Anda di halaman 1dari 30

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah sekelompok gangguan yang
diperantarai sistem imun yang secara umum dicirikan dengan disfungsi motorik,
sensorik dan otonom. Dalam bentuknya yang klasik, GBS adalah suatu acute
inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP), yang dicirikan dengan
kelemahan otot simetris ascending progresif, dan hiporefleks dengan atau tanpa
gejala sensorik atau otonom; walapun begitu varian yang melibatkan saraf
kranialis atau keterlibatan motorik murni dapat juga dijumpai.1 Selain
AIDP, bentuk yang paling umum dikenali, varian lainnya mencakup acute
motor axonal neuropathy (AMAN) dan acute motor-sensory axonal
neuropathy (AMSAN).2 Pada kasus yang berat, kelemahan otot dapat
menyebabkan gagal nafas, dan disfungsi otonom dapat memperumit
penggunaan obat sedatif dan vasoaktif.1
Dengan terkendalinya poliomyelitis, GBS menjadi penyebab paling
penting dari acute flaccid paralysis.2 Penyakit ini terjadi di seluruh dunia dan
mengenai anak-anak maupun orang dewasa.3 Guillain Barre Syndrome adalah
diagnosis yang secara utama dibuat dengan riwayat penyakit dan gejala klinis.2
Infeksi gastrointestinal atau pernafasan ringan mendahului gejala neuropatik
pada 1 hingga 3 minggu sebelumnya (kadang-kadang lebih lama) pada
sekitar 60% kasus. Penelitian kini menunjukkan bahwa Campylobacter jejuni
adalah organisme penginfeksi yang paling sering dijumpai namun hanya
dijumpai pada proporsi kecil kasus. Kejadian sebelumnya atau penyakit yang
berhubungan lainnya mencakup viral exanthems dan penyakit virus lainnya
[Cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr virus (EBV], infeksi bakteri selain
Campylobacter (Mycoplasma pneumoniae, Lyme disease), paparan terhadap
agen trombolitik, dan limfoma (terutama Hodgkin disease). 3
Guillain Barre Syndrome adalah suatu penyebab disabilitas jangka
panjang yang penting untuk sedikitnya 1,000 orang tiap tahun di Amerika
Serikat. Karena GBS terjadi pada umur yang relatif muda dan harapanhidup
2

yang masih panjang setelah GBS,setidaknya 50.000 orang di Amerika


Serikat mengalami efek residual dari GBS. Lebih kurang 40% pasien yang
diopname dengan GBS akan memerlukan rehabilitasi saat dirawat. Untuk pasien
GBS yang memerlukan opname untuk rehabilitasi, perlunya penggunaan
ventilator memberikan dugaan yang kuat akan panjangnya masa rawat inap
untuk rehabilitasi. Hal lainnya yang mempengaruhi rehabilitasi adalah
disautonomia, keterlibatan saraf kranial, dan berbagaikomplikasi medis lainnya
yang berhubungan dengan GBS. Sindroma nyeri deaferentasi merupakan hal
yang sering dijumpai pada tahap awal penyembuhan. Berbagai komplikasi
medis seperti trombosis vena dalam, kontraktur sendi, hiperkalsemia akibat
immobilisasi dan dekubitus juga dapat dijumpau pada tahap awal
penyembuhan dan dapat mempengaruhi program rehabilitasi. Anemia adalah
hal yang sering pada beberapa bulan awal penyakit namun tampaknya tidak
mempengaruhi pemulihan fungsional. Terapi harusnya tidak membebani unit
motorik, yang berhubungan dengan kelemahan paradoksikal. 4

1.2 Tujuan
1. Memahami etiologi, patofisiologi dan tatalaksana Guillain Barre Syndrome.
2. Memahami perbedaan antara Guillain Barre Syndrome dan Myasthenia Gravis.
3. Memahami kegawatdaruratan dan tatalaksana ICU pada pasien Guillain Barre
Syndrome.
4. Meningkatkan kemampuan menulis dalam penulisan karya ilmiah di bidang
kedokteran.
5. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan kepaniteraan klinik senior (KKS) di
departemen anestesi dan terapi intensif fakultas kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai Guillain Barre Syndromeserta kegawatdaruratan dan tatalaksana ICU.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3

2.1 Definisi
Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah suatu kelainan sistem kekebalan
tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri
dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang
sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,
otonom, maupun susunan saraf pusat.1

