Anda di halaman 1dari 10

s

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung kongestif didefinisikan sebagai suatu kumpulan
gejala kompleks yang diakibatkan adanya gangguan pada proses kerja
jantung, baik itu secara struktural maupun fungsional (Metra, 2017).
Penyebab awal gagal jantung kongestif adalah adanya gangguan pada
dinding-dinding otot jantung yang melemah sehingga berdampak pada
kegagalan jantung dalam memompa dan mencukupi pasokan darah yang
dibutuhkan oleh tubuh (Purbianto & Agustanti, 2015). Gagal jantung
kongestif merupakan penyakit penyebab kematian terbanyak kedua di
Indonesia setelah stroke (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Hasil riset kesehatan dasar kementerian kesehatan, data
menunjukkan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di
Indonesia yaitu sebesar 1,5% dari total penduduk. Data riskesdas 2018
mengungkapkan tiga provinsi dengan prevalensi penyakit jantung tertinggi
yaitu provinsi Kalimantan Utara 2,2%, Daerah Istimewa Yogyakarta 2%,
dan Gorontalo 2%. Selain itu, 8 provinsi lain juga memiliki prevalensi
lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional. Salah satunya provinsi
Kalimantan Timur yaitu 1,8% (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018). Perencanaan dan tindakan pada asuhan keperawatan
yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal jantung diantaranya yaitu
memperbaiki kontraktilitas atau perfusi sistemik, memposisikan semi
fowler, memberikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan, menurunkan
volume cairan yang berlebih dengan mencatat intake atau output (Aspani,
2016).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh
untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan
tekanan pengisian darah ke dalam jantung masih cukup tinggi (Aspiani,
2016).
B. Etiologi
Menurut Smeltzer (2015) gagal jantung disebabkan dengan berbagai
keadaan seperti:
1. Kelainan otot jantung
Kelainan otot jantung disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi misalnya kardiomiopati.
2. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat).
3. Hipertensi sistemik
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik serta
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard.
C. Patofisiologi
Gagal jantung kanan, karena ketidakmampuan jantung kanan
mengakibatkan penimbunan darah dalam atrium kanan, vena kava dan
sirkulasi besar. Penimbunan darah di vena hepatika menyebabkan
hepatomegali dan menyebabkan terjadinya asites. Pada ginjal akan
menyebabkan penimbunan air dan natrium sehingga terjadi edema.
Penimbunan secara sistemik selain menimbulkan edema juga meningkatkan
tekanan vena jugularis dan pelebaran pada vena lainnya.
Pada gagal jantung kiri, darah pada atrium kiri ke ventrikel kiri
mengalami hambatan sehingga ventrikel kiri dilatasi dan hiopertrofi. Aliran
darah dari dari paru ke atrium kiri terbendung. Akibatnya tekanan pada vena
pulmonalis, kapiler paru dan arteri pulmonalis meninggi. Bendungan terjadi
juga diparu yang akan mengakibatkan edema paru, sesak waktu bekerja
(dyspneu d’effort) atau waktu istirahat (ortopnea) (Smeltzer, 2015).
PATHWAY
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada gagal jantung kiri yaitu dispnea, batuk,
kadar saturasi oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi
jantung S3 atau gallop, oliguria, sianosis, kulit pucat, takikardia.
Manifestasi klinis pada gagal jantung kanan yaitu edema ekstremitas
bawah, distensi vena jugularis, ascites, hepatomegali, mual muntah
(Homenta, 2014).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kasus gagal jantung kongestif diantaranya yaitu EKG dapat melihat adanya
takikardia, hipertrofi bilik jantung dan iskemia. Foto thorax dapat melihat
adanya pembesaran jantung, edema atau efusi pleura. Pemeriksaan
laboratorium hiponatremia, hiperkalemia, ureum dan kreatinin meningkat
(Aspiani, 2016).
F. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, nomor rekam medis, diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: sesak saat bekerja, lelah, pusing, nyeri
dada, edema ekstremitas bawah, nafsu makan menurun,
nausea, distensi abdomen, oliguria
b. Riwayat Penyakit Sekarang: pengkajian yang mendukung
keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang
kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan
gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya
dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut.
Tanyakan juga gejala gejala lain yang mengganggu pasien
c. Riwayat Penyakit Dahulu: untuk mengetahui riwayat
penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah pasien
sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium,
hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-
obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu,
yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang
dimiliki pasien.
d. Riwayat Penyakit Keluarga: adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit seperti yang dialami pasien, adakah
anggota keluarga yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keturunan lainnya seperti DM, hipertensi.
3. Pengkajian Data
a. Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi,
kurang istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau
saat beraktifitas
b. Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites,
disaritmia, fibrilasi atrial, kontraksi ventrikel prematur,
peningkatan JVP, sianosis, pucat.
c. Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat
penyakit paru.
d. Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan
muntah.
e. Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat,
nokturia, diare atau konstipasi.
f. Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
g. Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
h. Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada
kulit/dermatitis
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda tanda vital
1) Tekanan darah: nilai normal sistolik 110-140 mmHg;
nilai normal diastolik 80-90 mmHg
2) Suhu: metabolisme menurun, suhu menurun
3) Nadi: nilai normal 60-100x/menit (bradikardia atau
takikardia)
4) RR: nilai normal 12-20x/menit (bradipneu atau
takipneu)
b. Kesadaran: penilaian menggunakan GCS
c. Keadaan Umum : lemah, cukup, sedang
d. Pemeriksaan head to toe dengan menggunakan inspeksi,
auskultasi, perkusi, palpasi
1) Kepala: bentuk, kesimetrisan
2) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak
3) Mulut: apakah ada tanda infeksi, pucat atau lembab
4) Telinga: kotor atau tidak, ada serumen atau tidak,
kesimetrisan
5) Muka; ekspresi, pucat
6) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
7) Dada: gerakan dada, deformitas
8) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus
kosta kanan
9) Ekstremitas: reflex, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan
e. Pemeriksaan penunjang
1) Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran
jantung, edema atau efusi pleura yang menegaskan
diagnosa CHF
2) EKG dapat mengungkapkan adanya takikardia,
hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika disebabkan
AMI), aritmia
3) Pemeriksaan laboratorium : hiponatremia, hiperkalemia
pada tahap lanjut dari gagal jantung, ureum dan
kreatinin meningkat, peningkatan bilirubin dan enzim
hati.
f. Terapi berupa farmakologis dan nonfarmakologis
G. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Penurunan curah jantung Perawatan Jantung (I.02075)

