Anda di halaman 1dari 37

Paper

FRAKTUR TERTUTUP

Disusun Oleh:

Farizky 120100233
Cindy Audina Pradibta 120100369
Sharmilah Dewi 120100470
Atika Rahmah Dwi Putri 120100417
Alexander Josethang 120100071
Purushotaman R 120100478

Pembimbing:
dr. Otman Siregar, Sp.OT (K)

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2017
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah/paper ini dengan
judul “Fraktur Tertutup” tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Otman Siregar,Sp.OT (K), yang telah meluangkan waktu dan
memberikan bimbingan serta banyak masukan dalam proses pembuatan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi isi maupun bahasanya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar dapat
makalah ini dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.

Medan, November 2017

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Cover .................................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi ........................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan Makalah ............................................................................... 2
1.3. Manfaat Makalah ............................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
2.1. Definisi ............................................................................................ 3
2.2. Epidemiologi .................................................................................... 3
2.3. Etiologi ............................................................................................. 4
2.4. Patofisiologi ..................................................................................... 5
2.5. Klasifikasi......................................................................................... 6
2.6. Diagnosis .......................................................................................... 7
2.7. Penatalaksanaan .............................................................................. 10
BAB 3 STATUS PASIEN ................................................................................ 18
BAB 4 DISKUSI ............................................................................................... 28
BAB 5 KESIMPULAN ..................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 34


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah hilangnya kontinuitas
tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifise, baik yang bersifat total maupun
parsial. Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kondisi
patah, harus diketahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat
menyebabkan tulang patah. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.1
Secara klinis, fraktur dapat dibedakan menjadi fraktur tertutup, fraktur
terbuka dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang
tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar, sedangkan fraktur terbuka adalah
fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari
luar). Sedangkan fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan
komplikasi diantaranya early, immediate dan late komplikasi.1
Saat ini dengan meningkatnya aktivitas manusia seperti melakukan
perjalanan melalui darat, air dan udara, aktivitas industri dan olahraga rekreasi
kompetitif, maka dapat dikatakan saat ini adalah zamannya injury ataupun
zamannya trauma. Insiden terjadinya trauma meningkat dan akan terus meningkat.
Trauma merupakan pembunuh nomor satu pada usia muda di Amerika Utara.
Perkiraan biaya tahunan untuk trauma di Amerika Utara sekitar 160 miliar dolar.
Hampir 10% dari pasien rawat inap merupakan korban trauma. Dua pertiga pasien
mengalami permasalahan sistem muskuloskeletal termasuk fraktur, dislokasi dan
kerusakan jaringan lunak.2
Secara global, diperkirakan 1,2 juta orang meninggal dan 50 juta orang
terluka karena kecelakaan lalu lintas pada data tahun 2004. Hal ini membuat
kecelakaan merupakan penyebab kematian utama pada usia 10-19 tahun (260.000
anak meninggal setiap tahunnya dan 10 juta anak terluka) dan merupakan
penyebab kematian keenam di Amerika serikat. Data badan pusat statistik
2

indonesia tahun 2009, menunjukkan jumlah kecelakaan sebesar 62.960 kasus


dengan kerugian sebesar (10 Milyar rupiah).2

1.2 Tujuan Makalah


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memperkenalkan dan
meningkatkan pengetahuan mengenai Fraktur Tertutup secara komprehensif.
Selain itu, penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
kegiatan Program Profesi Dokter (P3D) di Departemen Orthopaedi dan
Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Makalah


Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintergrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang dijumpai
di lapangan.
3

BAB 2
DAFTAR PUSTAKA

2.1. Definisi
Fraktur tertutup adalah hilangnya kontinuitas tulang dimana kulit dan
jaringan lunak diatasnya masih utuh (tidak adanya hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar).3,4
Karena energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan jenis patah tulang,
pasien sering memiliki luka tambahan, beberapa berpotensi mengancam nyawa,
yang memerlukan pengobatan. Terdapat 40-70% dari trauma berada di tempat lain
dalam tubuh bila ada fraktur terbuka. Fraktur terbuka mewakili spektrum cedera,
pertama, masalah mendasar patah tulang dan kedua, pemaparan dari patah tulang
terhadap lingkungan, dan kontaminasi dari situs fraktur.5

2.2. Epidemiologi
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi. Ratusan orang meninggal dan
luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Kecelakaan lalu-lintas merupakan
pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut
data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan
mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang
mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-
rata setiap hari terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang
meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung
meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun
selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.772 orang. Tahun 2004, jumlah ini
meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September,
jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah
tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas
fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga
4

berhubungan dengan udara luar dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang
tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa
diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya
disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian
yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut
yang mengarah ke samping, depan, atau belakang. Selain itu, ditemukan nyeri
gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur
yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur
ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan,
tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai
atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang
cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.6

2.3. Etiologi
Terdapat perbedaan konsep penyebab fraktur berdasarkan jenis tulang.
Pada tulang kortikal, karena ia dapat menahan kompresi dan shearing force, maka
penyebabnya adalah tension failure, dimana tulang diputar atau ditarik oleh gaya
yang menarik tulang ke arah yang berlawanan. Gaya ini cukup kuat sehingga
menyebabkan tulang panjang ini bengkok sehingga menimbulkan sisi yang
cekung pada tulang dan biasanya menyebabkan fraktur tipe transvers atau oblik.
Terdapat perhatian yang khusus pada anak-anak dimana tulang kortikalnya adalah
seperti batang pohon muda, kekuatan berputar menyebabkan tension failurepada
daerah cekung yang bengkok dan menyebabkan greenstick fracture. Pada tulang
cancellous, gaya kompresi menyebabkan fraktur kompresi serta buckle fracture,
torus fracture pada anak-anak.5
Fraktur umumnya disebabkan oleh energi tinggi akibat trauma, paling
sering dari pukulan langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor.
Dapat juga disebabkan oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat
keparahan fraktur berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang
mengenai tubuh. Ukuran luka bisa hanya beberapa milimeter hingga terhitung
diameter. Tulang mungkin terlihat atau tidak terlihat pada luka.7
5

2.4. Patofisiologi
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang dimana
trauma yang terjadi kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Ada 2 faktor yang
mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, durasi
trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), dan faktor intrinsik meliputi
kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma. Yang dapat menyebabkan
terjadinya patah tulang meliputi trauma langsung dan tidak langsung. Trauma
langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur dan biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Tekanan pada tulang dapat berputar, kompresi bahkan tarikan. Akibat trauma
pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
6

2.5. Klasifikasi
Berdasarkan kontinuitas tulangnya, fraktur dapat dibagi menjadi:
1. Fraktur komplit, terjadi jika tulang terpisah menjadi dua fragmen atau
lebih.
2. Fraktur inkomplit, terjadi jika tulang tidak terpisah sepenuhnya dan
periosteum tidak mengalami kerusakan pada kontinuitasnya.
3. Fraktur physeal, fraktur yang melewati fisis yang sedang tumbuh
merupakan kasus yang berbeda. Kerusakan terhadap kartilago epifisis
dapat memberikan dampak deformitas secara progresif jika dibandingkan
terhadap derajat keparahan cedera yang tampak.

Tipe-tipe fraktur secara umum. (a) Incomplete (‘greenstick’) fracture (pada ulna);
(b) Displaced transverse fracture; (c) Oblique fracture; (d) Spiral fracture (e)
Segmental fracture (f) Compression fracture of lumbar vertebra; and (g) avulsion
fracture (pada lateral condyle humerus)

Dapat juga dipakai klasifikasi secara anatomis atau yang dikenal sebagai
klasifikasi AO/OTA (Orthopaedic Trauma Association/Arbeitsgemeinschaft für
Osteosynthesenfragen) yang pertama diperkenalkan Müller dan kawan-kawan :
 Nomor pertama menunjukkan tulang yang terkena
 1 = humerus
 2 = radius/ulna
 3 = femur
 4 = tibia/fibula
 5 = spine
7

 6 = pelvis/acetabulum
 7 = hand
 8 = foot
 9 = Craniomaxillofacial bones
 Nomor kedua menunjukkan segmen
 1 = proximal
 2 = diaphyseal
 3 = distal
 4 = malleolar
 Huruf Menunjukkan pola fraktur
 A = simple; extra-articular (pada metafisis)
 B = wedge; partial- articular (pada metafisis)
 C = complex; complete-articular (pada metafisis)
 Dua huruf terakhir menunjukkan morfologi fraktur.

2.6. Diagnosis
Diagnosis dilakukan tergantung pada kondisi pasien yang datang.
Umumnya karena etiologinya adalah trauma, maka penanganan pasien haruslah
mengikuti prinsip ATLS (Advanced Trauma Life Support).3,4

2.6.1. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik
yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak.