2.2 Etiologi
Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada Guillain Barre Syndrome
(GBS) disebabkan karena hilangnya myelin, material yang membungkus saraf.
Hilangnya myelin ini disebut demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan
penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali.
GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa
saraf. Oleh karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy (AIDP).1,2
Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini
belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh
penyakit autoimun.2,3
Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang disebabkan
oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus,
cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV.1,5,8 Selain virus, penyakit ini juga
didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter Jejuni
pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta, Salmonella, Legionella
dan , Mycobacterium Tuberculosa.1,5 Vaksinasi seperti BCG, tetanus, varicella,
dan hepatitis B; penyakit sistemik seperti kanker, lymphoma, penyakit kolagen
dan sarcoidosis ; kehamilan terutama pada trimester ketiga; pembedahan dan
anestesi epidural.8,12 Infeksi virus ini biasanya terjadi 2 4 minggu sebelum
timbul GBS.8
2.3 Patofisiologi
Infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain
memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri.5 Antigen
tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses
4

pematangan limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik.4 Ada beberapa


teori mengenai pembentukan autoantibodi, yang pertama adalah virus dan bakteri
mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya
sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut
menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri
berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin
bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon.5,6
Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin
disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan
myelin. Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di
invasi oleh antigen tersebut.5 Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel
saraf tidak dapat mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan
kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih
sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh.6

2.4 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insiden terjadinya GBS berkisar antara 0,4 2,0 per
100.000 penduduk.7 GBS merupakan a non sesasonal disesae dimana resiko
terjadinya adalah sama di seluruh dunia pada pada semua iklim. Perkecualiannya
adalah di Cina, dimana predileksi GBS berhubungan dengan Campylobacter
jejuni, cenderung terjadi pada musim panas. GBS dapat terjadi pada semua orang
tanpa membedakan usia maupun ras. Menurut CDC pada tahun 2012 Orang
berumur 50 tahun keatas merupakan golongan paling tinggi risikonya untuk
mengalami GBS. Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 0,6 1,9 per
100.000 penduduk. Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. GBS
merupakan penyebab paralisa akut yang tersering di negara barat.4,7 Angka
kematian berkisar antara 5 10 %. Penyebab kematian tersering adalah gagal
jantung dan gagal napas. Kesembuhan total terjadi pada penderita GBS. Antara 5
10 % sembuh dengan cacat yang permanen. 7
2.5 Gejala klinis
Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah gangguan di mana sistem
kekebalan tubuh menyerang bagian dari sistem saraf perifer. Gejala pertama dari
5

gangguan ini meliputi berbagai tingkat kelemahan atau rasa kesemutan di kaki.
Kebanyakan kasus, kelemahan dan abnormal sensasi menyebar ke lengan dan
tubuh bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas sampai otot-otot
tertentu tidak dapat digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien hampir lumpuh
sepenuhnya. Walaubagaimanapun kebanyakan pasien sembuh dari Guillain Barre
Sindrom yang parah, meskipun beberapa terus memiliki tingkat kelemahan
tertentu dan walaupun sembuh secara fungsional, pada umumnya EMG masih
menunjukkan kelainan.2,3, 5
Manifestasi klinisnya yaitu sebelum kelumpuhan timbul, terdapat
anamnesis yang khas, yaitu infeksi traktus respiratorius bagian atas dan infeksi
saluran pencernaan. Di antara masa tersebut, dan mulai timbulnya kelumpuhan,
terdapat masa bebas gejala penyakit yang berkisar antara beberapa hari sampai
beberapa (3-4) minggu. Kelumpuhan timbul pada keempat anggota gerak dan
pada umumnya bermula dibagian distal tungkai dan kemudian melanda otot-otot
tungkai proksimal. Kemudian kelumpuhan meluas ke bagian tubuh atas, terutama
ke otot-otot kedua lengan, bahkan leher dan wajah serta otot-otot penelan dan
bulbar yang lain. Maka dari itu sindrom ini juga dikenal sebagai paralisis
asendens. 4,9
Kerusakan pada radiks ventralis dan dorsalis yang reversible dan
menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi
imunopatologik. Walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun
yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami
kerusakan. Keadaan patologik itu dikenal sebagai poliradikulopatia atau
polyneuritis post infeksiosa.5
Keterlibatan radiks dorsalis dapat diketahui oleh adanya paresthesia di
daerah yang dilanda kelumpuhan asendens itu. Mula terasanya dan perluasannya
ke atasnya berjalan seiring dengan perjalanan kelumpuhan asendens. Pada tahap
permulaan, gangguan miksi dan defekasi dapat juga menjadi ciri penyakit
tersebut.2,4,5,7
Ada lima subtipe khas GBS yang diklasifikasikan yaitu 7,9
a. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)
1. Antibody mediated autoimmune disorder.
6

