Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP

F.3 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)


serta Keluarga Berencana (KB)

OLEH :
dr. Reisya Tiara Kandita

Pendamping:
dr. M Wahib Hasyim

Kecamatan Gabus
Kabupaten Pati
Jawa Tengah

Periode
November 2016 – Maret 2017

1
LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP
F.3 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
“Penyuluhan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
pada Posyandu Balita di Desa Babalan di Wilayah Kerja
Puskesmas Gabus 1”

OLEH :
dr. Reisya Tiara Kandita

Pendamping:
dr. M Wahib Hasyim

Kecamatan Gabus
Kabupaten Pati
Jawa Tengah

Periode
November 2016 – Maret 2017

2
HALAMAN PENGESAHAN

F.3 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga


Berencana (KB)

“Penyuluhan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


pada Posyandu Balita di Desa Babalan di Wilayah Kerja
Puskesmas Gabus 1”
Kecamatan Gabus Kabupaten Pati
Jawa Tengah

Pati, Febuari 2017

Dokter Internsip Pembimbing

dr. Reisya Tiara Kandita dr. M. Wahib Hasyim

3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………...……………. 2
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………...………... 3
DAFTAR ISI………………………………………………………...……. 4
BAB I PENDAHULUAN………………………………………...……… 5
A. Latar Belakang .............……………………………………... 5
B. Tujuan ....................…………………………...……………... 6
C. Manfaat ..............…...…………………………...…………… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….. 8
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN DAN INTERVENSI ..………... 17
A. Tujuan ..............................…………………………………… 17
B. Perencanaan dan pemilihan intervensi .................................... 17
C. Metode ...............…………………..………….……………... 17
D. Media .......................................……………………………… 17
E. Sasaran ..............................…...……………………………… 17
F. Waktu .................………………………..…………………… 17
G. Tempat ..................................................................................... 18
H. Kegiatan ................................................................................... 18
I. Monitoring dan Evaluasi .......................................................... 18
BAB IV PENUTUP .…………...………………………………………… 19
A. Kesimpulan………………………………………………….... 19
B. Saran…………………………...……………………………... 19
DAFTAR PUSTAKA…………………………..…………………………. 20
LAMPIRAN………………………………………………………………. 21
.

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada program pokok Puskesmas, pelayanan pada anak merupakan salah
satu program pokok dari kesehatan ibu dan anak. Tujuan pelayanan kesehatan
pada anak adalah meningkatkan derajat kesehatan anak melalui pemantauan
status gizi dan pencegahan sedini mungkin berbagai penyakit menular yang
dapat dicegah dengan imunisasi dasar sehingga anak tumbuh dan berkembang
secara optimal dengan sasaran bayi dan anak sampai 5 tahun.
Imunisasi merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada
bayi dan anak terhadap berbagai penyakit. Dengan imunisasi diharapkan bayi
dan anak dapat tumbuh dalam keadaan sehat. Imunisasi dilakukan dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuih agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Tujuan pemberian imunisasi adalah
diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek
vaksin ataupun efek samping toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis
atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, ataupun hubungan kausal
yang tidak dapat ditentukan disebut kejadian ikutan pasca imunisasi.
Kebanyakan anak menderita panas setelah mendapat imunisasi, tetapi
itu adalah hal yang wajar, namun seringkali ibu merasa cemas, tegang, dan
khawatir, timbulnya kejadian ikutan pasca imunisasi membuat masyarakat
selalu bersikap menolak untuk pemberian imunisasi berikutnya, ini
menyebabkan anak tersebut akan rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi, sehingga timbul kecacatan/kematian.
Untuk menilai suatu keadaan merupakan kejadian ikutan pasca
imunisasi atau tidak maka dilakukanlah pengamatan kejadian ikutan pasca
imunisasi yang mencapai masa 42 hari atau setelah imunisasi. Kejadian ikutan

5
pasca imunisasi dimanifestasikan dengan bentuk beragam. Hampir semua ibu
balita yang membawa bayinya ke posyandu merasa cemas setelah
mengimunisasikan anaknya. Selain itu pengetahuan mengenai kejadian ikutan
pasca imunisasi juga harus benar-benar dimiliki oleh tenaga kesehatan
terutama bidan agar dapat lebih hati-hati dalam menjalankan tugas imunisasi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu tentang definisi
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi.
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu tentang gejala
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi.
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu mengenai
penanganan awal Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dan segera melapor
atau konsultasi ke Bidan maupun Dokter.
d. Memberikan edukasi pada masyarakat khususnya ibu agar tidak ragu
lagi untuk melakukan Imunisasi

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Penyuluhan ini diharapkan dapat ikut mengembangkan ilmu kedokteran
khususnya tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi.
b. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan
profesionalisme pelayanan terhadap masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Puskesmas
Membantu dalam pengembangan program upaya Kesehatan Ibu
dan Anak serta Keluarga Berencana.

