Anda di halaman 1dari 19

Laporan pendahuluan

Gagal jantung
 
 
 

Disusun oleh:

Nirmala Sholawatu Zahra

E.0105.20.029

STIKes Budi Luhur Cimahi

Jl. Kerkof No.243, Leuwigajah, Kec. Cimahi Selatan

2020-2021
DEFINISI

Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada. Bagian kanan dan kiri
jantung masing-masing memiliki ruang sebelah atas (atrium yang mengumpulkan darah dan
ruang sebelah bawah (ventrikel) yang mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam
satu arah, maka ventrikel memiliki satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar.
Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh
dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan
mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam
paru- paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung
kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan
di seluruh tubuh.
Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat lagi memompa darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, walaupun darah balik masih dalam
keadaan normal. Dengan kata lain, gagal jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung
untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh (forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian
jantung yang tinggi (backward failure) atau keduanya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gagal jantung adalah kontraktilitas miokard, denyut
jantung (irama dan kecepatan/ menit) beban awal dan beban akhir.

ETIOLOGI

Menurut beberapa penelitian penyakit jantung disebabkan oleh beberapa hal yaitu: 3
 usia,

 jenis kelamin,

 konsumsi garam berlebihan,

 keturunan,

 hiperaktivitas system syaraf simpatis,

 stress,

 obesitas,

 olahraga tidak teratur,

 merokok,

 konsumsi alcohol dan kopi berlebihan,

 hipertensi,

 ischaemic heart disease,

 konsumsi alkohol,

 Hypothyroidsm,

 penyakit jantung kongenital (defek septum, atrial septal defek,

ventrical septal defek),

 Kardiomiopati (dilatasi, hipertropik, restriktif), dan

 infeksi juga dapat memicu timbulnya gagal jantung.

PATOPISIOLOGI

Patofisiologi gagal jantung amat kompleks dan melibatkan jejas kardiak dan
ekstrakardiak yang memicu respons neurohormonal seluler dan molekuler serta
remodelisasi jantung. Aktivasi neurohormonal yang pada mulanya bersifat adaptif
kemudian berlanjut secara kronik disertai remodelisasi yang buruk semakin
memperberat jejas jantung dan di luar jantung (misalnya vaskuler, pulmoner, dan
renal).
MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis gagal jantung dapat diperhatikan secara relatif dari derajat latihan fisik yang
diberikan. Pada pasien gagal jantung, toleransi terhadap latihan fisik akan semakin menurun dan
gejala gagal jantung akan muncul lebih awal dengan aktivitas yang ringan. Gejala awal yang
umumnya terjadi pada penderita gagal jantung yakni dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan
adanya retensi cairan. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) yaitu kondisi mendadak bangun
karena dyspnea yang dipicu oleh timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan salah satu
manifestasi yang spesifik dari gagal jantung kiri.

Backward failure pada sisi kanan jantung dapat meningkatkan tekanan vena jugularis.
Penimbunan cairan dalam ruang interstisial dapat menyebabkan edema dan jika berlanjut akan
menimbulkan edema anasarka. Forward failure pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda
berkurangnya perfusi ke organ tubuh seperti kulit pucat dan kelemahan otot rangka. Makin
menurunnya curah jantung dapat

disertai insomnia, kegelisahan, dan kebingungan. Bahkan pada gagal jantung kronis yang berat,
dapat terjadi kehilangan berat badan yang progresif.Manifestasi klinis Gagal Jantung dapat dilihat
pada tabel 1.

PENATALAKSANAAN

Terapi yang dilakukan kepada pasien gagal jantung dilakukan agar penderita merasa lebih nyaman
dalam melakukan berbagai aktivitas fisik, dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta
meningkatkan harapan hidupnya. Pendekatannya dilakukan melalui tiga segi, yaitu mengobati
penyakit penyebab gagal jantung, menghilangkan faktor-faktor yang bisa memperburuk gagal
jantung, dan mengobati gagal jantung.

Terapi bagi penderita gagal jantung berupa terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis.
Tujuan dari adanya terapi yakni untuk meredakan gejala, memperlambat perburukan penyakit,
dan memperbaiki harapan. Terapi non-farmakologi pada penderita gagal jantung berbentuk
manajemen perawatan mandiri. Manajemen perawatan mandiri diartikan sebagai tindakan-
tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung. Manajemen
perawatan diri berupa ketaatan berobat, pemantauan berat badan, pembatasan asupan cairan,
pengurangan berat badan (stadium C), pemantauan asupan nutrisi, dan latihan fisik. Terapi non-
farmakologis juga dapat dilakukan dengan restriksi garam, penurunan berat badan, diet rendah
garam dan rendah kolesterol, tidak merokok, dan dengan melakukan olahraga.

Sedangkan terapi farmakologis bertujuan untuk mengatasi gejala akibat gagal jantung, contohnya
kongesti dan mengurangi respon kompensasi. Salah satu mekanisme respon kompensasi
digambarkan dengan model neurohormonal. Adanya aktivasi neurohormonal akibat norepinefrin,
angiotensin II, aldosteron, vasopressin, serta beberapa jenis sitokin menimbulkan respon
kompensasi yang memperburuk kondisi gagal jantung . Oleh sebab itu, pengobatan pada pasien
gagal jantung biasanya memiliki mekanisme kerja yang berkaitan dengan aktivitas
neurohormonal.

Selain untuk mengurangi gejala, terapi farmakologis juga digunakan untuk memperlambat
perburukan kondisi jantung dan mengatasi terjadinya kejadian akut akibat respon kompensasi
jantung. Adapun biasanya pengobatan baik untuk gagal jantung diastolik maupun sistolik adalah
sama. Golongan obat-obatan yang digunakan adalah diuretik, antagonis aldosteron, ACE-inhibitor
(Angiotensin- Converting Enzyme inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), beta blocker,
glikosida jantung, vasodilator, agonis beta, bypiridine, dan natriuretic peptide.

Urutan terapi pada pasien gagal jantung biasanya diawali dengan diuretik untuk meredakan
gejala kelebihan volume. Kemudian, ditambahkan Angiotensin Receptor Blocker atau ARB jika
ACE- inhibitor tidak ditoleransi. Namun, penambahan ARB dilakukan hanya setelah terapi diuretik
diberikan secara optimal. Dosis diatur secara bertahap hingga dihasilkan curah jantung optimal.
Beta blockers diberikan setelah pasien stabil dengan pemberian ACE-inhibitor. Sedangkan
glikosida jantung (digoxin) diberikan jika pasien masih mengalami gagal jantung meskipun telah
diberikan terapi kombinasi.

KLASIFIKASI

Selain menggunakan kriteria Framingham, terdapat beberapa pembagian kriteria yang dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan penyakit gagal jantung, diantaranya yaitu klasifikasi menurut
New York Heart Association (NYHA), dan pembagian stage menurut American Heart Association
(AHA).15 Tingkatan gagal jantung diklasifikasi berdasarkan kelainan struktural jantung dan
kapasitas fungsional. Klasifikasi gagal jantung yang tertera di Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung
oleh Perki tahun 2015, dapat dilihat pada Tabel 2.
PATHWAY
Konsep Dasar Keperawatan

Pengkajian

a. Identitas :

1) Identitas pasien :

Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosa medik.

2) Identitas Penanggung Jawab

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat,

pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien.

b. Keluhan utama

1) Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea

2) Lelah, pusing

3) Nyeri dada

4) Edema ektremitas bawah

5) Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen


6) Urine menurun

c. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang kronologi
keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni
munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain
yang mengganggu pasien.

d. Riwayat penyakit dahulu

Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan

kepada pasien apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium,
hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh
pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien

e. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit

jantung, dan penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.

f. Pengkajian data

1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang istirahat, sakit dada,
dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.

2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia, fibrilasi atrial,kontraksi
ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis, pucat.

3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.

4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.

5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau konstipasi.

6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.

7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang

8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada

kulit/dermatitis

g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress, sikap dan tingkah laku
pasien.