2. Dipicu oleh infeksi anteseden atau vaksinasi.


3. demielinasi inflamasi hadir dan bisa disertai dengan hilangnya saraf
aksonal.
4. Remyelinasi terjadi pada penghentian reaksi kekebalan.
b. Acute motor axonal neuropathy (AMAN)
1. Kebanyakan pasien seropositif untuk infeksi Campylobacter.
2. Motorik berupa aksonal dari neuropati.
3. Kebanyakan terkena pada pasien anak dan biasanya sembuh dengan cepat
c. Acute motor sensory axonal neuropathy (AMSAN)
1. Degenerasi motor dan serabut sensoris yang dimielinasi dengan
peradangan dan demielinasi minimal.
2. Mirip dengan AMAN kecuali AMSAN hanya mempengaruhi saraf
sensorik dan akar.
3. Biasanya mempengaruhi orang dewasa.
d. Miller Fisher syndrome
1. Jarang, ataksia berkembang pesat, areflexia, dengan kelemahan
ekstremitas dan ophthalmoplegia.
2. Kehilangan sensorik tidak umum, tetapi proprioception dapat terganggu.
3. Demyelinasi dan peradangan saraf kranial III / IV, ganglia spinal, dan
saraf perifer.
4. Resolusi dalam satu sampai tiga bulan.
e. Acute panautonomic neuropathy
1. Paling jarang dari semua jenis, dengan keterlibatan simpatik, parasimpatis,
dan jantung.
2. Pemulihan lambat dan tidak lengkap

2.6 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang
bersifat difus dan paralisis.3 Refleks tendon akan menurun atau bahkan
menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan
pada otot otot intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan
kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak
ditemukan.9
7

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar
protein (1 1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain,
1961, disebut sebagai disosiasi albumin sitologis.1,3,5,6.8 Pemeriksaan cairan
cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga.
Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua.
Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang
kurang dari 10 / mm3.4, 7, 9 Pada kultur LCs tidak ditemukan adanya virus ataupun
bakteri.1 Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas
normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir
minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya
perbaikan.2,7
Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya
keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls, gelombang F yang
memanjang dan latensi distal yang memanjang.4,7,9 Bila pemeriksaan dilakukan
pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari
beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.7 Pemeriksaan
MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira kira pada hari ke-
13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina
yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS.7 Pemeriksaan
serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit. Biopsi otot tidak diperlukan
dan biasanya normal pada stadium awal. Pada stadium lanjut terlihat adanya
denervation atrophy. 1

Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and


Communicative Disorders and Stroke (NINCDS)5
Gejala utama
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan
atau tanpa disertai ataxia
2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
Gejala tambahan
1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu
8

2. Biasanya simetris
3. Adanya gejala sensoris yang ringan
4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral
5. Disfungsi saraf otonom
6. Tidak disertai demam
7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4
Pemeriksaan LCS
1. Peningkatan protein
2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik
1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
2. Kelemahan yang sifatnya asimetri
3. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
4. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul
5. Gejala sensoris yang nyata

2.8 Diagnosis banding


GBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat
seperti myelopathy, dan poliomyelitis. Pada myelopathy ditemukan adanya spinal
cord syndrome dan pada poliomyelitis kelumpuhan yang terjadi biasanya
asimetris, dan disertai demam.4,8 GBS juga harus dibedakan dengan neuropati akut
lainnya seperti porphyria, diphteria, dan neuropati toxic yang disebabkan karena
keracunan thallium, arsen, dan plumbum.2,7
Kelainan neuromuscular junction seperti botulism dan myasthenia gravis
juga harus dibedakan dengan GBS. Pada botulism terdapat keterlibatan otot otot
extraoccular dan terjadi konstipasi. Sedangkan pada myasthenia gravis terjadi
ophtalmoplegia.4,8 Myositis juga memberikan gejala yang mirip dengan GBS,
namun kelumpuhan yang terjadi sifatnya paroxismal. Pemeriksaan CPK
menunjukkan peningkatan sedangkan LCS normal.4,5,8

2.9 Penatalaksanaan
9

Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan
terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi
gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki
prognosisnya.4,10 Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk
terus dilakukan observasi tanda tanda vital.1 Ventilator harus disiapkan disamping
pasien sebab paralisa yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam
waktu 24 jam. Ketidakstabilan tekanan darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti
hipertensi dan vasoaktif juga harus disiapkan.1,4 Pasien dengan progresivitas yang
lambat dapat hanya diobservasi tanpa diberikan medikamentosa.1
Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat-obatan berupa
steroid.1,6 Namun ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak
memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak memperpendek lamanya penyakit,
mengurangi paralisa yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan.4,9 Plasma
exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek lamanya paralisa
dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Plasmaparesis atau plasma exchange
bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Waktu yang
paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya
gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi (40 50 ml/kgBB) dengan saline dan
albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik
berat dan septikemia adalah kontraindikasi dari PE.1,4,12 Intravenous inffusion of
human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang
ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat
katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri
sehingga T cells patologis tidak terbentuk.1, 3
Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan.
Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan
dosis 0,4 g/kg BB/hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg
tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan
PE atau IVIg.1,3,4,7 Heparin dosis rendah dapat diberikan unutk mencegah
terjadinya trombosis.4,8 Penatalaksanaan rehabilitasi penderita GBS harus dimulai
sejak awal penyakit, yaitu sejak kondisi pasien stabil. Oleh karena perjalananan
10

