Anda di halaman 1dari 54

Infective Endocarditis dan

Congestive Heart Failure (CHF)

Oleh:
Raden Sindhi T.K.M

120100026

Rifhani Atthaya Putri

120100124

Athan B. Tarigan

120100354

Pembimbing: Prof. Dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2016

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal

Nilai :

Madan,

Agustus 2016
Penguji

Prof. Dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul Infective Endocarditis dan Congestive Heart Failure (CHF).
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, Prof. Dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K) yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 4 Agustus 2016

Penulis

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ...................................................................... 24
BAB 4 DISKUSI KASUS ................................................................................... 43
BAB 5 KESIMPULAN ........................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 49
LAMPIRAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Endokarditis infektif (EI) adalah infeksi mikroba pada permukaan endotel

jantung. Infeksi biasanya paling banyak mengenai katup jantung, namun dapat
juga terjadi pada lokasi defek septal atau korda tendinea.1
Kejadian endokarditis adalah sekitar 5-7,9 kasus pada 100.000 orang per
tahun di Amerika Serikat, dan telah stabil dari waktu ke waktu. Faktor risiko
untuk endokarditis infektif adalah hemodialisis 7,9 % , penggunaan obat intravena
9,8 %, penyakit katup degeneratif (regurgitasi mitral 43,4 %; regurgitasi aorta
26,3 %, dan penyakit jantung reumatik 3,3 %).2
Mortalitas di rumah sakit pada penelitian populasi di negara maju berkisar
antara 15-22%, dan mortalitas dalam 5 tahun sekitar 40%. Mortalitas tersebut
bervariasi luas tergantung sub kelompok pasien. Pada pasien dengan lesi di sisi
kanan jantung atau Streptococcus sebagai penyebab lesi kiri jantung dan lesi katup
asli mortalitas di rumah sakit < 10%. Sedangkan EI katup prostetik yang
disebabkan Staphylococcus aureus mortalitasnya 40%. Faktor risiko kematian
pada pasien EI mencakup usia tua, infeksi S. Aureus, gagal jantung, kejadian
emboli dan serebrovaskular.1
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan sesak napas dan
fatik saat aktivitas atau saat istirahat yang disebabkan oleh kelainan struktur atau
fungsi jantung.3
Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa
dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat. Insiden gagal
jantung dalam setahun diperkirakan 2,3-3,7 perseribu penderita pertahun.
Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin
bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark
miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan
fungsi jantung.3

Menurut data RISKESDAS tahun 2013, di Indonesia prevalensi gagal


jantung berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0.3%. Angka
kejadiannya juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
kelompok umur 65 - 74 tahun yaitu 0.5% yang terdiagnosis dokter, menurun
sedikit pada umur 75 tahun (0.4%), tetapi yang terdiagnosis dokter atau gejala
tertinggi pada umur 75 tahun (1.1%).4
Gagal jantung menjadi akhir dari setiap manifestasi penyakit jantung.
Menigkatnya jumlah penderita gagal jantung yang tidak hanya terkait dengan
umur. Oleh karena itu kami tertarik menulis laporan kasus kami yang berjudul
tentang endokarditis infektif dan gagal jantung kongesti dikarenakan regurgitasi
aorta.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Endokarditis infektif

2.1.1. Definisi
Endokarditis infektif (EI) adalah infeksi mikroba pada permukaan endotel
jantung. Infeksi biasanya paling banyak mengenai katup jantung, namun dapat
juga terjadi pada lokasi defek septal atau korda tendinea.1
Istilah akut dan sub akut sering digunakan pada endokarditis infektif.
Endokarditis infektif akut ditandai oleh toksisitas yang tinggi dan berkembang
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu yang menimbulkan kerusakan katup
dan infeksi metastasis. Sebaliknya endokarditis subakut berkembang selama
beberapa minggu sampai beberapa bulan dengan toksisitas yang sedang dan
jarang menimbulkan infeksi metastasis.5

2.1.2. Etiologi
Masing-masing jenis EI memiliki berbagai penyebab yang melibatkan
patogen yang berbeda.
1. Native Valve Endocarditis (NVE)

Rheumatic valvular disease (pada 30% kasus NVE) umunya


melibatkan katup mitral dan diikuti oleh katup aorta

Penyakit jantung bawaan (pada 15% kasus NVE) dengan etiologi


Patent Ductus Arteriosus, Defek Septum Ventrikel, Tetralogy of Fallot
, atau surgical hifh-flow lesion

Mitral valve prolapse dengan murmur (pada 20% kasus NVE)

Penyakit jantung degeneratif seperti kalsifikasi stenosis aorta karena


katup bikuspid, sindrom Marfan, atau penyakit sifilis
Sekitar

70%

dari

infeksi

di

NVE

disebabkan

oleh

Streptococcusviridans, Streptococcus bovis, dan Enterococci. Spesies


Staphylococcus menyebabkan NVE pada 25% kasus.6

2. Prosthetic Valve Endocarditis (PVE)


PVE pada tahap awal yang muncul segera setelah operasi, memiliki
bakteri penyebab dan prognosis yang berbeda dibandingkan dengan PVE pada
tahap akhir dimana pada tahap ini PVE menjadi sangat mirip dengan NVE.7
Proses infeksi berkaitan dengan prostesis katup aorta terutama yang
berkaitan dengan abses lokal, pembentukan fistula, dan dehisens katup. Hal ini
dapat menyebabkan syok, gagal jantung, blok jantung, shunting darah ke
atrium kanan, tamponade pericardial, dan emboli perifer ke sistem saraf pusat
dan di tempat lain.7
PVE dini dapat disebabkan oleh berbagai patogen, termasuk S aureus
dan S epidermidis. Organisme tersering yang didapati pada infeksi nosokomial
adalah methicillin-resistant (misalnya, MRSA). Pada tahap akhir, PVE paling
sering disebabkan oleh Streptococci.7
S. aureus merupakan penyebab pada 17% kasus PVE stadium awal
dan 12% kasus pada stadium akhir PVE.Corynebacterium, nonenterococcal
Streptococci, jamur (misalnya, C albicans, Candida stellatoidea, spesies
Aspergillus), Legionella, dan HACEK (yaitu, Haemophilus aphrophilus,
Actinobacillus actinomycetemcomitans, Cardiobacterium hominis, Eikenella
corrodens, Kingella kingae) merupakan organisme penyebab PVE lainnya.7
3. IVDA IE
Diagnosis endokarditis pada pengguna obat-obatan intravena menjadi
lebih sulit dan memerlukan indeks kecurigaan yang tinggi. Dua pertiga pasien
pengguna obat-obatan intravena tidak memiliki riwayat penyakit jantung
maupun ditemukannya murmur. Murmur bisa tidak muncul pada pasien
dengan kelainan pada trikuspid yang disebabkan oleh tekanan gradien yang
relatif kecil di katup ini. Manifestasi paru cukup jelas pada pasien dengan
infeksi trikuspid yaitu sepertiga pasien mengalami nyeri dada pleuritik, dan
tiga perempat pasien menunjukkan kelainan radiografi pada dada.8
S. aureus adalah organisme yang paling umum menjadi etiologi IVDA
IE (<50% kasus). MRSA berkontribusi pada peningkatan infeksi S. aureus
pada kasus ini yang merupakan akibat dari rawatan inap berkepanjangan,