2) Tanda-tanda Vital : a) Tekanan Darah

Nilai normalnya :

Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg

b) Nadi

Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi

atau takikkardi)

c) Pernapasan

Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit

Pada pasien : respirasi meningkat, dipsnea pada saat

istirahat / aktivitas

d) Suhu Badan

Metabolisme menurun, suhu menurun

3) Head to toe examination :

a) Kepala : bentuk , kesimetrisan

b) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?

c) Mulut: apakah ada tanda infeksi?

d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak,

kesimetrisan

e) Muka; ekspresi, pucat

f) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe

g) Dada: gerakan dada, deformitas

h) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus

kosta kanan
i) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit,

edema, clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.j) Pemeriksaan khusus jantung :

(1)Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus

cordis (normal : ICS ke5)

(2)Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi

atau hepertrofi ventrikel

(3)Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa

Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra

Kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra

Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra

(4)Auskulatsi : bunyi jantung I dan II

BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup

atrioventrikular, yang terjadi pada saat kontraksi

isimetris dari bilik pada permulaan systole

BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri pulmonalis pada dinding toraks.
Ini

terjadi kira-kira pada permulaan diastole.

(BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I)

4) Pemeriksaan penunjang

a) Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi pleura yang
menegaskan diagnosa CHF

b) EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika
disebabkan AMI), ekokardiogram

c) Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung,
Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin meningkat, peninkatan bilirubin dan enzim hati.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah
kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :

a. Gangguan pertukaran gas (D.0003)

Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran
alveolus kapiler

Penyebab : Perubahan membran alveolus-kapiler Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Subjektif : Dispnea

2) Objektif :PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun,

takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan

Kriteria minor :

1) Subjektif :, penglihatan Pusing kabur

2) Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah,nafas cuping hidung,

pola nafas abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran

menurun.

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

b. Pola nafas tidak efektif (D.0005)

Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan

ventilasi adekuat

Penyebab : hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat bernafas) Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Subjektf : Dipsnea

2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi

memanjang, pola nafas abnormal

Kriteria minor :

1) Subjektif : Ortopnea
2) Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung,

diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital


menurun, tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun, ekskrusi dada berubah.

Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax

Diagnosa Etilogi Masalah

Data Mayor Gagal pompa vertikel kiri Gangguan pertukaran gas

Ds:dipsnea

Do: PCO2 Bakward failure


meningkat/menurun,

PO2 menurun,
LEVD
takikardia,

pH arteri
Tekanan vena polmunalis
meningkat/menurun,

bunyi nafas tambahan


Tekanan kapiler paru
Data minor

Ds:pandangan pusing kabur


Edema paru
Do: Sianosis,

diaforesis,
Edema paru
gelisah,

nafas cuping hidung,


Renkhi baaah
pola nafas abnormal,

warna kulit abnormal,


Gaguuan pertukaran gaa
kesadaran

menurun.
Data mayor: Pola nafas tidak efektif

Ds:dipsnea Gagal pompa vertkel kanan

Do: : Penggunaan otot bantu


pernafasan,
Tekanan diatole
fase ekspirasi

memanjang,
Tekanan trium kanan
pola nafas abnormal

Data minor:
Lien
Ds:ortopnea

Do: Pernafasan pursed,


apemonogali
pernafasan cuping hidung,

diameter thoraks anterior-


mendekaak diagfragma
posterior meningkat,

ventilasi semenit menurun,


aeaak nafaa
kapasitas vital menurun,

tekanan ekpirasi dan inspirasi


menurun, pola nafas tidak efektif

ekskrusi dada berubah

Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh perawat didasarkan
pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI adalah :
Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat
menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti,
2017).

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang
disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya (Padila, 2012).

Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi
adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Menurut (Asmadi, 2008)Terdapat 2 jenis evaluasi :

a. Evaluasi formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses

keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOPA,
yakni subjektif (data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.

b. Evaluasi sumatif (hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah

semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan
pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon
pasien dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :

1) Tujuantercapai/masalahteratasi

2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian.

3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi


Daftar Pusaka

1.Wang J, Nagueh SF. Current perspectives on cardiac function in patients with diastolic heart
failure. Circulation. 2009;119:1146–1157.

2. Panggabean. M. Buku Ilmu Penyakit Dalam: Gagal Jantung. Volume 2. Jakarta: 2009

3.https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/gagal-jantung/diagnosis

4. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

5. (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI

Anda mungkin juga menyukai