penyakit GBS yang unik, ada dua fase yang perlu diperhatikan dalam memberikan
fisioterapi yakni pada fase progresif serta fase penyembuhan. Pada fase progresif
yang penting diperhatikan adalah bagaimana mempertahankan kondisi pasien,
sehingga tidak terjadi komplikasi. Penting diperhatikan semua aspek medis dan
rehabilitasi pada fase ini, karena pada fase ini, umumnya kondisi pasien akan terus
menurun.4,5,8
Pada fase penyembuhan, prinsip rehabilitasi ditujukan terutama pada
peningkatan kekuatan dan optimalisasi kondisi pasien. Prinsip rehabilitasi pada
fase ini terutama ditujukan pada masalah muskuloskeletal dan kardiopulmoner.
Tujuan utama dari rehabilitasi pada penderita GBS secara keseluruhan adalah
untuk mengoptimalisasi kemampuan fungsional penderita. Diperkirakan bahwa
sekitar 40% dari pasien yang dirawat inap dengan GBS membutuhkan rehabilitasi
rawat inap. Sayangnya, belum ada penelitian rehabilitasi jangka panjang hasil
yang telah dilakukan, dan pengobatan sering didasarkan pada pengalaman dengan
kondisi neurologis lainnya. Tujuan dari program terapi adalah untuk mengurangi
defisit fungsional dan untuk menargetkan gangguan dan cacat akibat GBS. Pada
awal fase akut penyakit saja, pasien mungkin tidak dapat berpartisipasi penuh
dalam program terapi aktif. Pada tahap itu, pasien manfaat dari berbagai harian
gerak (ROM) latihan dan posisi yang tepat untuk mencegah pemendekan otot dan
kontraktur sendi. 4, 8
Terapi bicara ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara
dan menelan aman bagi pasien yang memiliki kelemahan orofaringeal signifikan
dengan disfagia resultan dan dysarthria. Pada pasien ventilator dependent, strategi
komunikasi alternatif mungkin juga perlu diterapkan. Setelah dilepaskan dari
ventilator, pasien dengan tracheostomies bisa belajar menyuarakan strategi dan
akhirnya bisa dilepaskan dari tabung trakeostomi. Skrining kognitif juga dapat
dilakukan conjointly dengan neuropsikologi untuk menilai defisit, karena masalah
kognitif telah dilaporkan pada beberapa pasien dengan GBS, terutama setelah
mereka memiliki masa tinggal diperpanjang di unit perawatan intensif (ICU). 4, 8

Kegawatdaruratan GBS10
11

1. Faktor-faktor predisposisi terjadi 2-3 minggu sebelum onset, meliputi adanya


ISPA, infeksi gastrointestinal, dan tindakan bedah saraf.
2. Selaput mielin hilang akibatdari respons alergi, responsa utoimun, hipoksemia,
toksik kimia, dan insufisiensi vaskular.
3. Resusitasi defisit cairan tubuh
4. Resusitasi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Gangguan pemenuhan ADL
6. Kerusakan Mobilitas fisik

Tatalaksana ICU pada pasien GBS11


1. Intubasi dan venilasi mekanik
Timbulnya kesulitan bernafas pada pasein GBS akibat kelumpuhan otot
pernafasan yang dieksaserbasikan oleh aspirasi paru karena gangguan menelan
atau refleks batuk yang berkurang maupun tidak ada refleks batuk. Dukungan
ventilasi diberikan jika terjadi hipoksemia atau hipercarbia. Intubasi biasa
dilakukan dengan pemberian thiopentone atau propofol secara intravena.
Penggunaan benzodiazepine (midazolam, diazepam) obat tunggal atau
dikombinasikan dengan opioid (fentanyl, morphine) juga biasa diberikan.
2. Antibiotik
Penggunaan antibiotik diberikan kebanyakan pada pasien yang menggunakan
ventilator mekanik. Indikasi pemberian antibiotik jika terdapat demam, sekret
purulen, perubahan gambaran radiologis atau pertumbuhan bakteri pada kultur.
3. PPI
Perawatan di ICU dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan
peptic ulcers.
4. LMWH dan fisioterapi
Pencegahan dari deep vein thrombosis (DVT) dan emboli.
5. Mobilisasi sama eyecare
Pencegahan ulkus dekubitus dan ulkus kornea

2.10 Komplikasi
12

Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau
cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi,
trombosis vena dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu, dan
kontraktur pada sendi.3

