Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL JANTUNG


DI RUANG ICCU RSD dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Indana Firdausi Nuzula
NIM 202311101094

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi

Gambar 1. Anatomi Jantung

Jantung adalah bagian vital dalam tubuh yang bertugas untuk menerima dan
memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung berdetak 100.000 kali dalam sehari
untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung adalah organ berotot dan
berongga serta berbentuk kerucut dengan berat ± 300 gram (sebesar kepalan
tangan). Letak jantung berada di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara
sternum (tulang dada) di sebelah anterior dan vertebra (tulang punggung) di
sebelah posterior. Jantung memiliki pangkal yang lebar di sebelah atas dan
meruncing membentuk ujung yang disebut apeks di dasar (Syarifuddin, 2016).
a. Terdapat 3 lapisan pada dinding jantung yaitu:
1. Lapisan pericardium
Lapisan pericardium berupa kantong yang melipat dan membentuk rongga
perikardium. Rongga tersebut berisi cairan sehingga memudahkan
kontraksi jantung. Bagian pericardium yang melekat ke miokardium
disebut pericardium visceral atau epicardium, sedangkan bagian yang
melekat ke struktur lain di rongga thoraks disebut pericardium parietal.
Epicardium tersusun atas lapisan epitel skuoamous (mesotel) dan jaringan
ikat longgar tipis. Mesotel berperan dalam sekresi cairan pericardium
(Syarifuddin, 2016).
2. Lapisan miokardium
Miokardium merupakan lapisan dinding jantung yang paling tebal yang
tersusun dari sel-sel otot jantung. Pada lapisan ini terdapat 2 jenis serabut
yaitu serabut kontraktil yang berfungsi untuk kontraksi jantung dan serabut
sistem konduksi yang merupakan modisikasi otot jantung. Sistem konduksi
jantung tersususn atas nodus sinoatrial (SA) yang berperan sebagai
peacemaker dan terletak di dinding posterior atrium kanan,nodus
atrioventricular (AV) dan berkasnya (berkas antrioventrikular/berkas HIS)
yang berlanju menjadi serabut purkinje kea rah ventrikel. Diantara serabut
miokardium terdapat serabut saraf otonom simpatis dan parasimpatis yang
mempengaruhi frekuensi denyut dan irama jantung, serta ujung saraf bebas
yang berhubungan dengan sensibilitas dan berperan dalam munculnya nyeri
(angina pectoris) (Syarifuddin, 2016).
3. Lapisan endocardium
Endocardium merupakan lapisan dinding jantung paling tipis yang terdiri
dari selapis sel endotel gepeng di atas lapisan jaringan ikat longgar yang
didominasi serabut kolagen dan elastin serta beberapa otot polos. Di bawah
endocardium terdapat lapisan sub endocardium yang memisahkan
endocardium dengan miokardium. Lapisan ini lebih tebal dari endocardium,
terdiri atas jaringan ikat yang diantara serabutnya terdapat vena,
nervus dan di dinding ventrikel serta serabut sistem konduksi jantung
atau serabut Purkinje (Syarifuddin, 2016).
b. Jantung memiliki empat ruang yaitu sebagai berikut :
1. Atrium Kanan
Penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh lalu dilairkan ke
ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis.
2. Ventrikel Kanan
Berfungsi untuk mengalirkan darah kedalam arteri pulmonal dengan
tekanan rendah.
3. Atrium kiri
Penampungan darah banyak oksigen yang berasal dari paru paru, dan
kemudian mengalirkan ke ventrikel kiri melalui katup bikus pidalis.
4. Ventrikel Kiri
Bekerja memompa darah ke seluruhtubuh melalui aorta.

