Anda di halaman 1dari 14

D.

Manifestasi klinik

a) Tanda dan gejala gagal jantung kiri

1) Mudah kelelahan

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan


dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme juga terjadi karena meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distres
pernafasan dan batuk.
2) Dispnea saat aktivitas

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu


pertukaran gas. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnea pada
malam hari yang dinamakan paroxymal nocturnal dispnea (PND).
3) Batuk

4) Kegelisahan dan kecemasan

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan


bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak dapat berfungsi
dengan baik.
5) S3 gallop (temuan yang paling penting)

6) Efusi pleura

b) Tanda dan gejala gagal jantung kanan

1) Kelemahan

2) Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen
3) Hepatomegali (pembesaran hati), nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen, terjadi karena pembesaran vena di hepar
4) Kongestive jaringan perifer dan visceral

5) Nokturia
6) Edema ekstrimitas bawah, biasanya edema pitting, penambahan berat
badan
E. Komplikasi

Berikut adalah beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh gagal jantung


(Munandar, 2019) :
a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri

b. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat


penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat keorgan
vital (jantung dan otak)
c. Episode trombolitik : trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan
gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh
darah.
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung : masuknya cairan ke kantung
perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium sampai ukuran
maksimal. CPO menurunkan dan aliran balik vena ke jantung menuju
tamponade jantung
F. Pemeriksaan penunjang

a. Foto Thoraks

Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung sebagai


pemeriksaan rutin dan melihat besarnya jantung, bentuk jantung serta
vaskularisasi paru. Hampir selalu ditemukan kardiomegali. Tidak
ditemukannya kardiomegali hampir dapat menyingkirkan diagnosis gagal
jantung. Dikatakan kardiomegali pada foto posterioranterior (PA). Jika
rasio antara diameter jantung dengan dimensi torak internal
(cardiothoracic ratio: CTR) melebihi 0,5 pada dewasa, 0,55 pada anak-
anak, dan sekitar 0,6 pada bayi. Peningkatan CTR terjadi akibat dilatasi
ventrikel kiri atau kanan, hipertrofi ventrikel kiri atau efusi perikardium.
b. Elektrokardiogram (EKG)

EKG tidak dapat memastikan ada atau tidaknya gagal jantung tetapi
dapat mendeteksi adanya hipertrofi ruang-ruang jantung. Jadi lebih
berfungsi kea rah penyebab dari gagal jantung. Pemeriksaan ini sangat
penting jika penyebab gagal jantung adalah aritmia misalnya takikardi
supraventrikular yang hanya bisa dipastikan dengan EKG.
c. Ekokardiografi

Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal


jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga
kriteria:
1) Terdapat tanda dan gejala gagal jantung
2) Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi
ejeksi > 45-50%)
3) Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal/
kekakuan diastolik)
d. Pemeriksaan Laboratorium

Terdapat bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma peptida


natriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau
memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko
mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang normal
sebelum pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan
membuat kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab gejala yang
dikeluhkan pasienmenjadi sangat kecil. Kadar peptida natriuretik yang
tetap tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk.
Kadar peptida natriuretik meningkat sebagai respon peningkatan tekanan
dinding ventrikel. Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang
panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung
menurunkan kadar peptida natriuretik.
e. Tes darah BNP (Brype nattruretic peptide)

Terdapat bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma peptida


natriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau
memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko
mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang normal
sebelum pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan
membuat kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab gejala yang
dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil. Kadar peptida natriuretik yang
tetap tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk.
Kadar peptida natriuretik meningkat sebagai respon peningkatan tekanan
dinding ventrikel. Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang
panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung
menurunkan kadar peptida natriuretik.
f. Sonogram

Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik perubahan dalam


fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
g. Katerisasi jantung

Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal


jantung sisi kanan, sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi, juga
mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran normal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
A. Identitas :
1) Identitas pasien :

Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,


suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
B. Keluhan utama

1) Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea

2) Lelah, pusing

3) Nyeri dada

4) Edema ektremitas bawah


5) Nafsu makan menurun, nausea, distensi abdomen
C. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan


pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat
dengan gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya
dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga
gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.
D. Riwayat penyakit dahulu

Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien


apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark
miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-
obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang
mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien
E. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan


penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.
F. Pengkajian data

1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang


istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.