2.11 Prognosis
Sembilan puluh lima persen pasien dengan GBS dapat bertahan hidup
dengan 75 % diantaranya sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti
dropfoot dan postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien.1,9
Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 5 % pasien, yang
disebabkan oleh gagal napas dan aritmia.2,3 Gejala yang terjadinya biasanya hilang
3 minggu setelah gejala pertama kali timbul.3% pasien dengan GBS dapat
mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama. PE
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya relapsing inflammatory
polyneuropathy.9
13

BAB 3
STATUS PASIEN

3.1. Identitas Pasien


Nama : Teken Ginting
Umur : 59 tahun 7 bulan 20 hari
Suku : Batak
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Singa Tiga Panah
Tanggal Masuk : 20 Agustus 2017 (Pukul 14.18)
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 160 cm

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Telaah : Hal ini dialami os 4 hari yang lalu, dialami secara
perlahan-lahan dan memberat dalam 1 hari terakhir.
Awalnya, 1 minggu yang lalu os mengeluhkan
kelemahan pada tungkai sebelah kiri yang disusul oleh
tungkai sebelah kanan 1 hari berikutnya. Kelemahan
yang dialami os menjalar ke kedua tangan 1 hari yang
lalu diikuti oleh kesulitan bernafas. Riwayat trauma (-).
Riwayat demam (+) sejak 5 hari yang lalu. Riwayat
mencret (-). Riwayat sakit kepala (-). Riwayat kejang
(-).Riwayat mual dan muntah (-). Riwayat keluhan
yang sama sebelumnya (-). Riwayat Hipertensi (+)
sejak 2 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur.
Riwayat Diabetes Melitus (-). Riwayat stroke (-).
Pasien merupakan rujukan dari RS Herna.

RPT : Tidak jelas


14

RPO : Tidak jelas

3.3. Time Sequences

Tanggal 20 Agustus 2017


Tanggal 20 Agustus 2017
Pukul 17.10 WIB Tanggal 20 Agustus 2017
Pukul 14.30 WIB Tanggal 30 Agustus 2017
Setelah assesment Pukul 21.20 WIB
Pasien masuk ke Blue Pasien masih menjali
neuro, pasien Pasien dipindah rawat ke perawatan ICU H-11
Line IGD RSUP HAM dan
dikonsulkan ke anestesi ICU
merupakan pasien neuro
untuk perawatan ICU

3.4. Pemeriksaan Fisik


3.4.1. Primary Survey

Primary Survey Hasil


A (Airway) Clear, Snoring/Gargling/Crowing: (-)/(+)/(-), C-
spine stabil, terpasang endotracheal tube

B (Breathing) Inspeksi:
Nafas spontan namun usaha nafas besar,
simetris fusiformis, pergerakan toraks
kanan=kiri, ketinggalan bernafas (-), retraksi (-
), luka(-), jejas (-), SpO2: 98%,
Palpasi:
Fremitus suara sulit dinilai
Perkusi:
Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi:
15

SP: Vesikuler, ST: (-), RR: 20 x/menit, reguler

C (Circulation) TD: 110/70 mmHg, HR: 112 x/menit, reguler, t/v:


Cukup/Kuat, Akral: Hangat/Merah/ Kering, CRT
< 2 detik
D (Disability) Kesadaran: Sopor, AVPU: Pain, GCS: 5 (E1 M4
Vt), Pupil: Isokor, Diameter pupil: 3 mm/3 mm,
Refleks cahaya (+/+)
E (Exposure) Log roll, Undressed, Suhu: 36,8 C, Fraktur (-),
Edema (-), Luka (-)

3.4.2. Secondary Survey

Secondary Survey Hasil


B1 (Breath) Airway clear, S/G/C: (-)/(+)/(-), RR: 20 x/menit, SP:
Vesikuler, ST: (-), SpO2: 98%, terpasang
endotracheal tube
B2 (Blood) Akral: Hangat/Merah/Kering, TD: 110/70 mmHg,
HR: 96 x/menit, reguler, t/v: cukup/kuat; CRT > 2
detik, Suhu: 36,7 C
B3 (Brain) Sensorium: Sopor, GCS: 5 (E1 M4 Vt), Pupil:
Isokor, : 3 mm/3 mm, Refleks cahaya (+/+)
B4 (Bladder) UOP (+) 100cc , terpasang kateter urin
B5 (Bowel) Abdomen: Simetris, Soepel, Timpani, Peristaltik (+)
Normal, terpasang NGT
B6 (Bone) Fraktur (-), Edema (-), Luka (-)

3.5. AMPLE (Allergies, Medication, Past Illness, Last Meal,Event)


Allergies : Tidak jelas
Medication : Tidak jelas
Past Illness : Tidak jelas
Last Meal : Pukul 12.00 WIB (20 Agustus 2017)
16