ketergantungan penggunaan obat-obatan intravena, dan penggunaan antibiotik


tanpa resep dokter. Streptococci grup A, C, G dan Enterococci juga
merupakan jenis organisme lainnya yang ditemukan pada pasien IVDA IE.8
Saat ini, organisme gram negatif yang terlibat tidak menunjukan
jumlah yang signifikan. P. aeruginosa dan HACEK adalah contoh yang paling
umum.8
4. IE Nosokomial
Endokarditis dapat diakibatkan oleh terapi baru yang melibatkan
perangkat intravaskular seperti kateter intravena pusat atau perifer, perangkat
kontrol ritme seperti alat pacu jantung dan defibrillator, pirau hemodialisis dan
kateter, dan kemoterapi dan garis hiperalimentasi. Tingkat kematian yang
tinggi pada kelompok usia yang lebih tinggi, dan pasien dengan infeksi yang
disebabkan oleh S. aureus.1
Organisme yang menyebabkan NIE berkaitan dengan penyabab utama
bakteremia. Kokus gram positif (S. aureus, Enterococci, Nonenterococcal,
Streptococci) adalah patogen penyebab NIE yang paling umum.9
5. Fungal Endocarditis
Fungal endocarditis ditemukan pada pengguna narkoba intravena dan
pasien unit perawatan intensif yang menerima antibiotik spektrum luas. Kultur
darah pada pasien fungal endocarditis seringkali negatif dan diagnosis baru
dapat ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari emboli
besar.10

2.1.3. Patogenesis
Patogenesis endokarditis infektif terdiri dari beberapa kondisi yaitu : luka
permukaan endokardium, pembentukan trombus pada lokasi luka, bakteri masuk
ke sirkulasi dan adhesi bakteri pada permukaan endokardium.5
Perlukaan endokardium paling sering dikarenakan turbulensi aliran darah
pada penyakit jantung katup. Sekitar 75% pasien endikarditis memiliki kelainan
strukturan dan haemodinamik sistem kardiovaskular. Kelainan ini dapat berupa
penyakit jantung rematik, kelainan katup seperti aorta regurgitasi, dan penyakit

jantung kongenital. Perlukaan endokardium dapat juga dikarenakan masuknya


benda asing kedalam sirkulasi, seperti pada pemasangan central venous catheters
atau penggantian katup prostetik.5
Perlukaan permukaan endokardium menyebabkan agregasi platelet dan
menginisiasi terbentuknya trombus steril (disebut vegetasi) yang dilapisi oleh
benang-benang fibrin. Vegetasi ini menyebabkan endokardium menjadi tempat
perkembangan yang baik bagi mikroba.5
Masuknya ke dalam sirkulasi tubuh dapat melalui mukosa ataupun
permukaan kulit saat terjadi trauma. Endokarditis infektif hanya dapat disebabkan
mikroba yang dapat bertahan di dalam sirkulasi dan dapat melekat pada vegetasi.
Staphylococcus dan streptococcus menjadi bakteri tersering penyebab EI.5
Mikroba yang dapat masuk dan melekat pada vegetasi dapat bertahan dari
fagositosis karena dilapisi oleh fibrin. Mikroba kemudian berkembang di dalam
vegetasi tersebut dan menimbulkan gejala klinis. Gejala klinis dapat berupa
trombosis, emboli dan kerusakan organ lain dikarenakan respon antigen-antibodi.5

2.1.4. Manifestasi Klinis


Demam merupakan gejala dan tanda yang paling sering ditemukan, terjadi
pada 80% kasus EI. Demam mungkin tak ditemukan atau minimal pada pasien
usia lanjut, debilitas berat, gagal ginjal kronik.1
Murmur jantung yang baru dilaporkan pada 48% kasus dan perburukan
murmur sudah ada dijumpai pada 20% kasus. Pembesaran limpa ditemukan pada
11% kasus, dan lebih sering pada EI subakut. 1
Ptekie, merupakan manifestasi perifer tersering, dapat ditemukan pada
konjungtiva palpebra, mukosa palatal dan bukal, ektremitas dan tidak spesifik
pada EI. Splinter atau subungual hemorrhages merupakan gambaran merah gelap,
linier atau jarang berupa flame-shaped streak pada dasar kuku atau jari, biasanya
pada bagian proksimal, ditemukan 8% kasus. Osler nodes biasanya berupa nodul
subkutan kecil yang nyeri yang terdapat pada jari atau jarang pada jari lebih
proksimal dan menetap dalam beberapa jamatau hari, dan tak patognomonis untuk
EI. Lesi Janeway berupa eritema kecil atau makula hemoragis yang tak nyeri pada

tapak tangan atau kaki dan merupakan akibat emboli septik, dijumpai pada 5%
kasus. Roth spots, perdarahan retina oval dengan pusat pucat jarang ditemukan
pada EI, ditemukan pada 5% kasus. 1
Gejala muskuloskletal sering ditemukan berupa artralgia dan mialgia,
jarang artritis dan nyeri bagian belakang prominem. 1
Emboli sistemik merupakan sequellae klinis tersering EI, dapat terjadi
sampai 40% pasien dan kejadiannya cenderung menurun selama terapi antibiotik
yang efektif. Gejala dan tanda neurologis terjadi 30-40% pasien EI dan dikaitkan
dengan peningkatan mortalitas. Strok emboli merupakan manifestasi klinis
tersering. Manifestasi klinis lain yaitu perdarahan intrakranial yang berasal dari
ruptur aneurisma mikotik, ruptur arteru karena arteritis septik, kejang dan
ensefalopati. Peningkatan petanda inflamasi (laju endap darah dan C-reactive
protein) dijumpai pada dua pertiga kasus dan leukositosis serta anemia ditemukan
pada separuh kasus. 1

2.1.5. Diagnosis
Diagnosis EI ditegakkan berdasarkan anamnesis yang teliti, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium seperti kultur darah dan pemeriksan penunjang
seperti ekokardiografi. Investigasi diagnosis harus dilakukan jika pasien demam
disertai satu atau lebih gejala kardial ; kelainan pola jantung, fenomena emboli
serta pasien dengan katup prostetik.1
Pada anamnesis keluhan yang paling sering ditemukan adalah demam.
Keluhan lain berupa menggigil, sesak napas, batuk, nyeri dada, mual, muntah,
penurunan berat badan dan nyeri otot. Sedangkan pada pemeriksaan fisik, murmur
menjadi tanda yang penting sebagai penunjuk lokasi.1
Pemeriksaan ekokardiografi sangat berguna dalam menegakkan diagnosis
terutama jika kultur darah negatif. Deteksi ekokardiografi transtorakal (TTE) pada
pasien dengan vegetasi < 5 mm hanya 25% dan meningkat menjadi 70% pada
vegetasi > 6 mm. Jika klinis EI ditemukan, ekokardiografi transesofageal (TEE)
meningkatkan sensitivitas TEE menjadi 88-100% dan spesifisitas 91-100%.1