1.2 Sistem Peredaran Darah

Gambar 2 Sistem Peredaran Darah

Pada sistem peredaran darah manusia terdapat dua lintasan peredaran darah,
yaitu sirkulasi paru-paru (peredaran darah kecil), dan sirkulasi sistemik (peredaran
darah besar). Kedua peredaran darah ini disebut peredaran darah ganda. Peredaran
ini dimulai dari darah kotor yang berada di dalam atrium kanan jantung terpompa
keluar (saat jantung berkontraksi), menuju ke arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis
bercabang dua, satu paru kiri dan satu paru kanan. Sesampainya di paru-paru,
karbon dioksida dilepaskan dari tubuh kemudian darah mengikat oksigen. Dari
paru-paru, darah yang kaya oksigen m\engalir ke dalam vena pulmonalis kiri dan
kanan. Vena pulmonalis kiri dan kanan kemudian bersatu menjadi vena
pulmonalis. Vena pulmonalis masuk ke ventrikel kiri jantung. Dibandingkan
dengan peredaran darah kecil, peredaran darah besar lebih luas lintasannya. Pada
peredaran darah secara sistemik darah harus mencapai berbagai organ dan bagian
tubuh atas maupun bawah. Oleh karena itu, peredaran darah besar disebut pula
peredaran darah tubuh karena darah mengalir dari jantung ke seluruh tubuh dan
kembali lagi ke jantung. Darah bersih di dalam atrium kiri jantung dipompa
masuk ke dalam aorta. Aorta bercabang menuju ke bagian atas tubuh (kepala dan
tangan) dan menuju ke bagian bawah tubuh. Aorta yang menuju ke bagian bawah
tubuh ada yang menuju ke hati, usus, lambung, ginjal, anggota tubuh, dan ke
jaringan tubuh bagian bawah. Dari 6 organ-organ tersebut, darah akan kembali ke
jantung melalui pembuluh balik (vena). Dekat ke jantung, vena-vena tersebut
bersatu membentuk vena kava posterior dan vena kava anterior. Kemudian masuk
ke ventrikel kiri jantung (Syarifuddin, 2016).

1.3 Definisi
Gagal jantung ialah kegagalan jantung dalam memompa darah sehingga
menurunkan metabolisme (M.Bachrudin dan Najib, 2016). Gagal jantung
merupakan sebuah sindrom yang diakibatkan oleh keruakan dari ventrikel ketika
pengisian darah (Yancy dkk., 2013). Sedangkan menurut PERKI (2015) Gagal
jantung kongestif merupakan kelainan otot otot jantung yang menyebabkan jantul
gagal dalam memompa darah. Efek belakang (backward) akan terjadi apabila
jantung kiri mengalami kegagalan, akan menyebabkan penumpukan volume darah
di atrium kiri (Bambang Budi Siswanto dkk., 2015). Sedangkan apabila jantung
kanan yang mengalami kegagalan maka efek forward (efek depan) akan muncul
dan mengakibatkan kongesti sistemik (Bambang Budi Siswanto dkk., 2015).

1.4 Epidemiologi
Menururt WHO pada tahun 2016, sebanyak 17,5 juta jiwa orang meninggal
karena kelainan kardiovaskuler (Anggraeni dan Suryandari, 2019). Setiap
tahunnya kematian akibat dari gagal jantung yaitu sebesar 550.000 kasus
ditemukan di Amerika Serikat, sedangkan di Negara berkembang sebanyak
400.000-700.000 kasus pertahunnya (Anggraeni dan Suryandari, 2019). Di
Indonesia hasil Riskesdas 2013 menunjukkan prevelensi gagal jantung di
Indonesia sebanyak 0,3 %, tahun 2018 mengalami peningkatan sebanyak 1,5 %
(Kemenkes, 2018).

1.5 Etiologi
Menururt M.Bachrudin dan Najib, (2016) gagal jantung disebabkan oleh:
a. Koroner arteri
b. Aterosklerosis
c. Tekanan Darah Tinggi
d. Myocarditis

1.6 Patofisiologi
Etiologi dari CHF diantaranya coroner arteri, arterisklerosis, hipertensi, dan
myocarditis (M.Bachrudin dan Najib, 2016) sehingga akan menyebabkan
menurunya kontraktilitas jantung, hal ini dapat mengurangi aliran darah sehingga
oksigen yang akan masuk ke myocardium menjadi berkurang dan terjadilah gagal
jantung kongestif (Smeltzer dan Bare, 2013).
Gagal jantung akan menyebabkan tekana diastole naik dan penurunan curah
jantung kiri menjadi menurun hal tersebut akan menyebabkan tekanan atrium
kirini meningkat dan terjadilah edema paru (Smeltzer dan Bare, 2013). Edema
paru akan menyebabkan beban ventrikel kanan bertambah dan mengakibatkan
jantung mengalami hipertropi dari situlah nantinya gagal jantung kanan akan
terjadi (Smeltzer dan Bare, 2013).
Pada gagal jantung sisi kiri penumpukan volume darah yang terjadi di
pembuluh darah kapiler akan menyebabkan penimbunan cairan di alveoli
sehingga akan terjadi gangguan pertukaran gas (Smeltzer dan Bare, 2013).
Pengembangan paru yang tidak optimal membuat seseorang yang mengalami
gagal jantung mengalami dyspnea akibat edema paru sehingga timbulah masalah
keperawatan pola nafas tidak efektif (Smeltzer dan Bare, 2013). Selain
mengakibatkan penumpukan volume darah gagal jantung sisi kiri akan
mengakibatkan curah jantung menurun sehingga suplai oksigen kedalam jaringan
mengalami penuruan, hal ini akan menyebabkan pembuangan sisa metabolisme
juga menjadi berkurang sehingga klien akan mengalami rasa mudah lelah/
intoleransi aktivitas (Smeltzer dan Bare, 2013). Pada gagal jantung sisi kanan
akan menyebabkan (Smeltzer dan Bare, 2013):
a. Pembesaran vena hepar atau hepatomegaly mengakibatkan asites, akibatnya
tekanan pada rongga diafragma mengalami peningkatan sehingga klien akan
merasakan nyeri (Smeltzer dan Bare, 2013).
b. Kongesti sistemik yang dapat menyebabkan tekanan atrium meningkat
sehingga akan mengakibatkan penumpukan cairan pada ekstremitas dank lien
dapat mengalami hypervolemia (Smeltzer dan Bare, 2013).
c. Selain itu pembesaran vena pada rongga abdomen akan menyebabkan klien
mengalami anoreksia (Smeltzer dan Bare, 2013).
d. Perfusi paru yang menurun akan menyebabkan gangguan pertukaran gas
sehingga prelod jantung akan menururn dan timbul masalah penurunan curah
jantung (Smeltzer dan Bare, 2013).

1.7 Klasifikasi
a. Berdasarkan American Heart Association klasifikasi gagal jantung kongestif
antara lain (Yancy dkk., 2013):
Stage A - Klien memiliki risiko tinggi
- tidak ada tanda dan gejala
- terdapat hipertensi, PJK, DM
Stage B - Adanya kerusakan structural
- Tanpa tanda dan gejala
- Pasien infark miokard, disfungsi sistolik
Stage C - Kerusakan structural
- Ada tanda dan gejala
Stage D - Klien membutuhkan intervensi khusus
- Perlu monitoring ketat
- Tand dan gejala dapat mucnucl saat istirahat
b. Berdasarkan The New York Hearst Association (Yancy dkk., 2013) :
Kelas I - Aktivitas klien tidak dibatasi
- Aktivitas normal
Kelas II - Aktivitas sediit dibatasi
- Aktivitas normal menyebabkan kelelahan, dyspnea, angina
pectoris
Kelas III - Aktivitas sangat dibatasi
Kelas IV - Klien tidak dapat mekakukan aktivitas apapun
- Gejala berat dapat ditimbulkan ketika istirahat

1.8 Manifestasi Klinis


Manifestasi Klinis pada gagal jantung kongestif antara lain (M.Bachrudin dan
Najib, 2016):
a. Dyspnea
b. Batuk
c. Mudah lelah
d. Kecemasan
e. Edema ekstrimitas
f. Hepatomegaly
g. Anorexia

1.9 Penatalaksanaaan
a. Tatalaksana Non-Farmakologi (Bambang Budi Siswanto dkk., 2015):
1. Manajemen perawatan diri
2. Ketaatan pasien berobat
3. Asupan cairan
4. Pemantauan berat badan mandiri
5. Latihan fisik
6. Tranplantasi jantung
7. Operasi Bypass Artery Coroner
8. Perubahan diet
b. Tatalaksana Farmakologi (Wells dkk., 2015) :
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE I)
2. Beta Bloker
3. Diuretic
4. Antagonis aldosterone
5. Nitrat dan Hidralazin

1.10 Pemeriksaan Penunjang


a. Elektrokardiogram (EKG)
Berikut hasil abnormal EKG pada gagal jantung (Bambang Budi Siswanto
dkk., 2015) :

b. Foto Torak : untuk mendeteksi kardiomegali (Bambang Budi Siswanto dkk.,


2015).
c. Cek Lab : dilakukan pemeriksaan darah lemgkap (Bambang Budi Siswanto
dkk., 2015).
d. Peptide natriuretic : untuk melihat respon peningkatan oada dinding ventrikel
e. Ekokardiografi
Penyakit Koroner Arteri Arterosklerosis Hipertensi Myocarditis

Kontraktilitas Jantung ↓
1.11 Pathway
Tekanan Diastole ↑ O2 ↓

Gagal Jantung Kongestif


Curah Jantung Kiri ↓

Suplai O2 ↓ ATP ↓ Intoleransi Aktivitas


Gagal Jantung kiri

Tekanan Atrium kiri ↑


Pembesaran vena Anoreksi
abdomen a
Beban Ventrikel Kanan +
Edema Paru

Hipertropi
Penimbunan Pengembangan Hipervolemi
cairan paru upnormal Gagal Jantung Kanan Kongesti Sistemik
alveoli

Perfusi paru ↓ pembesaran vena hepar Tekanan atrium ↑

Gangguan Pola nafas tidak


efektif Gangguan pertukaran gas Asites
pertukaran gas Edema Ekstrimitas

Prelod ↓ Tekanan pada diafragma ↑ Hipervolemia

Penurunan Curah Nyeri Akut


Jantung
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan


a. Identitas Pasien (DKKD, 2019)
b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medik: Gagal Jantung Kongestif (Bambang Budi Siswanto
dkk., 2015)
2) Keluhan Utama: sesak nafas, nyeri dada, pingsan, berdebaar-debar,
cepat lelah (Smeltzer dan Bare, 2013).
3) Riwayat penyakit sekarang: (DKKD, 2019)
4) Riwayat kesehatan terdahulu (DKKD, 2019):
a. Penyakit yang pernah dialami
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll)
c. Kebiasaan/pola hidup/life style
5) Riwayat penyakit keluarga (DKKD, 2019)
c. Pola aktivitas dan istirahat
Penderita CHF sering kali merasakan kelelahan (Kasron, 2016).
d. Sirkulasi
Sirkulasi yang terjadi pada klien CHF (Kasron, 2016)..
e. Eliminasi
Frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses sdangkan pada eliminasi urin
dikaji bau, warna , dan jumlah (DKKD, 2019).
f. Nutrisi
Nutrisi masuk dan keluar pada klien (DKKD, 2019).
g. Kenyamanan
Keluhan nyeri pada klien CHF (Kasron, 2016).
h. Neuro sensori
Pengkajian pada system neuro klien (DKKD, 2019).
i. Respirasi
Keluhan sesak nafas pada klien (Kasron, 2016).
j. Pemeriksaan fisik
Terdapat data upnormal pada (Kasron, 2016) :
1) B1 (breathing)
Munculnya geja kongesti vascular pulmonal yakni dyspnea.
2) B2 (blood)
- Inspeksi : adanya kelemahan fisik serta ujung jari yang kebiruan
(Kasron, 2016)
- Palpasi : melemahnya denyut nadi (Kasron, 2016)
- Auskultasi : terdapat bunyi tambahan akibat kelainan katup
(Kasron, 2016)
- Perkusi : adanya kardiomegali (Kasron, 2016)
3) B3 (Brain) normal
4) B4 (Bladder)
Pemantauan intake cairan karena kemungkinan adanya edema yang
terjadi (Kasron, 2016).
5) B5 (Bowel)
Terdapat hepatomegaly dan nyeri tekan (Kasron, 2016)
6) B6 (Bone)
a. Ektrimitas
Ujung jari berwarna kebiruan dan pucat (Kasron, 2016)
b. Edema
c. Mudah lelah