6
b. Bagi Masyarakat
1) Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu hamil
mengenai arti penting dan tujuan KB pasca persalinan.
2) Membantu masyarakat mengetahui gejala dan tatalaksana Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi.
3) Memberikan dukungan dan motivasi pada ibu-ibu yang memiliki
balita untuk melakukan Imunisasi KB demi meningkatkan
kesejahteraan anak.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP
KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa
1 bulan setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat
mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan
42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca
vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain
pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca
vaksinasi polio).
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi
simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek
langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek
farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi
idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan.efek
farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena
potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang
terhadap unsure vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat
terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam
kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsure lain
yang terkandung dalam vaksin.
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi
karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta
penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi,
atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan. Sesuai telaah laporan
KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM) USA
menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian
yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan
teknik pelaksanaan (pragmatic errors).

8
B. Klasifikasi KIPI
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian
besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk
menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai:
1. Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
2. Sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
3. Derajat sakit resipien
4. Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
5. Apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin,
kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor
etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)
Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik
pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan,
pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat
terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
 Dosis antigen (terlalu banyak)
 Lokasi dan cara menyuntik
 Sterilisasi semprit dan jarum suntik
 Jarum bekas pakai
 Tindakan aseptik dan antiseptik
 Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik
 Penyimpanan vaksin
 Pemakaian sisa vaksin
 Jenis dan jumlah pelarut vaksin
 Tidak memperhatikan petunjuk produsen
Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila
terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.

9
2. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada
tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa
takut, pusing, mual, sampai sinkope.
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat
diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan
secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala
klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian.
Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam
petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra,
indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian
spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain.
Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana
imunisasi.
4. Faktor kebetulan (koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi
secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini
ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada
kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak
mendapatkan imunisasi.
5. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan
kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam
kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn
kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab
KIPI.

10
C. Gejala Klinis KIPI
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat
dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi
lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.

Reaksi KIPI Gejala KIPI


Lokal Abses pada tempat suntikan
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya
selulitis, BCG-itis
SSP Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Lain-lain Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis,
edema
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi >38,5°C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus
(3jam)
Sindrom syok septik
Dikutip dari RT Chen, 1999\

Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek
samping, maka apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu
diobsevasi beberapa saat, sehingga dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat).

11
Berapa lama observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya
setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15
menit.untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang dianggap
sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.

Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Saat timbul KIPI


Toksoid Tetanus Syok anafilaksis 4 jam
(DPT, DT, TT) Neuritis brakhial 2-18 hari
Komplikasi akut termasuk kecacatan tidak tercatat
dan kematian
Pertusis whole cell Syok anafilaksis 4 jam
(DPwT) Ensefalopati 72 jam
Komplikasi akut termasuk kecacatan tidak tercatat
dan kematian
Campak Syok anafilaksis 4 jam
Ensefalopati 5-15 hari
Komplikasi akut termasuk kecacatan tidak tercatat
dan kematian
Trombositopenia 7-30 hari
Klinis campak pada resipien 6 bulan
imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
dan kematian tidak tercatat
Polio hidup (OPV) Polio paralisis 30 hari
Polio paralisis pada resipien 6 bulan
imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
dan kematian

12
Hepatitis B Syok anafilaksis 4 jam
Komplikasi akut termasuk kecacatan tidak tercatat
dan kematian
BCG BCG-itis 4-6 minggu
Dikutip dengan modifikasi dari RT Chen, 1999

D. Angka Kejadian KIPI


KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis.
Angka kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT,
tetapi yang benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis.
Anak yang lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope,
segera atau lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi,
secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.