Tabel 2.1. Definisi endokarditis infektif berdasrkan Kriteria Duke Modifikasi


Endokarditis Infektif Defenitif (Diagnosis : Pasti EI)
Kriteria Patologi
Ditemukan mikroorganisme pada kultur darah atau pemeriksaan histologi
dan vegetasi, embolisasi vegetasi, atau spesimen abses intrakardiak atau
Lesi patologis; vegetasi atau abses intrakardaik menunjukan endokarditis
aktif, yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi.
Kriteria Klinis
2 kriteria mayor; atau 1 ktiteria mayor dan 3 kriteria minor; atau
5 kriteria minor
Endokarditis Infektif Possible (Diagosis: mungkin EI)
1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor; atau
3 kriteria minor
Endokarditis Infektif Rejektif ( Diagnosis : Bukan EI)
Terdapat bukti diagnosis lain penyebab EI; atau
Terdapat resolusi gejala klinis EI dengan pemberian terapi antibiotik
selama 4 hari; atau tidak ada bukti patologi EI pada pembedahan/ otopsi etelah
terapi antibiotik 4 hari; atau tidak memenuhi kriteria EI seperti di atas.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI, 2014

Tabel 2.2. Diagnosis Endokarditis Infektif berdasarkan Kriteria Duke


Modifikasi
KRITERIA MAYOR
Kultur Darah Positif untuk EI
-

Terdapat mikroorganisme tipikal yang konsisten dengan EI pada hasil


kultur dua sampel darah yang berbeda : Streptococcus Viridans,
Streptococcus Bovis, Staphylococcus Aereus, atau community-acquired
enterococci tanpa adanya fokus primer atau

Mikroorganisme konsisten untuk EI yang persisten pada kultur darah :


paling tidak kultur darah positif 2 kali pada sampel darah yang diambil
dengan perbedaan waktu > 12 jam atau keseluruhan dari 3 dari sebgaian

besar dari 4 kultur darah yang diambil dalam waktu yang berbeda
(dengan jarak pemeriksaan darah pertama dan terakhir minimal 1 jam )
-

Kultur darah positif satu kali untuk Coxiella Burnetii atau kadar antibodi
IgG fase I > 1:800

Bukti keterlibatan endocardium


-

Ekokardiografi positif untuk EI (transesofageal ekokardiografi untuk


pasien dengan katup prosthesis, mausk kriteria minimal EI mungkin, atau
EI dengan komplikasi abses paravalvar; pada yang lainnya dengan
transtorakal) : vegetasi sesuai arah jet regurgitasi atau alat-alat yang
dipasang dalam jantung bila tidak ada kemungkinan lain, atau abses atau
robekan baru katup prosthesis, regurgitasi baru ( perburukan/perubahan
bising saja tidak cukup)
KRITERIA MINOR

Predisposisi : suatu kondisi jantung yang mempunyai risiko untuk kejadian EI,
penggunaan obat injeksi.
Demam : suhu > 380 C
Fenomena vaskular : emboli anterior mayor, infark pulmoner septik, aneurisma
mikotik, perdarahn intra-kranial, perdarahan konjungtiva, lesi Janeway
Fenomena Imunologis: glomerulonefritis, nodus Osler, titik Ronths (Ptechie yang
bagaian tengahnya lebih pucat di retina), faktor Rheumatoid.
Bukti mikrobiologi : kultur darah positif tetapi tidak memenuhi kriteria mayor
ataupun bukti serologis infeksi aktif dengan organisme yang konsisten dengan EI.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI, 2014

2.1.6. Tatalaksana
Penatalaksanaan kasus EI biasanya berdasarkan terapi empiris, sementara
menunggu hasil kultur. Setelah hasil kultur diketahui maka uji sensitivitas
antibiotik menjadi penentu pemberian antibiotik pada kasus EI.1

10

Tabel 2.3. Tatalaksana EI


Antimikroba

Dosis

Durasi

Tingkat

(minggu)

kepercayaan

Katup Asli (Native)


12 gram/hari IV dlm 4
Ampicilin Sulbactam

dosis

4-6

Atau

12 gram/hari dlm 4

4-6

II-b C

4-6

II-b C

Amoksisilin Clavulanate dosis


dengan Gentamicin

3 mg/kg/hari. IV atau
IM dalam 2 atau 3 dosis
30 mg/Kg/hari. IV dlm
2 dosis

Vancomycin

dengan

Gentamicin

dengan

Ciprofloxacin

3 mg/Kg/hari. IV atau
IM dalam 2-3 dosis
1000 mg/hari per-oral
dalam 2 dosis atau 800

4-6
4-6

II-b C

4-6

mg/hari IV dalam 2
dosis
Katup Prostetik (<12 bulan pasca operasi)
30 mg/kg/hari IV dlm 2
Vancomycin

dengan

Gentamicin

dengan

Rifampin

dosis
3 mg/Kg/hari IV atau

IM 2 atau 3 dosis

II-b C

1200 mg/hari oral dlm 2


dosis
Katup Prostetik (>12 bulan pasca operasi)

Sama dengan katup native


Dikutip dari : Infective Endocarditis: Guidelines on Prevention, Diagnosis
and treatment of Infective Endocarditis, European Society of Cardiology,
European Heart Jurnal 2009 dalam Penyakit Kardiovascular, 2015.

11

Intervensi bedah dianjurkan pada beberapa keadaan :


1. Vegetasi > 10 mm atau ukuran vegetasi meningkat setelah terapi
antimikroba 4 minggu.
2. Regurgitasi aorta atau mitral akut dengan tanda-tanda gagal ventrikel
3. Gagal jantung kongestif yang tidak respon dengan terapi medis
4. Perforasi atau ruptur katup
5. Bakterimia menetap setalah pemberian antibiotik yang adekuat.1
2.1.7. Komplikasi
Komplikasi EI dapat terjadi pada setiap organ, sesuai dengan patofifiologi
terjadinya manifestasi klinis. Pada jantung dapat terjadi regurgitasi, gagal jantung,
abses. Pada paru dapat terjadi emboli paru, pneumonia, pneumotoraks, empiema
dan abses. Pada otak dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid, strok emboli
dan infark serebral.1

2.2.

Gagal jantung kongestif

2.2.1. Definisi Gagal jantung kongestif


Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen
dan nutrien. Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung
kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi
kanan.11
Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks yang merupakan
hasil dari gangguan fungsional atau struktural jantung dimana terjadi gangguan
pengisian ventrikel atau pemompaan darah. Gangguan jantung ini dapat
merupakan hasil langsung akibat disfungsi sistotik ventrikel kiri dan/atau
disfungsi diastolik ataupun dari bawaan yang menghasilkan sekumpulan gejala
(dispnea dan lelah) dan tanda klinis (edema dan ronki paru).12

12

2.2.

Etiologi
Etiologi CHF Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan

menurunnya

kontraktilitas

jantung.

Kondisi

yang

mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis


koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.13
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung.Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat).Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.13
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan

beban

kerja

jantung

dan

pada

gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.13


4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.13
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.13
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal:

13

demam), hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung


untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.13

Penyebab CHF dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) kelainan


fungsi kontraksi ventrikel, (2) peningkatan afterload, atau (3) gangguan relaksasi
dan pengisian ventrikel.

/
Gambar 2.1. Penyebab CHF13

2.3.

Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu

sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal

14

yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah
satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan

beberapa

mekanisme

kompensasi

yang

bertujuan

untuk

meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah


perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari
mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh
ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.14
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa
keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai
pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula
terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda
gagal jantung karena beban jantung yang ringan.14
Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta
pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif.
Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi
dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah
sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui
hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload,
peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban
jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.14
Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi)
dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang
berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi
terbatas (misal pada penyakitkoroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan
kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya

15

disfungsi ventrikel.Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah,


embolisasi

sistemik

dari

trombus

mural,

dan

disritmia

ventrikel

refrakter.Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu


etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan
iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi
kelistrikan jantung.14
Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik
menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena
frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO menyebutkan
kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung,
seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik
(emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas. Mekanisme
yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai,
maka volume sekuncup jantunglah yang harusmenyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama
kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan
curah jantung normal masih dapat dipertahankan.14
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor yaitu:
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.

16

3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan


untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh
tekanan arteriole.5

2.4

Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau

berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.


-

Class I

: tidak ada keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik

Class II

: terdapat keterbatasan dalam melakukan aktifitas sedang

seperti berjalan naik tangga dengan cepat


-

Class III

: terdapat keterbatasan dalam melakukan aktifitas ringan

seperti berjalan naik tangga dengan lambat


-

Class IV

: terdapat gejala disaat istirahat.4

American Heart Association (AHA) membagi CHF menjadi 4 stadium, yaitu:


-

Stadium A

: Memiliki resiko tinggi gagal jantung tetapi tidak terdapat

kelainan struktural jantung atau gejala gagal jantung


-

Stadium B

: Terdapat kelainan struktural jantung tetapi tidak ada gejala

gagal jantung
-

Stadium C

: Terdapat kelainan struktural jantung dan gejala gagal

jantung
-

Stadium D

: Terjadi gagal jantung refrakter yang membutuhkan

pengobatan khusus.4

2.5

Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari penyakit gagal jantung kongestif terdiri dari:4
1. Tidak ada gejala
a. Murni Asimptomatik
b. Asimptomatik karena gaya hidup yang kurang beraktivitas
2. Sesak ketika beraktivitas
3. Berkurangnya toleransi terhadap olahraga

17

4. Orthopnea
5. Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe
6. Mudah lelah
7. Edema
8. Sakit perut atau distensi
9. Palpitasi

2.6

Diagnosis
Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu

dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor.


Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:4
a. Kriteria Mayor :
-

Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe

Distensi vena leher

Ronki basah

Edema paru akut

Refluks hepatojugular

Gallop S3

Peninggian tekanan vena jugularis

Kardiomegali

b. Kriteria Minor:
-

Batuk malam hari

Edema ekstremitas

Hepatomegali

Dispnea deffort

Efusi pleura

Takikardia (> 120 x/menit)

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal.

18

Dalam pemeriksaan fisik pada pasien gagal jantung kongestif dapat


ditemui beberapa hal, yaitu:4
1.

Karotid

: normal atau penurunan volume

2.

Tekanan vena jugular

: normal atau meningkat

3.

Refluks hepatojugular

: + atau

4.

S3, S4

: + atau

5.

Ronkhi basah

: + atau

6.

Edema

: + atau

7.

Asites

: + atau

8.

Hepatomegali

: + atau

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:4


1.

Ekokardiogram
Untuk membedakan disfungsi sistolik dan disfungsi diastolic
dengan mengukur ejection fraction, untuk menentukan penyakit
katup jantung.

2.

B-type Natriuretic Peptide (BNP)


Disekresi oleh ventrikel dalam jantung sebagai reaksi terhadap
peregangan sel otot-otot jantung. Membedakan penyebab sesak
akibat kegagalan jantung dan penyebab sesak yang lain.

3.

Chest X-rays
Mampu menggambarkan pembesaran jantung (kardiomegali).

4.

EKG
Menentukan

aritmia,

penyakit

jantung

iskemik,

hipertrofi

ventrikular kanan dan kiri serta kejadian conduction delay atau


gejala yang abnormal.
5.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit),
elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes
fungsi

hati

dan

urinalisis.

Pemeriksaan

tambahan

lain

19

dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis


atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpi pada pasien dengan
gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia
ringan, hiponatremia, hyperkalemia dan penurunan fungsi ginjal
sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan
diuretic

dan/atau

ACE-I

(Angiotensin

Converting

Enzime

Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis


aldosterone.
2.7.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien CHF dapat berupa penatalaksanaan secara

farmakologis, yakni sebagai berikut:4


1.

ACE Inhibitor
ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif.Obat

ini bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk
vasokonstriktor yang kuat angiotensin II.Penghambat ACE mengurangi volume
dan tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung. Konsep
dasar pemakaian inhibitor ACE sebagai vasodilator dalam pengobatan gagal
jantung adalah karena kemampuannya untuk:
a. Menurunkan retensi vascular perifer yang tinggi akibat tingginya tonus
arteriol dan venul (peripheral vascular resistance)
b. Menurunkan beban tekanan pengisian ventrikel yang tinggi (ventricular
filling pressure)
Pada pemakaian ACE Inhibitor harus diwaspadai terjadinya hiperkalemia,
karena itu pemakaiannya dengan diuretik hemat K+ atau pemberian K+ harus
dengan hati-hati demikian juga pasien hipotensi (baik akibat pemberian diuretik
berlebihan maupun karena hipotensi sistemik) serta pada gagal ginjal.
2.

Antagonis Aldosteron
Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor konduktan

natrium duktus kolektifus (triamterene dan amirolid). Obat-obat ini sangat kurang
efektif bila digunakan sendiri tanpa kombinasi dengan obat lain untuk

20

penatalaksanaan gagal jantung. Meskipun demikian, bila digunakan dalam


kombinasi dengan tiazid atau diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan ini efektif
dalam mempertahankan kadar kalium yang normal dalam serum. Spironolakton
merupakan inhibitor spesifik aldosteron yang sering meningkat pada gagal jantung
kongestif dan mempunyai efek penting pada retensi potassium.Efek samping
akibat pemakaian spironolakton adalah gangguan saluran cerna, impotensi,
ginekomastia, menstruasi tidak teratur, letargi, sakit kepala, ruam kulit,
hyperkalemia, hepatotoksisitas, dan osteomalasia.Spironolakton kontraindikasi
pada pasien insufisiensi ginjal akut, anuria, hiperkalemia, hipermagnesia dan
gagal ginjal berat.
3.

Beta Blocker
Pemberian beta blocker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi

kejadian iskemik miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan


efek antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi resiko terjadinya aritmia jantung,
dan dengan demikian mengurangi resiko terjadinya kematian mendadak (kematian
kardiovaskular).
4.

