A. Imunisasi Wajib
1. Imunisasi Rutin
a. Imunisasi dasar
Tabel 1. Jadwal pemberian imunisasi dasar
Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak
Catatan:
- Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta,
imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
- Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib
2, dan DPT-HB-Hib 3, dinyatakan mempunyai status imunisasi T2.
b. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi
imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak usia sekolah,
dan wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil.
Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan
pelayanan antenatal.
Tabel 2. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun
Umur Jenis Imunisasi
18 bulan DPT-HB-Hib
24 bulan Campak
Tabel 3. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar
Waktu
Sasaran Imunisasi
Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November
Catatan:
- Batita yang telah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib
dinyatakan mempunyai status imunisasi T3.
- Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi DT dan Td
dinyatakan mempunyai status imunisasi T4 dan T5.
T1 - -
Catatan:
- Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi T (screening)
terlebih dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal.
- Pemberian imunisasi TT tidak perlu diberikan, apabila pemberian imunisasi
TT sudah lengkap (status T5) yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan
Ibu dan Anak, rekam medis, dan/atau kohort.
2. Imunisasi tambahan
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah:
a. Backlog fighting
Merupakan upaya aktif untuk melengkapi imunisasi dasar pada anak yang
berumur di bawah 3 (tiga) tahun. Kegiatan ini diprioritaskan untuk dilaksanakan
di desa yang selama 2 (dua) tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.
b. Crash program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat
untuk mencegah terjadinya KLB. Kriteria pemilihan daerah yang akan dilakukan
crash program adalah:
1) Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi.
2) Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang.
3) Desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.
Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis imunisasi, misalnya
campak, atau campak terpadu dengan polio.
c. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara serentak di suatu negara
dalam waktu yang singkat. PIN bertujuan untuk memutuskan mata rantai
penyebaran suatu penyakit (misalnya polio). Imunisasi yang diberikan pada PIN
diberikan tanpa memandang status imunisasi sebelumnya.
d. Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan pada wilayah
wilayah terbatas (beberapa provinsi atau kabupaten/kota).
e. Catch up Campaign campak
Merupakan suatu upaya untuk memutuskan transmisi penularan virus campak
pada anak usia sekolah dasar. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian
imunisasi campak secara serentak pada anak sekolah dasar dari kelas satu hingga
kelas enam SD atau yang sederajat, serta anak usia 6 - 12 tahun yang tidak
sekolah, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Pemberian
imunisasi campak pada waktu catch up campaign campak di samping untuk
memutus rantai penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan
(dosis kedua).
f. Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response Immunization/ORI)
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan
situasi epidemiologis penyakit masing-masing.
3. Imunisasi Khusus
a. Imunisasi Meningitis Meningokokus
1) Meningitis meningokokus adalah penyakit akut radang selaput otak yang
disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis.
2) Meningitis merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di
seluruh dunia. Case fatality rate-nya melebihi 50%, tetapi dengan diagnosis
dini, terapi modern dan suportif, case fatality rate menjadi 5-15%.
3) Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi dan profilaksis untuk orang-
orang yang kontak dengan penderita meningitis dan carrier.
4) Imunisasi Meningitis meningokokus diberikan kepada masyarakat yang akan
melakukan perjalanan ke negara endemis Meningitis diberikan minimal 30
(tiga puluh) hari sebelum keberangkatan.
5) Bila imunisasi diberikan kurang dari 30 (tiga puluh) hari sejak keberangkatan
ke negara yang endemis Meningitis harus diberikan profilaksis dengan
antimikroba yang sensitif terhadap Neisseria meningitidis.
c. Imunisasi Rabies
1) Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama rabies merupakan suatu
penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus
rabies yang ditularkan oleh anjing, kucing dan kera.
2) Penyakit ini bila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia
selalu diakhiri dengan kematian, sehingga mengakibatkan timbulnya rasa
cemas dan takut bagi orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran
serta keresahan bagi masyarakat pada umumnya. Vaksin rabies dapat
mencegah kematian pada manusia bila diberikan secara dini pasca gigitan.
3) Vaksin anti rabies (VAR) manusia diberikan kepada seluruh kasus gigitan
hewan penular rabies (HPR) yang berindikasi, sehingga kemungkinan
kematian akibat rabies dapat dicegah.
