Anda di halaman 1dari 13

1.

Gejala dan Tanda


Aneurisma terbentuk secara perlahan selama beberapa tahun dan sering tanpa
gejala. Jika aneurisma mengembang secara cepat, maka terjadi robekan (ruptur
aneurisma), atau kebocoran darah disepanjang dinding pembuluh darah (aortic
dissection), gejala dapat muncul tiba-tiba.
Gejala dan tanda dari penyakit ini dapat berupa : (1) hipotensi, (2) syncope,
(3) disfungsi urin, (4) disfungsi ginjal, (5) nyeri di perut yang dapat menjalar ke
punggung.

a. Aneurisma Aorta Abdominalis.


Aneurisma asimptomatik
Aneurisma ini biasanya ditemukan saat pemeriksaan fisik rutin. Lebih sering
aneurisma asimptomatik ditemukan sebagai penemuan insidental saat pemeriksaan
USG abdomen atau CT scan. Denyut perifer biasanya normal, tetapi penyakit arteri
oklusif pada renal atau ekstremitas bawah sering ditemukan pada 25% kasus.
Aneurisma arteri popliteal terdapat pada 15% kasus pasien dengan aneurisma aorta
abdominalis.

Aneurisma simptomatik
Nyeri mid-abdominal atau punggung bawah atau keduanya dan adanya pulsasi aorta
prominen dapat mengindikasikan pertumbuhan aneurisma yang cepat, ruptur, atau
aneurisma aorta inflamatorik. Aneurisma inflamatorik terhitung kurang dari 5% dari
aneurisma aorta dan retroperitoneal dengan sebab yang belum diketahui. Pada pasien
ini terdapat demam ringan, peningkatan laju endap darah, dan riwayat infeksi saluran
pernapasan atas yang baru saja; pasien sering sebagai perokok aktif. Infeksi aneurisma
aorta (baik dikarenakan oleh emboli septik atau kolonisasi bakteri aorta normal dari
aneurisma yang ada) sangat jarang terjadi tetapi harus diperkirakan pada pasien
dengan aneurisma sakular atau aneurisma yang bersamaan dengan fever of unknown
origin.

Ruptur aneurisma
Pasien dengan ruptur menderita nyeri hebat pada punggung, abdomen, serta
hipotensi. Ruptur posterior terbatas pada retroperitoneal dengan prognosis yang lebih
baik daripada ruptur anterior ke rongga peritoneum. 90% meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Satu-satunya kesempatan untuk menolong adalah perbaikan bedah
emergensi.

Tabel 1. Faktor Resiko Ruptur Aneurisma Aorta Abdominalis (Sabiston, 1995)

Gejala ruptur antara lain:


- Sensasi pulsasi di abdomen
- Nyeri abdomen yang berat, tiba-tiba, persisten, atau konstan. Nyeri dapat
menjalar ke selangkangan, pantat, atau tungkai bawah.
- Nyeri pada punggung bawah yang berat, tiba-tiba, persisten, atau konstan,
dapat menjalar ke selangkangan, pantat, atau tungkai bawah
- Anxietas
- Nausea dan vomiting
- Kulit pucat
- Shock
- Massa abdomen

b. Aneurisma Aorta Thoracica


Manifestasi klinisnya tergantung dari besarnya ukuran, posisi aneurisma, dan
kecepatan tumbuhnya. Sebagian besar adalah asimptomatik dan ditemukan dalam
prosedur diagnostik untuk keadaan lain. Beberapa pasien mengeluh nyeri substernal,
punggung, atau leher. Yang lainnya menderita dispneu, stridor, atau batuk akibat
penekanan pada trakhea, disphagia akibat penekanan pada esophagus, hoarseness
akibat penekanan pada nervus laryngeus recurrent sinistra, atau edema leher dan
lengan akibat penekanan pada vena cava superior. Regurgitasi aorta karena distorsi
anulus valvula aortikus dapat terjadi dengan aneurisma aorta ascenden.
2. Diagnosa Klinis
Pada aneurisma yang letaknya perifer, diagnosis klinis biasanya tidak sulit.
Aneurisma sentral yang letaknya dalam rongga tubuh yang besar seperti rongga toraks
atau rongga abdomen sangat sulit didiagnosis. Tidak jarang penderita datang dengan
salah satu komplikasi aneurisma, biasanya berupa ruptur. Pemeriksaan penunjang
ultrasonografi dan arteriografi dapat memberikan diagnosis pasti.
Diagnosa aneurisma aorta ditegakkan berdasarkan keluhan , gejala klinis dan
pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan massa yang berdenyut dan
letaknya ditengah abdomen. Ditemukan bising yang selaras dengan denyut jantung di
atas massa tersebut.
Aneurisma torakalis harus cukup besar untuk dapat menimbulkan gejala ;
akibatnya, aneurisma mungkin baru ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
radiogram toraks. Jika benar-benar timbul gejala, biasanya disebabkan oleh perluasan
dan kompresi pada struktru organ yang berdekatan, seperti pada; oesofagus, dapat
menimbulkan disfagia; kompresi saraf laringeus rekuren dapat menyebabkan suara
serak; kompresi pada bronchus dapat menyebabkan sesak nafas terus menerus.

