Anda di halaman 1dari 18

Bab 17

Patofisiologi

Peripheral Artery

Disease, Klaudikasio Intermiten,


and Critical Limb Ischemia
William R. Hiatt, Eric P. Brass

Peripheral artery disease (PAD) merupakan manifestasi dari aterosklerosis sistemik yang
umumnya terjadi bersamaan dengan penyakit arteri coroner dan karotis. Pasien PAD
memiliki risiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskular seperti infark miokard, stroke
iskemik, dan kematian.1,2 Patobiologi aterosklerosis dan aterotrombosis telah dijelaskan
pada bab sebelumnya (lihat bab 8).3,4 Bab ini akan menjelaskan patofisiologi penyakit
aterosklerosis arteri ekstremitas bawah yang dapat menimbulkan gejala PAD seperti
klaudikasio dan critical limb ischemia (CLI). Pemahaman tentang patofisiologi yang
mendasari perkembangan dan progresivitas aterosklerosis tungkai dan gejala iskemik
merupakan hal penting terkait dengan manajemen pasien PAD dan perkembangan terapi
potensial yang baru. Patofisiologi utama yang berkontribusi terhadap klaudikasio
intermiten dan CLI dirangkum pada tabel 17.

Manifestasi Klinis Peripheral Artery Disease


Patofisiologi PAD dimulai dari progresivitas aterosklerosis yang menyebabkan stenosis
dan oklusi arteri utama yang menyuplai ekstremitas bawah. Dibandingkan dengan
aterotrombosis koroner dan karotis yang terjadi secara akut, manifestasi klinis PAD
cenderung terjadi lebih kronis dan progresif serta terdapat gangguan fungsi. Diagnosis
PAD dapat ditegakkan dengan pemeriksaan hemodinamik noninvasif. Seperti yang telah
dibahas pada bab 16, ankle-brachial index (ABI) merupakan rasio antara tekanan darah
sistolik tungkai bawah terhadap lengan. Semua nilai ABI harus ditulis dengan 2 angka
dibelakang koma, misalnya 0,09 bukan 0,9 atau kurang. ABI dapat membantu
menegakkan diagnosis PAD dengan sensitivitas dan spesifitas tinggi jika dibandingkan
dengan modalitas pencitraan.5

Keterbatasan Aktivitas dan Risiko Sistemik


Pasien

PAD

mengalami

keterbatasan

beraktivitas

karena

melemahnya

fungsi

hemodinamik. Gejala klasik klaudikasio intermiten adalah rasa tidak nyaman pada betis
ketika pasien berjalan yang berhubungan dengan iskemia reversibel dan dapat sembuh
dengan istirahat. Istilah klaudikasio berasal dari bahasa latin claudicato, yang berarti
pincang atau timpang, dan hal ini tampak pada gaya berjalan pasien klaudikasio.
Klaudikasio ditandai dengan kram dan sakit pada otot yang terkena. Rasa tidak nyaman
pada klaudikasio bertambah selama pasien berjalan, dan segera sembuh dengan istirahat
tanpa perubahan posisi. Urutan dari rasa tidak nyaman yang dicetuskan oleh pergerakan
kaki hingga sembuh dengan istirahat merupakan gejala klinis yang penting untuk
membedakan dengan gangguan muskuloskeletal ekstremitas bawah lainnya. Pasien
dengan klaudikasio memiliki keterbatasan beraktivitas dan berjalan yang berat. Jika
dibandingkan dengan individu sehat pada usia yang sama, pasien klaudikasio memiliki
penurunan sebesar 50-60% ketika melakukan tes treadmill, hal ini sama seperti pasien
gagal jantung kongestif berat (CHF).6 Keterbatasan beraktivitas ini dihubungkan dengan
penurunan aktivitas berjalan dan aktivitas fisik yang merupakan salah satu tolak ukur
kualitas hidup manusia.7
Meskipun gejala klasik klaudikasio terjadi kurang dari sepertiga pasien PAD, semua
pasien PAD mengalami penurunan aktivitas berjalan dan kapasitas fungsional sehari-hari.8
Bahkan, PAD asimtomatik juga dapat menurunkan kualitas hidup pasien. 9 Sehingga,
tujuan utama dari manajemen pasien PAD adalah mencegah progresivitas aterosklerosis
dan menyembuhkan gejala klaudikasio serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
Selain terkait dengan disabilitas fisik, PAD merupakan penanda penyakit
aterosklerosis sistemik serta risikonya. Peripheral artery disease dihubungkan dengan
peningkatan risiko penyakit arteri koroner, penyakit arteri serebral dan stroke, dan
kematian akibat penyakit kardiovaskular sebesar 3 hingga 6 kali lipat. 1,10 Sehingga, hasil
konsensus menyatakan bahwa pasien PAD harus dipertimbangkan menderita penyakit
aterosklerosis dan dapat dilakukan prevensi sekunder standar.11,12

Critical Limb Ischemia


Critical limb ischemia merupakan manifestasi PAD yang paling berat. Critical limb
ischemia ditandai dengan nyeri menetap saat istirahat dan/atau adanya luka pada kulit
(gangrene atau ulkus). Meskipun epidemiologinya tidak diketahui secara baik, baru-baru
ini penelitian pada 8000 individu yang berusia antara 60-90 tahun ditemukan prevalensi
CLI sebesar 1,2%, dari jumlah ini, wanita lebih banyak mengalami CLI dibandingkan lakilaki.13 Pasien dengan CLI memiliki prognosis buruk.14,15 Pada penelitian klinis, pasien
dengan CLI dan ulkus kaki, memiliki risiko kematian atau amputasi sebesar 33% sampai
50%.15 Faktor risiko independen yang dapat memperburuk kondisi pasien adalah diabetes,
gagal ginjal, dan disfungsi jantung.16,17 Pasien dengan CLI memiliki gangguan
hemodinamik yang lebih berat daripada pasien dengan klaudikasio, yaitu berupa oklusi
arteri multipel dan letaknya lebih distal. CLI lebih sering mengenai pembuluh darah tibia,
biasanya dalam kombinasi dengan penyakit pada arteri popliteal dan arteri femoralis
superfisialis (dan pembuluh darah yang lebih proksimal lainnya), sehingga menyebabkan
gangguan aliran darah dan pengiriman oksigen ke jaringan distal.18 Pada CLI, tekanan
pergelangan kaki biasanya kurang dari 50 mmHg dan ketika CLI semakin bertambah
berat, dapat terjadi kulit pecah-pecah hingga ulkus dan berakhir pada gangren.
Pemakaian energi saat istirahat berkurang pada CLI jika dibandingkan dengan klaudikasio
intermiten, hal inilah yang membuat pasien menjadi lebih tidak aktif dan hidup sedenter.19
Revaskularisasi langsung terhadap pembuluh darah yang mengalami gangguan masih
menjadi pendekatan terapi utama hingga saat ini.