E. Tatalaksana KIPI
Tatalaksana KIPI pada dasarnya terdiri dari penemuan kasus, pelacakan
kasus lebih lanjut, analisis kejadian, tindak lanjut kasus, dan evaluasi. Dalam
waktu 24 jam setelah penemuan kasus KIPI yang dilaporkan oleh orang tua
(masyarakat) ataupun petugas kesehatan, maka pelacakan kasus harus segera
dikerjakan. Pelacakan perlu dilakukan untuk konfirmasi apakah informasi yang
disampaikan tersebut benar. Apabila memang kasus yang dilaporkan diduga
KIPI, maka dicatat identitas kasus, data vaksin (jenis, pabrik, nomor batchlot),
petugas yang melakukan, dan bagaimana sikap masyarakat saat menghadapi
masalah tersebut. Selanjutnya perlu dilacak kemungkinan terdapat kasus lain
yang sama, terutama yang mendapat imunisasi dari tempat yang sama dan jenis
lot vaksin yang sama. Pelacakan dapat dilakukan oleh petugas Puskesmas atau
petugas kesehatan lain yang bersangkutan. Sisa vaksin (apabila masih ada)
yang diduga menyebabkan KIPI harus disimpan sebagaimana kita
memperlakukan vaksin pada umumnya (perhatikan cold chain).
Kepala Puskesmas atau Pokja KIPI daerah dapat menganalisis data
hasil pelacakan untuk menilai klasifikasi KIPI dan dicoba untuk mencari

13
penyebab KIPI tersebut. Dengan adanya data kasus KIPI dokter Puskesmas
dapat memberikan pengobatan segera. Apabila kasus tergolong berat, penderita
harus segera dirawat untuk pemeriksaan lebih lanjut dan diberikan pengobatan
segera. Evaluasi akan dilakukan oleh Pokja KIPI setelah menerima laporan.
Pada kasus ringan tatalaksana dapat diselesaikan oleh Puskesmas dan
Pokja KIPI hanya perlu diberikan laporan. Untuk kasus berat yang masih
dirawat, sembuh dengan gejala sisa, atau kasus meninggal, diperlukan evaluasi
ketat dan apabila diperlukan Pokja KIPI segera dilibatkan. Evaluasi akhir dan
kesimpulan disampaikan kepada Kepala Puskesmas untuk perbaikan program
yang akan datang.

14
F. Imunisasi Pada Kelompok Resiko
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan
apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan
kelompok resiko adalah:
1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP
KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk
penanganan segera
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi
cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan
adalah:
a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar
pada bayi cukup bulab
b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi
ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau
berumur 2 bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2
bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg
c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin
polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia,
sehingga tidak menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar
atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid
jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk
pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia.
Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan
pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak
dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari
atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat

15
diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3
bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk
menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.

16
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN DAN INTERVENSI

A. Tujuan
Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit, ibu diharapkan mampu
memahami tentang gejala yang dapat timbul dari reaksi KIPI dan
penatalaksanaannya. Kegiatan penyuluhan tentang KIPI juga bertujuan untuk
mengurangi kekhawatiran ibu dengan keadaan yang ditimbulkan dari reaksi
tersebut.

B. Perencanaan dan pemilihan intervensi


Intervensi yang dipilih ialah melakukan penyuluhan tentang Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi pada ibu-ibu peserta Posyandu Balita di Desa Babalan.

C. Metode
Metode yang digunakan adalah ceramah dan diskusi/tanya jawab.

D. Media
Media yang digunakan yaitu: powerpoint dan leaflet.

E. Sasaran
Peserta program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga
Berencana (KB) Puskesmas Gabus 1 di Desa Babalan yaitu Posyandu Balita.

F. Waktu
Penyuluhan tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dilaksanakan pada :
1. Hari, tanggal : Kamis, 15 Desember 2016
2. Jam : 10.00 WIB

17
G. Tempat
Penyuluhan dilaksanakan di Balai Desa Babalan Kecamatan Gabus
Kecamatan Pati.
Setting tempat penyuluhan :

Penyuluh

H. Audien
Pelaksana Audien Audien Audien Audien

I. Kegiatan
Kegiatan penyuluhan tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi berjalan
dengan lancar, peserta tampak antusias, dan mengajukan beberapa pertanyaan
seputar KIPI. Selain penyuluhan juga melakukan konseling, yaitu :
1. Beberapa reaksi yang mungkin timbul setelah Imunisasi
2. Menyarankan agar senantiasa konsultasi pada bidan atau dokter ketika akan
melakukan imunisasi maupun setelah melakukan imunisasi

J. Monitoring dan Evaluasi


1. Evaluasi proses yaitu:
a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang direncanakan
b. Peserta berperan aktif selama jalannya penyuluhan
2. Hasil evaluasi kegiatan penyuluhan tentang Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi ini adalah peserta mengerti gejala dan tatalaksana KIPI sehingga
peserta tidak ragu lagi untuk mengikuti program imunisasi.

