Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) DAN ASUHAN KEPERAWATAN :

PERIPHERAL ARTERIES DISEASE

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL

Dosen Pembimbing: Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB.

Oleh
Kelompo 17/ Kelas C 2019
Beva Pramasty Hardika 192310101111
Noera Ambarwati Nabillah 192310101112

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2021
Kemampuan yang harus dikuasai oleh perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan profesional terhadap pasien dengan Peripheral Arterial Disease

Kemampuan dan keterampilan dalam melakukan pengkajian serta


pemeriksaan fisik pada klien terkait dengan tanda dan gejala yang muncul pada
penyakit Peripheral Arterial Disease (PAD) sebagai langkah awal menentukan
diagnosa dan pemberihan asuhan keperawatan yang tepat.
1. Kemampuan dan keterampilan dalam mengedukasi klien terkait dengan
memodifikasi faktor resiko yang ada, seperti edukasi untuk hidup sehat
dengan tidak merokok, pola makan yang baik, dan rajin berolah raga.
2. Kemampuan dan keterampilan dalam melakukan skrining kepada klien
sebagai upaya pencegahan dini, terkait dengan kondisi gula darah, kolesterol,
serta tekanan darah yang sangat erat kaitannya dengan penyakit Peripheral
Arterial Disease (PAD).
3. Kemampuan dan keterampilan dalam melakukan pemeriksaan Ankle Brachial
Index (ABI) sebagai bentuk upaya pemeriksaan utama untuk mengetahui
penyakit Peripheral Arterial Disease (PAD) terutama yang tidak memiliki
gejala.
4. Kemampuan dan keterampilan dalam melakukan perekaman USG Dupleks
dan CT Angiography sebagai pemeriksaan penunjang terkait dengan penyakit
Peripheral Arterial Disease (PAD) guna melihat kondisi pembuluh darah
arteri yang mengalami gangguan.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peripheral Arterial Disease (PAD) ini merupakan gangguan pada proses


penyuplaian darah menuju ke ekstremitas bagian atas atau bawah dikarenakan
adanya suatu obstruksi (Beshyah, 2014) dan kondisi umumnya disebabkan dari
kondisi aterosklerosis, tetapi juga dapat dikarenakan oleh adanya trombosis,
displasia fibromuskuler, emobli atau vaskulitis (Brady et al., 2014). Beberapa hal
yang menjadi faktor reiko terjadinya Peripheral Arterial Disease (PAD) yaitu
adanya penyakit hipertensi, gagal ginjal kronis, diabetes melitus, ataupun
kebiasaan buruk seperti merokok. Kondisi terjadinya Peripheral Arterial Disease
(PAD) di dunia telah mencapai sekitar ± 200 juta penduduk yang terjangkit,
dengan total 55 juta penduduk terjangkit di Asia Tenggara (Diah M, 2018).

Dan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kessehatan tahun 2018
menyatakan bahwa Negara Indonesia memiliki prevalensi masyarakat yang
terjangkit Diabetes Melitus (DM) yang cenderung meningkat sekitar 5,7% di
tahun 2007, sedangkan di tahun 2016 cenderung mengalamipeningkatan 6,9%.
Kondisi inilah yang menjadi salah satu faktor penyumbang terjadinya Peripheral
Arterial Disease (PAD) di Indonesia. Selain itu banyaknya masyarakat Indonesia
yang merokok juga menjadi faktor penyebab yang kuat (Kohlman-Trigoboff,
2019).
KONSEP TEORI
Review anatomi fisiologi
Dalam buku Penyakit Arteri Perifer karangan Purnowowati, Augustine
(2016) dikatakan bahwa Penyakit Arteri Perifer (PAP) atau Peripheral Arterial
Disease (PAD) ini merupakan jenis penyakit yang dapat mengakibatkan
terjadinya stenosis, oklusi, atau bahkan aneurisma pada bagian arteri karotis, arteri
pada bagian ekstremitas baik ekstremitas atas ataupun ekstremitas bawah.
a. Arteri

Gambar 1. Anatami fisiologi Arteri


(Jones R. M, 2008)
Organ jantung memiliki tugas untuk memompa darah yang baru melalui
pembuluh darah arteri, arteriol, serta melalui bantalan kapiler yang akhirnya
akan menuju kebagian seluruh organ serta jaringan pada tubuh manusia.
Pembuluh arteri ini tersusun atas otot polos yang memiliki karakteristik tebal
serta serta yang elastis. Serat ini akan membantu dalam menahan adanya
tekanan yang dihasilkan pada saat kondisi jantung memompa darah menuju
sirkulasi yang sistemik.
Arteri mayor yang yang paling utama dalam sirkulasi ini dapat berupa
aorta, subklavia, karotis, serta iliaka. Aorta melengkung seperti berbentuk
busur yang ada di bagian belakang organ jantung dan turun hingga ke
pertengahan bagian tubuh. Sedangkan arteri karotis bergerak naik di bagian
dalam leher yang akan mengalirkan peredaran darah menuju organ-organ di
dalam kepala serta leher termasuk didalamnya adalah bagian otak. Dan pada
arteri subklavia akan mengalirkan darah pada bagian ektremitas atas lengan,
dinding pada dada, bagian bahu, punggung, serta bagian saraf pusat. Lalu
untuk arteri iliaka pada bagian aliran darah pelvis dan bagian ekstremitas
bawah yaitu kaki.

b. Arteri pada kstremitas Atas

Gambar 2. Anatomi fisiologi arteri


di bagisn ekstremitas atas (Jones R. M, 2008)

Setelah arteri subklavia meluas dari rongga dada selanjutnya akan


menjadi arteri aksilaris. Kemudian, arteri aksilaris akan dilanjutkan dengan
menyebrangi bagian aksila menuju ke bagian arteri brakhialis yang akan
mengalirkan aliran darah menuju bagian lengan. Pada bagian fosa kubiti atau
bagian lipatan pada siku, arteri ini akan terbagi/bercabang menuju arteri
radialis dan arteri ulnar yang akan meluas ke bagian lengan sisi bawah dan
akan bercabang lagi menjadi arkus palmaris dengan tugas mengalirkan aliran
darah ke bagian telapak tangan.
c. Arteri pada Ekstremitas Bawah

Gambar 3. Anatomi fisiologi arteri


di bagisn ekstremitas atas (Jones R. M, 2008)

Arteri iliaka yang telah meewati bagian pelvis akan menuju arteri
femoralis hingga menuju ke bagian anterior paha.. pada erteri ini memiliki
tugas sebagai pengalir peredaran darah di bagian kulit serta otot paha bagian
dalam. Di bagian paha, arteri ini akan menyilang di posterior menjadi arteri
poplitea. Selanjutnya di bagian bawah lutut, arteri politea ini mengalami
percabangan menjadii arteri tibialis posterior dan anterior. Arteri ini akan
bergerak turun hingga menuju dorsal atau punggung bagian telapak kaki
menjadi bagian arteri dorsal pedis. Kemudian, arteri tibilais posterior menuju
ke betis yang berujung menjadi arteri plantaris yang ada di telapak kaki
bagian bawah.
Definisi

Peripheral Arterial Diseasa (PAD) juga bisasa dikenal dengan Peripheral


Arterial Occlusive Disease (PAOD) merupakan kondisi adanya penyumbatan
pada daerah arteri perifer yang disebabkan oleh atherosklerosis/proses inflamasi
yang dapat mengakibatkan terjaddinya penyempitan pada lumen di arteri
(stenosis) atau juga menyebabkan adanya gumpalan darah pada dinding pembuluh
darah atau trombus (Decroli E, 2015).
Sedangkan menurut Antono dan Hamonangani (2014) menyatakan bahwa
Peripheral Arterial Disease (PAD) merupakan penyakit pada pembuluh darah
setelahkeluar dari bagian jantung serta aorta, berupa arteri karotis, arteri renalis,
arteri mesenterika serta pada semuapercabangan sesudah melewati aorta iliaka
termasuk di dalamnya adalah ekstremitas atass dan bawah yang umumnya
disebabkan oleh terjadinya aterosklerosis.

Klasifikasi penyakit

Klasifikasi Peripheral Arterial Disease (PAD) menurut kondisi dari pasien


dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Asymtomatic Peripheral Arterial Disease (PAD)

Gambar 4. Pemeriksaan ABI. (Shammas N. W, 2007)

Jenis Peripheral Arterial Disease (PAD) asimtomatik atau tanpa gejala


biasanya dapat dilihat dengan menggunakan pemeriksaan dignostik ABI
(Ankle Brachial Index). Pada pemeriksaan ini dihitung dengan
membandingkan dari tekanan darah sistolik bagian yang tertinggi dari kedua
ekstremitas kaki dan lengan (Bryant dan Nix, 2006). Dengan kriteria hasil
dari pemeriksaan ABI adalah jika ABI <0,9 menunjukkan ketidaknormalan
serta menunjukkan adanya PAD, nilai ABI berada pada rentang 0,7 – 0,9
dikatakan penyakit ringan, nilai ABI dengan rentang 0,5 – 0,69 masuk dalam
penyakit sedang, dan apabila nilai ABI <0,5 masuk ke dalam penyakit parah.
Pemeriksaan ABI dilakukan dengan memanfaatkan doppler gelombang
kontinyu, manset, serta dengan tensimeter untuk pengukuran tekanan darah
brakialis serta pergelangan pada kaki.

b. Intermittent Claudication (IC) atau Kalaudikasio Intermiten


Intermittent Claudication (IC) ini merupakan kondisi
ketidaknyamanan/nyeri pada bagian otot betis akibat adanya keadaan
sirkulasi yang tidak terlalu lancar yang dirasakan saat melakukan latihan dan
akan berangsur menghilang setelah beristirahat beberapa menit (sekitar 10
menit). Kodisi ini umumnya terjadi pada usia di atas60 tahun, dengan
presentase pada pria 5% dan wanita 2,5%.

c. Chronic Limb Ischemia (CLI) atau Iskemia tungkai kronis


Chronic Limb Ischemia (CLI) atau Iskemia tungkai kronis yaitu adanya
rasa nyeri pada bagian ekstremitas bagian bawah ketika saat istirahat atau
ulserasi dengan atau tanpa nekrosis pada jaringan. Pemberian pengobatan
pada CLI ini harus segera diberikan karena apabila kondisi kian memburuk
akan beraakhir dengan pelaksanaan amputasi. CLI ini dapat ditandai dengan
kondisi yang bersifat kronis yang terjadi selama ≥ 2 minggu , berupa adanya
nyeri ketika beristirahat atau disebut dengan ischemic rest pain, kondisi
luka/ulkus yang tidak kunjung sembuh, serta terjadinya gangrene (matinya
jaringan tubuh akibat kurangnya/tidak terpenuhinya pasokan dan aliran darah)
pada kedua atau salah satu kaki penderita.
d. Acute Limb Ischemia (ALI) atau Iskemia Ekstremitas Akut (ALI)
Kondisi cute Limb Ischemia (ALI) ini umumnya terjadi akibat adanya
ruptur plak yang diikuti oleh trombosis in situ atau migrasi bekuan pada
lokasi proksimal. Pembuluh darah yang tersumbat diikuti dengan adanya
trombus yang terjadi di bagian atas lesi yang ada baik dari ringan hingga
parah. Kondisi ini dapat menyebabkan kondisi kapasitas dari pertukaran
oksigen jaringan akan mengalami penurunan secara drastis. Kondisi ini dapat
terjadi tiba-tiba yaitu < 24 jam (Shammas N. W, 2007).

Etiologi
Peripheral Arterial Disease (PAD) ini umumnya berhubungan dengan
suatu proses terjadinya aterosklerosis, dimana aterosklerosis ini merupakan
kondisi terjadinya penyempitan atau adanya pengerasan pada pembuluh darah
arteri yang dapat diakibatkan oleh penumpukan plak di bagian dinding pembuluh
darah (Brady et al., 2014). Beberapa hal yang menjadi faktor reiko terjadinya
Peripheral Arterial Disease (PAD) yaitu adnya penyakit hipertensi, gagal ginjal
kronis, diabetes melitus, ataupun kebiasaan buruk seperti merokok.

Epidemiologi

Kondisi terjadinya Peripheral Arterial Disease (PAD) di dunia telah


mencapai sekitar ± 200 juta penduduk terjangkit, dengan total 55 juta penduduk
terjangkit di Asia Tenggara. Kondisi terjadinya PAD ini semakin banyak
ditemukan seiring bertambahnya usia. Terjadinya insiden Peripheral Arterial
Disease (PAD) dalam populasi secara umum dapat terdiri dari beberapa kejadian,
diantaranya yaitu:

1. Dengan umur >40 tahun mencapai presentase 3% - 10%,


2. Umur >70% berada di antara 15% - 20%, serta
3. Pasien dengan kondisi PAD asymtomatic mencapai 70% - 80% (Diah M,
2018).
Patofisiologi
Peripheral Arterial Disease (PAD) ini merupkana gangguan sistemik yang
akan berpengaruh terhadap sirkulasi yang ada pada arteri yang dapat diakibatkan
oleh adanya aterosklerosis, inflamasi, trombosis, displasia fibromuskuler, emobli
atau vaskulitis (Brady et al., 2014). Faktor penyebab yang paling umum dari
terjadinya Peripheral Arterial Disease (PAD) ini adalah kejadian aterosklerosis.
Adanya kondisi aterosklerosis ini akan mengakibatkan fungsi endotel ini akan
terganggu atau bahkan tidak berfungsi. Dimana fungsi endotel ini berupa penjaga
keseimbangan di pembuluh darah dengan melakukan penghambatan terjadinya
trombosis, adhesi monosit, poliferasi tunika, serta kontraksi pada otot polos.
Dengan kondisi yang normal endotel ini juga berperan penting terhadap
penanganan dan pencegahan terjadinya inflamasi atau peradangan di pembuluh
darah melalui penyediaan permukaan antitrombotik sehingga menghambat
agregasi platelet serta memfasilitasi peredaran darah.
Peripheral Arterial Disease (PAD) ini terjadi akibat suplai darah yang
terganggu serta pergantian dan fungsi otot bagian skelet yang tidak memiliki
fungsi yang normal. Peredaran suplai darah menuju bagian tungkai dapat
terhambat akibat terdapatnya lesi atau bahkan menjadi lebih parah seperti
terjadinya stenosis, terjadinya vasodilatasi, adanya abnormalitas reologi berupa
penurunan pada deformabilitas pada eritrosit, agregasi platelet, serta peningkatan
daya adesif pada leukosit. Adanya stenosis menjadikan katup aorta jantung tidak
terbuka secara penuh sehingga dapat meningkatkan terjadinya resistensi serta
tekanan intramuskuler yang akan menjadikan tekanan darah menurun dan curah
menuju tungkai tidak terpenuhi sehingga akan mengakibatkan penurunan
kekuatan otot.

Manifestasi klinis
Peripheral Arterial Disease (PAD) dapat timbul dengan disertai gejala
ataupun tidak disertai dengan adanya gejala. Dimana manifestasi utama berupa
adanya penyempitan arteri yang bersifat kronis (klaudikaasio intermiten).
Klaudikasio ini pertanda dari oklusi pada bagian arteri perifer dan bersifat
insidental yang dapat menimbulkan adnya rasa nyeri, kram, keletihan, atau bahkan
kelemahan (Black dan Hawks, 2014). Manifestasi lain yang dapat muncul berupa
adanya rasa kebas pada bagian ekstemitas yang mengalami penyempitan arteri,
pada bagian ekstremitas dengan sianosis, adanya perubahan kuku yang tampak
menebal, muncul ulkus atau gangren serta adanya ketidaksamaan frekuensi nadi
antar bagian ekstremitas dan tidak menutup kemungkinan tidak terbanya nadi
(Brunner and Suddarth’s, 2013).

Prosedur diagnostik

Beberapa prosedur diagnostik yang dapat dilakukan pada Peripheral


Arterial Disease (PAD) diantaranya yaitu:
a. Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI)

Gambar 5. Pemeriksaan ABI. (Shammas N. W, 2007)


Merupakan jennis tes skrining vaskular yang non invasif guna
mengidentifikasi terjadinya penyakit arteri perifer. Pemeriksaan ABI ini
memiliki sensifitas serta spesifisitas >90% dalam mendiagosa PAD jika
dibandingkan dengan pemanfaatan angiografi. Pada hasil pemeriksaan dari
ABI ini akan menunjukkan nilai yangdapat mennjelaskan kondisi stenosis
pasien. ). Dengan kriteria hasil dari pemeriksaan ABI adalah jika ABI <0,9
menunjukkan ketidaknormalan serta menunjukkan adanya PAD, nilai ABI
berada pada rentang 0,7 – 0,9 dikatakan penyakit ringan, nilai ABI dengan
rentang 0,5 – 0,69 masuk dalam penyakit sedang, dan apabila nilai ABI
<0,5 masuk ke dalam penyakit parah.
b. CT Angiography
Gambar 6. Hasil pemeriksaan CT Angiography
(Diah M, 2018)
Pada pemeriksaan CT Angiography ini merupakan jenis teknik
computed tomography dalam memvisualisasikan bagian pembuluh darah
arteri serta vena tubuh dengan memanfaatkan kontras yang telah
disuntikkan ke bagian pembuluh darah sehingga kondisi pembuluh arteri
dan vena dapat terlihat dengan jelas. Dengan pemeriksaan CT Angiography
ini dapat dilihat dengan jelas apakah pada bagian pembuluh terjadapat
emboli, sumbatan, stenosis, serta lokasi dari obstruksi dapat dilihat dengan
pasti.

c. USG Dupleks

Gambar 7. Hail pemeriksaan USG Dupleks. (Diah M, 2018)


USG Dupleks merupakan jenis pemeriksaan yang digunakan untuk
memastikan kondisi pergerakan darah pada bagian pembuluh darah arteri
dan vena. Dalam kondisi PAD ini ultrasonografi yang dipakai adalah jenis
USG Duplkeks ekstremitas (Diah M, 2018) (Shammas N. W, 2007).
Penatalaksanaan
Menurut Muhammad Diah (2018), menyatakan bahwa penatalaksanaan dari
kondisi Peripheral Arterial Disease (PAD) ini dapat dibagi menjadi 4 macam
jenis penatalaksanaan, yaitu:

a. Dengan memodifikasi faktor resiko


1. Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan bentuk tatalaksana awal yang dapat
dilakukan. Dalam jurnal yang ditulis oleh Savitri M, dkk (2020) dikatakan
bahwa keiasaan merokok akan meningkatkan resiko tinggi terjadinya
kekakuan pada pembuluh darah arteri. Kondisi inilah yang mendukung
terjadinya penyakit Peripheral Arterial Disease (PAD). Upaya berhenti
meroko dapat dilakukan dengan pelaksanaan konseling atau penggunaan
terapi secara farmakologi.