2.6.2. Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya :
a. Syok, anemia atau perdarahan.
b. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
c. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
8

2.6.3. Pemeriksaan lokal


a. Inspeksi (Look)
o Bandingkan dengan bagian yang sehat.
o Perhatikan posisi anggota gerak.
o Keadaan umum penderita secara keseluruhan.
o Ekspresi wajah karena nyeri.
o Lidah kering atau basah.
o Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.
o Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka.
o Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa
hari.
o Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan.
o Lakukan survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-
organ lain.
o Perhatikan kondisi mental penderita.
o Keadaan vaskularisasi.
b. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena biasanya mengeluh sangat
nyeri.
o Temperatur setempat yang meningkat.
o Nyeri tekan. Nyeri tekan yang bersifat superficial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang.
o Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati.
o Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena.
9

o Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian


distal daerah trauma ,temperatur kulit.
o Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.

c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami
trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

2.6.4. Pemeriksaan Neurologis


Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia .Kelainan saraf
yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah
asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya.

2.6.5. Pemeriksaan Radiologis


Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Untuk
mendeskripsikan fraktur pada pemeriksaan radiologi dapat diikuti panduan
sebagai berikut :

1. Site
2. Extent
3. Configuration
10

4. Relationship of Fracture fragment to each other


5. Relationship of the fracture of external environment
6. Complications

2.7. Penatalaksanaan3,4,5,6
Banyak pasien dengan fraktur tertutup mengalami cedera ganda. Terapi
yang tepat di tempat kecelakaan sangat penting. Luka harus ditutup dengan
pembalut steril atau bahan yang bersih dan dibiarkan tidak terganggu hingga
pasien mencapai bagian rawat kecelakaan. Sedangkan bagian yang mengalami
fraktur harus distabilisasi dengan pemasangan bidai.3,4
Di Rumah Sakit, penilaian umum yang cepat merupakan langkah yang
pertama, dan setiap keadaan yang membahayakan jiwa dapat diatasi. Luka
kemudian diperiksa, idealnya dipotret dengan kamera polaroid. Setelah itu dapat
ditutup lagi dan dibiarkan tidak terganggu hingga pasien berada di kamar bedah.
Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab :
1. Mechanism of Injury
2. Injury Sustained
3. Signs and Symptoms
4. Treatment
5. Allergies
6. Medications
7. Past Illness & Pregnancy
8. Last Meal
9. Events/Environment Surrounding Injury
11

2.7.1. Penanganan fraktur tertutup


Prinsip umum penanganan fraktur yang dapat dipakai adalah :5
1. First, do no harm
2. Tatalaksana dengan pengetahuan diagnosis dan prognosis yang diketahui
dengan pasti
3. Pilih terapi dengan target tertentu. Pada posisi ini, seorang dokter
haruslah berbicara kepada pasiennya mengenai apa yang penting dalam
hidupnya dan kemungkinan yang bisa dilakukan untuk kecelakaan yang
dialaminya.
4. Kerjasamalah dengan “Hukum Alami”
5. Tatalaksana haruslah realistis dan praktis
Penatalaksanaan fraktur tertutup meliputi tindakan life saving dan life limb
dengan resusitasi sesuai dengan indikasi, pembersihan luka dengan irigasi, eksisi
jaringan mati dan debridement, penutupan luka, stabilisasi fraktur dan fisioterapi.
Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih
inflamasi/ infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat
dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca trauma.
Alur penanganan fraktur secara umum adalah sebagai berikut :
1. Pertolongan pertama
Secara umum adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
dan mencegah gerakan-gerakan fragmen yang dapat merusak jaringan
sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa menggunakan splint atau bandage
yang mudah dikerjakan dan efektif. Luka ditutup dengan material yang
bersih dan steril. Perdarahan dikontrol dengan bebat-tekan.
2. Resusitasi
Penatalaksanaan sesuai dengan ATLS (Advanced Trauma Life
Support) dengan memberikan penanganan sesuai prioritas (resusitasi),
bersamaan itu pula dikerjakan stabilisasi fraktur agar terhindar dari
komplikasi. Kehilangan banyak darah pada fraktur tertutup dapat
mengakibatkan syok hipovolemik dan dapat diperberat oleh rasa nyeri
yang dapat menyebabkan syok neurogenik. Tindakan resusitasi dilakukan
12

dilakukan bila ditemukan tanda syok hipovolemik, gangguan nafas atau


denyut jantung karena fraktur terbukaseringkali bersamaan dengan
cedera organ lain. Penderita diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat
atau transfusi darah dan pemberian analgetik selama tidak ada
kontraindikasi. Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah pasien stabil.
Meski, terdapat beberapa indikasi dimana pasien harus didorong ke
kamar bedah untuk dilakukan pembedahan (surgical bleeding control)
segera.
3. Penilaian awal
Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam observasi
dan penanganan awal yang memadai. Fakta-fakta pada pemeriksaan harus
direkam dengan baik termasuk trauma pada daerah atau organ lain dan
komplikasi akibat fraktur itu sendiri.
4. Debridement
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan
mati, memberikan persediaan darah yang baik di seluruh bagian itu. Dalam
anestesi umum, pakaian pasien dilepas, sementara itu asisten
mempertahankan traksi pada tungkai yang mengalami cedera dan
menahannya agar tetap ditempat. Pembalut yang sebelumnya digunakan
pada luka diganti dengan bantalan yang steril dan kulit di sekelilingnya
dibersihkan dan dicukur. Kemudian bantalan tersebut diangkat dan luka
diirigasi seluruhnya dengan sejumlah besar garam fisiologis. Irigasi akhir
dapat disertai obat antibiotika, misalnya basitrasin. Turniket tidak
digunakan karena akan lebih jauh membahayakan sirkulasi dan
menyulitkan pengenalan struktur yang mati. Jaringan itu kemudian
ditangani sebagai berikut :
 Kulit
Hanya sesedikit mungkin kulit dieksisi dari tepi luka, pertahankan
sebanyak mungkin kulit. Luka perlu diperluas dengan insisi yang
terencana untuk memperoleh daerah terbuka yang memadai. Setelah
diperbesar, pembalut dan bahan asing lain dapat dilepas.
13

 Fasia
Fasia dibelah secara meluas sehingga sirkulasi tidak terhalang.
 Otot
Otot yang mati berbahaya, ini merupakan makanan bagi bakteri. Otot
yang mati ini biasanya dapat dikenal melalui perubahan warna yang
keungu-unguannya, konsistensinya yang buruk, tidak dapat
berkontraksi bila dirangsang dan tidak berdarah. Semua otot mati dan
yang kemampuan hidupnya meragukan perlu dieksisi.
 Pembuluh darah
Pembuluh darah yang banyak mengalami perdarahan diikat dengan
cermat, tetapi untuk meminimalkan jumlah benang yang tertinggal
dalam luka, pembuluh darah yang kecil dijepit dengan gunting tang
arteri dan dipilin.
 Saraf
Saraf yang terpotong biasanya terbaik dibiarkan saja. Tetapi, bila luka
itu bersih dan ujung-ujung saraf tidak terdiseksi, selubung saraf dijahit
dengan bahan yang tidak dapat diserap untuk memudahkan pengenalan
di kemudian hari.
 Tendon
Biasanya, tendon yang terpotong juga dibiarkan saja. Seperti halnya
saraf, penjahitan diperbolehkan hanya jika luka itu bersih dan diseksi
tidak perlu dilakukan.
 Tulang
Permukaan fraktur dibersihkan secara perlahan dan ditempatkan
kembali pada posisi yang benar. Tulang, seperti kulit, harus
diselamatkan dan fragmen baru boleh dibuang bila kecil dan lepas sama
sekali.
 Sendi
Cedera sendi terbuka terbaik diterapi dengan pembersihan luka,
penutupan sinovium dan kapsul, dan antibiotik sistemik : drainase atau
irigasi sedotan hanya digunakan kalau terjadi kontaminasi hebat.
14

Debridement dapat juga dilakukan dengan :


 Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl
fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang
melekat.
 Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridement)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah
tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi
pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-
fragmen yang lepas.
 Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau
reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III
sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
 Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam
mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini
tidak dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat
dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap
untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam.
Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari
10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure.
Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak
dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
 Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik
diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan seudah
tindakan operasi.
15

5. Penanganan jaringan lunak


Pada kehilangan jaringan lunak yang luas dapat dilakukan soft tissue
transplantation atau flap pada tindakan berikutnya, sedangkan tulang yang
hilang dapat dilakukan bone grafting setelah pengobatan infeksi berhasil baik.
6. Penutupan luka
Pada luka yang kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah dilakukan
debridement dan irigasi dapat langsung dilakukan penutupan secara primer
tanpa tegangan. Pada luka yang luas dan dicurigai kontaminasi yang berat
sebaiknya dirawat secara terbuka, luka dibalut kasa steril dan dilakukan
evaluasi setiap hari. Setelah 5 – 7 hari dan luka bebas dari infeksi dapat
dilakukan penutupan kulit secara sekunder atau melalui tandur kulit.
Penyambungan tulang pada anak relatif lebih cepat, maka reposisi dan fiksasi
dikerjakan secepatnya untuk mencegahnya deformitas.
7. Stabilitas fraktur
Dalam melakukan stabilitas fraktur awal penggunaan gips sebagai temporary
splinting dianjurkan sampai dicapai penanganan luka yang adekuat, kemudian
bisa dilanjutkan dengan pemasangan gips sirkuler atau diganti fiksasi dalam
dengan plate and screw, intermedullary nail atau external fixator devices
sebagai terapi stabilisasi definitif. Pemasangan fiksasi dalam dapat dipasang
setelah luka jaringan luka baik dan diyakini tidak ada infeksi lagi.