Hemodinamik Peripheral Artery Disease


Konsumsi Oksigen Otot Skelet
Konsumsi oksigen otot baik saat istirahat dan selama melakukan aktivitas memerlukan
pengiriman oksigen (pengambilan oksigen dari paru-paru, oksigen yang diikat hemoglobin
(Hb), dan aliran darah regional) dan metabolisme oksigen oleh mitokondria otot skelet.
Pada orang yang sehat, konsumsi oksigen otot yang maksimal ditentukan terutama oleh
pengiriman oksigen daripada metabolisme oksigen oleh mitokondria.20 Kapasitas oksidatif
mitokondria otot berhubungan dengan kapasitas latihan maksimal dan dapat meningkat
dengan olahraga.21 Saat onset latihan submaksimal, otot skelet secara cepat mengambil

oksigen dari Hb, dan merubah Hb menjadi deoksihemoglobin. 22 Perubahan kinetik pada
ambilan oksigen di jaringan digabungkan dengan konsumsi oksigen sistemik untuk
menjaga keseimbangan antara pengiriman dan penggunaan oksigen.

Menentukan Aliran Darah Tungkai pada Individu Sehat


Pada tekanan darah sistemik, penentu utama sirkulasi regional yang normal adalah
resistensi vascular bed yang disuplai oleh pembuluh darah mayor. Hubungan dasar ini
dapat terlihat sebagai:
Aliran darah = tekanan darah resistensi vaskular
Pada orang normal, bergerak merupakan stimulus utama untuk vasodilatasi, yang
menyebabkan penurunan resistensi perifer, yang mana ketika dikombinasikan dengan
peningkatan tekanan sistemik sehingga menghasilkan peningkatan aliran darah ke otot
skelet. Arteri normal memiliki kapasitas yang mendukung peningkatan volume yang cukup

besar pada aliran darah tanpa terjadi penurunan tekanan mendadak ketka melewati
pembuluh darah sedang (gambar 17-1).
Abnormalitas Hemodinamik pada Peripheral Artery Disease
Proses oklusi arteri menyebabkan resistensi elemen yang menetap pada sirkulasi,
sehingga dapat menginisiasi terjadinya proses patofisiologi penyakit yang bermanifestasi
sebagai klaudikasio, nyeri iskemik saat istirahat, atau ulkus (gambar 17-1). Faktor-faktor
utama yang menentukan penurunan mendadak tekanan darah saat melewati arteri yang
stenosis meliputi kecepatan aliran darah dan resistensi yang disebabkan oleh stenosis,
panjang dan diameter stenosis pembuluh darah, serta viskositas darah. Parameter ini
digambarkan oleh persamaan Poiseuille, yang menentukan hubungan antara resistensi,
tekanan dan aliran darah:
Penurunan mendadak tekanan saat melewati stenosis = aliran darah [8L ] r4
Dimana L merupakan panjang stenosis, r adalah radius stenosis arteri, dan merupakan
viskositas darah.

Gambar 17-1 Fungsi Arteri Normal. Pada arteri normal (atas), alirannya adalah laminar, dan endotel berfungsi secara normal. Oleh
karena itu, aliran darah dan pengiriman oksigen sesuai dengan kebutuhan metabolik otot baik saat istirahat maupun ketika bergerak.
Metabolik yang efisien akan menghasilkan sedikit stress oksidatif. Sebaliknya, pada peripheral artery disease (bawah), stenosis arteri
akan menghasilkan aliran turbulen. Peningkatan resistensi berhubungan dengan stenosis dan hilangnya energy kinetik yang disebabkan
oleh penurunan mendadak tekanan darah saat melewati area stenosis. Pembuluh darah kolateral hanya dapat mengkompensasi
sebagian dari stenosis arteri. Selain itu, terjadi penurunan fungsi endotel, yang menyebabkan kerusakan vaskuler lebih lanjut. Perubahan
ini membatasi respon aliran darah saat bergerak, sehingga menyebabkan ketidaksesuaian antara pengiriman oksigen dengan kebutuhan
metabolik otot. Perubahan pada metabolisme otot skelet selanjutnya dapat menurunkan pembentukan ATP. Stres oksidatif, yaitu hasil
dari oksidasi yang tidak efisisen, akan menyebabkan penurunan fungsi endotel dan metabolisme otot. ABI, ankle-brachial index; EC,
endothelial cell; PAD, peripheral artery disease

Persamaan ini dapat menjelaskan bahwa diameter atau area cross-sectional


stenosis merupakan faktor utama dalam menentukan penurunan mendadak tekanan dan
aliran darah saat melewati area stenosis; penurunan diameter pembuluh darah sebesar
50% dapat meningkatkan resistensi hingga 16 kali lipat. Hubungan ini mengindikasikan
perburukan stenosis, tekanan perfusi (tekanan potensial yang dapat menghilang saat
melewati stenosis) dan pencapaian maksimal aliran darah akan berkurang secara
dramatis. Hilangnya energi yang terjadi saat melewati area stenosis ditentukan oleh
morfologi stenosis dan viskositas darah.23 Penurunan mendadak tekanan darah saat
melewati area stenosis bermanifestasi sebagai penurunan tekanan sistolik tungkai dan
ABI yang telah dibahas sebelumnya. Pada pasien PAD, oklusi arteri membatasi aliran
darah yang menuju otot yang sedak aktif. Aliran darah saat istirahat biasanya terpelihara
karena adanya tekanan yang berasal dari arteri kolateral pada sebagian besar pasien.
Pada pasien dengan CLI, aliran darah saat istirahat akan tetap berada di bawah normal.
Temuan angiografi biasanya menggambarkan oklusi multilevel, terutama pada
pasien PAD dengan gejala berat. Pasien dengan klaudikasio ringan mungkin memiliki
stenosis hanya pada satu tempat, seperti pada arteri iliaka, namun, pada pasien dengan
klaudikasio sedang atau berat dapat memiliki oklusi arteri pada beberapa tempat, serperti
arteri iliaka, femoralis, dan popliteal. Pasien dengan CLI seringkali melibatkan beberapa
segmen arteri, seperti arteri iliaka, femoralis dan tibialis. Oklusi arteri tibalis umumnya
terdapat pada pasien CLI dan memiliki risiko tinggi untuk terjadinya ulkus hingga
amputasi. Progresivitas penyakit dari klaudikasio intermiten sampai CLI kronis dimodulasi
oleh pembentukan pembuluh darah kolateral dan mekanisme kompensasi lainnya.
Berdasarkan persamaan Poiseuille, panjang stenosis arteri hanya sedikit berdampak
pada alirandarah dan gradien tekanan. Namun, efek pada hemodinamik akan bertambah
dua kali lipat ketika terdapat 2 lesi yang sama. 24 Sehingga, individu dengan stenosis yang
tidak kritis mungkin secara hemodinamik menjadi penting ketika dikombinasikan dengan
serangkaian pemeriksaan pada tungkai yang sama.25 Pada CLI, umumnya penyakit
terdapat pada inflow vessels (aorta, arteri iliaka) dan outflow vessels (arteri femoralis
superfisialis, popliteal, dan tibialis).18 Lesi yang tampak pada pemeriksaan berkala
menyebabkan gangguan hemodinamik yang lebih berat daripada klaudikasio.

Stenosis Arteri Kritis


Pentingnya hemodinamik pada stenosis arteri tidak hanya ditentukan oleh fungsi
arteri, tapi juga kecepatan aliran linear saat melewati lesi, sesuai dengan persamaan
Poiseuille.26,27 Istilah stenosis arteri kritis ditentukan oleh derajat stenosis yang
menyebabkan

penurunan

aliran

darah

yang

menuju

ke

distal.

Konsep

ini

mengintegrasikan hubungan antara penyempitan arteri dengan kecepatan aliran darah


dan resultan volumetrik aliran ke arah distal. Stenosis arteri kritis mungkin berbeda antara
saat istirahat dan bergerak karena kecepatan aliran pada kedua kondisi tersebut adalah
berbeda. Karena gradien tekanan yang melewati area stenosis seimbang dengan
kecepatan aliran darah, saat kecepatan aliran darah menjadi lebih tinggi, ketika seseorang
sedang bergerak, mungkin menghasilkan penurunan tekanan perfusi di area distal,
sedangkan kecepatan aliran darah yang rendah, ketika pasien beristirahat, tidak terjadi
penurunan tersebut. Contohnya, kecepatan aliran darah saat istirahat pada arteri femoralis
mungkin hanya 10-20 cm/s, sesuai dengan aliran menurun pada betis yaitu 1-2 mL/100
mL dari jaringan/ menit.28 Ketika derajat stenosis pembuluh darah besar mencapai 50%,
energi kinetik akan menghilang ketika melewati stenosis sehingga menyebabkan tekanan
perfusi ke distal menurun atau bahkan menghilang. Aliran darah ke distal akan terjaga
karena penurunan ringan tekanan perfusi akan dikompensasi dengan pengurangan
risistensi perifer. Ketika stenosis arteri bertambah hingga melebihi 90%, terdapat gradien
tekanan yang lebih besar dan tekanan perfusi menurun di distal, serta perubahan
resistensi perifer tidak dapat dikompensasi lebih lama lagi. Sehingga terjadi penurunan
aliran di distal. Pada contoh ini, stenosis arteri kritis membutuhkan pengurangan aliran
darak ke distal saat istirahat sebesar 90%.
Ketika seseorang pasien berjalan, kecepatan aliran darah akan meningkat, sebagai
contoh, hingga 150 cm/s. Pergerakan tubuh dapat menginduksi kecepatan aliran saat
melewati stenosis yang telah mencapai 50% secara signifikan dapat meningkatkan
gradien tekanan dan menurunkan tekanan perfusi ke distal. Berkurangnya resistensi di
perifer tidak akan cukup untuk mengkompensasi penurunan tekanan, sehingga aliran
darah ke distal akan turun. Sehingga stenosis arteri yang kritis harus menurunkan aliran
darah ke distal selama bergerak sebesar 50%.28 Konsep stenosis arteri kritis telah memiliki
signifikansi klinis. Pada pasien dengan stenosis arteri iliaka 50%, aliran darah ke betis,
pemeriksaan nadi, dan ABI mungkin normal saat istirahat. Bagaimanapun juga, ketika