Event : Lowered Conciousness

3.6. Penatalaksanaan
Bed rest dengan head up 30o
Pasang monitor untuk memantau status hemodinamik pasien
Memasang IV line dengan abocath ukuran 16G dan threeway serta
pastikan lancar
O2 8 L/i via non-rebreathing mask
IVFD RSol20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/iv
Inj. Methylprednisolone 125 mg/8 jam/ iv
Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam /iv
Inj. Paracetamol 1 g/12 jam/iv

3.7. Pemeriksaan Penunjang


3.7.1. Laboratorium (20 Agustus 2017)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
DARAH LENGKAP
Hemoglobin (Hb) 14,1 g/dL 12 16 g/dL
Hematokrit (Ht) 42% 36 47%
Eritrosit (RBC) 4,66 jt/ L 4,10-510 juta/L

Leukosit (WBC) 19.510 /L 4.000-11.000/L


Trombosit (PLT) 206.000/L 150.000 450.000/L
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Neutrofil 76,20% 50,00 70,00 %
Limfosit 12,00% 20,00 40,00 %
Monosit 11,70% 2,00 8,00 %
Eosinofil 0,00% 1,00 3,00 %
Basofil 0,10% 0,00 1,00%
ANALLISA GAS DARAH
pH 7,36 7,35 7,45
pCO2 60,0 mmHg 38 42 mmHg
17

pO2 136,0 mmHg 85 100 mmHg


HCO3 33,9 mmol/L 22 26 mmol/L
Total CO2 35,7 mmol/L 19 25 mmol/L
Base Excess (BE) 6,7 mmol/L (-2) (+2) mmol/L

METABOLISME KARBOHIDRAT
KGD ad random 145 mg/dL < 200 mg/dL
GINJAL
BUN 19 mg/dL 7 19 mg/dL
Ureum 41 mg/ dL 15 40 mg/dL
Kreatinin 0,68 mg/dL 0,6 1,1 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 148 mEq/L 135 155 mEq/L

Kalium (K) 3,8 mEq/L 3,6 5,5 mEq/L

Klorida (Cl) 106 mEq/L 96 106 mEq/L


18

3.7.2. Foto Toraks AP Supine

Hasil :Kedua sinus kostofrenikus lancip, kedua diafragma licin. Tidak


tampak infiltrat pada kedua lapangan paru. Jantung ukuran normal
CTR < 50%. Trakea di tengah. Tulang-tulang dan soft tissue intak.
Kesimpulan :Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo.
19

3.7.3. EKG

Hasil : SR, QRS: 130x/i, RAD, Gel. P (+)N, QRS durasi 0,06, ST-T
changes (-), LVH (-), RVH (-), VES (-)
Kesimpulan : Sinus takikardia + RAD
20

3.7.4. Head CT Scan Tanpa Kontras

Hasil :Infratentorial ventrikel ke-4 dan cerebellum tampak normal.


Tidak tampak lesi hipodens maupun hiperdens pada supratentorial.
Ventricular system dan sulcii normal.
Kesimpulan :CT-Scan Normal

3.8. Diagnosis
21

Sopor + Tetraparese ec. GBS

3.9. Rencana
Stabilisasi hemodinamik pasien di IGD
2Pengecekan ulang definitive airway pada pasien di IGD
Konsul untuk dirawat di ruang ICU

3.10. Follow Up
21 30 Agustus 2017 (Anastesi)
S -
O Airway clear terinstubasi dengan MOV SIMV 10 PS 12 TU 420 FrO2
40% SpO2 98% SP: vesikuler (+/+), ST: (-/-)
TD: 130/80 mmHg, HR: 110x/i reguler t/v: kuat/cukup, akral H/M/K,
CRT < 2
Sens: sopor, pupil isokor
UOP (+)
Abdomen soepel, peristalktik (+)N
Edema (-), fraktur (-)
A Sopor + Tetraparese ec. GBS
P Bed rest + Head up 30
Diet SV 1800 kkal
IVFD RSol 20 gtt/i
IVFD Parasetamol 1 gr/12jam
Inj. Metilprednisolon 125 mg/12 jam/IV tapering off (28/8/2017)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Inj. Morfin 10 mg + midazolam 15 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% 2cc/jam
(28/8/2017) stop (30/8/2017)
Inj. Fentanyl 200 mg + dalam 50 cc NaCl 0,9% 4cc/jam (30/8/2017)
22

20 30 Agustus 2017 (Neurologi)