2.7.2 Imobilisasi Gips (Plaster of Paris)


Penggunaan gips sebagai fiksasi agar fragmen-fragmen fraktur tidak
bergeser setelah dilakukan manipulasi / reposisi atau sebagai pertolongan yang
bersifat sementara agar tercapai imobilisasi dan mencegah fragmen fraktur tidak
merusak jaringan lunak disekitarnya. Keuntungan lain dari penggunaan gips
adalah murah dan mudah digunakan oleh setiap dokter, non toksik, mudah
digunakan, dapat dicetak sesuai bentuk anggota gerak, bersifat radiolusen dan
menjadi terapi konservatif pilihan. Pada fraktur terbuka derajat III, dimana terjadi
kerusakan jaringan lunak yang hebat dan luka terkontaminasi, penggunaan
gips untuk stabilisasi fraktur cukup beralasan untuk mempermudah perawatan
16

luka. Setelah luka baik dan bebas infeksi penggunaan gips untuk fiksasi fraktur
dapat dilanjutkan untuk menunjang secondary bone healing dengan pembentukan
kalus.

2.7.3 Pemasangan fiksasi


Pilihan metode yang dipergunakan untuk fiksasi dalam ada beberapa
macam, yaitu:
1. Pemasangan plate and screws
Pemasangan fiksasi dalam mempunyai resiko terjadi komplikasi infeksi,
non-union, fraktur berulang. Pada penelitian awalnya pemasangan plat pada
fraktur terbuka diketahui telah memperbaiki fraktur dengan penyambungan
korteks langsung tanpa pembentukan kalus. Osteosit langsung menyeberangi
gap antar fragmen fraktur. Tapi pada kenyataannya terjadi osteogenesis meduler
dan sedikit pembentukan kalus periosteum. Pada penelitian selanjutnya diketahui
bahwa pada pemasangan plat itu sendiri telah mengganggu vaskularisasi ke
kortek tulang oleh plat yang berakibat gangguan aliran darah yang menyebabkan
nonunion. Mengatasi permasalahan ini para pakar AO/ASIF (Association of
Osteosynthesis/Association for the Study of Internal Fixation) dari Swiss telah
menciptakan antara lain LCDCP (Limited Contact Dynamic Compression Plate)
dan ada yang membuat inovasi baru dengan merekonstruksi plat yang non-rigid
dengan tidak memasang sekrup yang banyak sehingga terjadi pembentukan
kalus.7
Pemasangan plat perlu hati-hati dalam melakukan irisan jaringan lunak
agar tidak terjadi kerusakan periosteum, fascia dan otot karena dapat
mengakibatkan non-union. Penutupan kulit diatas plat sering mengalami
kesulitan dan dapat terjadi nekrosis kulit atau infeksi superfisial. Untuk
pencegahan kerusakan jaringan lunak dilakukan dengan pemasangan plat
dibawah kulit dan sekrup langsung dipasang ke tulang dengan bantuan alat
fluoroskopi.
17

2. Pemasangan screws or wires


Untuk melakukan fiksasi fraktur diafisis jarang menghasilkan fraktur yang
stabil. Pemasangan screw banyak digunakan dalam fiksasi fraktur intraartikuler
dan periartikuler, baik digunakan secara tunggal atau kombinasi bersamaan
dengan pemasangan plat atau external fixation device.3,4,5
3. Pemasangan intramedullary nails/rods
Pada pemasangan reamed intramedullary nails dapat menyebabkan ujung
ujung fragmen fraktur diafisis mengalami robekan periosteum kehilangan blood
supply sehingga meningkatkan kejadian infeksi dan non-union. Secondary nailing
dilaksanakan setelah fiksasi luar dengan syarat tidak ada tanda infeksi local
maupun pin tract infection.
18

BAB 3
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Agus Surya
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Karya Ujung Kompleks Helvetia, Medan
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Sudah Menikah
No RM : 72.42.70
Tgl Masuk RS : 30 Oktober 2017

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Senin, tanggal
30 Oktober 2017 pukul 15.21 wib.