kecepatan aliran meningkat selama pasien bergerak, lesi pada arteri iliaka akan merubah
hemodinamik, menyebabkan hilangnya nadi di kaki karena penurunan tekanan
pergelangan kaki yang lebih distal dari stenosis.
Pada pasien dengan CAD, konsep fraksi aliran balik menggambarkan rasio aliran
darah melalui arteri koroner terhadap aliran hiperemik maksimal melalui arteri koroner
yang normal.29,30 Pendekatan ini dapat diaplikasikan pada pasien PAD dan menyediakan
interpretasi fungsional dari setiap derajat persentase stenosis serta berkaitan dengan
stenosis arteri kritis. Sebagai contoh, aliran balik fungsional sebesar 0,80 mengindikasikan
bahwa telah terjadi penurunan aliran darah hiperemik maksimal sebanyak 20% oleh
karena adanya stenosis. Bagaimanapun juga, minimal luminal area (MLA, or derajat
stenosis) berhubungan dengan buruknya aliran balik fungsional sampai stenosis arteri
menyebabkan penurunan MLA. Sehingga anatomi per se mungkin tidak cukup
menyediakan bukti tentang derajat stenosis arteri.
Respon Aliran Darah Terhadap Aktivitas pada Klaudikasio Intermiten
Sebagian besar pasien dengan PAD tidak memiliki gejala saat pasien istirahat
(kecuali pada pasien dengan CLI). Hal ini karena aliran darah saat pasien istirahat relatif
cukup untuk kebutuhan metabolik jaringan yang rendah, dan oleh karena itu terdapat
kesesuaian antara suplai dan kebutuhan konsumsi oksigen pada tungkai.31,32 Saat tungkai
bergerak aktif, pasien dengan PAD memiliki peningkatan aliran darah ke tungkai lebih awal
sehingga konsumsi oksigen tungkai dapat ditunda.33 Dengan bertambahnya pergerakan
tungkai, terdapat peningkatan aliran linier awal. Bagaimanapun juga, ketika tungkai
bertambah aktif pada pasien PAD, aliran darah mencapai sebuah plateau karena adanya
batasan dari stenosis arteri. Plateau ini menggambarkan hilangnya energi saat melewati
arteri yang mengalami stenosis, sehingga menghilangkan usaha untuk menngkatkan
alirannya. Beratnya stenosis arteri (ditentukan oleh ABI) berhubungan terbalik dengan
peningkatan aliran balik.34 Dengan penurunan aktivitas tungkai, fase hiperemik
(peningkatan aliran di atas tingkat saat istirahat) akan memanjang pada pasien dengan
PAD relatif tehadap kontrol individu sehat. Meskipun pengiriman oksigen saat tungkai
beraktivitas mencapai sebuah plateau, peningkatan oksidatif lebih lanjut didukung oleh
peningkatan ekstraksi oksigen otot.35 Produksi adenosine triphosphate (ATP) nonoksidatif
juga mengkontribusi metabolisme energi otot.36 Terjadinya iskemia otot tidak hanya

disebabkan oleh kekurangan aliran darah. Resultan ketidaksesuaian antara kebutuhan


untuk bioenergetik dan suplai aliran darah juga ikut berperan (gambar 17-1).
Kontributor Lain Terhadap Perubahan Aliran Darah pada Peripheral Artery Disease
Meskipun terbatasnya aliran arteri memiliki kepentingan kritis pada patofisologi
klaudikasio, status hemodinamik tungkai menunjukkan perburukan saat seseorang
melakukan aktivitas. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah
pergelangan kaki saat istirahat (atau ABI) dan aliran darah saat beraktivitas tidak dapat
memprediksi waktu saat berjalan dengan treadmill,37 sedangkan beberapa penelitian lain
menunjukkan korelasi positif yang lemah. 38,39 Kekurangan ini konsisten dengan hubungan
antara ABI dan kaludikasio yang dibatasi kapasitas aktivitas, terutama pada hubungan
antara ABI dan aktivitas yang menginduksi aliran darah puncak. Sehingga, faktor-faktor
distal terhadap obstruksi arteri tampaknya ikut berkontribusi terhadap adanya batasan
fungsional pada PAD.
Regulasi Aliran oleh Endotel
Aliran darah dan distribusinya dalam beds otot skelet ditentukan oleh endotel dan
faktor mikrosirkulasi (lihat gambar 17-1). Nitric oxide (NO) merupakan pusat regulasi
fisiologis dari tonus arteriolar. Nitric oxide dan prostaglandin merupakan mediator autokrin
dan parakrin utama dari resistensi vaskular lokal selama aktivitas pada individu normal. 40
42

Pasien dengan aterosklerosis memiliki fungsi endotel abnormal yang berhubungan

dengan melemahnya vasodilatasi dan peningkatan agregasi platelet.43 Mediator utama


penyebab disfungsi endotel adalah anion superoksida yang dihasilkan dari stres
oksidatif.44 Konsisten dengan pembahasan di atas, abnormalitas endotel terkait dengan
melemahnya vasodilatasi telah diamati pada pasien dengan PAD. 45 Amputasi tungkai pada
pasien CLI dikaitkan dengan perkembangan beberapa penanda fungsi endotel, yang
menunjukkan pembentukan lokal stres oksidatif dari segmen tungkai yang mengalami
iskemia.46 Sehingga, perubahan pengiriman oksigen saat pasien PAD beraktivitas
dikaitkan tidak hanya dengan proses sumbatan pembuluh darah besar, tapi juga karena
adanya disfungsi endotel dan melemahnya vasodilatasi.