Diuretik
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada pasien-

pasien dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat. Pada pasien dengan
tanda-tanda retensi cairan hanya sedikit pasien yang dapat diterapi secara optimal
tanpa diuretik.Tetapi diuresis berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan
elektrolit dan aktivasi neurohormonal.Kerja diuretik untuk mengurangi volume
cairan ekstrasel dan tekanan pengisian ventrikel tetapi biasanya tidak
menyebabkan pengurangan curah jantung yang penting secara klinis, terutama
pada pasien gagal jantung lanjut yang mengalami peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri.
Diuretik menghilangkan retensi natrium pada CHF dengan menghambat
reabsorbsi natrium atau klorida pada sisi spesifik ditubulus ginjal.Diuretik harus
dikombinasikan dengan diet rendah garam (kurang dari 3 gr/hari).Pasien tidak
berespon terhadap diuretic dosis tinggi karena diet narium yang tinggi, atau

21

minum obat yang dapat menghambat efek diuretik antara lain NSAID atau
penghambat siklooksigenase-2 atau menurunnya fungsi ginjal atau perfusi.
Manfaat terapi diuretic yaitu dapat mengurangi edema pulmo dan perifer dalam
beberapa hari bahkan jam.Diuretik merupakan satu-satunya obat yang dapat
mengontrol retensi cairan pada gagal jantung.Meskipun diuretik dapat
mengendalikan gejala gagal jantung dan retensi cairan, namun diuretik saja belum
cukup menjaga kondisi pasien dalam kurun waktu yang lama.Resiko
dekompensasi klinik dapat diturunkan apabila pemberian diuretik dikombinasikan
dengan ACEI dan beta blocker.Mekanisme aksinya dengan menurunkan retensi
garam dan air, yang karenanya menurunkan preload ventrikuler.
5.

Vasodilator
Vasodilator berguna untuk mengatasi preload dan afterload yang

berlebihan.Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama


diastole.Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebih.Afterload
adalah tekanan yang harus di atasi jantung ketika memompa darah ke sistem
arterial.Dilatasi vena mengurangi preload jantung dengan meningkatkan kapasitas
vena, dilator arterial menurunkan afterload. Contoh obat yang berfungsi sebagai
arteriodilator adalah hidralazin, fentolamin, sedangkan venodilator adalah nitrat
organik penghambat Angiotensin Converting Enzyme, alpha blocker, dan Nanitropusid bekerja sebagai dilator arteri dan vena.
Vasodilator lain yang dapat digunakan untuk gagal jantung adalah
hidralazin dan prazosin selain golongan nitrat yang efek kerjanya pendek serta
sering menimbulkan toleransi. Hidralazin oral merupakan dilator oral poten dan
meningkatkan cardiac output secara nyata pada pasien dengan gagal jantung
kongestif.Tetapi sebagai obat tunggal, selama pemakaian jangka panjang, ternyata
obat ini tidak dapat memperbaiki gejala atau toleransi terhadap latihan.Kombinasi
nitrat dengan hidralazin dapat menghasilkan hemodinamik dan efek klinis yang
lebih baik. Efek samping dari hidralazin adalah distress gastrointestinal, tetapi
yang juga sering muncul adalah nyeri kepala, takikardia, hipotensi dan sindrom
lupus akibat obat.

22

Penatalaksanaan non farmakologis dapat berupa sebagai berikut:4


Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan
pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala
gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis.
Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang
bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
1.

Ketaatan Pasien Berobat


Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas

hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi
2.

Pemantauan Berat Badan Mandiri


Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan

berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter.
c.

Asupan Cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien

dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua
pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis.
d.

Pengurangan berat badan


Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal

jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi


gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
e.

Kehilangan berat badan tanpa rencana


Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung

berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka


kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat
badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai
kaheksia.Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati.

23

f.

Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik

stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di
rumah sakit atau di rumah.

24

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Kepaniteraan Klinik RSUP. H. Adam Malik
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 2016
No. RM :

Tanggal : 07/07/2016

Hari : Kamis

Nama Pasien : Timeria Zebua

Umur : 27 tahun

Jenis Kelamin :
Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah

Alamat: Jln. H. A. Bilal LK

Tangga

Agama : Kristen

VII, Tebing Tinggi

Protestan

ANAMNESIS

Autoanamnesis

Alloanamnese

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama : Sesak nafas
Anamnesa

: Hal ini dialami OS 4 tahun belakangan dan memberat dalam 1

bulan belakangan ini. Sesak nafas dialami OS saat melakukan aktivitas berat dan
membaik dengan beristirahat. Sesak nafas pada malam hari, sehingga OS lebih
nyaman tidur dengan 3 bantal. Durasi sesak nafas disertai dengan keringat dingin
dijumpai lebih dari 20 menit. OS mengeluhkan kedua kakinya bengkak sejak 2
bulan terakhir. Badan lemas dan nafsu makan menurun dijumpai.
Demam berulang juga dialami OS sejak 1 tahun belakangan ini. Demam tidak
dipengaruhi waktu dengan suhu tidak terlalu tinggi. Demam hilang timbul dan
turun dengan obat penurun panas.
Keluarga OS mengatakan bahwa OS pernah didiagnosis mengalami penyakit
jantung di umur 6 bulan namun tidak jelas. Anjuran dokter pada saat itu dilakukan
operasi namun keterbatasan biaya tidak dilakukan dan hanya diberikan obat. Sejak
kecil OS sering di rawat di rumah sakit. Riwayat biru disangkal.
Riwayat BAK OS cukup dengan warna kuning jernih dan tidak ada keluhan dalam
BAK. BAB dalam batas normal.

25

Riwayat nyeri sendi berpindah-pindah dan nyeri tenggorokan disangkal.


Riwayat penyakit kencing manis dan hipertensi tidak dijumpai. OS juga bukan
perokok dan bukan peminum alkohol Dalam keluarga OS tidak ada anggota
keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
Faktor Risiko PJK : Merokok (-), DM (-), Hipertensi (-), dislipidemia (-) Riwayat
PJK dalam keluarga (-)
RPT

: Tidak jelas

RPO

: Tidak jelas

Status Presens :
KU

: Sedang

Kesadaran : CM

TD : 130/50 mmHg

RR

: 20 x/i

Suhu : 36,7 oC

Sianosis : -

Ortopnoe : -

dispnoe : -

ikterus : -/-

edema : -/-

HR : 90x/i

Pucat : +

Pemeriksaan Fisik :
Kepala

: Konjungtiva palpebra inferior anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),


septum nasi medial. Mulut T1=T2 (normal) hiperemis, bibir
sianosis (-), telinga : dalam batas normal

Leher

: TVJ R+3 cmH2O

Dinding toraks

Inspeksi

: Simetris fusiformis

Atas

: ICS II sinistra

Palpasi

: SF kanan = kiri

Bawah

: Diafragma

Perkusi

: Sonor pada kedua

Kanan

: LPSD

Kiri

: 1 cm lateral LMCS

Batas Jantung

lapangan paru
Auskultasi
Jantung

S1 (+) N

S2 ()