Keluhan Utama : Nyeri di lengan atas kiri dan siku kiri


Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini dialami 5 hari yang lalu, sebelum masuk rumah sakit.
Pasien jatuh terpeleset di kamar mandi saat mandi. Pasien jatuh dengan
posisi tangan kiri menahan badan saat jatuh ke lantai. Setelah itu
pasien dibawa oleh keluarga ke rumah sakit Royal Prima. Di rumah
sakit tersebut dilakukan x-ray dan pasien di diagnosis fraktur pada
humerus kiri, lalu dirawat selama 2 hari. Karena tidak ada alat, pasien
dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
Pasien mengaku dalam kondisi tersadar saat terjatuh. Pasien
mengaku tidak sempat pingsan ataupun muntah. Pasien juga tidak
merasakan adanya mual, namun mengeluhkan adanya pusing.
19

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat jatuh : Disangkal
Riwayat kepala terbentur : Disangkal
Riwayat patah tulang : Disangkal
Riwayat trauma pada kaki : Disangkal
Riwayat operasi kaki : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Kencing manis : Disangkal
Riwayat Alergi Obat : Disangkal
Riwayat Alergi makanan : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : Dijumpai
Riwayat DM : Dijumpai
Riwayat Alergi Obat : Disangkal
Riwayat Alergi Makanan : Disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak kesakitan, dan merintih
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4V5M6)
Vital Sign :
Tekanan Darah : 180/90 mmHg
Nadi : 82x/ menit
RR : 20x/ menit
Suhu : 36,5oC
Status Gizi
Berat Badan : 80 kg
Tinggi Badan : 165 cm
BMI : 24,24
Gizi : Kesan gizi lebih
20

Status Internus
 Kepala : kesan mesocephal.
 Hidung : warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, nafas cuping
hidung (-), deformitas (-), septum deviasi (-), konka
hiperemis (-), pembesaran konka (-), sekret (-).
 Telinga : warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, nyeri tekan
aurikula (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus
(-/-), serumen (-/-), MAE hiperemis (-/-), MAE terdapat
massa (-/-), membrane timpani intake (+/+).
 Mulut : bibir kering (-), bibir pecah-pecah (-), sianosis (-), karies
gigi (-), stomatitis (-), lidah kotor (-), hiperemis (-), kripte
melebar (-), uvula hiperemis (-), uvula memanjang (-).
 Leher : kulit seperti warna sekitar, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), deviasi trakea (-),
otot bantu pernafasan (-)
 Thorax :

Paru Dextra Sinistra


1. Inspeksi
Bentuk dada Datar Datar
Hemitorak Simetris dextra = sinistra Simetris dextra = sinistra
Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Nyeri tekan (-) (-)
Pelebaran ICS (-) (-)

3. Perkusi Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang


paru paru
4. Auskultasi
Suara dasar Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler
21

Suara tambahan (-) (-)

 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS v 2 cm medial linea
midklavikularis sinistra dan tidak melebar, thrill (-), pulsus
epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi :
 batas kanan atas : ICS II linea parasternal dextra
 batas kanan bawah : ICS IV linea Parasternal dextra
 batas kiri atas : ICS II linea Parasternal sinistra
 batas kiri bawah : ICS V 2 cm ke arah medial mid
klavikula sinistra
 pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
KESAN : konfigurasi jantung Normal

Auskultasi : Reguler
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-),
SIV (-)

 Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,
ikterik (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-), pekak hepar
(+), tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak
teraba
22

Ektremitas
Superior Inferior

Akral hangat +/+ ↑ +/+

Oedem -/+ -/-

Sianosis -/- -/-

Gerak (Aktif- -/terbatas karena nyeri +/+


pasif)
Refleks Fisiologis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Patologis Tidak dilakukan Tidak dilakukan

CRT <2”/<2” <2”/<2”

STATUS LOKALIS (Ekstremitas ATAS)

1. LOOK
DEXTRA SINISTRA
a. Perubahan Atas : sama seperti Atas : sama seperti
warna kulit warna kulit sekitar, warna kulit sekitar,
hematom (-) hematom (+)
Bawah : sama seperti Bawah : sama seperti
warna kulit sekitar, warna kulit sekitar,
hematom (-), hematom (-),
Tangan: perdarahan Tangan: perdarahan
eksternal (-) eksternal (-)

b. Bengkak Atas/bawah/tangan : -/- Atas/bawah/tangan :-


/- +/+/+
23

c. Deformitas Atas/bawah/tangan : -/- Atas/bawah/tangan :


/- +/-/-

d. Luka Atas/bawah/tangan : -/- Atas/bawah/tangan : -/-


/- /-

e. Perdarahan Atas/bawah/tangan : -/- Atas/bawah/tangan : -/-


/- /-

2. FEEL
DEXTRA SINISTRA
a. Nyeri tekan Atas/bawah/tangan/ : -/- Atas/bawah/tangan/ :
/- +/+/-

b. Pulsasi - A. brachialis: (+) - A. brachialis: (+)


reguler, isi dan reguler, isi dan
tegangan cukup tegangan cukup
- A. radialis - A. radialis
(+) reguler, isi dan (+) reguler, isi dan
tegangan cukup tegangan cukup
Raba/suhu/nyeri : Raba/suhu/nyeri :
Atas/bawah/tangan/ : Atas/bawah/tangan/ :
+/+/+ +/+/+

c. Krepitasi (-) (+)


24

3. MOVE
DEXTRA SINISTRA
a. Gerak (Aktif- - (normal) - (terbatas)
Pasif)

b. ROM - Shoulder joint (+) - Shoulder joint (+)


normal decreased d/t pain
- Elbow joint: (+) - Elbow joint: (+)
Normal decreased d/t pain
- Wrist joint: (+) - Wrist joint: (+)
Normal normal
- Metacarpal and - Metacarpal and
phalanges joint: (+) phalanges joint:
normal (+) normal

4. TANDA-TANDA COMPARTMEN SYNDROME


DEXTRA SINISTRA
a. Pain + +
b. Pallor - -
c. Pulslessness - -
d. Parestesia - -
e. Paviness - -
25

III. FOTO KLINIS


26

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil X-Ray Elbow joint kiri


 Tampak fraktur longitudinal condyles humerus kiri
 Posisi fragmen bergeser ke medial
 Tampak juga fraktur di 1/3 tengah os humerus kiri
27

Hasil X-Ray humerus AP/L kiri


 Tampak fraktur 1/3 tengah os humerus kiri
 Sendi bahu kiri baik
 Tampak fraktur longitudinal condyles os humerus kiri

V. DIAGNOSIS KERJA :
- Closed (L) Humerus Fracture
- Closed (L) Medial Condyle Fracture

VI. TERAPI :
- Pembidaian menggunakan tongkat tiga sisi yang melewati 2 sendi
untuk immobilisasi, untuk selanjutnya dilakukan x-ray
- Terapi awal : Analgesik kuat bisa menggunakan ketorolak 30 mg IV
single dose
- Rujuk Spesialis Bedah Ortopedi untuk tindakan operatif Internal
Fixation
28

BAB 4

DISKUSI

Teori Kasus

Definisi

Fraktur tertutup adalah hilangnya Os mengeluhkan nyeri pada lengan atas


kontinuitas tulang dimana kulit dan dan siku kiri. Hal ini dialami 5 hari
jaringan lunak diatasnya masih utuh sebelum masuk rumah sakit.
(tidak adanya hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar).

Etiologi

Fraktur umumnya disebabkan oleh Pasien jatuh terpeleset di kamar mandi


energi tinggi akibat trauma, paling saat mandi. Pasien jatuh dengan posisi
sering dari pukulan langsung, seperti tangan kiri menahan badan saat jatuh ke
dari jatuh atau tabrakan kendaraan lantai.
bermotor. Dapat juga disebabkan oleh
luka tembak, maupun kecelakaan kerja.
Tingkat keparahan fraktur berhubungan
langsung dengan lokasi dan besarnya
gaya yang mengenai tubuh. Ukuran
luka bisa hanya beberapa milimeter
hingga terhitung diameter. Tulang
mungkin terlihat atau tidak terlihat
pada luka.

Klasifikasi

Berdasarkan kontinuitas tulangnya, Berdasarkan radiologis, pasien


fraktur dapat dibagi menjadi: mengalami :
1. Fraktur komplit
 Transverse fracture of midshaft pada
29

2. Fraktur inkomplit Humerus sinistra


3. Fraktur physeal  Avulsion fracture pada medial
condyle humerus sinistra
Tipe-tipe fraktur sercara umum:
(a) Incomplete (‘greenstick’) fracture
(b) Displaced transverse fracture
(c) Oblique fracture
(d) Spiral fracture
(e) Segmental fracture
(f) Compression fracture of lumbar
vertebra
(g) Avulsion fracture

Diagnosis

Diagnosis dilakukan tergantung pada Pasien datang dengan keluhan utama


kondisi pasien yang datang nyeri di lengan atas kiri dan siku kiri,
hal ini dialami 5 hari yang lalu,
1. Anamnesis
sebelum masuk rumah sakit. Pasien
Biasanya penderita datang dengan
jatuh terpeleset di kamar mandi saat
suatu trauma (traumatik, fraktur),
mandi. Pasien jatuh dengan posisi
baik yang hebat maupun trauma
tangan kiri menahan badan saat jatuh ke
ringan dan diikuti dengan
lantai.
ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak.

Pemeriksaan Lokal (Ekstremitas Atas


2. Pemeriksaan Fisik
Sinistra)
Pada pemeriksaan awal penderita,
perlu diperhatikan adanya : 1. Look
- Perubahan warna
30

a. Syok, anemia atau perdarahan. Atas : sama seperti warna kulit


sekitar, hematom (+)
b. Kerusakan pada organ-organ lain,
Bawah : sama seperti warna kulit
misalnya otak, sumsum tulang
sekitar, hematom (-),
belakang atau organ-organ dalam
Tangan: perdarahan eksternal (-)
rongga toraks, panggul dan
- Bengkak
abdomen.
Atas/bawah/tangan :-+/+/+
c. Fraktur predisposisi, misalnya - Deformitas
pada fraktur patologis. Atas/bawah/tangan/ : -/-/-
- Luka
3. Pemeriksaan Lokal
Atas/bawah/tangan/ : -/-/-
a. Inspeksi (Look)
- Perdarahan
b. Palpasi (Feel)
Atas/bawah/tangan/ : -/-/-
c. Pergerakan (Move)

2. Feel
4. Pemeriksaan Neurologis
- Nyeri Tekan
Atas/bawah/tangan/ : +/+/-
5. Pemeriksaan Radiologis
- Pulsasi
Untuk mendeskripsikan fraktur pada
A. brachialis (+) reguler, isi dan
pemeriksaan radiologi dapat diikuti
tegangan cukup
panduan sebagai berikut :
A. radialis (+) reguler, isi dan
a. Site
tegangan cukup
b. Extent
Raba/suhu/nyeri :
c. Configuration
Atas/bawah/tangan/ : +/+/+
d. Relationship of Fracture
Fragment to each other
- Krepitasi (+)
e. Relationship of Fracture of
External Environment
3. Move
f. Complications
- Gerak (Aktif-Pasif)
(Terbatas)
- ROM
31

Shoulder joint (+) decreased d/t


pain
Elbow joint: (+) decreased d/t
pain
Wrist joint: (+) normal
Metacarpal and phalanges joint:
(+) normal

Tatalaksana:
1. Pertolongan pertama Terapi :
Secara umum adalah untuk - Pembidaian menggunakan
mengurangi atau menghilangkan tongkat tiga sisi yang melewati 2
nyeri dan mencegah gerakan- sendi untuk immobilisasi, untuk
gerakan fragmen yang dapat selanjutnya dilakukan x-ray
merusak jaringan sekitarnya. - Terapi awal : Analgesik kuat bisa
Stabilisasi fraktur bisa menggunakan menggunakan ketorolak 30 mg
splint atau bandage yang mudah IV single dose
dikerjakan dan efektif. - Rujuk Spesialis Bedah
Ortopedi untuk tindakan operatif
2. Resusitasi Internal Fixation
Kehilangan banyak darah pada
fraktur tertutup dapat mengakibatkan
syok hipovolemik dan dapat
diperberat oleh rasa nyeri yang dapat
menyebabkan syok neurogenik.

3. Penialaian awal
Pemeriksaan yang teliti dan hati-
hati merupakan dasar dalam
observasi dan penanganan awal yang
memadai. Fakta-fakta pada
32

pemeriksaan harus direkam dengan


baik termasuk trauma pada daerah
atau organ lain dan komplikasi
akibat fraktur itu sendiri

4. Debridement

5. Penanganan jaringan lunak

6. Penutupan luka

7. Stabilisasi fraktur
Dalam melakukan stabilitas fraktur
awal penggunaan gips sebagai
temporary splinting dianjurkan
sampai dicapai penanganan luka
yang adekuat, kemudian bisa
dilanjutkan dengan pemasangan gips
sirkuler atau diganti fiksasi dalam
dengan plate and screw,
intermedullary nail atau external
fixator devices sebagai terapi
stabilisasi definitif.
33

BAB 5
KESIMPULAN

Fraktur tertutup merupakan hilangnya kontinuitas jaringan tulang.


Pembagiannya yang sering dipakai adalah pembagian berdasarkan kontinuitas
jaringan tersebut. Penanganan pertama pada kasus fraktur tertutup adalah sesuai
ATLS, lalu dilakukan stabilisasi yang berupa pemasangan bidai. Penanganan
definitifnya berupa operasi dimana dilakukan pemasangan implan berupa plate &
screw atau dengan wire.
34

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Edisi ketiga, Yarsif


Watampore, Jakarta, 2007; 355-357
2. Norvell J G, Kulkarni R. Tibial and Fibular Fracture. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview (Acessed on Oct 1,
2017)
3. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. 2014. Apley and Solomon’s Concise
System of Orthopaedicsand Trauma. 4th ed. USA: Taylor & Francis Group.
4. Blom AW. Warwick D. Whitehouse MR. Bristol N. 2018. Apley and
Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma. 10th ed. USA: Taylor &
Francis Group.
5. Salter RB. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System. 3rded. USA: Williams & Wilkins.
6. Egol KA, Koval KJ, Zuckerman JD. 2015. Handbook of Fractures. 5 thed.
USA:Wolters Kluwer.
7. Schaller TM. Open Fracture. Medscape Reference: 2016. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview (Accessed on Oct
1, 2017)

Anda mungkin juga menyukai