2.1. Pemeriksaan fisik


Kebanyakan aneurisma ditemukan saat pemeriksaan fisik rutin. Pemeriksa
harus selalu mencoba untuk dapat menentukan diameter aorta abdominalis di atas
umbilikus. Normalnya aorta abdominal mempunyai diameter kurang dari 2,5 cm. Jika
pulsasi aorta yang menonjol teraba, terutama jika pasien gemuk, maka aneurisma
aorta abdominal harus diduga.
Bila pada anamnesa penderita sendiri merasa adanya pembengkakan di perut
yang berdenyut sesuai irama nadinya, maka diagnosa aneurisma aorta abdominal
sudah hampir pasti. Pada inspeksi tampak tumor yang berdenyut kuat dibawah
dinding perut. Pada auskultasi terdengar bising sistolik setinggi tulang lumbal 2. Pada
perkusi dinding abdomen suara yang tedengar akan memuncak, perkusi tidak
menimbulkan rasa sakit. Pada palpasi teraba bifurkasi aorta yang telah beranjak naik,
pada posisi duduk setinggi pusat, sedangkan batas atas aneurisma teraba sampai arcus
costarum. Pulsasi yang kuat akan teraba kecuali pada trombus total, bila sakit
biasanya ada kebocoran akibat ruptur.
Gambar 9. Massa abdomen pada pemeriksaan fisik aneurisma aorta
abdominalis
2.2. Pemeriksaan Penunjang
Aneurisma banyak terjadi pada aorta ascendens. Untuk melihat bentuk dari
aneurisma perlu dibuat proyeksi PA, lateral dan oblik. Bentuk aneurisma yang slindris
dan sacullar akan tampak nyata dan berbatas tegas dengan aorta yang masih normal.
Perlu pula diperhatikan adanya pendorongan alat-alat organ lain yang berdekatan,
misalnya oesofagus, tracea, dan bronchus. Oleh karena itu pada pemeriksaan
radiologi, oesofagus harus diisi dengan barium. Selain dii aorta ascendens, aneurisma
dapat terjadi dan timbul dii arcus aorta dan aorta descendens, dan bahkan dapat
multipel.
a. Ultrasound adalah pemeriksaan skrining pilihan dan bernilai juga untuk mengikuti
perkembangan aneurisma pada pasien dengan aneurisma yang kecil (<5 cm).
Biasanya aneurisma membesar 10% diameter per tahunnya; sehingga USG
abdomen direkomendasikan untuk aneurisma yang lebih besar 3,5 cm.

Gambar 10. USG abdomen pada aneurisma aorta


b. CT scan — tidak hanya tepat dalam menentukan ukuran aneurisma tetrapi
juga menentukan hubungan terhadap arteria renalis.

Gambar 11. CT scan abdomen pada aneurisma aorta

c. Tomografi — bisa bermanfaat mengevaluasi aneurisma yang tidak mudah


dievaluasi dengan ultrasonografi, seperti anurisma suprarenalis atau aorta
torasika, aneurisma disekans, aneurisma pelvis sejati, aneurisma palsu pasca
bedah.
d. Ultrasonografi (USG) adalah metode, relatif murah, noninvasif sensitivitas
tinggi (> 98%) dan spesifisitas (hampir 100%) untuk deteksi AAA.
Ultrasonografi mengukur diameter aorta anterior-posterior perut lebih akurat.
Ultrasonografi juga dapat memberikan informasi tentang ukuran dan bentuk
dari trombus luminal dalam AAA dan adanya aneurisma iliaka.
e. Angiography aorta (aortography) — diindikasikan sebelum repair aneurisma
arterial oclusive disease pada viseral dan ekstremitas bawah atau saat repair
endograft akan dilakukan.
Gambar 12. Aortography aorta abdominalis pada aneurisma aorta

3. Diagnosa Banding
Aneurisma aorta harus dibedakan dengan tumor jaringan lunak didekat aorta,
seperti tumor retroperitoneal : limpoma, lipoma, dan limposarkoma yang melekat
pada aorta. Kelainan ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan fisik yang teliti.
Aneurisma ini menimbulkan denyut yang terasa disetiap bagian massa sedangkan
tumor tidak demikian.