Murmur (+)

Tipe ; End diastolik murmur Grade 3/4

S3 (-)

S4 (-) regular,

Punctum maximum : katup pulmonal


Radiasi :sampai lapangan paru kanan
Paru

Suara Pernafasan : vesikuler


Suara tambahan : Ronkhi basah basal (+/+) Wheezing (-/-)

Abdomen

Palpasi Hepar/Lien :tidak teraba, kesan: normal


Asites (-)

26

Ekstremitas

Superior : sianosis (-/-)

Clubbing (-/-)

Inferior : edema pretibial (-/-)

Pulsasi arteri (+/+)

Akral : hangat
Elektrokardiografi

Gambar 3.1 Hasil EKG (07/07/2016)

Interpretasi Rekaman EKG


Sinus Ritme, R-R rate 88x/i reguler, PR interval 0,20 s (N), normo aksis, gel. P 0,08s
(N), interval QRS comp 0,08s (N), Q patologis (-), ST segmen isoelektris (N), gel T
(N), LVH (+), RVH (-), LBBB (-) dan RBBB (-)
KesanEKG : Left Ventrikel Hypertropi

27

Foto Toraks

Gambar 3.2. FotoToraks (07/07/2016)

28

Interpretasi Foto Toraks


Trakea medial (N), kedua sinus costophrenikus lancip, CTR 66,67%, apeks
downward, pinggang jantung cembung, dilatasi aorta (-)N, elongasi aorta (-) N,
kongesti (+), infiltrat (-), hilus kanan menebal, hilus kiri suram, tulang tulang dan
soft tissue baik.
Kesan: Kardiomegali
Hasil Laboratorium (07 - 07 - 2016)
Darah Lengkap
Hb

: 7,8 g/dL

(13-18)

Eritrosit

: 3,1 juta /L

(4,50-6,50)

Leukosit

: 8,290 /L

(4000-11000)

Hematokrit

: 24%

(39-54)

Trombosit

: 245 x 103/L

(150 000-450 000)

MCV

: 78

(81-99)

MCH

: 25,2

(27,0-31,0)

MCHC

: 32,1

(31,0-37,0)

Haemostasis
PT rasio

: 1,01

INR

: 1,03

aPTT

: 0,9

TT

: 1,08

Metabolisme Karbohidrat
KGD sewaktu : 88 mg/dL

(<200)

Elektrolit
Natrium

: 147 mEq/L

(135-155)

Kalium

: 2,9 mEq/L

(3,6-5,5)

Clor

: 102 mEq/L

(96-106)

: 13 mg/dL

(7-19)

Ginjal
BUN

29

Ureum

: 28 mg/dL

(15-40)

Kreatinin

: 0,65 mg/dL

(0,6-1,1)

Diagnosa kerja : CHF Fc II ec AR Severe + Possible IE


1. Fungsional : NYHA II
2. Anatomi : Katup Aorta dan endocardium
3. Etiologi : Katup Aorta Regurgitasi

Pengobatan:
Bedrest
O2 2-4 L/i via nasal canule
IVFD NaCl 0,9 %10 gtt/i mikro
Inj. Furosemide 20 mg/ 12 jam
Spironolakton 1 x 25 mg
Inj. Cetriaxone 2 mg/24 jam dengan skin test
Inj. Gentamysin 160 mg/24 jam dengan skin test

Rencana pemeriksaan lanjutan :


- Echocardiography
- Kultur darah 3 kali ambil spesimen dengan jarak 1 jam
- Urinalisa, ASTO, CRP, LED

Prognosis: Dubia ad malam

30

FOLLOW UP
Tgl
07/07
/16

08/07
/16
09/07
/16

10/07
/16

S
Sesak nafas

O
Sens: CM
TD: 130/50 mmHg
HR: 90x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (+/+),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2, murmur: EDM
di URSB
Pulmo: SP:
vesikuler, ST:
Ronchi Basah basal
(+/+)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)
Hasil Lab:
Hb/HT/Leu
=7,8/24/8290
MCV/MCH/MCHC
= 78/25,2/32,1
Albumin = 3,1 g/dL
GDS= 88 mg/dL
Na/K/Cl =
147/2,9/102
Hasil Lab:
Na/K/Cl=
143/3,7/107
Hasil Lab:
Hb/HT/Leu
=9,3/29/10230
MCV/MCH/MCHC
= 79/25,1/32
Hasil Lab:
Hb/HT/Leu
=8,8/28/8340
MCV/MCH/MCHC
= 79/25,1/32

A
- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

P
Therapy
- Bed rest
- O2 2l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ceftriaxone
2gr/24 jam
(ST)
- Inj.
Gentamycin
160mg/24 jam
(ST)
- Koreksi KCl
= 26 mEq
dalam 300 cc
NaCl 0,9% 810 gtt/i
(mikro)

Diagnostic
- 3 Kultur darah
selang 1 jam
- Urinalisa,
ASTO, CRP,
LED

31

11/07
/16

Sesak nafas

Sens: CM
TD: 120/50 mmHg
HR: 89x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (+/+),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo: SP:
vesikuler, ST:
Ronchi Basah basal
(+/+) minimal
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)
Hasil Lab:
Hb/HT/Leu
=9,5/30/8820
MCV/MCH/MCHC
= 81/25,5/31,5
Fe/TIBC
=51/293
ASTO= <200
CRP kuantitatif= 1,4
mg/dL
Hasil TTE:
1.Katup-katup: AR
severe, MR mild
dijumpaivegetasi di
katup aorta dengan
diameter 2,6 cmm x
0,77 cm
2. Fungsi sistolik LV
baik EF 56%. Fungsi
diastolik LV baik
E/A > 1
3. Dimensi ruang
jantung LA, LV
dilatasi

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ceftriaxone
2gr/24 jam
(ST)
- Inj.
Gentamycin
160mg/24 jam
(ST)

- Urinalisa,
ASTO, CRP,
LED,
Echocardiografi

32

12/07
/16

13/07
/16

Sesak nafas
(-)

Sesak nafas
(-)

4. Kontraktilitas RV
baik TAPSE 20 mm
5. PH (-)
Sens: CM
TD: 120/40 mmHg
HR: 80x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)
Hasil Lab:
Hb/HT/Leu
=10,1/32/7560
MCV/MCH/MCHC
= 81/25,6/31,6
Na/K/Cl= 133/3,1/95
Albumin = 3,1 g/dL
GDS= 76 mg/dL
Sens: CM
TD: 120/30 mmHg
HR: 83x/i
RR: 18x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Sangobion
1x1 tab
- Inj.
Ceftriaxone
2gr/24 jam
(ST)
- Inj.
Gentamycin
160mg/24 jam
(ST)
- KSR 1x
600mg

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ceftriaxone
1gr/24 jam
(ST)

- susul hasil
kultur
- persiapan TEE

33

Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

14/07
/16

(-)

15/07
/16

(-)

TEE: Vegetasi
ukuran 13 mm di
NCC
Sens: CM
TD: 120/40 mmHg
HR:100x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

Sens: CM
TD: 120/50 mmHg
HR:80x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N

- Inj.
Gentamycin
160mg/24 jam
(ST)
- KSR 2x
600mg

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ceftriaxone
1gr/24 jam
(ST)
- Inj.
Gentamycin
160mg/24 jam
(ST)
- KSR 2x
600mg
- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam
- Inj.
Gentamycin
80 mg/12 jam

34

Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)
18/07
/16

19/07
/16

(-)

(-)

Sens: CM
TD: 120/40 mmHg
HR:84x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)
Hasil Lab:
Hb/HT/Leu
=9/27/10270
MCV/MCH/MCHC
= 80/26,2/32,8
Na/K/Cl= 135/3,1/97
GDS= 64 mg/dL
Sens: CM
TD: 120/30 mmHg
HR:80x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,

-KSR 2x600
mg
- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam
-Inj
Gentamycin
80 mg/12 jam
-KSR 2x600
mg

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam
- Inj.
Gentamycin

Periksa:
- DL, elektrolit
- RFT

35

BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

80 mg/12 jam
-KSR 2x600
mg

20/07
/16

(-)

Sens: CM
TD: 120/40 mmHg
HR:82x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam
- Inj.
Gentamycin
80 mg/12 jam
-KSR 2x600
mg

21/07
/16

(-)

Sens: CM
TD: 120/40 mmHg
HR:84x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam (H-7)
- Inj.
Gentamycin
80 mg/12 jam
(H-12)
-KSR 2x600
mg

22/07

(-)

Sens: CM

- Possible IE

- Bed rest

36

/16

25/07
/16

TD: 120/40 mmHg


HR:84x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

(-)

Hasil Lab:
Hb/HT/Leu
=9,7/30/7240
MCV/MCH/MCHC
= 80/26,4/32,9
Na/K/Cl= 136/3,2/98
GDS= 82 mg/dL
Sens: CM
TD: 110/40 mmHg
HR:78x/i
RR: 218x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

- CHF Fc II
ec AR Severe

- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam(H-8)
- Inj.
Gentamycin
80 mg/12
jam(H-13)
-KSR 2x600
mg

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam(H-11)
- Inj.
Gentamycin
80 mg/12
jam(H-16)
-KSR 2x600
mg

37

26/07
/16

(-)

Sens: CM
TD: 110/20 mmHg
HR:72x/i
RR: 18x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam(H-12)
- Inj.
Gentamycin
80 mg/12
jam(H-17)
-KSR 2x600
mg

27/07
/16

(-)

Sens: CM
TD: 120/20 mmHg
HR:78x/i
RR: 18x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam(H-13)
- Inj.
Gentamycin
80 mg/12
jam(H-18)
-KSR 2x600
mg
- Koreksi KCl
= 27 mEq
dalam 300 cc
NaCl 0,9% 8-

Hasil Lab:
Hb/HT/Leu
=9,3/30/7060
MCV/MCH/MCHC

38

28/07
/16

(-)

29/07
/16

(-)

30/07
/16

= 82/25,8/31,3
Na/K/Cl= 138/2,7/98
GDS= 67 mg/dL
Sens: CM
TD: 120/20 mmHg
HR:96x/i
RR: 26x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)
Sens: CM
TD: 120/30 mmHg
HR:84x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

Hasil Lab:
Hb/HT/Leu

10 gtt/i
(mikro)
- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam(H-14)
- Inj.
Gentamycin
80 mg/12
jam(H-19)
-KSR 2x600
mg
- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam(H-15)
- Inj.
Gentamycin
80 mg/12
jam(H-20)
-KSR 2x600
mg

39

1/08/
16

(-)

2/08/
16

(-)

=9,6/30/5990
MCV/MCH/MCHC
= 80/26/32,4
Na/K/Cl=
140/3,1/104
GDS= 68 mg/dL
Sens: CM
TD: 120/20 mmHg
HR:88x/i
RR: 18x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

Sens: CM
TD: 130/20 mmHg
HR:80x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam(H-18)
- Inj.
Gentamycin
80 mg/12
jam(H-21) aff
-KSR 2x600
mg

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam(H-19)
-KSR 2x600
mg

-Darah lengkap,
RFT, Elektrolit,
KGDS

40

3/08/
16

(-)

Sens: CM
TD: 120/20 mmHg
HR:80x/i
RR: 20x/i
Mata : Anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cm
H2O
Thorax: Cor S1(+)
S2(+) reguler ,
murmur: EDM di
URSB, gallop (-)
Pulmo:
SP:vesikuler(+/+),
ST: (-/-)
Abdomen : Soepel,
BU(+) N
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-)

- Possible IE
- CHF Fc II
ec AR Severe

- Bed rest
- O2 2-4 l/i
- IVFD NaCl
0,9% 10 gtt/i
(mikro)
- Inj.
Furosemide
20 mg/12 jam
Spironolakton
e 1x25 mg
- Inj.
Ampicilin 4
g/8 jam(H-20)
-KSR 2x600
mg

41

42

43

BAB 4
DISKUSI KASUS

TEORI

KASUS

Etiologi EI

Pada pasien didapati aorta regurgitasi

Native Valve Endocarditis (NVE)

sebagai etiologi endokarditis infektif

Prosthetic

Valve

Endocarditis sub bagian native valve endocarditis

(PVE)
-

IVDA IE

IE Nosokomial

Kriteria Mayor

Pada pasien ditemukan :

1. Kultur darah positif terhadap Infektif

Mayor:

Endokarditis (minimal dari dua kultur

Terbukti adanya keterlibatan

darah yang berbeda). Temuan postif

Endokardium pada ekhokradiogram

yang dimaksud antara lain Viridans

dengan didapati vegetasi.

streptococci, Streptococcus bovis,


HACEK group, Staphylococcus aureus,

Minor:

2. Terbukti adanya keterlibatan

- Demam

Endokardium pada ekhokradiogram


Dengan ini pasien didiagnosis dengan
Kriteria Minor

probable endokarditis infektif

1. Predispisisi : penggunaan obat-

Dan diterapi secara empiris.

obatan IV
2.

Demam

>38

3. Fenomena Vaskular : (emboli arteri,


perdarahan
aneurisma,
4.

intrakranial,
perdarahan

Fenomena

myotic

konjungtiva)

Immunologic

(glomerulonephritis, Roth spots (bercak


kemerahan),

osler's

nodes)

44

5. Bukti Mikrobiologi positif selain


kriteria mayor
Etiologi CHF

Pada pasien disebabkan karena

Dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu gangguan gangguan kontraktilitas


(1) gangguan kontraktilitas ventrikel

ventrikel (Aorta Regurgitasi)

(2) peningkatan afterload


(3) gangguan relaksasi dan pengisian
ventrikel

Tanda dan Gejala

Pada kasus, didapatkan pasien

Tidak ada Gejala

memiliki tanda dan gejala, yaitu :

Sesak ketika beraktivitas

1. Sesak saat beraktivitas dan istirahat

Berkurangnya toleransi terhadap 2. Orthopnea


olahraga

3. PND

Orthopnea

3. Riwayat edema

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea

Mudah lelah

Edema

Sakit perut atau distensi

Palpitasi

Diagnosis

Pada kasus:

Diagnosis CHF ditegakkan

Kriteria Mayor:

berdasarkan kriteria Framingham:

-PND

bila terdapat paling sedikit satu

-Peningkatan TVJ

kriteria mayor dan dua kriteria

-Kardiomegali

minor.