2. Mengontrol Tekanan Darah


Pemberian anti hipertensi pada penderita Peripheral Arterial
Disease (PAD) dimaksudkan untuk mencegahterjadinya komplikasi Major
Adverse Cardiac Event (MACE) serta terjadinya gagal jantung. Terapi anti
hipertensi ini dapat berupa pemberian angiotensin-converting enzyme
inhibitor (ACEI), contohnya yaitu ramipril atau lisinopril, serta dapat juga
dilakukan dengan pemberian Angiotensin II Receptor Blockers (ARB)
yang dapat berguna untuk penghambat dari terjadinya aterosklerosis.

3. Mengontrol Gula Darah


Pada penderita Peripheral Arterial Disease (PAD) dengan kondisi
bawaan diabetes melitus (DM) ini ditujukan untuk mencegah serta
meminimalisir terjadinya komplikasi mikrovaskular. Dengan nilai rujukan
terget dari hemoglobin A1C (HbA1C) pada penderita PAD dengan disertai
DM yaitu berada pada nilai <48 mmol/mol.
b. Melakukan exercise atau latihan fisik
Latihan fisik yang disrankan bagi penderita Peripheral Arterial
Disease (PAD) ini diantarnya berupa berjalan minimal 30 menit yang dapat
dilakukan minimal 3 kali dalam satu minggunya dengan waktu latiahan
minimal selama 6 bulan. Selain itu, latihan fisik yang dapat dilakukan juga
berupa latihan kekuatan ekstremitas atas dan bawah melalui menaiki tangga
dengan memanfaatkan bantuan alat dan pengawasan.

c. Terapi secara farmakologi


1. Pemberian agen vasoaktif
Pemberian agen vasoaktif ini dimaksudkan untuk memperbaiki dan
adanya gejala klaudikasio yang tidak menunjukkan perbaikan walu telah
dilakukan latihan fisik. Agen vasoaktif ini berupa pemberian naftidrofuryl
dengan dosis 300 atau 600 mg/hari dan cilostazol dengan dosis 100
mg/hari.
2. Pemberian anti platelet
Anti platelet ini dimaksudkan untuk menurunkan terjadinya resiko
komplikasi seperti stroke, infark mioardial, serta danya gangguan pada
kardiovaskuler. Anti platelet ini dapat berupa aspirin dngan dosis 75-325
mg/hari, clopidogrel dengan dosis 75 mg/hari.

d. Penatalaksanaan medis seperti pemasangan percutaneous atau


pembedahan
Penatalaksanaan ini dilakukan abaila telah 3 bulan dilakukannya terapi
pada penderita baik melalui terapi farmakologi maupun perubahan gaya hidup
dan latihan fisik belum mengurangi gejala dan masih terasa nyeri. Setelah
dilakukannya penatalaksanaan tersebut, klien akan dipantau melalui evaluasi
klinis selama 3-6 bulan dan akan dipantau melalui USG dupleks.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan terstruktur terkait dengan proses
pengumpulan, verifikasi, serta komunikasi terkait dengan data klien yang
akan dikaji. Pengambilan data klien dapat berasal atau bersumber dari klien,
keluarga, atau bahkan melalui analisa dari petugas kesehatan yang ada.
Hal-hal yang dapat dikaji pada proses ini dapat mulai dari diri klien,
keluhan, riwayat penyakit terdahulu dan sekarang, tanda dan gejala klinis
yang muncul, pengkajian berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan lainnya. Data terkait dengan pemeriksaan fisik dapat terbagi
menjadi dua macam data, berupa data subjektif dan data objektif. Berikut ini
hal-hal yang perlu dikaji sebagai tanda dan gejala terkait dengan penyakit
Peripheral Arterial Disease (PAD), yaitu:
a. Data subjektif
1. Kondisi klien yang mengalami gangguan mobilisasi dikarenakan
adanya rasa nyeri pada kaki atau bahkan berjalan pincang.
2. Adanya rasa nyeri, kram, atau kebas pada kaki, betis, paha, serta
punggung bawah klien ketika berjalan dan berangsur membaik ketika
beristirahat bebrapa menit.
3. Munculnya rasa nyeri pada kram, atau kebas pada kaki, betis, paha,
serta punggung bawah klien walaupun klien tidak sedang
berjalan/berlatih.
4. Kondisi iskemia pada bagian ekstremitas klien, baik atas ataupun
bawah.
b. Data objektif
1. Nadi pada kedua ektremitas teraba dan memiliki frekuensi yang
berbeda, atau bahkan kondisi nadi tidak teraba.
2. Kondisi kulit terlihat pucat juga terdapat sianosis.
3. Terdapat gangren pada ekstremitas bawah klien.
4. Suhu kulit klien cenderung dingin.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Laporan Kasus
Tn. R, usia 56 tahun, berkerja sebagai petani dan berasal dari Minahasa,
datang ke RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou pada 16 Mei 2018. Tn.R datang
dengan keluhan nyari pada kaki sebelah kiri dengan skala 7. Nyeri yang
dirasakan sudah berlangsung sejak 3 minggu yang lalu dan seiring waktu,
nyeri terasa semakin parah terutama pada 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Menurut klien, nyeri terasa seperti terbakar. Nyeri akan menghilang ketika
klien mengonsumsi obat, namun hanya sebentar dan akan timbul kembali
setelah beberapa saat. Nyeri tetap terasa saat klien beristirahat dan akan
sedikit mereda jika klien duduk dengan posisi kaki tergantung. Klien sulit
tidur dan sering terbangun saat malam hari, akibat nyeri pada kakinya dan
terjadi penurunan aktivitas sehari-hari (Quedarusman, H., & Lasut, P., 2019).
Klien memiliki riwayat diabetes sejak 2 bulan yang lalu dan asam surat sejak
usia 49 tahun (7 tahun yang lalu). Klien mengatakan jarang kontrol ke dokter
terkait penyakitnya. Saat ini klien mengonsumsi glucovance dan allopurinol,
namun tidak teratur. Pada hasil pemeriksaan fisik, didapati kondisi kesadaran
klien kompos mentis, TD 110/70 mmHg. N: 78x/Menit, ritmik, RR:
20x/menit; teratur, suhu tubuh aksiler 36,2 C, TB: 170 CM, BB: 65 Kg. Pada
pemeriksaan ABI (Ankle Brachial Index), didapati nillai kaki kiri 0,63 dan
kaki kanan nilainya 0,95. Berdasarkan hasil anamnesis, pengkajian fisik, serta
uji lab, dokter mendiagnosis klien dengan critical limb ischemia, penyakit
arteri perifer (Peripheral artery disease/PAD) ekstrimitas sinistra inferior,
DMT 2.
B. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien

Nama : Tn.R No. RM :-


Umur : 56 Tahun Pekerjaan : Petani
Jenis Kelamin : Laki-laki Status Marital : Menikah
Agama : Islam Tgl. MRS : 16 Mei 2018
Pendidikan : SMP Tgl. pengkajian : 16 Mei 2018
Alamat : Desa X, Minahasa Sumber Info : Klien, Keluarga,
Rekam medik

2. Riwayat Kesehatan
Diagnosa Medis
Critical limb ischemia, Peripheral artery disease (PAD) ekstrimitas sinistra
inferior, Diabetes Melitus tipe 2.

Keluhan Utama
Klien datang ke RS dengan keluhan nyeri skala 7 pada kaki bagian kiri.
Nyeri tersebut berlangsung terus menerus selama 3 minggu dan semakin
parah terutama pada 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri tetap terasa
saat klien beristirahat dan hanya mereda jika klien duduk dengan posisi kaki
tergantung.

Riwayat Penyakit Sekarang


Klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri skala 7, sejak 3 minggu
yang lalu pada kaki bagian kiri.
Klien mengalami diabetes melitus tipe 2, sejak 2 bulan yang lalu.
Kondisi umum klien; sakit sedang, TD 110/70 mmHg. N: 78x/Menit, ritmik,
RR: 20x/menit; teratur, T: 36,2 C aksiler, TB: 170 CM, BB: 65 Kg.

Riwayat Penyakit Terdahulu


a. Riwayat perawatan
Klien belum pernah dirawat dirumah sakit.
b. Riwayat penyakit kronik dan menular
Klien memiliki riwayar asam urat sejak 7 tahun yang lalu, dan
terdiagnosa diabetes melitus tipe-2 sejak 2 bulan yang lalu. Klien tidak
memiliki riwayat peyakit menular lainnya
c. Riwayat alergi
Klien tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan maupun makanan
tertentu.
d. Penggunaan obat-obatan
Klien mengkonsumsi Glucovance dan alupurinol untuk mengontrol
gula darah dan menurunkan asam urat.
e. Riwayat kontrol
Klien mengatakan tidak pernah melakukan kontrol ke rumah sakit, dan
hanya datang ke fasilitas pelayanan kesehatan saat ia atau istrinya
mengalami sakit parah.
f. Riwayat operasi
Klien belum pernah melakukan operasi.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga klien tidak memiliki riwayat penyakit menurun maupun penyakit
menular lainnya.
Keterangan:

= Laki-laki

= Perempuan

= Tinggal serumah

= Garis perkawinan

= Klien

= Garis keturunan

3. Pengkajian Keperawatan Pola Gordon


a. Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan ia memahami kondisi diabetes yang dialami, dan
telah melakukan tindakan mengatasi nyeri pada kaki kirinya dengan
mengkonsumsi analgesik dari warung, mesikupun demikian nyeri
hanya hilang sesaat dan timbul kembali. Klien juga sering mengeluh
karena nyeri pada kaki kirinya tidak hilang meskipun klien sedang
beristirahat. Klien mengatakan sering mengkonsumsi jamu/obat herbal,
berupa rebusan kencur dan temulawak yang ia percaya dapat
meredakan nyeri.
Menurut klien, ia memiliki toleransi rasa sakit yang tinggi, sehingga ia
baru ke rumah sakit 3 minggu setelah nyeri pertama kali timbul, saat
nyeri sudah semakin mengganggu aktivitasnya. Karena keterbatasan
ekonomi, klien dan keluarganya hanya mencari pertolongan kesehatan
ke klinik saat kondisinya sudah parah.
Klien memiliki kebiasaan merokok sejak berusia 25 tahun, namun ia
mengatakan sudah mengurangi frekuensi merokoknya pada 2 bulan
terakhir setelah terdiagnosa diabetes. Klien mengatakan tidak pernah
meluangkan waktu khusus untuk berolahraga, namun, pekerjaannya
sebagai petani membuat klien sering beraktivitas dan berjalan kaki ke
sawah/pulang dari sawah.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme (ABCD).
klien makan 2 samppai 3 kali sehari, dengan porsi makan satu piring
normal. Tidak ada perubahan pola makan setelah timbulnya keluhan.
Varian makanan klien cukup lengkap dengan nasi, sayur dan lauk.
Frekuensi minum klien mencapai 5 hingga 7 gelas air perhari. Klien
tidak memiliki alergi makanan dan tidak memiliki keluhan terkait
polanutrisi.
Pola Nutrisi/Metabolik ABCD;
1) Antropometri:
BB sebelum sakit: 66Kg
BB setelah sakit: 65Kg
TB: 170 cm
IMT: 22,5 kg/m^2
Interpretasi: klien tidak mengalami penurunan berat badan yang
berarti sejak timbul keluhan. IMT klien berada pada rentang
normal (18,5-24,9).

2) Biomedical Sign
Hb: 13,9 g/dL
Hematokrit: 42,2%
Leukosit: 6.800/mm^3
Trombosit: 242.000/mm^3
Eritrosit: 4,89 x 10^6 /uL
MCH: 28,4 pg
MCHC: 32,9 g/dl
MCV: 86,4 fL
Gula darah sewaktu: 384 mg/dL
Interpretasi: tidak terdapat masalah/gangguan. Nilai Hb klien
normal, hematokrit normal, leukosit normal, trombosit normal,
eritrosit normal, MCH normal, MCHC normal dan MCV normal.
3) Clinical Sign
Konjungtiva ananemis
Sklera anikterik
Mukosa bibir kering
Interpretasi: tidak terdapat masalah/gangguan.

4) Diet Pattern
Tabel 1. Diet Pattern Gordon
Pola makan Sebelum masuk RS Saat di rumah sakit
Frekuensi 2-3 x/ hari
Tekstur Nasi
Varian makanan Nasi, sayur, lauk
Porsi Satu piring Tidak dilakukan
Kalori total Karbohidrat = 602 pemeriksaan
kkal /hari
Protein = 625 kkal /hari
Lemak = 542 kkal/hari
Interpretasi: tidak terdapat gangguan pada pola makan dan napsu
makan klien.

c. Pola Aktivitas dan Latihan


Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
Keterangan: 0 = tergantung total, 1 = dibantu petugas dan alat, 2 = dibantu
petugas, 3 = dibantu alat, 4 = mandiri
Status Oksigenasi : Klien tidak menggunakan bantuan oksigenasi dan
tidak memiliki keluhan sesak nafas. RR: 20x/menit, dan SPO2 tidak
terkaji.
Fungsi kardiovaskuler : TD 110/70 mmHg. N: 78x/Menit, vaskularisasi
dibagian kaki kiri teraba lemah dan nyeri saat ditekan.
Interpretasi: terjadi penurunan kemandirian klien akibat nyeri pada
kaki.

d. Pola Eliminasi
BAK Sebelum sakit Saat di rumah sakit
Jumlah > 300 cc > 300 cc
Frekuensi 5-6 kali/perhari 5-6 kali/hari
Warna Kuning bening Kuning bening
Bau Khas Urin Khas Urin
Karakter Cair Cair
Kejernihan Jernih Jernih
Alat bantu Tidak ada Tidak ada
Kemandirian Mandiri Dibantu petugas untuk
(mandiri/dibantu) ke kamar mandi

Lainnya - -

BAB Sebelum sakit Saat di rumah sakit


Frekuensi 1-2 hari sekali 1-2 hari sekali
Warna Kuning kecoklatan Kuning Kecoklatan
Bau Khas Feses Khas Feses
Karakter Padat Padat
Alat bantu Tidak ada Tidak ada
Kemandirian Mandiri Dibantu petugas
(mandiri/dibantu)
Lainnya - -
Input :
Makan dan Minum : 2000 cc
IVFD : 500cc
Air metabolisme: 325 cc (5cc/KgBB/hari = 5 x 65Kg)
Output:
Urin = 1800 cc
IWL = 975 cc/hari (15 x BB = 15 x 65 Kg)
Balance Cairan= 2825 – 2775= + 50

Interpretasi:
Balance cairan normal. Tidak terdapat gangguan atau perubahan yang
berarti dalam hal pola BAK dan BAB, baik sebelum dan sesudah
dirawat di rumah sakit. Namun, terjadi gangguan pada kemandirian
toileting klien akibat nyeri yang pada kakinya.

e. Pola Tidur dan Istirahat


Istirahat dan Tidur Sebelum sakit Saat di rumah sakit
Durasi 6-7 jam 3-5 jam
Gangguan tidur Tidak terkaji Ada gangguan tidur
(insomnia, sering
terbangun di malam hari)
Keadaan bangun Segar Lemas
Tidur
Lain-lain Tidak ada Tidak ada

Interpretasi :
Setelah masuk rumah sakit klien mengalami gangguan pola tidur karena
merasakan gejala nyeri, mual, dan terlihat gelisah.

f. Pola Persepsi Sensoris


Fungsi Kognitif dan memori:
Sebelum dan saat masuk rumah sakit, fungsi kognitif dan memori klien
baik. klien dapat berkomunikasi dengan baik, dapat menyebutkan nama
dan tempat lahir dengan benar, dapat mengingat informasi dan
menjawab pertanyaan yang diberikan dengan tepat..
Fungsi dan Keadaan Indera
Sebelum dan saat masuk rumah sakit, fungsi mata klien baik, klien
tidak menggunakan alat bantu penglihatan maupun alat bantu
pendengaran, fungsi penciuman baik, indra peraba baik, dan indra
perasa dapat merasakan makanan dengan normal.

Interpretasi:
tidak terdapat gangguan pada pola kognitif dan perseptual klien.

g. Pola Konsep Diri


Gambaran diri:
Klien mengatakan tidak terlalu memikirkan bentuk tubuhnya, dan dapat
menerima berat tubuhnya yang terbilang sedikit gemuk, namun, klien
sangat mengkhawatirkan perubahan dan nyeri pada kakinya, karena
takut tidak bisa berjalan atau berkerja kembali.

Identitas diri:
Klien menggambarkan dirinya sebagai seorang suami yang memiliki
taggungan atas istrinya sehingga ia merasa harus segera sembuh agar
bisa dapat kembali berkerja. Klien tidak merasa memiliki tanggungan
atas anak-anaknya karena saat ini anak-anak klien sudah berkerja,
menikah dan memiliki rumah sendiri. klien juga merasa tidak tenang
jika hanya berdiam diri di rumah/rumah sakit karena terbiasa bertani.

Harga diri:
klien mengatakan bahwa ia tidak putus asa degan kondisi penyakitnya
saat ini. Klien juga berusaha terlihat kuat didepan keluarganya, dan
tidak banyak mengeluhkan kondisinya kepada istirnya meskipun wajah
klien terlihat meringis. Klien mendapat suport dan dukungan untuk
sembuh dari keluarganya.