Hemoreologi pada Peripheral Artery Disease


Peripheral artery disease dihubungkan dengan perubahan hemoreologi (properti
aliran darah dan komponen selulernya) yang meningkatkan viskositas dan merubah aliran
darah, sesuai yang digambarkan oleh persamaan Poiseuille (lihat pembahasan
sebelumnya). Pasien dengan PAD memiliki peningkatan konsentrasi fibrinogen, von
Willebrand factor (vWF), dan plasminogen activator inhibitor (PAI), serta pergantian fibrin. 47
Perubahan ini juga berdampak pada karakteristik aliran darah di mikrosirkulasi, namun
tidak ada satupun dari faktor-faktor tersebut yang berhubungan dengan klaudikasio yang
dibatasi oleh aktivitas. Laporan sebelumnya telah menunjukkan bahwa pasien PAD
memiliki viskositas darah yang lebih tinggi daripada individu kontrol pada usia yang sama;
sesuai dengan hukum Poiseuille, hal ini merupakan faktor yang ikut berkontribusi selama
aktivitas yang menginduksi iskemia.48 Fleksibilitas sel darah merah menurun pada pasien
dengan klaudikasio intermiten, sehingga eritrosit tidak lancar saat melewati kapiler.49
Abnormalitas Mikrosirkulasi, Hemorheological, dan Trombofilik pada Iskemia
Tungkai Kritis
Gambaran CLI yang prominen adalah adanya pembentukan plak seluler dan
mikrotrombus di mikrosirkulasi. Ketidakstabilan eritrosit dan fraksi volume eritrosit
menurun pada pasien dengan CLI dibandingkan dengan individu kontrol. 50 Properti aliran
ini berkembang setelah amputasi, yang menunjukkan bahwa iskemia tungkai per se ikut
berperan terhadap perubahan ketidakstabilan sel darah merah.51
Pada pasien CLI, tingginya jumlah white blood cell (WBC) perifer berhubungan
dengan amputasi di kemudian hari.52 Bagaimanapun juga, tidak jelas apakan peningkatan
leukosit merupakan penyebab atau merupakan dampak dari infeksi atau terdapatnya
proses inflamasi yang memberi kecenderungan amputasi. Leukosit mungkin memainkan
peran penting pada penyakit iskemia dengan pembentukan mikroemboli dan induksi
kerusakan oksidatif. Adesi leukosit juga meningkat pada pasien CLI.53 Hali ini mungkin
disebabkan oleh peningkatan ekspresi molekul adesi vascular cell adhesion molecule
(VCAM)-1 dan E-selectin. Sel aderen lebih lanjut akan mengurangi diameter lumen
pembuluh darah di mikrosirkulasi. Neutrophil yang teraktivasi mungkin akan melekat ke
leukosit lain dan sel darah lainnya, sehingga akan terjadi pendangkalan lumen lebih lanjut,
dan pelepasan mediator akan meningkatkan kerusakan dinding pembuluh darah. Leukosit

teraktivasi yang banyak ditemukan pada penyakit vaskuler umumnya bersifat kaku,
sehingga berpotensi untuk mengeksaserbasi oklusi mikrovaskular pada CLI.
Jumlah platelet dan aktivasi platelet juga meningkat pada CLI. 54 Platelet yang
teraktivasi akan berinteraksi dengan reseptor endotel, dan melepaskan tromboksan yang
merupakan vasokonstriktor poten, sehingga dapat mencetuskan vasokonstriksi lebih lanjut
dan aktivasi platelet. Pada suatu penelitian, ekspresi selektin P meningkat secara
signifikan pada pasien dengan klaudikasio intermiten dan iskemia kritis dibandingkan
dengan kontrol.54
Tonus vascular bed mungkin meningkat pada pasien PAD. Penurunan NO and PGs
telah dibahas sebelumnya, yaitu karena paparan tromboksan. Pada resistensi arteriol otot
skelet pasien CLI terjadi peningkatan respon reseptor adrenergik 1 dan 2.55 Temuan ini
telah dikonfirmasi oleh penelitian lain, meskipun signifikan fungsionalnya masih belum
jelas.56,57 Seperti halnya pada peningkatan ekspresi endotelin messenger ribonucleic acid
(mRNA) pada CLI mungkin disebabkan oleh vasokontriksi dari mikrosirkulasi.58
Edema pada Iskemia Tungkai Kritis
Abnormalitas mikrosirkulasi pada CLI juga mencetuskan edema kaki.59 Pada sebuah
penelitian tentang kecepatan filtrasi cairan melalui dinding kapiler pada pasien CLI,
koefisien filtrasi kapiler meningkat jika dibandingkan dengan tungkai kontrol sehat dan
tungkai yang tidak iskemik. Observasi ini menunjukkan sebuah mekanisme yang
menjelaskan kecenderungan berkembangnya edema pada CLI.60 Pengembalian aliran
darah oleh operasi bypass grafting atau angioplasti menyebabkan peningkatan tekanan
tungkai yang lebih distal, dengan kaitannya pada tekanan hidostatik. Hal ini menyebabkan
ekstravasasi awal dan edema jaringan pada pasien CLI yang menjalani revaskularisasi.61

Inflamasi dan Cedera Oksidatif pada Peripheral Artery Disease


Pada pasien klaudikasio, aktivitas berkaitan dengan peningkatan kadar asam
tiobarbiturat plasma, tromboksan, interleukin (IL)-8, soluble intercellular adhesion
molecule (sICAM)-1, VCAM-1, vWF, selektin E-selectin, dan trombomodulin. 6267 Observasi
ini menunjukkan respon inflamasi akut iskemia otot selama aktivitas (kemungkinan
menunjukkan cedera reperfusi selama masa pemulihan). Setelah aktivitas yang