4. Penatalaksanaan
- Farmako terapi :
– Antihipertensif untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 120mmHg atau
kurang
– Propanolol untuk menurunkan kekuatan pulsasi dalam aorta dengan menurunkan
kontraktilitas miokard.
Pembedahan dilakukan jika pengobatan farmako terapi tidak berhasil untuk
mencegah pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan gejala-gejala nyeri
semakin memburuk.
a. Aneurisma aorta abdominalis
Terapi aneurisma dahulu adalah intervensi bedah atau observasi (watchful
waiting) dengan kombinasi pengawasan tekanan darah. Sekarang, endovascular
atau teknik invasif minimal telah dikembangkan untuk berbagai tipe aneurisma.
Jika aneurisma berukuran kecil dan tidak ada gejala (misalnya aneurisma yang
ditemukan saat pemeriksan kesehatan rutin), maka direkomendasikan pemeriksaan
kesehatan periodik saja, meliputi pemeriksaan USG tiap tahunnya, untuk
memantau apakah aneurisma menjadi besar.

Indikasi operasi : pasien dengan diagnosis aneurisma ≥ 5 cm atau dengan


pelebaran aneurisma yang progresif dipertimbangkan untuk dilakukan
pembedahan. Perubahan mendadak seperti nyeri yang sangat hebat merupakan
tanda bahaya dan dapat merupakan suatu tanda pelebaran aneurisma yang
progresif, kebocoran, dan ruptur. Tujuan tindakan bedah adalah melaksanakan
operasi sebelum komplikasi terjadi.
Ada dua pendekatan tindakan bedah. Dahulu dengan membuka abdomen.
Pembuluh darah yang abnormal digantikan oleh graft yang dibuat dari material
sintetis, seperti Dacron. Pendekatan lain disebut endovascular repair . Tube tipis
disebut catheters dimasukkan lewat arteri. Tube ini memungkingkan graft
diletakkan tanpa membuat potongan besar di abdomen dan penyembuhan dapat
lebih cepat.
Pasien dengan aneurisma aorta abdominalis sering berhubungan dengan adanya
penyakit jantung, paru, pembuluh darah perifer, dan ginjal. Penilaian keadaan
komorbid penting untuk menentukan resiko untuk perbaikan dengan pembedahan
dan untuk merencanakan intervensi preoperatif untuk mengurangi resiko
pembedahan.

Teknik Perbaikan dengan Pembedahan Terbuka (Open Repair).


Terdapat beberapa pendekatan untuk melakukan pembedahan terbuka, setiap
teknik memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
1. Transperitoneal Approach
Teknik ini memudahkan dan lebih fleksibel untuk mengeksplor AAA,
arteri renali, dan kedua arteri iliaca. Dibuat midline incision abdomen dari
xiphoid sampai pubis, panjang insisi tergantung dari besar aneurisma.1
Gambar 13. Teknik Perbaikan transperitoneal AAA dengan graft prostese lurus atau
bercabang. D, duodenum; IMA, inferior mesenteric artery; IMV, inferior mesenteric vein;
LRV, left renal vein; SMA, superior mesenteric artery.

2. Retroperitoneal Approach
Pendekatan transperitoneal pada pasien dengan keadaan abdomen yang
kurang mendukung untuk menjalani operasi seperti aneurisma suprarenal
yang luas, horseshoe kidney, peritoneal dialysis, inflammatory aneurysm,
atau asites. Pada keadaan ini dengan pendekatan retroperitoneal adalah
yang paling baik.
Dengan teknik ini, posisi pasien lateral dekubitus kanan. Insisi untuk
lapangan operasi pada pertengahan dari atas crista iliaca dan tepi kosta.
Lengan kiri diberi bantalan dan diletakkan diatas lengan kanan dengan
diberi penyokong. Derajat kemiringan bahu 60o dan panggul 30o untuk
memudahakan mengeksplor lapangan operasi.
Insisi pada sela iga X dimulai dari linea aksilaris posterior dilebarkan ke
medial sampai batas lateral rectus sheat menuju titik tengah antara
umbilikus dan simfisis pubis.

Gambar 14. Teknik Perbaikan retroperitoneal AAA dengan graft prostese lurus

3. Minimal Incision Aortic Surgery


Pemilihan pasien sangat penting karena pasien obesitas dan yang
membutuhkan graft bercabang bukan kandidat dengan prosedur ini.
Panjang insisi midline di periumbilikan kurang dari 12 sampai 15 cm,
sampai kurang dari 9 cm insisi proksimal dari umbilikus.
Gambar 15. Minimal incision aortic surgery (MIAS)

Endovascular Aortic Aneurysm Repair (EVAR).


Teknik EVAR, stent-graft dimasukkan ke dalam lumen aneurisma melalui arteri
femoralis dan difiksasi ditempatnya pada leher aorta yang tidak mengalami
aneurisma dan arteri iliaca dengan melebarkan stent atau balloon-expandable
stents. Beberapa stent-grafts memiliki mata kail, pin, atau kait untuk fiksasi
stent.1

Gambar 16. Teknik EVAR.

b. Aneurisma aorta Thoracica


Indikasi untuk pembedahan meliputi adanya gejala, ekspansi cepat, atau ukuran
yang lebih besar dari 5 cm. Risiko operasi dari kondisi komorbid harus
dipertimbangkan jika merekomendasikan repair aneurisma yang asimtomatik.
Morbiditas dan mortalitas tinggi dibandingkan dengan aneurisma aorta abdominal.
Insisi aneurisma thoracoabdominal berasosiasi dengan risiko tinggi komplikasi
pulmonal dan manajemen nyeri postoperatif yang lebih ekstensif. Adanya nervus
laryngeus recurrent, nervus phrenicus, dan arteria subklavia membuat trauma
terhadap bangunan tersebut menjadi mungkin. Arteria radicularis major (artery of
Adamkiewicz) muncul dari arteri intercostalis antara T8 dan L1 dan sebagai arteri
medulla spinalis yang dominan pada 80% pasien, menunjukkan adanya risiko
paraplegi selama repair aneurisma thoracica. Repair endovascular dari aneurisma
aorta thoracica mengurangi risiko kardiopulmonal, tetapi lokasi aneurisma yang
sulit dapat menggantikan repair endovascular dengan metode terkini. Penelitian
terbaru mengembangkan branched stent graft untuk perbaikan dari aneurisma
arkus dan thorakoabdominal.

5. Komplikasi

Komplikasi aneurisma aorta dapat berupa ruptur atau emboli, ruptur aneurisma
aorta abdominalis (AAA) sering terjadi. Emboli yang berasal dari trombus didalam
aneurisma dapat menyebabkan obstruksi arteri di eksterimitas dan organ dalam. Jika
terjadi ruptur angka kematian semakin besar menjadi 50%.

Komplikasi pasca-bedah secara dini meliputi perdarahan serta trombosis dan


embolisasi. Selain itu dapat timbul komplikasi urologi yang mencakup obstruksi
ureter atau dapat terjadi trauma ureter oleh karena kurang hati-hati selama
pembedahan, komplikasi lanjut setelah perbaikan aneurisma mencakup
perkembangan aneurisma palsu yang timbul sebagai proses infeksi.

6. Prognosis

Outcome biasanya baik jika perbaikan dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman sebelum ruptur. Kurang dari 50% dari pasien bertahan dari ruptur
aneurisma abdominal. Mortalitas setelah open elective atau endovascular repair
adalah 1-5%. Pada umumnya pasien dengan aneurisma aorta yang lebih besar dari 5
cm mempunyai kemungkinan tiga kali lebih besar untuk meninggal sebagai
konsekuensi dari ruptur dibandingkan dari reseksi bedah. Survival rate 5 tahun
setelah tindakan bedah adalah 60-80%. 5-10% pasien akan mengalami pembentukan
aneurisma lainnya berdekatan dengan graft.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat. R., de Jong. W. ”Buku Ajar Ilmu Bedah,” 2004. Jakarta; EGC
2. Jusi, H.D.”Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vascular.” 1991. Jakarta ; FKUI
3. Sabiston, David C. “Buku Ajar Ilmu Bedah.” 1995. Jakarta ; EGC
4. Powell, Janet T. “Detection, Management, And Prospects For The Medical Treatment
Of Small Abdominal Aortic Aneurysms.” 2004.
http://atvb.ahajournals.org/content/24/2/241. Diakses tanggal 1 Juli 2014
5. Gray, H. “Anatomy of the Human Body, The Aorta.” 1918.
http://www.bartleby.com/107/142.html. Diakses tanggal 5 Juli 2014
6. O'Connor, R.E. “Aneurysm, Abdominal.” 2010.
http://emedicine.medscape.com/article/756735-overview. Diakses tanggal 5 Juli 2014
7. Purwohudoyo, Sudarmo S. “Pemeriksaan Kelainan-Kelainan Kardiovascular Dengan
Radiografi Polos.” 1984. Jakarta ; FKUI
8. Gloviczki, P & Ricotta, JJ. Aneurysmal Vascular Disease. In Sabiston Textbook of
Surgery.18thed.2007.

Anda mungkin juga menyukai