2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnose keperawatan yang muncul antara lain (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016) :
a. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d dyspnea, penggunaan
otot bantu pernafasan, ortopnea (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan prelod d.d perubahan irama jantung
perubahan preload perubahan afterload perubahan irama jantung (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016)
c. Gangguan Pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler d.d
dyspnea, takikardia, pusing, sianosis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
d. Nyeri akut b.d age pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, gelisah, frekuensi
nadi meningkat, tekanan darah meningkat, menarik diri (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016)
e. Hipervolemi b.d gangguan alir balik vena d.d ortopnea, dyspnea, edema,
hepatomegaly (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Pola nafas tidak efektif setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Pemantauan Respirasi (Tim Pokja SIKI DPP
b.d hambatan upaya ….x24 jam, maka inspirasi dan atau ekspirasi PPNI, 2018)
nafas d.d dyspnea, yang tidak memberikan ventilasi adekuat Observasi:
penggunaan otot bantu membaik dengan kriteria hasil (Tim Pokja SLKI 1. Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
pernafasan, ortopnea DPP PPN, 2018) 2. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
(Tim Pokja SDKI DPP Pola Nafas (Tim Pokja SLKI DPP PPN, 2018) upaya napas
PPN, 2016) Indikator Skor Skor yang 3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Awal diinginkan Terapeutik
Dispnea 3 5 4. Atur Interval pemantauan respirasi sesuai
Frekuensi Nafas 3 5 kondisi pasien
Edukasi
5. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
6. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan … x24 Perawatan Jantung (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
jantung b.d perubahan jam diharapkan Ketidakadekuatan jantung 2018)
prelod d.d perubahan memompa darah meningkat dengan kriteria hasil Observasi:
irama jantung : 1. Identifikasi tanda/gejala penurunan curah
perubahan preload Curah Jantung (Tim Pokja SLKI DPP PPN, jantung
perubahan afterload 2018) 2. Monitor tekanan darah
perubahan irama Indikator Skor Skor yang 3. Monitor intake dan output cairan
jantung (Tim Pokja Awal diinginkan 4. Monitor saturasi oksigen
SDKI DPP PPN, 2016) Palpitasi 5 3 5. Monitor keluhan nyeri dada
Lelah 5 3 6. Monitor EKG 12 Sandapan
Terapeutik:
7. Posisikan pasien semi fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
8. Berikan diet jantung yang sesuai
9. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
memotivasi gaya hidup sehat
10. Berian dukungan emosional dan spiritual
11. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
12. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
13. Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
15. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka Pemantauan Respirasi
gas berhubungan pertukaran gas dapat meningkat dengan kriteria 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
dengan suplai O2 tidak hasil: upaya nafas
adekuat Pertukaran Gas (L.01003) : 2. Auskultasi bunyi napas
Indikator Skor Skor yang 3. Monitor satirasi oksigen
Awal diinginkan 4. Monitor nilai AGD
PCO2 3 5 5. Monitor hasil x-ray thoraxs
PO2 3 5
Suara nafas 3 5 Terapi Oksigen
tambahan 1. Siapkan dan atur alat pemberian oksigen
2. Berikan oksigen tambahan bila perlu
3. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, K. dan D. Suryandari. 2019. Asuhan keperawatan pasien gagal


jantung kongestif dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

Bambang Budi Siswanto, N. Hersunarti, Erwinanto, R. Barack, R. S. Pratikto, S.


E. Nauli, dan A. C. Lubis. 2015. PEDOMAN TATALAKSANA GAGAL
JANTUNG. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia.

DKKD. 2019. FORMAT askep unej. FKEP UNEJ

Kasron. 2016. Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:


CV.TRANS INFO MEDIA.

Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan. 2018. Hasil


utama riset kesehatan dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1–
100.

M.Bachrudin dan M. Najib. 2016. MODUL BAHAN AJAR CETAK


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I. Jakarta Selatan: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2013. Keperawatan Medikal - Bedah Brunner &


Suddarth Edisi 12. Edisi 12. Jakarta: EGC.
Syarifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta:
EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPN. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia(1st
Ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(I).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPN. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wells, B. G., J. T. DiPiro, T. L. Schwinghammer, dan Cecily V. DiPiro. 2015.


Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. Inggris: McGraw-Hill Education
Companies. AIAA Guidance, Navigation, and Control Conference.

Yancy, C. W., M. Jessup, B. Bozkurt, J. Butler, D. E. Casey, M. H. Drazner, G. C.


Fonarow, S. A. Geraci, T. Horwich, J. L. Januzzi, M. R. Johnson, E. K.
Kasper, W. C. Levy, F. A. Masoudi, P. E. McBride, J. J. V. McMurray, J. E.
Mitchell, P. N. Peterson, B. Riegel, F. Sam, L. W. Stevenson, W. H. W.
Tang, E. J. Tsai, dan B. L. Wilkoff. 2013a. 2013 accf/aha guideline for the
management of heart failure: executive summary: a report of the american
college of cardiology foundation/american heart association task force on
practice guidelines. Journal of the American College of Cardiology.
62(16):1495–1539.

Yancy, C. W., M. Jessup, B. Bozkurt, J. Butler, D. E. Casey, M. H. Drazner, G. C.


Fonarow, S. A. Geraci, T. Horwich, J. L. Januzzi, M. R. Johnson, E. K.
Kasper, W. C. Levy, F. A. Masoudi, P. E. McBride, J. J. V. McMurray, J. E.
Mitchell, P. N. Peterson, B. Riegel, F. Sam, L. W. Stevenson, W. H. W.
Tang, E. J. Tsai, dan B. L. Wilkoff. 2013b. 2013 accf/aha guideline for the
management of heart failure: a report of the american college of cardiology
foundation/american heart association task force on practice guidelines.
Circulation. 128(16):240–327.

Anda mungkin juga menyukai