Ideal diri:
Ideal diri klien sangat positif. Klien percaya bahwa nyeri di kakinya
akan segera sembuh setelah dirawat di rumah sakit. Klien memiliki
motivasi sembuh karena tidak ingin merepotkan keluarganya.

Peran diri:
Klien merupakan kepala rumah tangga dan seornag suami yang saat ini
hanya tinggal bersama istrinya. Klien juga merupakan seorang ayah
bagi anak perempuan yang saat ini sudah berrumah tangga, dan kakek
bagi 2 cucu laki-laki, sehingga ia merasa perlu segera sembuh.

Interpretasi: klien memiliki konsep diri yang positif, tidak putus asa,
dan memiliki motivasi untuk sembuh.

h. Pola Hubungan dan Peran


Hubungan antara klien dengan anggota keluarga yang lain baik.
keluarga klien, terutama istrinya sering menemani klien di rumah sakit.
Sebagai kepala rumah tangga klien merasa penyakitnya menghambat
perannya untuk berkerja dan mencari nafkah.
Interpretasi:
Terdapat gangguan pada pola fungsi peran klien, tetapi keluarga selalu
memberi dukungan kepada klien.

i. Pola Reproduksi dan Seksual


Pola Seksualitas:
Klien sudah jarang melakukan hubungan seksual karena usianya,
namun hubungan antara keluarganya sangat harmonis.
Klien mangatakan sangat menyayangi istri, anak dan keluarganya.
Pola Reproduksi:
Klien memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berumah
tangga.
Interpretasi: Tidak tterdapa gangguan pada sistem reproduksi dan
seksualitas klien.

j. Pola Manajemen/Koping Stress


Klien mengatakan bahwa ia dan istrinya menganggap sakit sebagaiujian
dari Tuhan yang harus dijalani bersama, dan bagaimanapun kondisinya
harus disyukuri dan dijajalani. Keluarga klien juga mengatakan bahwa
klien cukup terbuka dalam menceritakan masalahnya, begitu pula
keluarga kepada klien.
Interpretasi:
Terdapat keterbukaan dalam hubungan keluarga dan tidak ada
gangguan pada pola manajemen koping-stres.

k. Sistem Nilai dan Keyakinan


Klien merupakan seorang muslim yang cukup taat. Ia mengatakan
bahwa pola ibadahnya terhambat selama berada dirumah sakit, terutama
karena nyeri pada kakinya. klien juga menganggap bahwa penyakitnya
merupakan ujian dari Tuhan, sehingga perlu dijalani dan tetap
disyukuri.
Interpretasi:
Tidak terdapat masalah pada nilai dan keyakinan klien, namun terdapat
hambatan pada pola beribadah klien karena nyeri yang dialami.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaan umum
Kesadaran klien kompos mentis, GCS 456, terlihat lemah dan
tampak meringis kesakitan.
b. Tanda Vital
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 78x/Menit
Suhu : 36,2 C (Aksiler)
RR : 20x/menit
c. Pemeriksaan Fisik Head to Toe (Inspeksi, Perkusi, Auskultasi)
1) Kepala
Bentuk dan ukuran kepala normal dan simetris, kulit kepala
bersih, tidak ada lesi, dan tidak terdapat benjolan.
2) Rambut
inspeksi: warna rambut hitam, bersih, tipis, distribusi rambut
merata, dan tidak berketombe
palpasi : tekstur rambut halus namun tipis, tidak kering dan
sedikit rontok
3) Wajah
Inseksi : Wajah klien terlihat bersih; sedikit pucat, tidak ada lesi,
tidak ditemui sianosis maupun ikterik. Tidak terdapat masalah
pada penampilan wajah
Palpasi : tidak ditemui tonjolan tulang pada wajah, tidak terdapat
massa abnormal, tidak ditemukan krepitasi dan tidak ada nyeri
tekan.
4) Mata
Inspeksi : posisi dan kesejajara mata simetris, konjungtiva tidak
anemis, sklera normal, reflek pupil normal.
5) Hidung
Inspeksi : bentuk hidung normal dan simetris, tidak ditemui
deformitas dan inflamasi, tidak terdapat deformasi-perforasi pada
septum nasal.
6) Telinga
Inspeksi: bentuk dan ukuran auricula simetris, tidak ditemui tanda
radang
Palpasi: Tidak ditemui nyeri tekan ataupun pembengkakan
7) Mulut
Inspeksi : bibir berwarna kecoklatan, sedikit pucat, dan tidak
pecah-pecah. Tidak ditemui adanya inflamasi pada gigi dan gusi,
gigi berwarna kekuningan dan terdapat lubang karies pada
geraham belakang kanan dan kiri, tidak ditemui adanya torus
palatinus (massa abnormal pada langit mulut), mukosa mulut
berwarna gelap (melanosis perokok). Klien mengatakan bibirnya
terasa kering.
8) Leher
Inspeksi : leher simetris, tidak ada lesi, tidak terlihat
pembengkakan abnormal pada leher, kelenjar limfe maupun
kelenjar tiroid.
Palpasi : Pada leher tidak ditemui perbesaran vena jugularis
maupun perbesaran kelenjar tiroid. Tidak terdapat nyeri tekan.
9) Dada/Thorax
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris, statis
dan dinamis, tidak ada deformitas ataupun retraksi dinding dada.
Tidak terdapat lesi maupun tanda radang pada kulit.
Palpasi : tidak ada massa abnormal, tidak ada nyeri tekan.
Kontraksi/pengembangan dada simetris pada anterior dan
eksterior. Taktil fremitus normal pada paru depan dan belakang.
Pada pemeriksaan batas paru-hepar, dan paru-jantung, tidak
ditemui adanya perbesaran jantung maupun hati.
Pada pemeriksaan area jantung, iktus kordis tidak tampak dan
tidak teraba.
Perkusi : suara perkusi paru sonor (normal). Peranjakan/
perubahan posisi diafragma ±5 cm.
Auskultasi : pola suara, intensitas, dan frekuensi napas normal
(vesikular), tidak ditemui ronkhi pada kedua lapang paru. Tidak
terdapat suara napas tambahan.
Pada pemeriksaan jantung, batas jantung kanan teridentifikasi
pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri: ICS V midklavikula
sinistra, suara jantung normal dan ritmik.
10) Abdomen
Inspeksi: tidak ada jaringan parut, tidak ada perbesaran vena,
tinggi perut sejajar dada, tidak ditemui tanda inflamasi maupun
hernia, bentuk perut simetris, tidak terlihat tonjolan abnormal
pada area abdomen,
Auskultasi : suara bising usus 20x/menit. Tidak terdapat
penurunan, peningkatan maupun suara desiran pada bising usus
Perkusi : hepar; ukuran liver normal, tidak dtemui indikasi
hepatomegali atau pengecilan ukuran liver. liver span ±12cm pada
linea medioklavikular kanan, dan ± 7 cm pada midsternalis.
Palpasi : tidak ditemui perbesaran hati, tidak ada perbesaran
limpa, posisi dan ukuran ginjal teraba normal. Asites negatif.
11) Genitalia dan Anus
Inspeksi: keadaan hygine area genital dan anus baik, persebaran
rambut kemaluan normal, tidak ditemui peradangan maupun lesi,
tidak ditemui adanya kelainan pada organ genitalia.
12) Punggung
Inspeksi : mulai dari regio bahu hingga punggung bawah tidak
ditemui adanya pembengkakan, tanda inflamasi, scars, maupun
wasting otot. Tidak ditemui adanya deformitas tulang belakang.
13) Ekstrimitas
a. Ekstrimitas superior (bahu, siku, pergelangan tangan)
Inseksi : kondisi bahu, siku dan pergelangan tangan baik, tidak
terdapat pembengkakan, tidak ada tanda inflamasi, tidak ada
perubahan warna abnormal, edema, wasting otot maupun
deformitas.
Palpasi: tidak terdapat pembengkakan, tidak ada nodul dan tidak
ada nyeri tekan.
ROM aktif dan pasif normal pada bahu: abduksi-adduksi, fleksi
anterior-ekstensi, dan rotasi interal-rotasi eksternal, siku; fleksi,
ekstensi, hiperekstensi, , pronasi degan flaksi siku 90 derajat dan
supinasi dengan fleksi siku 90 derajat, pergelangan tangan:
deviasi radial dan ulnar, pronasi-supinasi.
b. Ekstrimitas inferior (panggul, lutut, tumit dan kaki)
Inspeksi: tidak ditemui adanya kelainan atau deformitas pada
posisi panggul, trendelenburg‟s test normal, ukuran panjang
ektrimitas inferior sama (tidak terdapat pemendekan), bantuk
ektrimitas normal (tidak terdapat genu valgum maupun genu
varum). Kondsi kulit pada kaki kiri lebih pucat dibandingkan
kaki kanan, tidak terdapat scars, edema, lesi maupun inspeksi
jamur.
Palpasi: pulsasi arteri popliteal dan arteri dorsalis pedis kaki kiri
lebih lemah dibandingkan dengan kaki kanan. Terdapat nyeri
tekan pada kaki kiri, dan akral kiri teraba dingin.
ROM aktif dan pasif kanan normal: ekstensi panggul (0-15
derrajat), fleksi panggul (0-135), hip abduksi, hip adduksi, rotasi
internal dan eksternal panggul pada posisi fleksi 90, fleksi dan
ekstensi utut (0-150). ROM pada kaki kiri terbatas akibat nyeri.
14) Integumen
Inspeksi: sebaran pigmentasi kulit normal, tidak ada edema, tidak
ditemui adanya lesi, pembengkakan, nyeri tekan ataupun luka.
Sebaran rambut normal, warna kulit didaerah ektrimitas inferior
sinistra pucat.
Palpasi: Turgor kulit baik (kecuali pada kaki kiri klien),
pengukuran tempratur menggunakan dorsal pada kaki kiri klien
teraba dingin dan terdapat nyeri tekan. Teksttur rambut halus dan
tipis, CRT kuku pada ektrimitas inferior sinista > 3 detik.