18
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit infeksi yang paling
efektif untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat akan diikuti dengan
pemakaian vaksin dalam dosis besar. Seiring dengan penggunaan vaksin secara
masal, kejadian ikutan pasca imunisasi akan semakin kerap dijumpai.
Kewaspadaan dan ketelitian dalam melaksanakan imunisasi akan mengurangi
KIPI yang terjadi. Penanganan segera disertai pelaporan dan pencatatan kasus
KIPI akan sangat berguna dalam memperbaiki pelaksanan program imunisasi
dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap manfaat imunisasi di
negara kita.
B. Saran
1. Untuk dokter sebaiknya benar-benar memahami konsep dasar Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi agar dapat memberikan penjelasan sejelas-jelasnya
pada masyarakat khususnya ibu sehingga ibu tidak khawatir lagi untuk
membawa anaknya imunisasi.
2. Bagi institusi puskesmas, hendaknya lebih sering memberikan promosi
kesehatan mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dan lebih teliti dalam
melaksanakan imunisasi.
3. Bagi masyarakat khususnya ibu agar tidak terlalu khawatir untuk melakukan
imunisasi dan menerapkan informasi yang didapat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Kassianos GC, penyunting. Immunization Childhood and Trame Health. Edisi


ketiga. London: Blackwell Science, 1996.
World Health Organization Children Vaccine Initiative. Strategic planning.
Managing opportunity of change a vision of vaccination for the 21th
century. Geneva: Children’s Vaccine Initiative-WHO, 1997.
Watson C, penyunting. National Immunisation Program: The Australian
Immunisation Handbook. Edisi ke-6. Commonwealth of Australia:
National Health and Medical Research Council 1997.
Chen RT. Safety of vaccines. Dalam: Plotkin SA, Mortimer WA, penyunting.
Vaccines. Edisi ketiga. Philadelphia, Tokyo: WB Saunders, 1999:1144-
57.
Stratton KR, Howe CJ, Johnston RB. Adverse events associated with childhood
vaccines. Evidence bearing on causality. Washington DC: National
Academy Press, 1994.
World Health Organization. Surveillance of adverse events following
immunization. Field guide for managers of immunization programmes.
Geneva: WHO, 1997.
Conference Review. Vaccine today protecting the future. Kuala Lumpur, 18-19
March 1998.
Subdit Imunisasi Ditjen PPM&PLP Departemen Kesehatan. Petunjuk teknis KIPI.
Jakarta: Ditjen PPM&PLP Departemen Kesehatan, 1998.
Henderson RH. Vaccination: Success and Challenges. Dalam: Cutt FT, Smith PG,
Penyunting. Vaccination & World Health Chichester, Singapura: John
Wiley & Sons, 1994:3-16.

20
LAMPIRAN LEAFLET

21
LAMPIRAN
DOKUMENTASI KEGIATAN

22
FORM BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Hari, Tanggal :
Pukul : 10.00 WIB
Tempat : Puskesmas Gabus I
Presentan : dr. Reisya Tiara Kandita
Judul : F.3 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta
Keluarga Berencana (KB)
“Penyuluhan Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI) pada Posyandu Balita di
Desa Babalan di Wilayah Kerja
Puskesmas Gabus 1”

No. Nama Peserta Tanda Tangan

1. Dr. Sunnah Larasati 1.

2. Dr. Ana Auliya A 2.

3. Dr. Djarum Mareta Saputri 3.

4. Dr. Dahlia Dwi Prasetyaningrum 4.

5. Dr. Ayu Rindwitia Indah P 5.

6. Dr. M. Wahib Hasyim 6.

7. 7.

Mengetahui
Pembimbing

dr. M. Wahib Hasyim

23

Anda mungkin juga menyukai