S Penurunan kesadaran
O Sensorium: Sopor
TD: 130/80 mmHg HR: 90x/i RR: 16x/i T: 37,3C
Peningkatan TIK (-) Rangsang Meningeal (-)
N. Kranialis:
N I: Sulit dinilai
N II: RC +/+, pupil bulat isokor 3mm, kanan = kiri
N III, IV, VI: dolls eye phenomena (+)
N V: Refleks kornea (+)
N VII: Sulit dinilai
N VIII: Sulit dinilai
N IX, X: Sulit dinilai
N XI: Sulit dinilai
N XII: Sulit dinilai
Refleks Fisiologis:
Biceps/Triceps : ++/++ ++/++
APR/KPR: ++/++ ++/++
Refleks Patologis:
Hoffman/Trommer: -/- -/-
Babinski: - -
Kekuatan Motorik: Sulit dinilai. Kesan lateralisasi (-)
A Sopor + Tetraparese ec. GBS
P Bed rest
On ventilator
IVFD RSol 20 gtt/i
IVFD Parasetamol 1 gr/12jam
Inj. Metilprednisolon 125 mg/12jam/IV
Inj. Meropenem 1 gr/8jam
Inj. Amoksisilin 1 gr/24jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12jam/IV

R/ EMG (23/8/2017) Poliradikuloneuropati motorik dan sensorik tipe


degenarasi aksonal AMSAN
TPE (29/8/2017)
23

BAB 4
DISKUSI KASUS

Teori Kasus
Epidemiologi Epidemiologi
GBS dapat terjadi pada semua orang tanpa Pada kasus pasien TG laki-laki
membedakan usia maupun ras. Orang berumur 50 tahun berumur 59 tahun
keatas merupakan golongan paling tinggi risikonya
untuk mengalami GBS. (CDC, 2012).
Gejala Klinis Gejala Klinis pada pasien ini:
o Gejala Klinis Kelemahan 4 anggota
Kriteria diagnostik GBS menurut The National gerak
Institute of Neurological and Communicative Disorders and Kelemahan diawali dari
Stroke (NINCDS) ekstremitas bawah
Gejala utama kemudian diikuti dengan
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu kelemahan ekstremitas
atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa disertai bagian atas dengan

ataxia progresivitas 1 minggu


Penurunan kesadaran
2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat
general
Gejala tambahan
1. Progresifitas: gejala kelemahan motorik
berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu,
50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80%
dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
2. Biasanya simetris
3. Adanya gejala sensoris yang ringan
4. Terkenanya SSP
5. Kelemahan saraf facialis bilateral
6. Disfungsi saraf otonom
7. Tidak disertai demam
8. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2
24

sampai ke 4

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya
kelemahan otot yang bersifat difus dan paralisis.3 Reflex fisiologis : menurun
Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Reflex patologis : tidak dijumpai
Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya
kelemahan pada otot otot intercostal. Tanda rangsang Primary Survey
A : Clear,
meningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk
Snoring/Gargling/Crowing: (-
mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks
)/(+)/(-), C-spine stabil,
Babinsky tidak ditemukan.9
terpasang endotracheal tube
B : Nafas spontan namun usaha
nafas besar, Simetris
fusiformis, pergerakan toraks
kanan=kiri, fremitus suara sulit
dinilai, sonor pada kedua
lapangan paru, SP: Vesikuler,
ST: (-), RR: 20 x/menit, reguler
C : TD: 110/70 mmHg, HR:
112 x/menit, reguler, t/v:
Cukup/Kuat, Akral:
Dingin/Pucat/ Kering, CRT > 2
detik
D : Kesadaran: Sopor, AVPU:
Pain, GCS: 5 (E1 M4 Vt),
Pupil: Isokor, Diameter pupil: 3
mm/3 mm, Refleks cahaya
(+/+)
E : Log roll, Undressed, Suhu:
36,8 C, Fraktur (-), Edema (-),
Luka (-)
Secondary Survey
25

B1 : Airway clear, S/G/C: (-


)/(+)/(-), RR: 20 x/menit, SP:
Vesikuler, ST: (-), SpO2: 98%,
terpasang oropharyngeal tube
B2 : Akral:
Merah/Hangat/Kering, TD:
110/70 mmHg, HR: 96 x/menit,
reguler, t/v: cukup/kuat; CRT
>2 detik, Suhu: 36,7 C
B3 : Sensorium: Sopor, GCS: 5
(E1 M4 Vt), Pupil: Isokor, : 3
mm/3 mm, Refleks cahaya
(+/+)
B4 : UOP (+) 100cc, terpasang
kateter urin
B5 : Abdomen: Simetris,
Soepel, Timpani, Peristaltik (+)
Normal, terpasang NGT
B6 : Fraktur (-), Edema (-),
Luka (-)

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, Darah Lengkap: Leukositosis

pemeriksaan darah rutin, elektrolit, profil Elektrolit : Dalam Batas Normal


AGDA : Dalam Batas Normal
hemostasis/koagulasi.
Pemeriksaan EMG
EMG : Poliradikuloneuropati
Pada pemeriksaan EMG Dapat dilihat adanya keterlambatan motorik dan sensorik tipe
atau bahkan blok dalam penghantaran impuls degenarasi aksonal
AMSAN
26