5. Terapi dan Pengobatan


1. IVFD (Intravenous Fluid Drops) NaCl 0,9% 20 tetes/menit
2. Aspilet 80 mg tiap 24 jam per oral pemberian sore hari
3. Clopidogrel 75 mg tiap 24 jam per oral pemberian sore hari
4. Cilostazol tiap 12 jam per oral
5. Parasetamol 500 mg tiap 8 jam per oral
6. Novorapid 4 unit tiap 8 jam injeksi subkutan
7. Levemir 12 unit tiap 24 jam injeksi subkutan malam hari
8. Pasien juga direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan gula darah 4
porsi setiap hari, echo-Doppler, dan konsultasi ke bagian Mata,
Neurologi, dan Gizi.

6. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium

No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Ket


Darah Rutin
1. Hb 13,9 g/dL 13,0 – 18,0 g/dL Normal
2. Hematokrit 42,2% 40% - 52% Normal
3. Lekosit 6.800/ mm3 4400 – 11.300/ mm3 Normal
4. Trombosit 242.000/mm3 15.000-45.000/ mm3 Normal
5. Eritrosit 4,89 x 106/μL 4,5 – 6,5 x 106/μL Normal
6. MCH 28,4 pg 26 – 34 pg Normal
7. MCHC 32,9 g/dl 32 – 36 % Normal
8. MCV 86,4 fL 80 – 100 fL Normal
Fungsi ginjal
9. Ureum 40 mg/dL 19 – 43 mg/dL Normal
10. Kreatinin 1,2 mg/dL ≤ 1,2 mg/dL Normal
Kim ia Klinik
11. Gula darah 384 mg/dL <140 mg/dL Tinggi
sewaktu
12. Na 136 mEq/L 135 – 145 mEq/L Normal
13. K 4,53 mEq/L 4,7 – 5,2 mEq/L Normal
Kimia Urin
14. Berat Jenis 1015 1003 - 1029 Normal
15. pH 5 4,8-7,5 Normal
16. Glukosa +4 - Tinggi
17. Keton +2 - Tinggi

Pemeriksaan penunjang lainnya


Pemeriksaan EKG: ditemukan kesan normal (data grafik tidak tersedia).
ABI (Ankle Brachial Index), didapati nillai kaki kiri 0,63 dan kaki kanan
nilainya 0,95.

7. Analisis Data
Tgl No Data Fokus Problem Etiologi Paraf
1. Ds: Aterosklerosis BR
 Klien mengeluh (D.0077) 
nyeri; Nyeri akut Gangguan sirkuler
Skala nyeri pada arteri perifer
 Klien mengatakan ektrimitas
sulit tidur dan sering 
terbangun dimalam Suplai oksigen dan
hari karena nyeri Nutrisi terhambat
pada kaki kirinya. 
Penumpukan produk
Do: metabolisme otot dan
 Klien terlihat asam laktat
meringis dan gelisah 
 Klien berikap Nyeri Akut
protektif; menolak
banyak bergerak
untuk menghindari
nyeri
2. Ds: Aterosklerosis BR
Klien mengeluh nyeri (D.0009) 
pada ektrimitas Perfusi perifer Gangguan sirkuler
inferior sinistra tidak efektif pada arteri perifer
(klaudikasi ektrimitas
intermiten; nyeri 
akibat sumbatan Penurunan sirkulasi
pembuluh darah), darah pada level
dibuktikan dengan sirkuler
skor ABI < 0,90 
Gangguan perfusi
Do: jaringan perifer
 Pengisian kapiler
pada arteri perifer
ektrimitas inferior
sinistra, lebiih dari 3
detik.
 Nadi perifer pada kaki
kiri teraba sangat
lemah
 Akral bawah klien
teraba dingin
 Warna kaki kiri klien
pucat
 Turgor kulit menurun
pada ekstrimitas
inferior sinistra
 Skor ABI pada kaki
kiri klien kurang dari
0,90 (0,63)
3. Ds: Defisiensi Insulin BR
 Klien mengatakan (D.0027) relatif (Gangguan
mulutnya terasa Ketidakstabilan sekresi/ resistensi
kering kadar glukosa Insulin)
darah 
Do: Hiperinsulinemia
 Klien terlihat lelah (kompensasi sel
dan lasu Beta)
 Pengukuran kadar 
glukosa darah Dekompensasi sel
sewaktu: 384 mg/dL Beta (IGT)

(Tinggi) 

 Terdapat glukosa Hiperglikemia

pada urin (+4) (Ketidakstabilan


kadar glukosa darah)
4. Ds: - Diabetes elitus tipe 2 BR
Do: (D.0139) 
Terdapat (klaudikasi Resiko gangguan Hiperglikemia
intermiten; nyeri integritas kulit 
akibat sumbatan dan jaringan Komplikasi
pembuluh darah), makrovaskular
pada ekstrimitas 
nferior sinistra klien, Ateroskleoris
dibuktikan dengan ekstrimitas (PAD)
skor ABI : 0,63 
 Nadi perifer pada kaki Resiko gangguan
kiri teraba lemah integritas kulit dan
 Warna kaki kiri klien jaringan
pucat dan teraba
dingin
 Turgor kulit menurun
pada ekstrimitas
inferior sinistra
5. Ds: Aterosklerosis BR
 Klien mengeluh sulit (D.0055) 
tidur dan sering Ganggguan pola Gangguan sirkuler
terjaga akibat nyeri tidur pada arteri perifer
pada kaki kirinya. ektrimitas
 Klien mengatakan 
 Pola tidurnya berubah Suplai oksigen dan
 Klien mengataka Nutrisi terhambat
tidak puas dengan 
tidurnya Penumpukan produk
 Klien mengeluh metabolisme dan
 Istirahat tidak cukup asam laktat
karena masih merasa 
lemas saat terbangun Nyeri akut

Do: Ggn. Pola tidur
6. Ds: Gangguan sirkuler BR
Klien mengatakan susah (D.0054) pada arteri perifer
dan enggan Gangguan ektrimitas
menggerakkan kaki mobilitas fisik 
karena nyeri Suplai oksigen dan
Nutrisi terhambat
Do: 
Klien terlihat kesulitan Iskemia dan
dan meringis saat klaudikasi intermiten
menggerakkan kaki kiri 
bawah Penurunan
Terjadi penurunan pergerakan otot
ROM dan kekuatan oto 
pada ektrimitas inferior Gangguan mobilitas
sinistra fisik

C. Diagnosa keperawatan
Tgl No.Dx Diagnosa Keperawatan Paraf
D. 0077 Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (Iskemia dan PAD) BR
d.d klien mengeluh nyeri skala 7, sulit tidur, terlihat meringis,
gelisah, serta bersikap protektif dan enggan banyak bergerak
D. 0009 Perfusi perifer tidak efektif b.d penuluran aliran arteri BR
perifer d.d Klien mengeluh nyeri pada ektrimitas inferior
sinistra (klaudikasi intermiten), pengisian kapiler arteri
perifer ektrimitas inferior sinistra > 3 detik, nadi perifer pada
kaki kiri teraba lemah, akral teraba dingin, warna kaki kiri
pucat, turgor kulit menurun dan nilai ABI pada kaki kiri =
0,63.
D. 0027 Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d Resistensi BR
Insulin dan disfungsi sel-B selatif d.d klien terlihat lelah dan
lasu, pengukuran kadar glukosa darah sewaktu: 384 mg/dL
dengan interpretasi tinggi, Terdapat glukosa pada urin (+4)
D. 0139 Resiko gangguan integritas kulit dan jaringan d.d BR
gangguan sirkulasi dan hiperglikemia
D. 0054 Ganggguan pola tidur b.d nyeri akut d.d Klien mengeluh BR
sulit tidur dan sering terjaga akibat nyeri pada kaki kirinya,
mengeluh pola tidurnya berubah, tidak puas dengan tidurnya,
dan mengeluh istirahat tidak cukup
D. 0055 Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri klaudikasi intermiten d.d BR
Klien enggan menggerakkan kaki kirinya karena nyeri, klien
tampak meringis, terjadi penurunan kekuatan otot dan
penurunan ROM pada ektrimitas inferior sinistra

D. Intervensi/perencanaan

Diagnosa, Tujuan dan


No. No. Dx Intervensi Rasional
Kritetia Hasil
1. D. 0077 Nyeri akut Manajemen nyeri Manajemen nyeri