B. Imunisasi pilihan
Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam imunisasi wajib,
namun penting diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat beban
penyakit dari masing-masing penyakit. Yang termasuk dalam imunisasi pilihan ini
adalah:
1. Vaksin Measles, Mumps, Rubella:
a. Vaksin MMR bertujuan untuk mencegah Measles (campak), Mumps
(gondongan) dan Rubella merupakan vaksin kering yang mengandung virus
hidup, harus disimpan pada suhu 2–80C atau lebih dingin dan terlindung dari
cahaya.
b. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 (satu) jam setelah dicampur dengan
pelarutnya, tetap sejuk dan terhindar dari cahaya, karena
setelah dicampur vaksin sangat tidak stabil dan cepat kehilangan potensinya pada
temperatur kamar.
Rekomendasi:
a. Vaksin MMR harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi campak, gondongan
dan rubella atau sudah mendapatkan imunisasi campak.
b. Anak dengan penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung bawaan,
kelainan ginjal bawaan, gagal tumbuh, sindrom Down.
c. Anak berusia ≥ 1 tahun yang berada di day care centre, family day care dan
playgroups.
d. Anak yang tinggal di lembaga cacat mental.
Kontra Indikasi:
a. Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau dengan gangguan
imunitas, yang mendapat pengobatan dengan imunosupresif atau terapi sinar atau
mendapat steroid dosis tinggi (ekuivalen dengan 2 mg/kgBB/hari prednisolon)
b. Anak dengan alergi berat (pembengkakan pada mulut atau tenggorokan, sulit
bernapas, hipotensi dan syok) terhadap gelatin atau neomisin
c. Pemberian MMR harus ditunda pada anak dengan demam akut, sampai penyakit
ini sembuh
d. Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG dan vaksin virus
hidup) dalam waktu 4 minggu. Pada keadaan ini imunisasi MMR ditunda lebih
kurang 1 bulan setelah imunisasi yang terakhir. Individu dengan tuberkulin
positif akan menjadi negatif setelah pemberian vaksin
e. Wanita hamil tidak dianjurkan mendapat imunisasi MMR (karena komponen
rubela) dan dianjurkan untuk tidak hamil selama 3 bulan setelah mendapat
suntikan MMR.
f. Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan setelah pemberian
imunoglobulin atau transfusi darah yang mengandung imunoglobulin (whole
blood, plasma). Dengan alasan yang sama imunoglobulin tidak boleh diberikan
dalam waktu 2 minggu setelah vaksinasi.
g. Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV). Sebenarnya HIV
bukan kontra indikasi, tetapi pada kasus tertentu, dianjurkan untuk meminta
petunjuk pada dokter spesialis anak (konsultan).
Dosis:
Dosis tunggal 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau subkutan dalam.
Jadwal:
a. Diberikan pada usia 12–18 bulan.
b. Pada populasi dengan insidens penyakit campak dini yang tinggi, imunisasi
MMR dapat diberikan pada usia 9 (sembilan) bulan.
5. Vaksin Hepatitis A
Vaksin dibuat dari virus yang dimatikan (inactivated vaccine).
Pemberian bersama vaksin lain tidak mengganggu respon imun masing-masing
vaksin dan tidak meningkatkan frekuensi efek samping. Rekomendasi:
a. Populasi risiko tinggi tertular Virus Hepatitis A (VHA).
b. Anak usia ≥ 2 tahun, terutama anak di daerah endemis. Pada usia >2 tahun
antibodi maternal sudah menghilang. Di lain pihak, kehidupan sosialnya semakin
luas dan semakin tinggi pula paparan terhadap makanan dan minuman yang
tercemar.
c. Pasien Penyakit Hati Kronis, berisiko tinggi hepatitis fulminan bila tertular VHA.
d. Kelompok lain: pengunjung ke daerah endemis; penyaji makanan; anak usia 2–3
tahun di Tempat Penitipan Anak (TPA); staf TPA; staf dan penghuni institusi
untuk cacat mental; pria homoseksual dengan pasangan ganda; pasien
koagulopati; pekerja dengan primata bukan manusia; staf bangsal neonatologi.
Kontra Indikasi:
Vaksin VHA tidak boleh diberikan kepada individu yang mengalami reaksi berat
sesudah penyuntikan dosis pertama
Dosis dan Jadwal:
a. Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien
b. Vaksin diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster bervariasi antara 6 sampai
18 bulan setelah dosis pertama, tergantung produk
c. Vaksin diberikan pada usia ≥ 2 tahun
6. Vaksin Influenza
a. Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated influenza
virus).
b. Vaksin influenza mengandung antigen dari dua sub tipe virus influenza A dan
satu sub tipe virus influenza B, subtipenya setiap tahun direkomendasikan oleh
WHO berdasarkan surveilans epidemiologi seluruh dunia.
c. Untuk menjaga agar daya proteksi berlangsung terus-menerus, maka perlu
dilakukan vaksinasi secara teratur setiap tahun, menggunakan vaksin yang
mengandung galur yang mutakhir.
d. Vaksin influenza inaktif aman dan imunogenesitas tinggi.
e. Vaksin influenza harus disimpan dalam lemari es dengan suhu 2º- 8ºC. Tidak
boleh dibekukan.
Rekomendasi:
a. Semua orang usia ≥ 65 tahun
b. Anak dengan penyakit kronik seperti asma, diabetes, penyakit ginjal dan
kelemahan sistem imun
c. Anak dan dewasa yang menderita penyakit metabolik kronis, termasuk diabetes,
penyakit disfungsi ginjal, hemoglobinopati dan imunodefisiensi
d. Orang yang bisa menularkan virus influenza ke seseorang yang berisiko tinggi
mendapat komplikasi yang berhubungan dengan influenza, seperti petugas
kesehatan dan petugas di tempat perawatan dan orang-orang sekitarnya, semua
orang yang kontak serumah, pengasuh anak usia 6–23 bulan, dan orang-orang
yang melayani atau erat dengan orang yang mempunyai risiko tinggi
e. Imunisasi influenza dapat diberikan kepada anak sehat usia 6–23 bulan
Kontra Indikasi
a. Individu dengan hipersensitif anafilaksis terhadap pemberian vaksin influenza
sebelumnya dan protein telur jangan diberi vaksinasi influenza
b. Termasuk ke dalam kelompok ini seseorang yang setelah makan telur mengalami
pembengkakan bibir atau lidah, atau mengalami distres nafas akut atau pingsan
c. Vaksin influenza tidak boleh diberikan pada seseorang yang sedang menderita
penyakit demam akut yang berat
Jadwal dan Dosis
a. Dosis untuk anak usia kurang dari 2 tahun adalah 0,25 ml dan usia lebih dari 2
tahun adalah 0,5 ml
b. Untuk anak yang pertama kali mendapat vaksin influenza pada usia ≤ 8 tahun,
vaksin diberikan 2 dosis dengan selang waktu minimal 4 minggu, kemudian
imunisasi diulang setiap tahun
c. Vaksin influenza diberikan secara suntikan intra muskular di otot deltoid pada
orang dewasa dan anak yang lebih besar, sedangkan untuk bayi diberikan di paha
anterolateral
d. Pada anak atau dewasa dengan gangguan imun, diberikan dua (2) dosis dengan
jarak interval minimal 4 minggu, untuk mendapatkan antibodi yang memuaskan
e. Bila anak usia ≥ 9 tahun cukup diberikan satu kali saja, teratur, setiap tahun satu
kali.
7. Vaksin Pneumokokus
Terdapat dua macam vaksin pneumokokus yaitu vaksin pneumokokus polisakarida
(pneumococcal polysacharide vaccine/PPV) dan vaksin pneumokokus polisakarida
konyugasi (pneumococcal conjugate vaccine/PCV).
Tabel 5. Perbandingan PPV dan PCV
PPV PCV
Konjugasi polisakarida
Polisakarida bakteri dengan protein difteri
T – independent antigen T – dependent
Rekomendasi:
a. Vaksin Pneumokokus polisakarida (PPV) diberikan pada:
1) Lansia usia > 65 tahun
2) Anak usia > 2 tahun yang mempunyai risiko tinggi IPD (Invasive
Pneumococcal Disease) yaitu anak dengan asplenia (kongenital atau didapat),
penyakit sickle cell, splenic dysfunction dan HIV. Imunisasi diberikan dua
minggu sebelum splenektomi
3) Pasien usia > 2 tahun dengan imunokompromais yaitu HIV/AIDS, sindrom
nefrotik, multipel mieloma, limfoma, penyakit Hodgkin, dan transplantasi
organ
4) Pasien usia > 2 tahun dengan imunokompeten yang menderita penyakit
kronis yaitu penyakit paru atau ginjal kronis, diabetes
5) Pasien usia > 2 tahun kebocoran cairan serebrospinal
Tabel 6. Jadwal dan dosis vaksin polisakarida konjugat (PVC) untuk anak datang
setelah berusia lebih dari 7 bulan
Dapus:
Kemenkes. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Kemenkes.