Kriteria mayor: paroxysmal


nocturnal dyspnea,
penurunan berat badan 4,5

Kriteria Minor:

kg dalam 5 hari dalam respon -DOE

45

pengobatan, distensi vena

-OP

leher, ronki basah, edema

-Edema ekstremitas

paru akut, refluks


hepatojugular, gallop bunyi
jantung III, peningkatan
tekanan vena jugularis,
kardiomegali.

Kriteria minor: edema


pretibial, batuk malam, sesak
pada aktivitas, hepatomegali,
efusi pleura, kapasitas vital
berkurang 1/3 dari normal,
takikardia (> 120 kali/menit).

Tatalaksana

Pada kasus diberikan :

ACE Inhibitor

-Oksigen 2-4 L/I via nasal canul

Konsep dasar pemakaian inhibitor ACE

-IVFD NaCl 0.9% 10 gtt/i mikro

sebagai vasodilator dalam pengobatan

-Injeksi Furosemide 20 mg/12 jam

gagal jantung adalah karena

-Spironolactone 1x25 mg

kemampuannya untuk:
(a) Menurunkan retensi vaskular
perifer yang tinggi akibat tingginya
tonusarteriol dan venul (peripheral
vascularresistance).
(b) Menurunkan beban tekanan
pengisian ventrikel yang
tinggi(ventricular filling pressure).
Antagonis Aldosteron
Obat golongan antagonis aldosterone

46

bila digunakan dalam kombinasi


dengan tiazid atau diuretika Ansa Henle
akan efektif dalam mempertahankan
kadar kalium yang normal dalam
serum.
Beta Blocker
Pemberian - bloker pada gagal jantung
sistolik akan mengurangi kejadian
iskemia miokard, mengurangi stimulasi
sel-sel automatik jantung dan efek
antiaritmia lainnya, sehingga
mengurangi resiko terjadinya aritmia
jantung, dan dengan demikian
mengurangi resiko terjadinya kematian
mendadak (kematian kardiovaskular).
Diuretik
Kerja diuretik untuk mengurangi
volume cairan ekstrasel dan tekanan
pengisian ventrikel tetapi biasanya
tidak menyebabkan pengurangan curah
jantung yang penting secara klinis,
terutama pada pasien gagal jantung
lanjut yang mengalami peningkatan
tekanan pengisian ventrikel kiri.
Vasodilator
Vasodilator berguna untuk mengatasi
preload dan afterload yang
berlebihan.Dilatasi vena mengurangi

47

preload jantung dengan meningkatkan


kapasitas vena, dilator arterial
menurunkan resistensi arteriol sistemik
dan menurunkan afterload.

Prognosis
Secara umum, angka mortalitas setelah Dubia ad Malam
masuk rumah sakit pasien dengan gagal
jantung sebesar 10,4% untuk 30 hari ke
depan, 22% untuk 1 tahun ke depan,
dan 42,3% untuk 5 tahun. Setiap kali
rehospitalisasi meningkatkan mortalitas
sebesar 20-22%. Mortalitas > 50% pada
pasien dengan NYHA fc IV. Gagal
jantung yang berhubungan dengan MI
akut

mempunyai

angka

mortalitas

sebesar 20-40%. Mortalitas mendekati


80% pada pasien dengan hipotensi.

48

BAB 5
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Seorang pasien, TZ, 27 tahun, perempuan, berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang telah didiagnosis dengan
Probable Endokarditis Infektif + CHF Fc IIe.c AR. Pasien diberi terapi berupa:
-

Tirah baring

Oksigen 2-4 L/I via nasal canul

IVFD NaCl 0,9 %10 gtt/i mikro

Inj. Furosemide 20 mg/ 12 jam

Spironolakton 1 x 25 mg

Inj. Cetriaxone 2 mg/24 jam dengan skin test

Inj. Gentamysin 160 mg/24 jam dengan skin test

49

DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi, Idrus. 2014. Endokarditis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Ed. VI jilid I. Jakarta: Interna Publish.
2. Murdoch DR, et al. Clinical presen- tation, etiology, and outcome of
infective endocarditis in the 21st century: the International Collaboration
on

Endocarditis-Prospective

Cohort

Study.

Arch

Intern

Med.

2009;169(5):463-473.
3. Panggabean, Marulam M. 2014. Gagal JantungDalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Ed. VI jilid I. Jakarta: Interna Publish.
4. Perki,

2015.

Pedoman

Tatalaksana

Gagal

Jantung

http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantun
g_2015.pdf [Accessed 25 Juli 2016].
5. Lilly LS, ed. 2011.Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed.
Massachusetts: Lippincolt Williams & Wilkins.
6. Xiong YQ, et al. Phenotypic and genotypic characteristics of persistent
methicillin-resistant Staphylococcus aureus bacteremia in vitro and in an
experimental endocarditis model. J Infect Dis. 2009 Jan 15. 199(2):201-8.
7. Chu VH, et al. Coagulase-negative staphylococcal prosthetic valve
endocarditis--a

contemporary

update

based

on

the

International

Collaboration on Endocarditis: prospective cohort study. Heart. 2009 Apr.


95(7):570-6.
8. Reyes MP, Ali A, Mendes RE, Biedenbach DJ. Resurgence of
Pseudomonas endocarditis in Detroit, 2006-2008. Medicine (Baltimore).
2009 Sep. 88(5):294-301.
9. Baddour LM, Cha YM, Wilson WR. Clinical practice. Infections of
cardiovascular implantable electronic devices. N Engl J Med. 2012 Aug
30. 367(9):842-9.
10. Baddley JW. et al. Candida infective endocarditis. Eur J Clin Microbiol
Infect Dis. 2008 Jul. 27(7):519-29.

50

11. Mann, D.L., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci, A.S., et al.,
eds. Harrisons Principles of Internal Medicine. Volume 2. 17th ed. USA:
McGraw-Hill, 1443.
12. Yturralde, F.R., Gaasch, W.H., 2005. Diagnostic Criteria for Diastolic
Heart Failure, Department of Cardiovascular Medicine Lahey Clinic
Medical

Center.

Available

from:

http://www.themostbeautifullest.com/smr/files/cards/Dx%20DHF%20%20Gaasch%20-%20PCD%2047%205.pdf. [Accessed 25 Juli 2016].


13. Mansjoer A. dkk. (Eds). Gagal jantung kongestif. Dalam. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ke-3. Volume 1. Jakarta: Media Aesculapius. 2001
14. Fathoni M. Penyakit Jantung Koroner. Surakarta : Universitas Sebelas
maret press.2011.

Anda mungkin juga menyukai