Setelah dilakukan Tindakan Tindakan


tindakan keperawatan Observasi: Observasi:
selama 1 x 24 jam, 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui
diharapkan Tingkat nyeri karakteristik, lokasi,
klien dapat membaik durasi, frekuensi, karakteristik,
kualitas, intensitas durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil:
nyeri kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi respons nyeri pada klien.
menurun dari skala 2 nyeri non verbal 2. Untuk mengetahui
ke skala 4 respon nyeri non
2. Meringis menurun verbal klien.
Terapeutik
dari skala 2 ke skala 4
3. Gelisah menurun dari 3.Berikan teknik
nonfarmakologis Terapeutik
skala 2 ke skala 4
4. Sikap protektif untuk mengurangi 3. Untuk mengatasi
rasa nyeri rasa nyeri klien
menurun dari skala 3
(aromaterapi, melalui teknik
ke skala 5
kompres nonfarmakologi.
5. Kesulitan tidur
hangat/dingin) 4. Untuk
menurun dari skala 2
4.Kontrol lingkungan meminimalisir
ke skala 4
yang memperberat faktor pemberat
rasa nyeri. nyeri.
5.Fasilitasi Istirahat 5. Agar klien dapat
dan tidur beristirahat dan
tidur.
Edukasi
Edukasi
6.Jelaskan strategi
6. Agar klien dapat
meredakan nyeri
mengetahui cara
7.Anjurkan meredakan nyeri.
menggunakan 7. Untuk memilih
analgetik secara analgetik secara
tepat tepat sebagai
pereda nyeri klien.
Kolaborasi
8.Kolaborasi Kolaborasi
8. Untuk meredakana
pemberian
nyeri klien.
analgetik

1.
2. D. 0009 Perfusi perifer tidak Perawatan sirkulasi Perawatan sirkulasi
efektif
Observasi Observasi
Setelah dilakukan 1. Periksa sirkulasi 1. Untuk
tindakan keperawatan perifer mengetahui
selama 1 x 24 jam, 2. Identifikasi faktor kondisi sirkulasi
risiko gangguan
diharapkan Perfusi perifer perifer klien.
sirkulasi
klien dapat meningkat 2. Agar mengetahui
dengan kriteria hasil: Terapeutik apa saja faktor
1. Denyut nadi perifer 3.Hindari resiko.
meningkat dari skala 2
pemasangan infus
ke skala 4 Terapeutik
2. Nyeri ekstimitas atau pengambilan
darah di area 3. Untuk mencegah
menurun dari skala 2 terjadinya
ke skala 4 keterbatasan
pembengkakan
3. Kulit pucat menurun perfusi akibat
dari skala 3 ke skala 5 4.Lakukan penumpukan
4. Akral membaik dari pencegahan infeksi cairan.
skala 3 ke skala 5
5.Lakukan perawatan 4. Menghindari
5. Tekanan arteri rata-
kaki dan kuku terjadinya infeksi
rata membaik dari
5. Agar kondisi kaki
skala 2 ke skala 4 6.Lakukan hidrasi
6. Indeks ankle-brachial dan kuku klien
membaik dari skala 2 terjaga.
Edukasi
ke skala 3 6. Menjaga kondisi
7. Anjurkan
kelembabapan
berhenti merokok
kulit.
8. Anjurkan
melakukan
Edukasi
perawatan kulit
7. Agar kondisi
yang tepat klien membaik.
9. Anjurkan 8. Agar kondisi
program kulit klien terjaga
rehabilitasi 9. Anjuran
vaskular perawatan kepada
10. Ajarkan program klien.
10. Agar kondisi
diet untuk
sirkulasi klien
memperbaiki dapat lebih
sirkulasi membaik.

3. D. 0027 Ketidakstabilan kadar Manajemen Manajemen


glukosa darah hiperglikemia hiperglikemia

Setelah dilakukan Observasi Observasi


tindakan keperawatan 1. Identifikasi 1. Untuk
selama 1 x 24 jam, kemungkinan mengetahui
diharapkan Kestabilan penyebab faktor penyebab
kadar glukosa darah klien hiperglikemia hiperglikemia.
dapat meningkat dengan 2. Monitor kadar 2. Untuk memantau
kriteria hasil: glukosa darah kadar gulokosa
1. Lelah/lesu menurun 3. Monitor tanda dan darah
dari skala 3 ke skala 5 gejala 3. Untuk
2. Mulut kering menurun hiperglikemia mengetahui tanda
dari skala 3 ke skala 5 4. Monitor intake dan dan gejala
3. Kadar glukosa darah
membaik dari skala 2 output cairan hiperglikemia.
ke skala 4 4. Untuk
4. Kadar glukosa urin Terapeutik mengetahui kadar
membaik dari skala 2 5.Berikan asupan intake dan output
ke skala 4 cairan oral cairan.
6.Konsultasi dengan
medis Terapeutik
5. untuk
Edukasi memberikan
7. Anjurkan asupan kepada
menghindari klien.
olahraga saat 6. Untuk
kadar glukosa > mengetahui
250 mg/dl. penatalaksanaan
8. Anjurkan secara medis.
kepatuhan
terhadap diet dan Edukasi
olahraga 7. Untuk
9. pengelolaan menghindari
peningkatan
diabetes
kadar gula darah
berlebih pada
Kolaborasi klien.
10. Kolaborasi 8. Agar kondisi
pemberian kadar gula darah
insulin. klien stabil dan
11. Kolaborasi terjaga.
9. Agar klien dapat
pemberian cairan
memahami
IV penatalaksanaan
terkait dengan
kondisinya.
Kolaborasi
10. Untuk menjaga
kadar insulin
klien.
11. Untuk mencegah
kekurangan
cairan pada klien
apabila
dibutuhkan.
4. D. 0139 Resiko gangguan Perawatan Perawatan
integritas kulit dan integritas kulit integritas kulit
jaringan
Observasi Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk
tindakan keperawatan penyebab mengetahui
selama 1 x 24 jam, gangguan faktor penyebab
gangguan
diharapkan Integritas kulit integritas kulit
integritas kulit.
dan jaringan klien dapat
meningkat dengan kriteria Terapeutik Terapeutik
hasil: 2.Gunakan produk 2. Untuk
1. Perfusi jaringan berbahan petrolium meminimalisir
meningkat dari skala 2 atau minyak pada dan mencegah
ke skala 4 kulit kering kulit kering.
2. Nyeri menurun dari 3. Untuk
3.Gunakan produk
skala 2 ke skala 4 menghindari
3. Integritas kulit berbahan
resiko sensitif
dipertahankan pada ringan/alami dan pada kulit.
skala 5 hipoalergik pada 4. Untuk mencegah
kulit sensitif kondisi kulit
4.Hindari produk kering.
berbahan dasar
alkohol pada kulit Edukasi
kering 5. Agar klien dapat
menjaga
kelembapan kulit.
Edukasi 6. Agar nutrisi di
5.Anjurkan dalam tubuh klien
menggunakan baik dan tentunya
pelembab nutrisi pada kulit
6.Anjurkan juga akan
meningkatkan membaik.
7. Agar kondisi
asupan nutrisi
kulit klien baik.
7.Anjurkan mandi
dan menggunakan
sabun secukupnya
5. D. 0054 Ganggguan pola tidur Dukungan tidur Dukungan tidur

Setelah dilakukan Observesi Observesi


tindakan keperawatan 1. Identifikasi pola 1. Untuk
selama 1 x 24 jam, aktivitas dan tidur mengetahui pola
diharapkan Pola tidur aktivitas dan tidur
Terapeutik
klien dapat membaik klien.
2.Modifikasi
dengan kriteria hasil: lingkungan
1. Keluhan sulit tidur Fasilitasi Terapeutik
menurun dari skala 2 menghilangkan 2. Agar membantu
ke skala 4 stres sebelum tidur klien merasa
2. Keluhan sering terjaga 3.Lakukan prosedur rileks dan mudah
menurun dari skala 2 untuk tidur.
ke skala 4 meningkatkan 3. Agar klien
3. Keluhan tidak puas kenyamanan
tidur menurun dari nyaman dan
4.Sesuaikan jadwal
skala 2 ke skala 4 gangguan tidur
pemberian obat
4. Keluhan istirahat tidak dapat membaik.
cukup menurun dari Edukasi 4. Agar dosis dan
skala 2 ke skala 4 5.Ajarkan faktor- kebutuhan obat
5. Kemampuan faktor yang tepat dan sesuai
beaktivitas meningkat
berkontribusi
dai skala 3 ke skala 5
terhadap gangguan Edukasi
pola tidur 5. Agar klien dapat
6.Ajarkan relaksasi memahami apa
otot autogenik saja yang dapat
menyebabkan
gangguan pola
tidur
6. Agar klien dapat
merasa lebih
nayaman dan
rileks.
6. D. 0055 Gangguan mobilitas Dukugan mobilisasi Dukugan mobilisasi
fisik
Observasi Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi adanya 1. Untuk
tindakan keperawatan nyeri atau keluhan mengetahui
selama 1 x 24 jam, fisik lainnya adanya nyeri atau
diharapkan Mobilitas fisik 2. Identifikasi gangguan fisik
klien dapat membaik toleransi fisik lain
dengan kriteria hasil: melakukan 2. Untuk
1. Pergerakan ektrimitas pergerakan mengetahui
meningkat dari skala 3 3. Monitor kondisi kondisi
ke skala 5 umum selama pergerakan klien
2. Kekuatan otot melakukan 3. Untuk
meningkat dari skala 3 mobilisasi mengetahui
ke skala 5 kondisi umum
3. ROM meningkat dari Terapeutik klien ketika
skala 2 ke skala 4 4. Fasilitasi melakukan
4. Nyeri menurun dari aktivitas mobilisasi
skala 2 ke skala 4 mobilisasi
dengan alat bantu Terapeutik
5. Libatkan 4. Membantu klien
keluarga untuk untuk
membantu pasien bermobilisasi
dalam dengan alat bantu
meningkatkan 5. Agar klien
pergerakan merasa lebih
nyaman dalam
Edukasi berlatih
6. Jelaskan tujuan mobilisasi
dan prosedur
mobilisasi Edukasi
7. Ajarkan 6. Agar klien dapat
mobilisasi memahami
sederhana yang prosedur dari
harus dilakukan. mobilisasi
7. Sebagai bentuk
latihan mobilisasi
pada klien

E. Tindakan/ Implementasi keperawatan

Tgl/jam Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf


(D. 0077) Manajemen nyeri BR
Nyeri akut b.d agen
pencedera fisiologis Tindakan Observasi:
(Iskemia dan PAD) d.d Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
klien mengeluh nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
skala 7, sulit tidur, Identifikasi respons nyeri non verbal
terlihat meringis,
gelisah, serta bersikap Terapeutik
protektif dan enggan Berikan teknik nonfarmakologis untuk
banyak bergerak mengurangi rasa nyeri (aromaterapi,
kompres hangat/dingin)
Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri.
Fasilitasi Istirahat dan tidur

Edukasi
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik

(D. 0009) Perawatan sirkulasi BR


Perfusi perifer tidak
efektif b.d penuluran Observasi
aliran arteri perifer d.d Periksa sirkulasi perifer
Klien mengeluh nyeri Identifikasi faktor risiko gangguan
pada ektrimitas inferior sirkulasi
sinistra (klaudikasi
intermiten), pengisian Terapeutik
kapiler arteri perifer Hindari pemasangan infus atau
ektrimitas inferior pengambilan darah di area keterbatasan
sinistra > 3 detik, nadi perfusi
perifer pada kaki kiri Lakukan pencegahan infeksi
teraba lemah, akral Lakukan perawatan kaki dan kuku
teraba dingin, warna Lakukan hidrasi
kaki kiri pucat, turgor
kulit menurun dan nilai Edukasi
ABI pada kaki kiri = Anjurkan berhenti merokok
0,63. Anjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat
Anjurkan program rehabilitasi
vaskular
Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi

(D. 0027) Manajemen hiperglikemia BR


Ketidakstabilan kadar
glukosa darah b.d Observasi
Resistensi Insulin dan Identifikasi kemungkinan penyebab
disfungsi sel-B selatif hiperglikemia
d.d klien terlihat lelah Monitor kadar glukosa darah
dan lasu, pengukuran Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
kadar glukosa darah Monitor intake dan output cairan
sewaktu: 384 mg/dL
dengan interpretasi Terapeutik
tinggi, Terdapat glukosa Berikan asupan cairan oral
pada urin (+4) Konsultasi dengan medis

Edukasi
Anjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa > 250 mg/dl.
Anjurkan kepatuhan terhadap dlet dan
olahraga
pengelolaan diabetes
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian insulin.
Kolaborasi pemberian cairan IV

(D. 0139) Perawatan integritas kulit BR


Resiko gangguan Observasi
integritas kulit dan Identifikasi penyebab gangguan
jaringan d.d gangguan integritas kulit
sirkulasi dan
hiperglikemia Terapeutik
Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
Gunakan produk berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada kulit sensitif
Hindari produk berbahan dasar alkohol
pada kulit kering

Edukasi
Anjurkan menggunakan pelembab
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
(D. 0054) Dukungan tidur BR
Ganggguan pola tidur
b.d nyeri akut d.d Klien Observesi
mengeluh sulit tidur dan Identifikasi pola aktivitas dan tidur
sering terjaga akibat
nyeri pada kaki kirinya, Terapeutik
mengeluh pola tidurnya Modifikasi lingkungan Fasilitasi
berubah, tidak puas menghilangkan stres sebelum tidur
dengan tidurnya, dan Lakukan prosedur untuk meningkatkan
mengeluh istirahat tidak kenyamanan
cukup Sesuaikan jadwal pemberian obat

Edukasi
Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur
Ajarkan relaksasi otot autogenik

(D. 0055) Dukugan mobilisasi BR


Gangguan mobilitas
fisik b.d nyeri klaudikasi Observasi
intermiten d.d Klien Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
enggan menggerakkan fisik lainnya
kaki kirinya karena Identifikasi toleransi fisik melakukan
nyeri, klien tampak pergerakan
meringis, terjadi Monitor kondisi umum selama
penurunan kekuatan otot melakukan mobilisasi
dan penurunan ROM
pada ektrimitas inferior Terapeutik
sinistra Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu
Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan

Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan

F. Evaluasi

Nama/
Tgl Jam No. Dx Evaluasi
Ttd

- D. S : BR
0077

O :

A :

Indikator Skor Skor


saat ini Target

Keluhan nyeri 3 4

Meringis

Gelisah

Sikap protektif

Kesulitan tidur

P :
- D.0009 S : Beva

O :

A :

Indikator Skor Skor


saat ini Target

Denyut nadi perifer

Nyeri ekstimitas

Kulit pucat

Akral

Tekanan arteri rata-rata

Indeks ankle-brachial

P :

- D. S : Beva
0027

O :

A :

Indikator Skor Skor


saat ini Target

Lelah/lesu

Mulut kering

Kadar glukosa darah

Kadar glukosa urin


P :

D.
0139

D.
0054

D.
0055
PENUTUP
Kesimpulan
Peripheral Arterial Disease (PAD) merupakan gangguan proses
penyuplaian darah ke ekstremitas bagian atas atau bawah dikarenakan adanya
suatu obstruksi (Beshyah, 2014) dan umumnya disebabkan oleh aterosklerosis,
tetapi juga dapat dikarenakan oleh adanya trombosis, displasia fibromuskuler,
emobli atau vaskulitis (Brady et al., 2014). PAD dapat terjadi dengan ada atau
tidaknya tanda dan gejala tergantung dari jenis PAD tersebut. Tanda dan gejala
secara umum dapat berupa adanya rasa nyeri, kram, keletihan, kelemahan, kebas,
ulkus atau gangren, serta adanya perbedaan frekuensi nadi antar ekstremitas.
Penatalaksaan dapat dilakukan melalui 4 cara berupa modifikasi faktor resiko,
latihan/exercise, terapi farmakologi, serta penatalaksanaan medis berupa
pemasangan percutaneous atau pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Hasil Utama Riset


Kesehata Dasar (Riskesdas) 2018.

Beshyah, S. 2014. Textbook of Diabetes. In R. I. G. C. M. F. M J. G. M. HOLT


(Ed), Ibnosina Journal of Medicine and Biomedical Sciences (4th edition,
Vol. 3, Issue 4).

Brady, A-M; McCabe, C; dan McCann, M. 2014. Fundamentals of Medical-


Surgical Nursing: A Systems Approach. Wiley Backwell.

Decroli, Eva. 2015. Iskemia pada Jari Tangan Penderita Diabetes Melitus:
Suatau Keadaan Peripheral Arterial Disease. Jurnal Kesehatan Andalas.
4(2): 654-658.

Diah, Muhammad. 2018. Penyakit Arteri Perifer. Fakultas Kedokteran,


Universitas Syiahkuala.

Eka, Aryani. 2016. Penyakit Arteri Perifer (PAP). Universitas Diponegoro

Kohlam-Trigoboff, D. 2019. Update: Diagnosis and Management of Peripheral


Arterial Disease. The Journal for Nurse Practitioners. 15(1):-

Purnomowati, Augustine. 2016. Penyakit Arteri Perifer. Bandung: Dapartemen


Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, fakultas Kedokteran UNPAD.

Quedarusman, H., & Lasut, P. (2019). Critical Limb Ischemia: Laporan kasus.
Medical Scope Journal, 1(1).

Savitri, Maghfirah; Wantania, Frans; dan Sedli, Bisuk P. 2020. Hubungan


Merokok dan Obesitas Sentral dengan Nilai Ankle-Brachial Index pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-
ClinicC. 8(1): 52-59.

Shammas, Nicholas W. 2007. Epidemiology, Classification, and Modifiable Risk


Factors of Peripheral Arterial Disease. Journal NCBI. 3(2): 229-234.
Shu, J dan Santulli, G. 2018. Update on Peripheral Artery Disease: Epidemiology
and evidence-base-facts. Atherosclerosis, 275, 379-381.
https://doi.org/10.1016/j.atherosclerosis.2018.05.033.

Anda mungkin juga menyukai