CT-Scan Kepala CT- Scan Kepala


Tidak tampak adanya gangguan struktural pada kepala Hasil: Dalam Batas Normal

Penatalaksanaan Penatalaksanaan
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh Bed rest dengan head up 30o
sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomatik. Pasang monitor untuk
Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh memantau status
sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup hemodinamik pasien
lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi Memasang IV line dengan
sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan abocath ukuran 16G dan
terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan threeway serta pastikan
mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas lancar
(imunoterapi). O2 8 L/i via non-
Observasi tanda tanda vital. Ventilator harus rebreathing mask
disiapkan disamping pasien sebab paralisa yang terjadi IVFD R-Sol 20 gtt/i
dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12
jam. Ketidakstabilan tekanan darah juga mungkin jam/iv
terjadi. Obat obat anti hipertensi dan vasoaktive juga Inj. Methylprednisolone 125
harus disiapkan. mg/8 jam/ iv
Plasmaparesis Inj. Omeprazole 40 mg/12
Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan jam /iv
dapat memperpendek lamanya paralisa dan mepercepat Inj. Paracetamol 1 g/12
terjadinya penyembuhan. Plasmaparesis atau plasma jam/iv
exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor Dilakukan pemberian terapi
autoantibodi yang beredar. Waktu yang paling efektif plasma exchange
untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah
munculnya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi
(40 50 ml/kgBB) dengan saline dan albumine sebagai
penggantinya.
Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin
(IVIg) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang
27

ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg


juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang
kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri
sehingga T cells patologis tidak terbentuk.
Pengobatan dengan gamma globulin intravena
lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis
karena efek samping/komplikasi lebih ringan.
Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah
gejala muncul dengan dosis 0,4 g/kg BB/hari selama 5
hari..
Tatalaksana ICU
Intubasi dan venilasi mekanik
Antibiotik
PPI
LMWH dan fisioterapi
Mobilisasi sama eyecare
28

BAB 5
KESIMPULAN

NS, 68 tahun datang ke RSUP Haji Adam Malik dengan kelemahan pada keempat
anggota gerak. Hal ini dialami os 3 minggu yang lalu. Awalnya kelemahan
dirasakan oleh os pada kedua anggota gerak bawah 3 minggu yang lalu, setelah
itu 1 minggu kemudian kelemahan dirasakan pada kedua anggota gerak atas. Os
juga mengeluhkan kebas-kebas pada kedua anggota gerak bawah 1 bulan yang
lalu. Nyeri (-). Riwayat trauma (-) . Riwayat DM, hipertensi (-). Riwayat penyakit
PJK dan stroke pada keluarga (-). Riwayat kelemahan anggota gerak sebelumnya
tidak dijumpai(-). Pasien diberi tatalaksana IVFD R-Sol, Amitriptilin injeksi, B
Comp 3 tablet, KSR, dan dilanjutkan dengan fisioterapi.
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. FK USU Bagian Bedah. Available


from:URL:http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi4
6.pdf.
2. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology 8th Ed. USA :
McGraw Hill, 2005.
3. Davids HR. Guillain-Barre Syndrome. Available from : URL
:http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview.
4. Menkes JH, Sarnat HB, Moser FG. Child Neurology 6th Ed. London :
Williams & Wilkins, 2000.
5. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Guillan-Barre
Syndrome. 2009. Available from : URL
:http://www.ninds.nih.gov/disorders/gbs/gbs.htm#Publications.
6. Saharso D. Sindroma Guillan-Barre (SGB). Divisi Neuropediatri
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo
Surabaya.Available from: URL :
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direkt
ori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-mvib207.htm.
7. Ramachandran TS. Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy.Available from : URL :
http://emedicine.medscape.com/article/1169959-overview.
8. Ikatan Fisioterapi Indonesia Cabang Surabaya. Available from : URL :
http://www.fisiosby.com/index.php?option=com_content&task=view&id
11&Itemid=7. [diakses tanggal 3 September 2009]. Last update ; 2008
9. Mikail,B.2012. Penderita Guillain Barre Syndrome (GBS) meningkat di
Kalangan Usia Produktif.
http://health.kompas.com/read/2012/04/14/09265323/Penderita Guillain
Barre Syndrome(GBS).Meningkat.di.Kalangan.Usia.Produktif.
10. Chandra B. 1983. Pengobatan dengan cara baru dari sindroma gullain-
barre. Medika (11); 918-922
11. Bhagat H., Dash H.H., Chauhan R. S., et al. 2014. Intensive care
30

management of Guillain-Barre syndrome: A retrospective outcome study


and review of literature. Journal of Neuroanaesthesiology and Critical
Care. DOI: 10.4103/2348-0548.139106

Anda mungkin juga menyukai