2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,


fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis,
pucat.
3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit
paru.

4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.

5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare


atau konstipasi.

6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.


7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang

8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis


Pemeriksaan Fisik:
B1 (Breathing)

Pengkajian yang di dapatkan dengan adanya tanda kongsti vaskuler


pulmonal adalah dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut.

2. B2 (Blood)

a. Inspeksi

Pemeriksaan adanya parut pasca pembedahan jantung dilakukan untuk


melihata adanya dampak penurunan curah jantung. Tekanan darah saat
istirahat sistolik arterial dewasa normalnya <150 mmHg, diastolik <90
mmHg. Pengukuran tekanan vena jugularis (JVP) dapat dilakukan
untuk mengukur tekanan atrium kanan secara tidak langsung,
normalnya 6-8 mmH2O jika kurang dari 5 mmH2O dapat berarti
hipovolemik sementara dan jika lebih dari 9 mmH2O terdapat
gangguan pada pengisian kardiac. Pengukuran dengan EKG dapat di
lihat pada pasien gagal jantung kongestif pada segmen ST meninggi,
gelombang Q menunjukkan infak sebelum dan kelainan pada segmen
ST. Hipertrofi fentrikel kiri dan gelombang T berbalik menunjukkan
stenosis dan penyakit jantung hipertensi. Aritmia: defiasi aksis kekanan,
reigh bundle branch block dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan
adanya disfungsi ventrikel kanan.
b. Palpasi

Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respon awal jantung


terhadap stres,irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa
meliputi kontraksi atrium prematur, takikardi atrium proksimal, dan
denyut ventrikel prematur. Perubahan nadi selama gagal jantung
menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.
c. Perkusi
Batas jantung terjadi pergeseran di mana hal ini menandakan adanya
hipertrofi jantung (Cardiomegali).

d. Auskultasi

Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat


dikenali dengan mudah dengan dua cara. Pertama, bunyi jantung ketiga
dan keempat serta bunyi crakles pada paru mengikuti kontraksi atrium
dan terdengar paling baik dengan menggunakan bel stetoskop yang
ditempelkan tepat pada apeks jantung. Kedua, bunyi jantung pertama
tidak selalu tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat menurunkan
komplain miokard.
3. B3 (Brain)

Kesadaran penderita biasanya agak terganggu apabila terjadi gangguan


perfusi jaringan dalam skala berat. Pengkajian terhadap pasien ditandai
dengan wajah pasien yang terlihat meringis, menangis, atau merintih.
4. B4 (Bladder)

Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan,


karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria sebagai tanda awal
dari terjadinya shock kardiogenik. Adanya edema ekstremitas
mendadak terjadi retensi cairan yang parah.
5. B5 (Bowel)

Pasien biasanya merasakan mual dan muntah, penurunan nafsu makan


akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen,
serta penurunan berat badan.
6. B6 (Bone)

Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6


adalah sebagai berikut:

a. Kulit dingin

b. Mudah lelah
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
2. Nyeri akut berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke miokardium,
perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perembesan cairan, kongesti paru
skunder, perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan interstisal.
Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Penurunan curah Tujuan: Cardiac care
jantung berhubungan Setelah diberikan asuhan 1) Catat adanya disritmia
dengan penurunan keperawatan selama 3 x 24 jam, jantung
kontraktilitas diharapkan curah jantung efektif, 2) Monitor tanda-tanda
ventrikel kiri, dengan kriteria hasil: vital secara berkala
perubahan frekuensi, Status kardiopulmonal 3) Monitor status
irama, dan konduksi - Tekanan darah sistolik kardiovaskular
elektrikal dalam batas normal 4) Monitor disritmia
(120 mmHg) (skala 5 jantung, termasuk
= no deviation from gangguan dari irama
normal range) dan konduksi jantung.
- Tekanan darah 5) Monitor status
diastolik dalam batas pernapasan.
normal (80 mmHg) 6) Monitor balance
(skala 5 = no cairan.
deviation from normal 7) Monitor hasil
range) laboratorium, seperti:
- Denyut nadi perifer enzim jantung, level
teraba normal (skala 5 elektrolit.
= no deviation from 8) Monitor adanya
normal range) dispnea, fatig, takipnea,
- Denyut nadi apikal dan ortopnea.
teraba normal (skala 5 Regulasi hemodinamik
= no deviation from 1) Kenali adanya
normal range) perubahan tekanan
- Irama jantung normal darah.
(skala 5 = no 2) Auskultasi suara paru
deviation from normal terhadap krekels dan
range) bunyi lain.
- Frekuensi pernapasan 3) Auskultasi bunyi
dalam batar normal jantung.
(12-20 x/mnt) (skala 5 4) Monitor level elektrolit.
= no deviation from 5) Kolaborasi dalam
normal range) pemberian medikasi
- Irama pernapasan positive
normal (skala 5 = no inotropic/contractility,
deviation from normal serta medikasi anti
range) aritmia.
- Output urine normal 6) Pantau efek samping
0,5-1 cc/kgBB/jam dari pemberian
(skala 5 = no medikasi positive
deviation from normal inotropic/contractility,
range) serta medikasi anti
- Index jantung normal aritmia.
(skala 5 = no 7) Monitor nadi perifer,
deviation from normal CRT, serta warna dan
range) suhu ekstremitas.
- Saturasi oksigen 8) Monitor edema perifer,
dalam batas normal distensi vena jugularis,
(90-100%) (skala 5 = dan suara jantung S1,
no deviation from S2.
normal range) 9) Berikan posisi semi-
- Tidak ada sianosis fowler.
(skala 5 = none)
- Tidak ada distensi
vena jugularis (skala 5
= none)
- Tidak ada edema
(skala 5 = none)
- Tidak ada dispnea
(skala 5 = none)
2. Nyeri akut Tujuan: Kontrol nyeri:
berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan 1) Kaji faktor pencetus
kurangnya suplai keperawatan selama…..x 24 nyeri
darah ke jam diharapkan klien dapat 2) Ajarkan klien teknik
miokardium, mengontrol nyeri, dengan manajemen nyeri
perubahan kriteria hasil: 3) Kolaborasi penggunaan
metabolisme, dan Pain level (level nyeri): analgetik
peningkatan produksi - Klien tidak Level nyeri:
asam laktat. melaporkan adanya 1) Kaji ketidaknyaman
nyeri (skala 5 = none) klien (ekspresi wajah)
- Klien tidak merintih 2) Lakukan pengkajian
ataupun menangis nyeri secara
(skala 5 = none) menyeluruh (lokasi,
- Klien tidak pencetus durasi,
menunjukkan ekspresi kualitas, frekuensi,dll)
wajah terhadap nyeri 3) Anjurkan klien
(skala 5 = none) menggunakan obat
- Klien tidak tampak antinyeri secara
berkeringat dingin adekuat sesuai terapi
(skala 5 = none) yang dijalani klien
- RR dalam batas Vital sign:
normal (16-20 x/mnt) 1) Pantau perubahan
(skala 5 = normal) tanda-tanda vital dan
- Nadi dalam batas respirasi klien saat
normal (60-100x/mnt) nyeri berlangsung
(skala 5 = normal) Manajemen lingkungan:
- Tekanan darah dalam kenyamanan
batas normal (120/80 1) Batasi kunjungan orang
mmHg) (skala 5 = yang menjenguk jika
normal) diperlukan
Pain control (kontrol 2) Berikan lingkungan
nyeri): yang nyaman dan
- Klien dapat bersih
mengontrol nyerinya 3) Berikan posisi yang
dengan menggunakan nyaman untuk
teknik manajemen memfasilitasi klien
nyeri non seperti imobilisasi
farmakologis (skala 5 bagian yang nyeri
= consistently
demonstrated)
- Klien dapat
menggunakan
analgesik sesuai
indikasi. (skala 5 =
consistently
demonstrated)
- Klien melaporkan
nyeri terkontrol (skala
5 = consistently
demonstrated)
Gangguan pertukaran Tujuan Manajemen asam basa
gas berhubungan Setelah diberikan asuhan 1) Lakukan pemeriksaan
dengan perembesan keperawatan selama …x 3 AGD
cairan, kongesti paru menit diharapkan pertukaran 2) Lakukan pemeriksaan
skunder, perubahan gas klien adekuat dengan pulse oksimetri
membrane kapiler kriteria hasil: 3) Pantau nilai Ph, PaO2,
alveoli, dan retensi Respiratory status: Gas dan PCO2 melalui hasil
cairan interstisal. Exchange laboratorium
- RR 16-20 x/menit 4) Pantau adanya gejala
(skala 5 = no gagal nafas
deviation from normal 5) Kaji frekuensi dan
range) kedalaman pernafasan.
- Tidak terjadi sianosis Catat penggunaan otot
(skala 5 = none) aksesori, napas bibir,
- PaO2 normal 80-100 ketidak mampuan
mmHg (skala 5 = no berbicara / berbincang
deviation from normal 6) Observasi warna kulit,
range) membran mukosa dan
- PaCO2 normal 35-45 kuku, serta mencatat
mmHg (skala 5 = no adanya sianosis perifer
deviation from normal (kuku) atau sianosis
range) pusat (circumoral)
- Ph 7,35-7,45 (skala 5 7) Observasi kondisi yang
= no deviation from memburuk dan catat
normal range) adanya hipotensi,
- SatO2 95-100% pucat, sianosis,
(skala 5 = no perubahan dalam
deviation from normal tingkat kesadaran, serta
range) dispnea berat dan
Tanda-tanda vital kelemahan.
- Frekuensi pernapasan 8) Siapkan untuk
klien dalam batas dilakukan tindakan
normal (16-20x/mnt) keperawatan kritis jika
diindikasikan
9) Kolaborasi pemberikan
terapi oksigen sesuai
kebutuhan, misalnya:
nasal kanul dan masker
Memfasilitasi ventilasi
1) Memberikan posisi
semifowler atau
menyarankan duduk
pada klien saat
mengalami sesak
napas.
2) Memberikan dan
pertahankan masukan
oksigen pada klien
sesuai indikasi
3) Kolaborasi pemasangan
alat bantú pernafasan
O2 sungkup 6 – 8 liter.

Implementasi
Pelaksanaan dalam asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan
perencanaan/intervensi keperawatan.Selama melaksanakan tindakan,
perawat menilai efektivitas tindakan keperawatan dan respon pasien,
mencatat dan melaporkan tindakan keperawatan yang diberikan serta mencatat
reaksi pasien yang timbul.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan dalam bentuk evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi dilakukan sesuai dengan kriteria hasil yang telah disusun dengan
menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, D.P. (2017). Gagal Jantung. Fakultas Kedokteran: Universitas Udayana.


Doenges, Marilynn E. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Harbanu Mariyono, A. S. (2017). Gagal Jantung. Jurnal Penyakit Dalam. 8 (3). 148–162.
Munandar, A.(2019).Konsep Dasar Penyakit Gagal Jantung Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik (1st
ed.). DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
Rachma, L. N. (2014). Patomekanisme Penyakit Gagal Jantung Kongestif. Fakultas Sains Dan
Teknologi UIN Maliki Malang, 4(2), 81–90. Rampengan, S. H. (2014). Buku Praktis
Kardiologi. Fakultas Kedokteran: Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai