Anda di halaman 1dari 25

Referat

ARITMIA

Oleh:
Izzy Vikrat, S.Ked
0405482821820054

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR MOHAMMAD HOESIN


PALEMBANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sudden Cardiac Death (SDC) adalah penyebab utama kematian di AS dan


menyebabkan hampir setengah dari semua kematian kardiovaskular.
Diperkirakan kejadian SCD di AS mencapai 300.000 sampai 350.000
pertahun. Sebagian besar pasien yang meninggal akibat SCD memiliki
patologi kardiovaskular yang mendasari, paling banyak diakibatkan
kardiomiopati, namun seringkali penyakit ini tidak diketahui dengan SCD
sebagai peristiwa pertama(1).

Kebanyakan kardiomiopati dengan patologi miokard primer merupakan


predisposisi Sudden Cardiac Death. Ini termasuk kardiomiopati dilatasi
(DCM), kardiomiopati hipertrofik (HCM), noncompaction ventrikel kiri dan
cardiomyopathy ventrikel kiri aritmogenik (ARVC). Terlepas dari patologi
primer yang melibatkan miokardium, berbagai kondisi lain dapat
mempengaruhi miokard sekunder karena tekanan miokard, iskemia dan
infiltrasi. Kondisi ini meski tidak diklasifikasikan secara ketat sebagai
kardiomiopati, namun penting dan penyebab umum SCD dalam pengaturan
disfungsi miokard. Ini termasuk penyakit jantung iskemik, hipertensi,
penyakit jantung katup, dan keterlibatan miokard dengan kondisi seperti
sarkoidosis, amyloidosis(1).

Akhir-akhir ini, insidens kardiomiopati semakin meningkat frekuensinya.


Dengan bertambah majunya teknik diagnostik, ternyata kardiomiopati
idiopatik merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang utama. Di
beberapa negara, penyakit ini bahkan merupakan penyebab kematian sebesar
30% atau lebih daripada semua kematian akibat penyakit jantung. Pada
makalah ini akan dibahas mengenai jenis-jenis kardiomiopati
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Pada pertengahan tahun 1850-an, miokarditis kronis merupakan satu-


satunya yang dikenal sebagai penyakit otot jantung. Pada tahun 1900, sebutan
sebagai penyakit miokard primer mulai diperkenalkan, hingga pada tahun
1957 istilah “kardiomiopati” digunakan untuk pertama kalinya. Lebih dari 25
tahun setelah itu, berbagai macam definisi dari kardiomiopati berkembang
sesuai dengan bertambahnya kewaspadaan dan pemahaman terhadap penyakit
ini. Bahkan, pada pengklasifikasian oleh WHO tahun 1980, kardiomiopati
diartikan sebagai “penyakit otot jantung karena sebab yang tidak diketahui”,
menunjukkan tidak adanya informasi yang cukup mengenai penyebab dan
mekanisme dasar dari penyakit ini(2).

Pada tahun 1968, WHO mengartikan kardiomiopati sebagai “ penyakit


karena sebab yang tidak diketahui dengan manifestasi yang dominan berupa
kardiomegali dan gagal jantung.” Perkembangan yang terbaru adalah definisi
menurut WHO tahun 1995, yaitu penyakit-penyakit miokardium yang
berhubungan dengan disfungsi kardia serta mencakup adanya aritmogenik
dari kardiomiopati / displasia ventrikular {arrythmogenic Right Ventricular
Cardiomyopathy/Dysplasia (ARVC/D)} dan kardiomiopati restriktif primer
untuk pertama kalinya.(2)

Hasil konsensus ahli mengemukakan definisi kardiomiopati yaitu; suatu


kelompok heterogen dari penyakit miokardium yang terkait dengan disfungsi
mekanik dan/atau elektrik yang biasanya (tidak selalu) menunjukkan adanya
hipertrofi atau dilatasi ventrikular yang tidak sesuai dan karena adanya
berbagai penyebab yang biasanya adalah faktor genetik. Kardiomiopati yang
terbatas hanya pada jantung atau yang merupakan bagian dari kelainan
sistemik, sering mengakibatkan kematian kardiovaskular atau gagal jantung
progresif (2).

2.2. Klasifikasi

Kardiomiopati dibagi menjadi 2 kelompok besar berdasarkan dominasi


organ yang terlibat. Kardiomiopati primer (genetik, non-genetik,
didapat/acquired) adalah kardiomiopati yang hanya melibatkan otot jantung
dan prevalensinya relatif jarang. Pada Kardiomiopati sekunder ditemukan
adanya kelainan miokardium yang merupakan bagian dari berbagai macam
gangguan sistemik (multiorgan)(2). Penyakit-penyakit sistemik ini sebelumnya
merupakan bagian dari kardiomiopati yang spesifik atau kelainan spesifik
otot jantung. Beberapa kardiomiopati tidak hanya terbatas pada miokardium
saja, oleh karena itu diperlukan adanya pembedaan antara kardiomiopati
primer dan sekunder berdasarkan penilaian mengenai kepentingan klinis dan
akibat proses miokardium(2).
Kardiomiopati terdiri dari; primer: genetik, campuran (genetik-non
genetik), didapat; dan sekunder.

Bagan 1. Klasifikasi kardiomiopati primer.


Secara klinis proses penyakit kardiomiopati primer rerkaitan dengan
miokardium. Kondisi ini dibagi berdasarkan pembagian etiologi genetik dan
non genetik.(2)

2.3.1. Kardiomiopati Dilatasi (Dilated Cardiomyopathies/DCM)

Merupakan jenis kardiomiopati yang paling banyak ditemukan.


Dengan deskripsi kelainan yang ditemukan : dilatasi ventrikel kanan
dan atau ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau
kedua ventrikel, aritmia, emboli dan sering kali disertai gejala gagal
jantung kongestif (CHF). Satu dari tiga kasus gagal jantung kongestif
terjadi pada kardiomiopati dilatasi, dan yang lainnya merupakan
dampak dari penyakit jantung koroner(6).

Dulu kelainan ini sering disebut dengan kardiomiopati kongestif,


tetapi saat ini terminologi yang digunakan adalah kardiomiopati
dilatasi karena pada saat awal abnormalitas yang ditemukan adalah
pembesaran ventrikel dan disfungsi kontraktilitas sistolik dengan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif yang timbul kemudian(2,5,6).
Apabila hanya ditemukan disfungsi kontraktilitas dengan dilatasi
minimal ventrikel kiri, maka varian dari kardiomiopati dilatasi ini
digolongkan ke dalam kelompok kardiomiopati yang tidak dapat
diklasifikasikan {menurut klasifikasi World Health
Organization/International Society and Federation of Cardiology
(WHO/ISFC)(6).

a. Etiologi

Penyebab yang tersering adalah penyakit jantung iskemik atau


penyakit katup jantung. Masalah yang mendasar adalah
menghilangnya kontraktilitas miokardium, yang ditandai dengan
menghilangnya kemampuan sistolik jantung. Kardiomiopati dilatasi
menyebabkan penurunan fraksi ejeksi, peningkatan volume end-
diastolik, dan volume residual, penurunan volume sekuncup ventrikel,
serta gagal biventrikel(3).

Gambar. Perbandingan jantung normal (kiri), kardiomiopati


hipertrofik (tengah) dan kardiomiopati dilatasi (kanan).

Setengah kasus etiologi kardiomiopati dilatasi adalah idiopatik, tetapi


kemungkinan besar kelainan ini merupakan hasil akhir dari kerusakan
miokard akibat produksi berbagai macam toksin, zat metabolit, atau
infeksi. Kerusakan akibat infeksi viral akut pada miokard yang
akhirnya mengakibatkan terjadi kardiomiopati dilatasi ini terjadi
melalui mekanisme imunologis. Pada kardiomiopati dilatasi yang
disebabkan oleh penggunaan alkohol, kehamilan (pada 3-4 bulan
pertama), penyakit tiroid, penggunaan kokain dan keadaan takikardia
kronik yang tidak terkontrol, dikatakan kardiomiopati tersebut bersifat
reversibel. Obesitas akan meningkatkan risiko terjadinya gagal
jantung, sebagaimana juga gejala sleep apnea(3,5,6).

Kardiomiopati dilatasi dapat juga diakibatkan oleh konsekuensi lanjut


infeksi virus, bakteri, parasit atau proses autoimun. Respon inflamasi
dan autoimun termasuk pelepasan sitokin dan interleukin yang
menghasilkan terjadinya miokarditis dan fungsi kontraktil. Jenis ini
diklasifikasikan ke dalam “inflammatory cardiomyopathy” oleh
WHO(3).
Penyakit ini bersifat genetik heterogen tetapi kebanyakan transmisinya
secara autosomal dominan, walaupun dapat pula secara autosomal
resesif dan diturunkan secara x-linked. Sampai saat ini belum
diketahui bagaimana seseorang akan memiliki predisposisi
kardiomiopati dilatasi apabila tidak diketahui riwayat kejadian
penyakit ini dalam keluarganya(2).

b. Gejala Klinis

Gejala klinis yang menonjol adalah dyspnoe dan fatigue. Kongesti


pulmonal sering didapati namun edema pulmonal jarang ada.
Palpitasi, disritmia, sinkop merupakan gejala yang biasa. Tanda-tanda
gagal jantung kongestif timbul secara bertahap pada sebagian besar
pasien. Beberapa pasien mengalami dilatasi ventrikel kiri dalam
beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun sebelum timbul gejala.
Pada beberapa kasus sering ditemukan gejala nyeri dada yang tidak
khas, sedangkan nyeri dada yang tipikal kardiak tidak lazim
ditemukan. Bila terdapat keluhan nyeri dada yang tipikal, dipikirkan
kemungkinan terdapat penyakit jantung iskemia secara bersamaan.
Akibat dari aritmia dan emboli sistemik kejadian sinkop cukup sering
ditemukan keluhan nyeri dada akibat sekunder dari emboli paru dan
nyeri abdomen akibat hepatomegali kongestif(3,6).

Keluhan seringkali timbul secara gradual, bahkan sebagian besar


awalnya asimptomatik walaupun telah terjadi dilatasi ventrikel kiri
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Dilatasi ini biasanya
diketahui bila telah timbul gejala atau bila dilakukan pemeriksaan
radiologi dada yang rutin.

c. Pemeriksaan Fisis

Pembesaran jantung dengan derajat yang bervariasi dapat ditemukan,


begitupula dengan gejala-gejala yang mendukung diagnosis gagal
jantung kongestif. Pada penyakit yang lanjut dapat pula ditemukan
tekanan nadi yang sempit akibat gangguan pada isi sekuncup. Pulsus
Alternans dapat terjadi bila terdapat gagal ventrikel kiri yang berat.
Tekanan darah dapat normal atau rendah. Jenis pernapasan Cheyne-
stokes menunjukkan prognosis yang buruk. Peningkatan tekanan vena
jugularis bila terdapat gagal jantung kanan. Bunyi jantung ketiga dan
keempat dapat pula terdengar, serta dapat ditemukan regurgutasi
mitral ataupun trikuspid. Hati akan membesar dan seringkali teraba
pulsasi, edema perifer serta asites akan timbul pada gagal jantung
kanan yang lanjut.

Pada pemeriksaan fisis jantung dapat ditemukan tanda-tanda sebagai


berikut:

 Prekordium bergeser ke arah kiri


 Impuls pada ventrikel kanan
 Impuls apikal bergeser ke lateral yang menunjukkan dilatasi
ventrikel kiri
 Gelombang presistolik pada palpasi, serta pada auskultasi terdengar
presistolik gallop (S4)
 Split pada bunyi jantung kedua
 Gallop ventrikular (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi jantung

d. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan radiologi dada akan terlihat pembesaran jantung


akibat dilatasi ventrikel kiri, walaupun seringkali terjadi pembesaran
pada seluruh ruang jantung. Pada lapang paru akan terlihat gambaran
hipertensi pulmonal serta edema alveolar dan interstitial.

Elaktrokardiografi akan menunjukkan gambaran sinus takarkadi atau


fibrilasi atrial, aritmia ventrikel, abnormalitas atrium kiri,
abnormalitas segmen ST yang tidak spesifik dan kadang-kadang
tampak gambaran gangguan konduksi intraventrikular dan low
voltage(1).

e. Pengobatan

Terapi kardiomiopati dilatasi ini ditujukan untuk penggunaan garam


dan penggunaan digitalis glikosida, vasodilator, dan diuretik.
Antikoagulan diberikan untuk mencegah emboli sistemik atau
pulmonal. Istirahat total dianjurkan untuk perawatan jangka panjang
agar terjadi penurunan beban kerja jantung yang melemah.
Kortikosteroid dan immunosupressan dapat berguna bagi orang yang
mengalami inflamasi, serta vasodilator digunakan untuk melawan
kongesti. Dilatasi vena mengurangi volume preload dengan
meningkatkan pooling vena perifer, sehingga terjadi penurunan
volume darah sentral dan mengurangi kongesti pulmonal(3).

Golongan kalsium antagonis tidak dianjurkan untuk dikombinasi


pemberiannya dengan pengobatan standar seperti di atas, dan bukan
merupakan pengobatan lini pertama. Kemungkinan terdapatnya
hubungan antara kardiomiopati dilatasi dengan abnormalitas sirkulasi
mikrovaskular, gangguan kanal kalsium merupakan alasan
pertimbangan pemberian golongan obat ini sebagai salah satu pilihan
pengobatan. Secara umum penggunaan obat-obat golongan ini dapat
ditoleransi dengan baik, walaupun efek depresi miokardium yang
merupakan efek samping penting yang harus dipertimbangkan dalam
pilihan pengobatan.(6)

f. Prognosis
Secara umum prognosis penyakit ini jelek. Beberapa variasi kinis
yang dapat menjadi prediktor pasien kardiomiopati dilatasi yang
mempunyai resiko kematian tinggi antara lain : terdapatnya gallop
protodiastolik (S3), aritmia ventrikel, usia lanjut, dan kegagalan
stimulasi inotropik terhadap ventrikel yang telah mengalami miopati
tersebut. Dapat dikatakan bahwa semakin besar ventrikel yang disertai
disfungsi semakin berat berhubungan erat dengan prognosis yang
semakin buruk. Khususnya bila terdapat dilatasi ventrikel kanan
disertai gangguan fungsinya. Uji latih kardiopulmonal juga berguna
sebagai gambaran prognostik. Keterbatasan yang bermakna dari
kapasitas latihan yang digambarkan dengan penurunan ambilan
oksigen aiatemik maksimal merupakan prediktor mortalitas dan
dipergunakan sebagai indikator dan pertimbangan untuk trensplantasi
jantung.(6) Kematian biasanya baru terjadi setelah 5 tahun(3).

2.3.2. Restrictive

Merupakan kelainan yang sangat jarang dan sebabnya pun tidak


diketahui. Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah adanya
gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan
menghalangi pengisian ventrikel(3,4).

Pada pemeriksaan patologi-anatomis ditemukan adanya fibrosis,


hipertrofi atau infiltrasi pada otot-otot jantung yang menyebabkan
gangguan fungsi diastolik tersebut(3,6).

a. Etiologi (1)

1. Kardiomiopati restriktif idiopatik


Pada pasien ini ditemukan adanya fibrosis dan berbagai macam
variasi hipertrofi selular, dan dinding ventrikel sendiri bisa saja
tidak bertambah tebal. Usia rata-rata yang mengalami
kardiomiopati ini adalah sekitar 20-30 tahun, kebanyakan di
antaranya adalah wanita. Manifestasi klinisnya juga bervariasi
mulai dari yang simtomatik namun stabil sampai kepada yang
dapat meninggal secara tepat tanpa transplantasi untuk mengatasi
gagal jantungnya. Kardiomiopati idiopatik juga ditemukan pada
anak-anak terutama perempuan dengan usia sekitar 4 tahun. Pada
umumnya meninggal setelah beberapa tahun, mengindikasikan
bahwa prognosis pada anak-anak lebih buruk daripada orang
dewasa.
2. Familial kardiomiopati
Pernah dilaporkan adanya kardiomiopati restriktif yang dialami
oleh sejumlah anggota keluarga.
3. Loeffler kardiomiopati
Merupakan kardiomiopati yang berhubungan dengan eosinofilia.
Laki-laki lebih banyak terkena kardiomiopati ini. Terdapat
beberapa tingkatan klinis, yaitu; keterlibatan multiorgan, adanya
respon inflamasi sistemik, dan tromboemboli.
4. Fibrosis endokardial tropik (jarang)
Manifestasi berupa gagal jantung dengan asites serta edema yang
sering terjadi pada masa akhir anak-anak dan masa dini dewasa.
5. Amyloidosis
Pasien dengan amyloidosis kardiak harus dievaluasi adanya
keterlibatan organ lain karena biasanya amyloidosis kardiak ini
muncul bersama dengan beberapa bentuk penyakit sistemik. Pasien
dengan gejala gagal jantung yang disebabkan amyloidosis kardiak
ini akan meninggal dalam jangka waktu 6 bulan. Tingkat keparahan
hemodinamik dan masalah tekanan arterial yang rendah serta
insufisiensi renal menyebabkan pasien ini sulit ditangani.
6. Inborn error metabolik
Gambaran kardiomiopati restriktif didapati juga pada glicogen
storage disease, Fabry disease, gaucher disease, dan
mukolpolisakaridase.
7. Hemokromatosis dan Hemosiderosis
Dapat menyebabkan kardiomiopati restriktif, namun merupakan
manifestasi yang jarang. Kebanyakan berhubungan dengan
kardiomiopati dilatasi.
8. Sarkoidosis (jarang)
Manifestasinya biasa berupa aritmia dan konduksi yang abnormal.
Apabila terdapat gagal jantung kongestif, fungsi sistolik akan
menurun, dan biasanya terdapat aneurisma ventrikular.
9. Radiation-induced fibrosis
Lebih sering menyebabkan perikarditis konstriktiva, namun dapat
juga menyebabkan kardiomiopati restriktif.
10. Sebab lainnya
Pseudoxanthoma elasticum, arteritis koroner, tuberkulosis
miokardial, infiltrasi lemak terhadap miokardium, defisiensi
karnitin, neoplasma, dan carsinoid heart disease.

Gambar 6. Kardiomiopati restriktif. Dinding ventrikel mengalami kekakuan


sehingga kehilangan fleksibilitasnya.

b. Gejala Klinis

Manifestasi klinis berdasarkan kepada kelainan hemodinamik yang


mengakibatkan adanya gejala-gejala gagal jantung kongestif. Gejala
yang sering meskipun tidak spesifik antara lain dyspnoe, paroxysmal
nocturnal dyspnoe, orthopnoe, oedem perifer, ascites, dan gejala
umum lainnya seperti lemah, dan lemas(1).

c. Pemeriksaan Fisis
Variasi tergantung derajat penyakitnya, dapat ditemukan pemeriksaan
fisis dalam batas normal sampai didapatkan keadaan gagal jantung
kongestif yang berat, antara lain edema perifer, ascites, dan volume
cardiac output yang rendah dengan manifestasi berupa ekstremitas
yang dingin, hipotensi, dan letargi(1).

d. Pemeriksaan Penunjang

Pada rontgen thorax ditemukan kongesti vena pulmonalis dan efusi


pleura(1). Pada pemeriksaan EKG ditemukan low voltage. Terlihat juga
gangguan konduksi intra-ventrikular dan gangguan konduksi
atrioventrikular. Pada pemeriksaan Echocardiography tampak dinding
ventrikel kiri menebal serta penambahan massa di dalam ventrikel.
Ruangan ventrikel normal atau mengecil dan fungsi sistolik yang
masih normal. Pada sandapan jantung ditemukan compliance ventrikel
kiri mengurang dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan
kanan(6).

e. Diagnosis Banding

Perikarditis konstriktif adalah penyakit jantung yang secara klinis dan


hemodinamik sukar dibedakan dengan kardiomiopati restriktif. Kedua
kelainan ini perlu dibedakan karena implikasi`pengobatan dan
prognosisnya berbeda.

Tabel 1. Perbedaan kardiomiopati restriktif dan perikarditis


konstriktiva(1)

Kardiomiopati Perikarditis
restriktif konstriktiva

Pemeriksaan fisik S3 gallop Pericardial knock

Impulse apikal Impulse apical menurun


meningkat

Murmur regurgitasi Murmur (-)

Elektrokardiografi Biasanya voltase rendah Voltase rendah

Atrial fibrilasi sering Atrial fibrilasi sering

Ekokardiografi Square root sign Square root sign

Tekanan atrial Tekanan atrial


meningkat dengan meningkat dengan
konfigurasi M atau W konfigurasi M atau W

Kussmaul sign (-) Kussmaul sign (+)

Pulsus paradoksus (+) Pulsus paradoksus (+)

Tekanan diastolic Tekanan diastolic


LV>RV LV=RV

Tek. sistolik RV Tek.sistolik RV


bervariasi <50mmHg

Ventrikulografi Slow early diastolic LV Rapid early diastolic


filling LVfilling

CT Scan Normal perikardium Perikardium menebal

f. Pengobatan

Pengobatan pada umumnya sukar diberikan, karena penyakit ini tidak


efisien untuk diobati dan lagipula bergantung pada penyakit yang
menyertainya. Prinsip pengobatan untuk kardiomiopati ini yaitu;
terapi terhadap irama, sistem konduksi, dan komplikasi tromboemboli,
serta pengobatan terhadap kelainan lain yang mendasari jika ada.
Obat-obat anti aritmia diberikan bila ada gangguan irama. Umumnya
aritmia dapat menyebabkan kematian mendadak. Pemasangan alat
pacu jantung untuk gangguan konduksi yang berat dapat diberikan.

Dengan ekokardiografi transesofagus dapat dibedakan antara


kardiomiopati restriktif dan perikarditis konstriktif secara jelas dengan
mengevaluasi perubahan aliran vena pulmonalis pada pernapasan.

2.3.3. Peripartum

European Society of Cardiology on the classifi cation of


cardiomyopathies menyatakan bahwa PPCM adalah suatu bentuk non-
familial, non-genetik dari dilated cardiomyopathy yang berhubungan
dengan kehamilan. American Heart Association mendefinisikan
PPCM sebagai penyakit langka dan adanya DCM primer yang didapat
berhubungan dengan disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung.
National Heart Lung and Blood Institute and the Office of Rare
Diseases menyatakan PPCM jika (1) gagal jantung timbul pada bulan
terakhir kehamilan atau pada 5 bulan post-partum, (2) tidak ada
penyebab pasti timbulnya gagal jantung (3) tidak ada penyakit jantung
yang ditemukan sebelum kehamilan (4) disfungsi sistolik yang dapat
dipastikan oleh echocardiography dengan kriteria fraksi ejeksi
ventrikel kiri <45%, pemendekan fractional <30% atau keduanya,
dengan atau tanpa dimensi end diastolic ventrikel kiri >2.7cm/m2
body surface area.2 Definisi terkini dibuat oleh Heart Failure
Association of the European Society of Cardiology Working Group on
PPCM pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa PPCM adalah suatu
keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan kehamilan,
bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik
ventrikel kiri, biasanya terjadi pada 1 bulan terakhir kehamilan sampai
5 bulan masa postpartum; adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada
wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertaidengan
dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.1
a. Faktor Risiko
Secara garis besar, faktor risiko PPCM diidentifikasi berupa penyakit
yang menyebabkan gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi
(tekanan darah >140/90 mmHg setelah kehamilan minggu ke-20),
diabetes melitus, dan merokok. Sedangkan faktor risiko yang
berhubungan dengan kehamilan antara lain, umur saat hamil >32
tahun, multipara (>3 kali hamil), kehamilan multifetal, preeclampsia,
penggunaan obatobatan untuk membantu proses melahirkan, dan
malnutrisi terutama obesitas (BMI >30).1,2,9 Ras yang merupakan
faktor risiko adalah Afrika-Amerika. Masih belum jelas apakah ras
merepresentasikan faktor risiko independen atau suatu interaksi dari
kebudayaan dan hipertensi yang meningkatkan risiko PPCM.2
b. Etiopatogenesis
Beberapa hipotesis telah diajukan namun tidak ada yang dapat
menjadi penjelasan utama bagi semua kasus PPCM. PPCM diketahui
mempunyai patogenesis yang melibatkan banyak faktor.
Stres Oksidatif
Data baru menunjukkan keterlibatan stres oksidatif, prolactin-cleaving
protease cathepsin D, dan prolaktin pada patofi siologi PPCM. Stres
oksidatif adalah suatu stimulus poten untuk mengaktivasi Cathepsin D
dan Matrix Metalloproteinase-2 (MMP-2), suatu enzim yang dapat
menggenerasi prolaktin 16 kDa. Belakangan ini ditemukan korelasi
erat antara N-terminal brain natriuretic peptide (NTproBNP), suatu
marker tingkat stres dinding ventrikel dan gagal jantung, prolaktin,
dan marker untuk stres oksidatif (LDL teroksidasi) dan infl amasi
(interferon-gama).10

Prolaktin, Prolaktin 16 Kda dan Katepsin D


Stres oksidatif sebagai trigger aktivasi cathepsin D dalam
kardiomiosit akan memotong prolactin menjadi angiostatic and pro-
apoptotic subfragment. Pasien PPCM akut mempunyai kadar low
density lipoprotein (LDL) serum tinggi (suatu indikasi stres oksidatif
tinggi) dan juga peningkatan kadar serum katepsin D yang teraktivasi,
prolaktin total dan fragmen prolaktin 16kDa yang bersifat
angiostatik.1,10
Pada penelitian mencit, fragmen prolaktin 16 kDa mempunyai efek
merusak kardiovaskular yang dapat menjelaskan patofisiologi PPCM.
Fragmen tersebut menginhibisi proliferasi dan migrasi sel endotel,
menginduksi apoptosis dan merusak struktur kapiler yang telah
terbentuk. Bentuk prolaktin ini meningkatkan vasokonstriksi dan
merusak fungsi kardiomiosit. Kadar prolaktin 16kDa yang tinggi
tanpa keadaan PPCM telah terbukti merusak mikrovaskuler jantung,
menurunkan fungsi jantung dan meningkatkan dilatasi ventrikel. Efek
prolaktin 16kDa berlawanan dengan efek kardioprotektif prolaktin
bentuk lengkap. Prolaktin 16kDa tidak berfungsi melalui reseptor
prolaktin bentuk lengkap.1,10,11 Pro-apoptotic serum markers
(soluble death receptor sFas/Apo-1) telah ditemukan kadarnya
meningkat pada pasien PPCM. Marker ini juga dapat memprediksi
status fungsional, dan mortalitas penderita PPCM.1,11,12 Data
eksperimental pada model mencit PPCM (mencit dengan
cardiomyocyterestricted deletion of the signal transducer and
activator of transcription-3, STAT3) menyatakan bahwa suatu
mekanisme defensif terhadap antioksidan yang rusak mungkin
bertanggung jawab atas terjadinya PPCM.1 Hasil penelitian ini
ditunjang dengan data bahwa penekanan produksi prolaktin oleh
agonis reseptor dopamin D2, bromokriptin, dapat mencegah terjadinya
PPCM.1,10,11
Miokarditis
Selain stres oksidatif, inflamasi jantung disebut juga miokarditis, telah
diketahui berhubungan dengan PPCM. Salah satu penelitian hubungan
miokarditis dengan PPCM mengemukakan bahwa dari 26 pasien, 8
pasien menunjukkan adanya viral genome pada biopsi miokardium.
Virus tersebut antara lain, parvovirus B19, human herpes virus 6,
Epstein-Barr virus, dan human cytomegalovirus.
Penelitian itu berdasarkan hipotesis bahwa perubahan sistem imun
saat hamil dapat mengeksaserbasi infeksi de novo atau mereaktivasi
virus laten pada wanita hamil, menyebabkan miokarditis yang
berujung pada kardiomiopati.1,3,9,12 Marker infl amasi yang terdapat di
serum (termasuk soluble death receptor sFas/Apo-1), C-reactive
protein, interferon gama (IFN-(γ), dan IL-6, ditemukan meningkat
pada penderita PPCM. Mekanisme ini didukung dengan non-
randomized trial pada 58 pasien menggunakan pentoxifylline.13 Juga
ditemukan bahwa kegagalan perbaikan klinis behubungan dengan
kadar IFN-(γ) yang tetap tinggi; hal ini penting sebagai faktor penentu
prognosis PPCM.1
Infeksi virus pada jantung merupakan salah satu etiologi yang
mungkin menyebabkan infl amasi peripartum. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa sejenis cardiotropic enterovirus bertanggung
jawab atas terjadinya PPCM.1,3
Autoimun
Serum pasien PPCM ditemukan mempengaruhi maturisasi sel dendrit
in vitro, berbeda dibandingkan dengan serum wanita postpartum sehat.
Serum wanita PPCM mengandung titer autoantibodi tinggi terhadap
protein jaringan kardium yang tidak terdapat pada pasien
kardiomiopati idiopatik. Warraich dkk. Menyatakan bahwa tidak
seperti yang ditemukan pada DCM, yaitu up-regulation selektif G3
subclass immunoglobulin (IgG3s), pada PPCM terdapat kenaikan
kelas G dan semua subclass immunoglobulin terhadap myosin heavy
chain.1,14
Autoantibodi berasal dari sel fetal (microchimerism) (yang dapat
masuk ke dalam sirkulasi maternal), dan beberapa protein (seperti
aktin dan miosin) yang dilepaskan oleh uterus selama proses
melahirkan telah terdeteksi pada pasien PPCM. Autoantibodi ini
bereaksi dengan protein miokardium maternal yang kemudian
menyebabkan PPCM.1,3,14 Multiparitas adalah faktor risiko PPCM,
menyimpulkan adanya pajanan terhadap antigen fetal atau paternal
dapat menyebabkan respon infl amasi miokardium abnormal.3
Genetik
The European Society of Cardiology mengklasifi kasikan PPCM
sebagai suatu bentuk DCM nonfamilial dan nongenetik berhubungan
dengan kehamilan. Tetapi beberapa kasus PPCM telah terbukti
berhubungan dengan faktor genetik.15
Beberapa literatur melaporkan wanita PPCM mempunyai ibu atau
saudara perempuan didiagnosis PPCM, ada pula yang melaporkan
hubungan antara first-degree relative berjenis kelamin
perempuan.1,15 Ada juga yang melaporkan bahwa perempuan yang
mempunyai gen DCM (dilated cardiomyopahty), dapat berujung pada
PPCM setelah kehamilan karena adanya stres hemodinamik. Selain
itu, terdapat hubungan antara wanita dengan keluarga laki-laki yang
mempunyai DCM.1 Penelitian 90 keluarga familial DCM dan PPCM
mengungkapkan adanya causative mutation yang dapat dideteksi lebih
awal dengan penapisan. Penelitian tersebut menemukan adanya mutasi
(c.149A>G, p.Gln50Arg) di dalam gen yang mengkode cardiac
troponin C (TNNC1).15 Adanya variasi genetik dalam JAK/STAT
signaling cascade juga dapat menjadi salah satu penyebab PPCM.1

c. Manifestasi klinis
Kehamilan normal dihubungkan dengan perubahan fisiologis sistem
kardiovaskuler seperti peningkatan volume darah, peningkatan
kebutuhan metabolik, anemia ringan, perubahan resistensi vaskuler
dengan adanya dilatasi ringan ventrikel dan peningkatan curah
jantung. Karenanya, awal manifestasi klinis PPCM mudah
terselubung.16,17
Presentasi klinis PPCM kurang lebih sama dengan gagal jantung
sistolik sekunder terhadap kardiomiopati. Tanda dan gejala awal
PPCM biasanya menyerupai temuan normal fisiologis kehamilan,
termasuk oedem pedis, dyspneu d’effort, ortopnea, paroxysmal
nocturnal dyspnea, dan batuk persisten.16,18 Tanda dan gejala
tambahan pasien PPCM adalah: abdominal discomfort sekunder
terhadap kongesti hepar, pusing, nyeri sekitar jantung dan
epigastrium, palpitasi, pada stadium lanjut didapat hipotensi postural,
peningkatan tekanan vena jugularis, murmur regurgitasi yang tidak
ditemukan sebelumnya, serta gallop S3 dan S4.5,19 Pada mayoritas
pasien, 78% gejala didapati pada 4 bulan setelah melahirkan, hanya
9% pasien menunjukkan gejala pada bulan terakhir kehamilan.
Tanda dan gejala paling sering dijumpai pada saat pasien datang
adalah dengan NYHA functional class III atau IV. Kadang pasien
datang dengan aritmi ventrikel atau cardiac arrest.1,5
Gejala PPCM diklasifi kasikan menggunakan sistem New York Heart
Association sebagai berikut5:
• Class I – Keadaan tanpa gejala
• Class II – Gejala ringan hanya pada aktivitas berat
• Class III – Gejala dengan aktivitas ringan
• Class IV – Gejala pada saat istirahat
Trombosis ventrikel kiri tidak jarang ditemui pada pasien PPCM
dengan LVEF <35%. Komplikasi lain yang dapat dijumpai adalah
embolisme perifer, termasuk emboli serebral dengan konsekuensi
neurologis serius dan embolisme koroner mesenterium.1,5,12

d. Diagnosis
Kardiomiopati peripartum adalah diagnosis eksklusi, pasien harus
telah diperiksa dan disingkirkan penyebab lain gagal jantung selain
kehamilan.1 Hal ini untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis
idiopathic dilated cardiomyopathy (IDCM).3 Pertimbangan diagnosis
Peripartum Cardiomyopathy (PPCM) biasanya pada masa postpartum,
sedangkan idiopathic dilated cardiomyopathy (IDCM) pada trimester
ke-2 kehamilan. Kejadian miokarditis banyak ditemukan pada PPCM,
sehingga antigen dan antibodi terhadap agen penyebab miokarditis
dapat ditemukan, hal ini biasanya tidak ditemukan pada IDCM.
Ukuran jantung dapat kembali normal pada PPCM, namun dapat juga
menjadi progresif dan mempunyai prognosis buruk jika tidak segera
ditangani.3
Setelah berbagai etiologi telah disingkirkan, harus dipertimbangkan
kriteria berikut: keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan
kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi
sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir
kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum, adalah diagnosis
eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak
harus disertai dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya
selalu <45%.1,20
Pemeriksaan laboratorik pada PPCM biasa nya tidak menunjukkan
abnormalitas kecuali telah terjadi komplikasi hipoksia lanjut.
Pemeriksaan dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis
diferensial seperti preeclampsia dan noncardiogenic pulmonary
edema.5
Noncardiogenic pulmonary edema selama kehamilan adalah suatu
keadaan tekanan onkotik rendah, digambarkan dengan penurunan
kadar albumin serum (kadar yang diharapkan ~3,2 mg/dL); sehingga
ketika ada stressor lain, dapat terjadi edema pulmonar dengan tekanan
pengisian jantung normal; trigger paling sering antara lain
pyelonephritis dan infeksi lain, corticosteroids, dan tocolytics seperti
beta agonists dan magnesium sulfat.5
B-type natriuretic peptide
Akibat peningkatan LV end-diastolic pressure karena disfungsi
sistolik, sebagian besar pasien PPCM memiliki konsentrasi BNP
plasma atau N-terminal pro-BNP (NTproBNP) meningkat. Dari 38
pasien PPCM, semua mempunyai kadar NT-proBNP plasma abnormal
(rata-rata 1727,2 fmol/mL) dibandingkan dengan 21 wanita post-
partum sehat (rata-rata 339,5 fmol/mL); p<0,0001.1,21

Pemeriksaan Tambahan
• Rontgen Toraks
Diagnosis harus cepat ditegakkan. Dispnea akut, takikardia atau
hipoksia, harus disertai Ro thorax untuk mendeteksi edema pulmoner,
mencari etiologi dan menyingkirkan pneumonia; dilaksanakan dengan
menggunakan pelindung abdomen.5
Fetal radiation exposure dengan 2 maternal chest radiographs
menggunakan abdominal shielding adalah sekitar 0.00007 rads.
Sedangkan batasan yang diterima untuk fetal radiation exposure
selama kehamilan adalah 5 rads.5
Patchy infi ltrates di daerah paru bawah, dengan vascular
redistribution/cephalization, kardiomegali, dan efusi pleura,
mengindikasikan adanya gagal jantung kongestif. Harus
dipertimbangkan bahwa noncardiogenic pulmonary edema dapat
ditemukan jika wanita hamil terkena infeksi berulang, juga pada
keadaan tekanan jantung normal dan tidak ditemukan adanya
cephalization pembuluh darah.5
• Elektrokardiografi (EKG)
Pada dua penelitan melibatkan 97 pasien Afrika Selatan, didapatkan
66% mempunyai hipertrofi ventrikel kiri dan 96% mempunyai
gelombang ST-T abnormal. Kadang terdapat aritmia kordis kronis.1
Studi lain menemukan QRS kompleks memanjang lebih dari 120 ms
pada EKG pasien PPCM sebagai prediktor mortalitas.9
• Pencitraan Jantung
Pencitraan jantung diindikasikan untuk semua wanita peripartum
dengan tanda dan gejala gagal jantung untuk menegakkan diagnosis
dan prognosis.1,5
• Ekocardiografi
Ekocardiografi merupakan baku emas diagnosis PPCM.1 Tidak semua
pasien datang dengan dilatasi LV, tetapi LV end-diastolic diameter
>60 mm memprediksi kesembuhan minimal fungsi LV (sama halnya
dengan LVEF <30%). Kriteria diagnosis juga termasuk EF <45% dan
fractional shortening <30%.1 Pencitraan diperlukan untuk mencari
trombus yang terbentuk akibat gangguan LVEF. Ekocardiografi
dianjurkan diulang sebelum pasien pulang, pada 6 minggu, 6 bulan
dan kemudian setiap tahun untuk menilai efi kasi terapi medis.1
Morfologi katup jantung biasanya dalam batas normal, tetapi dilatasi
ventrikel kiri bisa menyebabkan regurgitasi mitral sekunder terhadap
dilatasi anulus. Efusi perikardium minimal dapat juga ditemukan pada
awal dan pertengahan periode postpartum.3
• Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Lebih akurat untuk menilai volume ruang jantung dan fungsi ventrikel
dibandingkan ekokardiografi , juga lebih sensitif untuk melihat
trombus. Magnetic resonance imaging dapat mengukur kontraksi
miokard secara segmental dan dapat mengidentifi kasi perubahan
miokard secara detail. Magnetic resonance imaging menggunakan
gadolinium jauh lebih sensitif untuk menyingkirkan diagnosis PPCM
dari miokarditis lainnya, tetapi gadolinium harus dihindari pada
wanita hamil.1
BAB III

KESIMPULAN

1. Terminologi kardiomiopati telah mengalami beberapa kali perkembangan.


Berdasarkan hasil konsensus panel ahli dinyatakan bahwa definisi
kardiomiopati yaitu suatu kelompok heterogen dari penyakit miokardium
yang terkait dengan disfungsi mekanik dan/atau elektrik yang biasanya (tidak
selalu) menunjukkan adanya hipertrofi atau dilatasi ventrikular yang tidak
sesuai dan karena adanya berbagai penyebab yang biasanya adalah faktor
genetik.
2. Klasifikasi kardiomiopati juga mengalami perubahan. Dulu kardiomiopati
dibagi atas tiga bagian, yaitu kardiomiopati hipertrofi, dilatasi, dan restriktif.
Namun sesuai dengan perkembangan teknologi dan bidang kardiologi
molekuler, maka kardiomiopati dibagi atas dua bagian besar, yaitu;
kardiomiopati primer dan sekunder.
3. Kardiomiopati primer dibagi lagi atas tiga bagian berdasarkan penyebabnya,
yaitu; kardiomiopati genetik, campuran dan yang didapat.
4. Kardiomiopati sekunder dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit,
defisiensi nutrisi, agen biokimia, yang menyebabkan kelainan berupa
penebalan miokardium, atau dilatasi tergantung kepada jenis
kardiomiopatinya.
5. Dari seluruh etiologi yang diketahui, pada dasarnya kardiomiopati ini
bermanifestasi klinis berupa penyakit gagal jantung kongestif seperti; sesak,
gangguan konduksi, gangguan workload, gangguan kontraksi, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Carrol JD, Crawford MH, 2009, “Restrictive Cardiomyopathies”, dalam


Crawford MH (ed.), Current Diagnosis and Treatment in Cardiology, 172-
178, London: Prentice Hall International.
2. Maron BJ dkk, 2006, “Contemporary Definitions and Classification of The
Cardiomyopathies”, Circulation, 113, 1807-1816.
3. McCane KL, Huether SE, 2006, Pathophysiology The Biologic Basis for
Disease in Adults and Children. 5th edition, Canada: Alsevier Mosby.
4. McCoy CD, Hoit BD, 2009, “Restrictive, Obliterative and Infiltrative
Cardiomyopathies”, dalam Fuster V, O’Rourke RA, Walsh RA dkk (ed.),
Hurst’s The Heart 12th edition, 499-505, New York: McGraw-Hill.
5. Mestroni L. Gilbert EM dkk, 2009, “Dilated Cardiomyopathies”, dalam
Fuster V, O’Rourke RA, Walsh RA dkk (ed.), Hurst’s The Heart 12th edition,
476-489, New York: McGraw-Hill.
6. Nasution SA, 2007, Kardiomiopati, dalam Sudoyo AW dkk (ed.), Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid III, 1600-1603, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Palupi SEE, Kardiomiopati, dalam Khairani R (ed.), Kumpulan Kuliah
Kardiologi, 88-91, Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Trisakti.
8. Pinney SP dkk, 2009, “Myocarditis and Spesific Cardiomyopathies”, dalam
Fuster V, O’Rourke RA, Walsh RA dkk (ed.), Hurst’s The Heart 12th edition,
506-517, New York: McGraw-Hill.
9. Shah PM, 2009, “Hypertrophic Cardiomyopathies”, dalam Crawford MH
(ed.), Current Diagnosis and Treatment in Cardiology, 164-171, London:
Prentice Hall International.
10. Shaw LR, O’Rourke RA, 2009, “Hypertrophic Cardiomyopathies”, dalam
Fuster V, O’Rourke RA, Walsh RA dkk (ed.), Hurst’s The Heart 12th edition,
490-505, New York: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai