: FK UI.
Gambaran Klinik

Masa inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari. Pada
awal penyakit ini, keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, seperti anoreksia, rasa malas, sakit
kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotor, dan gangguan perut.

Gambaran Klasik Demam Tifoid (Gejala Khas)


Biasanya jika gejala khas itu yang tampak diagnosis kerja pun bisa langsung ditegakkan. Yang
temasuk gejala khas demam tifoid adalah :
a. Minggu pertama (awal terinfeksi), setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala
penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam
tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39oC hingga 40oC, sakit kepala, pusing, pegal-
pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut
lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronchitis kataral, perut kembung,
dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu
pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor tengah, tepi
dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami penderita sedangkan
tenggorokan terasa kering dan meradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut,
akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada
penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas
pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (rosela) berlangsung
3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Rosela terjadi terutama pada penderita
golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok,
timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan
memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai.
Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.
b. Minggu kedua, jika pada minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap
hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam
hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan
tinggi (demam). Suhu tubuh yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagig hari
berlangsung. Terjadi perlambatan related nadi penderita. Yang semestinya nadi
meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relative nadi lebih lambat
dibandingkan peningkatan suhu tubuh. gejala toksemia semakin berat yang ditandai
dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya
terjadi. Lidah tampak kering, merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan
darah menurun, diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang bewarna gelap akibat
pendarahan. Pembesaran hati dan limpa, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus,
mulai kacau jika berkomunikasi, dan lain-lain.
c. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.
Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-
gejala akan berkurang dan temperature mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat
ini komplikasi pendarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak
dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan semakin memburuk, dimana toksemia memberat
dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga
takanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian
mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitits lokal
maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan
keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
memberi gambaran adanya pendarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan
penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
d. Minggu keempat, merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini
dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Inawati.
Demam tifoid. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma; h. 2-3

Penatalaksanaan
Pengobatan penderita demam tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif meliputi
istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Istirahat
bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring
absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi dilakukan
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Diet dan terapi penunjang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring, kemudian
bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa
penelitian menunjukan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk
rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga perlu
diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan umum pasien. Pada perforasi intestinal
dan renjatan septic diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spectrum
antibiotic maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan.
Kortikosteroid perlu diberikan pada renjatan septik. Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga
bagian yaitu: perawatan, diet, dan obat-obatan.

1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolute minimal 7 hari bebas demam atau kurang
14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
obstipasi dan retensi air kemih.

2. Diet
Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar
dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien, karena ada pendapat bahwa
usus pasien perlu diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian
makanan padat ini dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

3. Obat
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan adalah kloramfenikol, thiamfenikol, ko-
trimoksazol, ampisilin dan amoksisilin, sefalosporin generasi ketiga, fluorokinolon, dan
oabt-obat simptomatik seperti antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin),
kortikosteroid (tapering off selama 5 hari). Vitamin B kompleks dan C sangat diperlukan
untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh
darah kapiler.

Prognosis
Prognosis pada umumnya baik pada demam tifoid tanpa komplikasi. Hal ini juga tergantung
pada ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, kekebalan tubuh, jumlah dan
virulensi Salmonella. Hasan R. Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Infeksi Tropik.
Jakarta : FK UI; 1985

Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu komplikasi intestinal dan
komplikasi ekstraintestinal.

Komplikasi Intestinal
a. Pendarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami pendarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Pendarahan hebat dapat terjadi hibgga penderita mengalami
syok. Secara klinis pendarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat pendarahan
sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga
namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Pemderita demam tifoid dengan perforasi
mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian menyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat. Tekanan
darah turun, dan bahkan sampai syok.

Komplikasi ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler, seperti kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,
thrombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi intravaskuler
diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru, seperti pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Kompplikasi hepar dan kandung kemih, seperti hepatitis dan perinefritis.
e. Komplikasi ginjal, seperti glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang, seperti osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik, seperti delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis
perifer, psikosis, dan sindrom katatonia. Inawati. Demam tifoid. Surabaya: Universitas
Wijaya Kusuma; h. 2-3

Anda mungkin juga menyukai