menginduksi klaudikasio, jumlah neutofil total dan proporsi neutrophil yang teraktivasi
menajdi lebih tinggi di vena pada tungkai yang terkena daripada di arteri. 68 Perbedaan
vena dan arteri ini tidak terlihat pada sirkulasi kontralateral PAD, yaitu pada tungkai yang
tidak terkena. Selanjutnya, leukosit teraktivasi akan melepaskan tromboksan A2 (TxA2),
yang merupakan vasokonstriktor dan mencetuskan agregasi platelet.69 Pada pasien
kaudikasio, selektin P, akan memediasi interaksi platelet dengan endotel, selain itu juga
akan berperan terhadap perubahan platelet di mikrosirkulasi. 7072 Neutrofil teraktivasi juga
akan melepaskan elastase, yang ditunjukkan dengan timbulnya efek kerusakan endotel
secara in vitro.73 Aktivitas elastase yang bersirkulasi akan meningkat secara progresif dari
individu sehat, ke pasien PAD asimtomatik, dan klaudikasio simtomatik. 74 Selanjutnya,
pada pasien dengan klaudikasio, aktivitas elastase akan meningkat lebih jauh dengan
aktivitas.75 Respon inflamasi terhadap aktivitas mungkin akan memediasi interaksi
merugikan antara mikrosirkulasi dan metabolisme otot skelet, sehingga akan menurunkan
aktivitas pasien. Jadi, pemebentukan radikal bebas dan stres oksidatif dapat menjadi
mediator kerusakan jaringan.
Kerusakan Oksidatif pada Peripheral Artery Disease
Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa baik iskemia maupun iskemia
reperfusi dikaitkan dengan stres oksidatif karena pembentukan radikal bebas. 76,77 pasien
kaludikasio tidak menerimak cukup oksigen ketika beraktivitas dan memiliki fase hiperemik
kaya oksigen yang memanjang selama pemulihan setelah berkativitas. 78 Iskemia otot
selama aktivitas dan reperfusi setelah klaudikasio yang membatasi aktivitas berkaitan
dengan peningkatan stres oksidatif.79,80 Kadar malondehid darah (penanda dari
pembentukan radikal bebas) meningkat pada pasien PAD saat istirahat serta kadarnya
menjadi lebih tinggi ketika pasien melakukan aktivitas.80 Aktivitas netrofil dan platelet dan
cedera endotel juga meningkat pada apasien PAD.62
Stres oksidatif yang diamati pada pasien PAD mungkin merupakan bagian respon
inflamasi dari aterosklerosis sistemik yang meningkat saat aktivitas. 66 Pembentukan
radikal bebas mungkin merupakan mekanisme satu-satunya dari cedera otot pada PAD
(gambar 17-2). Episode berulang dari iskemia selama aktivitas dan reperfusi selama
pemulihan dapat mencetuskan kerusakan endothelial cells (ECs), mitokondria otot,
serabut otot, dan akson motor. Cedera oksidatif pada jaringan ini selanjutnya akan

mencetuskan perubahan kronik pada struktur dan metabolisme, serta hilangnya fungsi
otot yang tidak dapat dijelaskan secara sederhana oleh penurunan aliran darah dan
pengiriman oksigen. Mitokondria merupakan sumber utama radikal bebas dalam sel,
sehingga deoxyribonucleic acid (DNA) mitokondria mungkin bermanfaat sebagai penanda
dari cedara oksidan.81

Gambar 17-2 Perubahan metabolisme otot pada peripheral artery disease (PAD).Stres oksidatif menyebabkan
kerusakan entotel dan mitokondria yang menyebabkan delesi dari deoxyribonucleic acid (DNA) mitokondria dan
melemahnya fungsi transpor elektron. Proses ini menghasilkan peningkatan ekspresi enzim mitokondria dan akumulasi
laktat dan acylcarnitines. EC, endothelial cell.

Kerusakan mitokondria otot pada pasien PAD telah ditunjukkan dengan adanya
akumulasi mutasi somatik pada DNA mitokondria. Sebagai contoh, pasien PAD memiliki
peningkatan frekuensi mutasi delesi dari DNA 4977 bp mitokondria. 82 Hal ini juga umum
ditemukan pada jaringan lain dibawah kondisi stres oksidatif. Selain itu, mitokondria otot
pasien PAD memiliki defek khusus pada rantai kunci transpor elektron (lihat gambar 17-2).
Langkah ini sebelumnya telah diidentifikasi sebagai target perfusi-reperfusi cedera
oksidatif miokardial.83 Cedera oksidatif mitokondria mungkin menunjukkan sistem umpan
balik karena melemahnya transpor elektron sehingga meningkatkan pembentukan radikal
bebas. Mekanisme ini mungkin menyebabkan apoptosis sel secara cepat.84,85

Strategi untuk mengurangi atau memodulasi stres oksidatif mungkin penting dalam
mencegah tidak hanya progresivitas penyakit aterosklerosis, tapi juga untuk melindungi
otot skelet dari cedera oksidan. Suplemen vitamin C dapat memperbaiki fungsin endotel
pasien diabetes.86 Bagaimanapun juga, pemberian vitamin C dan E dalam jangka waktu
lama

tidak

dapat

memperbaiki

fungsi

endotel

pada

pasien

dengan

penyakit

kardiovaskular.87 Pada hewan coba, cedera reperfusi iskemi pada mikrosirkulasi otot skelet
(karena vasokonstriksi dan sumbatan mikrosirkulasi serta inhibisi pembentukan NO) dapat
digah oleh kombinasi vitamin dan l-arginine.88 Perkembangan terapi antioksidan masih
menjadi tantangan penting. Antioksidan yang relevan harus menargetkan lokasi suseluler
spesifik (misalnya mitokondria) dan tidak mencetuskan cedera oksidatif. Jadi, masih belum
jelas apakah stres oksidatif dapat memodulasi PAD secara optimal atau antioksidan dapat
merubah patofisiologi klaudikasio.

Struktur dan Fungsi Otot pada Peripheral Artery Disease


Pada individu sehat, aktivitas membutuhkan koordinasi yang sesuai dengan tipe
serabut otot. Terdapat aktivitas dari serabut otot tipe I (serabut otot slow-twitch) yang
memiliki mitokondria tinggi dengan kontraksi repitisi yang rendah. Tergantung pada
intensitas aktivitas, bahan bakarnya merupakan oksidasi lemak dan karbohidrat.
Sebaliknya, kontraksi otot yang kuat membutuhkan serabut otot tipe II glikolitik (serabut
otot fast-twitch). Serabut ini memiliki jumlah mitokondria yang lebih sedikit daripada
serabut otot tipe 1 dan bersifat lebih rapuh. Serabut otot tipe II terdiri dari 2 subtipe:
serabut tipe IIa yang memiliki aktivitas oksidatif dan property kontraktil intermediet, dan
serabut tipe IIb yang memiliki kapasitas terbesar untuk pembentukan kekuatan otot.
Pasien PAD memiliki gambaran histologi otot skelet yang abnormal. Perubahan ini
mencerminkan adanya kombinasi komplek terkait dengan terbatasnya aktivitas dan
cedera langsung akibat iskemia, iskemia reperfusi, dan inflamasi kronis. Biospsi otot skelet
menunjukkan penurunan serabut otot tipe II fast-twitch yang dikaitkan dengan kelemahan
otot.89 Observasi ini juga dilakukan pada pasien CLI, yang menunjukkan adanya
penurunan isoform miosin otot tipe IIa and IIb.90 Berbagai perubahan morfologi otot skelet
telah diidentifikasi pada pasien PAD, termasuk apoptosis dan atrofi otot, peningkatan
serabut otot tipe switching dari serabut tipe I oksidatif hingga serabut tipe II glikolitik,
denervasi serabut otot, perubahan ekspresi rantai berat miosin, dan cedera DNA

mitokondria.82,89,9193 Peningkatan bukti-bukti ini mengindikasikan bahwa mediator inflamasi


memainkan peran penting pada kelemahan dan fatigue otot. Tumor necrosis factor (TNF) dan IL-6, yang meningkat pada pasien PAD, menginduksi pemecahan protein otot pada
tikus (rats) dan berhubungan dengan penurunan massa serta kekuatan otot pada individu
berusia lanjut.66,9496 Selanjutnya, TNF- mungkin dapat mencetuskan apoptosis miosit otot
skelet.97 McDermott et al. menemukan bahwa pasien PAD memiliki penanda inflamasi
dengan kadar tinggi (CRP, IL-6, and sVCAM-1) di area betis. IL-6 dan sVCAM-1 juga
dikaitkan dengan persentasi lemak betis yang lebih tinggi.98 Bagaimanapun juga,
pengaruhnya terhadap fungsi otot dan aktivitasnya belum bisa ditentukan.
Pasien dengan klaudikasio juga menunjukkan denervasi otot skelet. Denervasi ini
dapat dideteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologi dan kelainan ini berkembang secara
progresif seiring berjalannya waktu.99 Perubahan pada serabut otot skelet dan fungsi
neurologis berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.89 Fungsi saraf sensoris juga
menurun pada pasien PAD, terutama pasien dengan CLI. 100 Gejala neuropati sering
disamarkan oleh efek iskemia pada jaringan lainnya. Perubahan neurofisiologis
menunjukkan bahwa patofisiologi yang mendasarinya adalah aksonopati distal yang
mengenai serabut saraf dengan semua ukuran. Pengukuran aliran darah pada tungkai
berhubungan dengan skor gejala neurologis, skor pemeriksaan, dan pemeriksaan
elekrtrofisiologis.101
Selain adanya perubahan pada serabut otot, kapiler otot meningkat pada pasien
PAD.102 Jika arsitektur kapiler normal, hal ini menunjukkan jarak difusi area distal tidak
membatasi pengiriman oksigen. Peningkatan kapiler mungkin merupakan suatu
kompensasi dari penurunan aliran darah dari pembuluh darah besar, dan perubahan pada
difusi perifer mungkin memiliki relevansi fungsional.103
Beberapa kelainan gaya berjalan juga ditunjukkan oleh pasien klaudikasio. 104
Temuan ini berupa penurunan kecepatan berjalan pasien karena berkurangnya kekuatan
langkah. Stabilitas gaya berjalan dipengaruhi oleh kecepatan berjalan pasien. Apakah
abnormalitas ini berhubungan dengan denervasi dan kelemahan otot atau merupakan
adaptasi terhadap pengurangan nyeri masih belum diketahui.105 Observasi ini mungkin
memberikan penjelasan tentang penurunan aktivitas pada pasien dengan klaudikasio

yang belum bisa dijelaskan secara keseluruhan oleh perubahan pada aliran dan tekanan
darah.
Perubahan Metabolisme Otot Skelet
Ketika pasien PAD melakukan aktivitas, aliran darah ke otot tidak akan mencukupi
kebutuhan metabolismenya, seperti yang telah dibahas sebelumnya. Terbatasnya respon
aliran darah terhadap aktivitas memiliki konsekuensi metabolik. Pada pasien PAD, saturasi
oksigen otot dan kadar fosfokreatinin adalah normal saat istirahat. Saat onset aktivitas,
terdapat penundaan pengambilan oksigen sestemik yang paralel terhadap respon
pengambilan oksigen pada otot skelet.6,106 fosfokreatinin lebih banyak digunakan untuk
pembentukan energi pada pasien PAD dibandingkan dengan individu kontrol saat
melakukan aktivitas yang sama.78 Observasi ini menunjukkan bahwa terdapat sebuah
halangan pada penggunaan awal oksigen saat onset aktivitas dan terbatasnya pengiriman
oksigen karena oklusi pembuluh darah besar.
Pasien dengan PAD juga mengalami perubahan dalam metabolisme oksidatif otot
skelet. Area potensial dari melemahnya metabolisme oksidatif ini adalah pada transpor
elektron, sehingga mudah diserang oleh radikal bebas.107 Otot skelet dari tungkai yang
terkena mengalami penurunan aktivitas kompleks I dehidrogenase NADH mitokondria dan
ubiquinol sitokrom C oksireduktase (kompleks III).108 Observasi ini menunjukkan bahwa
terdapat penurunan aktivitas transpor elektron, dan mungkin ikut berkontribusi terhadap
disfungsi metabolik pada PAD.
Perubahan respirasi mitokondria mungkin memiliki konsekuensi fungsional. Sebagai
contoh, kinetic pengambilan oksigen di paru menjadi lebih lambat saat memulai aktivitas
pada pasien PAD. Perubahan kinetic tidak tergantung pada beratnya gangguan
hemodinamik karena penyakit vaskular dan berhubungan dengan kelainan metabolic.
Konsisten denngan melambatnya kinetik pengambilan oksigen, pasien dengan PAD juga
mengalami perubahan pernafasan mitokondria. Sejumlah peneliti telah menggunakan
magnetic resonance spectroscopy (MRS) phosphorus-31 (31P) untuk mengevaluasi
respirasi mitokondria pada individu kontrol dan pasien PAD.109 Penggunaan konsentrasi
adenosine diphosphate (ADP) otot sebagai penanda status respirasi mitokondria, fungsi
mitokondria pasien PAD dikarakteristikkan dengan peningkatan kadar ADP untuk menjaga
respirasi seluler. Hubungan antara perubahan ADP dengan kontrol respirasi tidak umum

terjadi pada penyakit kronis, namun umum terjadi pada penyakit keturunan berupa
gangguan transpor elektron. Enegetik otot PAD tidak dapat dijelaskan seluruhnya oleh
penurunan aliran darah.
Aktivitas komponen dan enzim mitokondria otot mencerminkan status fungsional
individu. Aktivitas enzim oksidatif mitokondria otot skelet meningkat dengan olahraga dan
menurun dengan tirah baring atau tidak beraktivitas dalam jangka waktu lama. 110 Pada
individu sehat, komponen mitokondria otot berhubungan dengan puncak pengambilan
oksigen, yang mengindikasikan pentingnya kapasitas oksidatif otot untuk menentukan
performa aktivitas.111 Sedangkan pada pasien PAD, terbatasnya aktivitas berjalan dan
resultan dari perilaku sedenter diperkirakan akan menyebabkan penurunan aktivitas dan
komponen enzim mitokondria (detraining). Sebaliknya, beberapa penelitian menunjukkan
terdapat peningkatan komponen mitokondria otot pada pasien PAD.112,113 Peningkatan
ekspresi mitokondria ini tampaknya merupakan efek langsung dari beratnya oklusi
pembuluh darah.114 Jadi, perubahan mitokondria otot skelet pada pasien PAD tampaknya
mencerminkan beratnya proses oklusi pembuluh darah. Peningkatan komponen
mitokondria mungkin dapat meningkatkan ekstraksi oksigen karena adanya iskemia dan
mencerminkan mekanisme kompenasi untuk setiap kelainan intrinsic pda kapasitas
oksidatif mitokondria. Menariknya, peningkatan ekspresi mitokondria juga berhubungan
dengan penyakit keturunan yaitu gangguan pada transpor elektron.
Selama kondisi metabolik normal, berbagai substrat seperti asam lemak, protein,
dan karbohidrat diubah secara langsung menjadi acyl- coenzyme A (CoA) untuk proses
oksidatif pada siklus krebs. Pasangan coA akan berikatan dengan karnitin seluler melalui
transfer reversibel grup asil antara karnitin dan coA.115 Salah satu fungsi dari karnitin
adalah untuk menyediakan buffer untuk acyl-CoA dengan pembentukan asilkarnitin. Jadi,
selam kondisi stres metabolik, oksidasi inkomplit atau penggunaan acyl-CoA akan
menyebabkan akumulasinya. Transfer grup asil ke karnitin akan menghasilkan asilkarnitin.
Pasien PAD memiliki perubahan metabolisme karnitin, yang dibuktikan dengan
akumulasi rantai pendek asilkarnitin di plasma dan otot skelet dari tungkai yang
terkena.116,117 Akumulasi asilkarnitin menunjukkan bahwa acyl-CoA tidak dioksidasi secara
efisien, sehingga menyeimbangkan acyl-CoA dengan asilkarnitin. Akumulasi asilkarnitin
mungkin memiliki signifikansi fungsional bahwa pada pasien dengan akumulasi terbesar

akan mengalami penurunan performa latihan treadmill. Derajat abnormalitas metabolik


(sitentukan oleh akumulasi asilkreatinin) merupakan prediktor yang lebih baik untuk
performa latihan treadmill daripada ABI, yang menekankan pentingnya perubahan
exercise metabolisme otot skelet pada patofisisologi klaudikasio.

Kesimpulan
Pasien PAD dan klaudikasio memiliki keterbatasan untuk melakukan aktivitas.
Obstruksi pembuluh darah besar menyebabkan penurunan pengiriman oksigen ke otot
skelet selama aktivitas, sehingga terjadi mismatch antara kebutuhan dan suplai oksigen.
Hemodinamik arteri dan aliran darah dari pembuluh darah besar, bagaimanapun juga tidah
diperhitungkan secara keseluruhan sebagai penyebab terbatasnya aktivitas yang dapat
dilakukan pasien klaudikasio. Perubahan pada mikrosirkulasi, striktur otot skelet, dan
fungsi

metabolik

secara

signifikan

berkontribusi

terhadap

patofisiologi

penyakit.

Pemahaman tentang penyebab terbatasnya aktivitas menyediakan pemahaman untuk


pendekatan terapi spektrum kelainan yang terlihat pada pasien klaudikasio.
Iskemia tungkai kritis merupakan kondisi yang terdiri dari penurunan aliran darah
berat pada tungkai yang kebutuhan metabolik istirahatnya tidak diketahui. Lesi oklusif
multipel pada arteri tungkai, ditambah dengan perubahan fungsional dan struktural pada
mikrosirkulasi, bertanggung jawab terhadap tidak adekuatnya perfusi ke jaringan dan
pembentukan ulkus dan nekrosis. Usia, merokok, dan diabetes merupakan faktor risiko
utama pada CLI. Mediator inflamasi dan prokoagulan endogen berkontribusi terhadap
perkembangan dan progresivitas CLI. Komponendarah seperti eritrosit, sel darah putih,
dan agregasi platelet serta turbulensi aliran darah pada mikrosirkulasi.
Prosedur revaskularisasi merupakan terapi utama untuk CLI. Pemahaman lebih
lanjut tentang patofisiologi CLI mungkin dapat memberikan strategi tambahan untuk
mengembalikan viabilitas tungkai dan meredakan gejala penyakit.

Anda mungkin juga menyukai