Observasi
1. Identifikasi tanda atau gejala primer
penurunan curah jantung (meliputi
dispnea, kelelahan, edema,
ortopnea)
2. Identifikasi tanda atau gejala
sekunder penurunan curah jantung
(meliputi hepatomegali, distensi
vena jugularis, oliguria)
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor saturasi oksigen
6. Monitor keluhan nyeri dada
7. Monitor EKG 12 sadapan
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologi
2. Posisikan pasien semi fowler atau
fowler dengan posisi nyaman
3. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
2. Pola napas tidak efektif Manajemen jalan napas (I.01011)

Observasi
1. Monitor pola napas
Terapeutik
1. Posisikan semi fowler
2. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan posisi berbaring dengan
bagian kepala lebih tinggi dari
badan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
3. Hipervolemia Manajemen hipervolemia (I.03114)

Observasi
1. Identifikasi penyebab hipervolemia
2. Monitor status hemodinamik
3. Monitor intake dan output cairan
4. Monitor tanda hemokonsentrasi
(mis. kadar natrium, BUN,
hematokrit)
5. Monitor tanda peningkatan tekanan
onkotik plasma (mis. kadar protein
dan albumin meningkat)
6. Monitor kecepatan infus secara
ketat
7. Monitor efek samping diuretik
(mis. hipotensi ortostatik,
hipovolemia, hipokalemia,
hiponatremia)
Terapeutik
1. Batasi asupan cairan dan garam
2. Tinggikan kepala tempat tidur 30-
40 derajat
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran
urine < 0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
4. Intoleransi aktivitas Manajemen energi (I.05178)

Observasi
1. Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan atau aktif
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan
makanan
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan


Kardiovaskuler. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Homenta, S. (2014). Buku Praktis Kardiologi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Smeltzer, S. C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
12. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PNI. (2018a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI). Jakarta: Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai