Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

“ CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)”

Diajukan Oleh :
ISABELA 22300068

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
2022

LAPORAN PENDAHULUAN

“ Congestive Heart Failure (CHF)”


A. Tinjauan Teoritis I.
Konsep Penyakit
1. Definisi CHF
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrient dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang
jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk memompakan
darah keseluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.
Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang sangat singkat dan
dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.
Sebagai akibatnya, ginjal sering merespon dengan menahan air dan garam. Hal
ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti
tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh pasien menjadi bengkak
(congetive) (Ujianti, 2010).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Pada penyakit jantung
kongestif terjadi edema kaki yang disebabkan terjadinya dekompresi jantung
(pada kasus payah jantung), bendungan bersifat menyeluruh. Hal ini diakibatkan
oleh kegagalan ventrikel kanan jantung memompakan darah dengan baik
sehingga darah terkumpul pada vena atau kapiler, sehingga menyebabkan
timbulnya edema pada bagian ekstremitas bawah yang disebabkan adanya
bendungan balik dari vena ke jantung (Syarifudin, 2010).
2. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
a. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/ berat.
b. Faktor interna (dari dalam jantung)
1) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect
(ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
2) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
3) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
4) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
3. Anatomi dan fisiologi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat buah ruang yang terletak
di rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.

Ruang jantung terdiri atas dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium
(serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik)
(Muttaqin, 2009).
Jantung memiliki berat sekitar 300 gr, meskipun berat dan ukurannya
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya aktifitas fisik, dll.
Jantung dewasa normal berdetak sekitar 60 sampai 80 kali per menit,
menyemburkan sekitar 70 ml darah dari kedua ventrikel per detakan, dan
keluaran totalnya sekitar 5 L/ menit (Smeltzer dan Bare, 2012). Jantung terletak
di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (thoraks), diantara kedua paru.
Selaput yang mengitari jantung disebut pericardium, yang terdiri atas 2 lapisan,
yaitu pericardium parietalis, merupakan lapisan luar yang melekat pada tulang
dada dan selaput paru. dan pericardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari
jantung itu sendiri, yang juga disebut epikardium.
Di dalam lapisan jantung tersebut terdapat cairan pericardium, yang
berfungsi untuk mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat
memompa. Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar yang disebut
pericardium, lapisan tengah atau miokardium merupakan lapisan berotot, dan
lapisan dalam disebut endokardium.
a. Organ jantung teridri atas 4 ruang :
a. Atrium kanan
Atrium kanan, berfungsi sebagai tempat penampungan darah yang rendah
oksigen dari seluruh tubuh.
b. Atrium kiri
Atrium kiri, berfungsi sebagai penerima darah yang kaya oksigen dari kedua
paru melalui 4 buah vena pulmonalis.
c. Ventrikel kanan
Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke
paruparu melalui arteri pulmonalis.
d. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh
tubuh melalui aorta.
Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.
b. Untuk menghubungkan antara ruang satu dengan yang lain, jantung dilengkapi
dengan katup-katup, diantaranya :
a. Katup atrioventrikuler
Oleh karena letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup
atrioventrikuler, yaitu :
1) Katup trikuspidalis Merupakan katup yang terletak di antara atrium kanan
dan ventrikel kanan, serta mempunyai 3 buah daun katup.
2) Katup mitral/ atau bikuspidalis. Merupakan katup yang terletak di antara
atrium kiri dan ventrikel kiri, serta mempunyai 2 buah katup. Selain itu
katup atrioventrikuler berfungsi untuk memungkinkan darah mengalir dari
masing-masing atrium ke ventrikel pada fase diastole ventrikel, dan
mencegah aliran balik pada saat systole ventrikel (kontraksi).
b. Katup semilunar
1) Katup pulmonal
Terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari ventrikel
kanan.
2) Katup aorta
Terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua katup semilunar ini
mempunyai bentuk yang sama, yakni terdiri dari 3 daun katup yang
simetris disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan
sebuah cincin serabut. Adapun katup semilunar memungkinkan darah
mengalir dari masing masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta
selama systole ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole
ventrikel. (Ulfah dan Tulandi, 2011)
c. Persyarafan jantung
Jantung dipersyarafi oleh serabut simpatis, parasimpatis, dan sistem syaraf
autonom melalui pleksus kardiakus. Sistem persyarafan jantung banyak
dipersyarafi oleh serabut sistem syaraf otonom (parasimpatis dan simpatis)
dengan efek yang saling berlawanan dan bekerja bertolak belakang untuk
mempengaruhi perubahan pada denyut jantung, yang dapat mempertinggi
ketelitian pengaturan syaraf oleh sistem syaraf otot. Serabut parasimpatis
mempersyarafi nodus SA, otot-otot atrium, dan nodus AV melalui nervus
vagus. serabut simpatis menyebar keseluruh sistem konduksi dan
miokardium. Stimulasi simpatis (adregenic) juga menyebabkan melepasnya
epinefrin dan beberapa norepinefrin dari medulla adrenal. Respon jantung
terhadap stimulasi simpatis diperantai oleh pengikatan norepinefrin dan
epinefrin ke reseptor adregenic tertentu; reseptor α terletak pada sel-sel otot
polos pembuluh darah, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, dan reseptor β
yang terletak pada nodus AV, nodus SA, dan miokardium, menyebabkan
peningkatan denyut jantung, peningkatan kecepatan hantaran melewati nodus
AV, dan peningkatan kontraksi miokardium (stimulasi reseptor ini
menyebabkan vasodilatasi). Hubungan sistem syaraf simpatis dan
parasimpatis bekerja untuk menstabilkan tekanan darah arteri dan curah
jantung untuk mengatur aliran darah sesuai kebutuhan tubuh. (Kasron, 2011)
4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang muncul pada kasus gagal jantung kongestif :
a. Kegagalan jantung sebelah kiri, antara lain; kongesti vascular pulmonal,
dispnea ortopnea, pernafasan Cheyne-Stokes, Paroxysmal Nocturnal,
Dyspnoea (PND), edema pulmonal akut, penurunan curah jantung, gallop,
crackles paru, disritmia, letargi dan kelelahan.
b. Kegagalan jantung sebelah kanan, antara lain; curah jantung rendah, distensi
vena jugularis, edema perifer, pitting edema, disritmia, gallop, asites,
hepatomegali.
Selain itu, New York Heart Assosiation (NYHA) mengklasifikasikan
fungsional gagal jantung sebagai berikut :
1) Kelas I : Tidak ada batasan aktivitas fisik.
2) Kelas II : Sedikit batasan pada aktivitas (rasa lelah, dispnu).
3) Kelas III : Batasan aktivitas bermakna (nyaman saat istirahat namun
sedikit aktivitas menyebabkan gejala).
4) Kelas IV : Timbul gejala walaupun saat sedang istirahat (Gray dkk, 2009;
Hudak dan Gallo, 1997; Phillip dan Jeremy, 2010).
5. Patofisiologi
Mansjoer (2008) menyatakan mekanisme yang mendasari gagal jantung
meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah
jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x
SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung
(HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume). Frekuensi jantung
adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem
saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat,
maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung
akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada
akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel.
Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke
kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler
akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema
paru atau edema sistemik. Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan
dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan
mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem
saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan
vena, yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output,
adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada
pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat
memperburuk kongesti pulmoner. Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan
meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan
perfusi ke organorgan vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan
menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan.
Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran
darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan
menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron
juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium
dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin
vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat
ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial
akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi
resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator (Mansjoer 2008).
6. Komplikasi
a. Hepatomegali Peningkatan CVP (Central Venous Pressure) pada gagal
jantung kanan dan menyebabkan akumulasi cairan di hati.
b. Asites Komplikasi lanjut yang terjadi setelah terjadi retensi cairan di hati,
sehingga masuk ke rongga peritoneum.
c. odema paru
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG, hipertrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia, dan
kerusakan pola mungkin terlihat, misalnya takikardia, fibrilasi atrial, mungkin
sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih
setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisma ventricular (dapat
menyebabkan gagal/ disfungsi jantung).
b. Sonogram, dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik. Perubahan dalam
fungsi/ struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
c. Kateterisasi jantung, tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras disuntikan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/
perubahan kontraktilitas.
d. Rontgen dada, dapat menunjukkan perbesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi/ hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal,
misalnya bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukkan aneurisma
ventrikel.
e. Enzim hepar, meningkat dalam gagal/ kongesti hepar.
f. Elektrolit, mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan fungsi
ginjal, terapi diuretik.
g. Oksimetri nadi, saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika GJK akut
memperburuk PPOM atau GJK kronis.
h. AGD, gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini)
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
i. BUN, kreatinin, peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal.
Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal. J
j. Albumin/ transferin serum, mungkin menurun sebagai akibat penurunan
masukan protein atau penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami
kongesti.
k. HSD, mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan kepekatan
menandakan retensi air. SDP mungkin meningkat, mencerminkan MI baru/
akut, perikarditis, atau status inflamasi atau infeksius lain
l. Kecepatan sedimentasi (ESR), mungkin meningkat, menandakan reaksi
inflamasi akut.
8. Penetalaksanaan medis
Terapi gagal jantung kronik (CHF) bertujuan untuk memperbaiki kualitas
hidup dengan mengurangi gejala, memperpanjang usia harapan hidup,
memperlambat progresi perburukan jantung Respon fisiologis pada gagal jantung
membentuk dasar rasional untuk tindakan. Selain dengan pemberian oksigen
secara adekuat, sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah untuk
menurunkan kerja jantung, untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas
miokard, dan untuk menurunkan retensi garam dan air.
Terapi gagal jantung terdiri dari terapi non-farmakologik dan terapi
farmakologik. Terapi non-farmakologik yang dapat dilakukan, antara lain :
a. Tirah Baring Melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung diturunkan.
Selain itu tirah baring membantu dalam menurunkan beban kerja dengan
menurunkan volume intravascular melalui induksi diuresis.
b. Pemberian oksigen Terutama pada klien gagal jantung disertai dengan edema
paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan
membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
c. Pembatasan diet Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja
dan ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara sesuai
dengan selera dan pola makan klien. Selain itu, pembatasan konsumsi natrium
dilakukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema pada kondisi
gagal jantung. Selain itu, merokok harus dihentikan bila pasien seorang
perokok.
d. Aktifitas fisik Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda
dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan
intensitas yang nyaman bagi pasien.
Jika disfungsi miokard sudah terjadi, pemberian terapi/ pengobatan secara
farmakologik dilakukan dengan tujuan untuk mencegah memburuknya fungsi
jantung (memperlambat progresi remodeling miokard)
1) ACE-I (Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitor) Penghambat ACE,
menghibisi konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, sehingga
menyebabkan dilatasi arteri dan vena, serta menurunkan volume darah dan
edema.
2) β – Blocker, pemberian β – Blocker pada gagal jantung sistolik akan
mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi selsel
automatik jantung dan efek aritmia lainnya, sehingga mengurangi risiko
terjadinya aritmia jantung, dan dengan demikian mengurangi risiko
terjadinya kematian mendadak.
3) Diuretik mengurangi akumulasi cairan dengan meningkatkan ekskresi
garam dan air di ginjal, sehingga preload, kongestif pulmonal, dan edema
sistemik dapat berkurang. Salah satunya yang sering diberikan pada pasien
CHF adalah furosemide.
4) ACE hinbitor adalah agent yang menghambat (menyekat) pembentukan
angiotensin II, sehingga menurunkan tekanan darah. ACE inhibitor juga
dapat menurunkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload),
sehingga dapat mengatasi kegagalan fungsi ventrikel atau gagal jantung
kongestif. Berbagai jenis ACE inhibitor adalah captopril, quinapril,
ramipril, trandolapril, cilazapril, enalapril, fosinopril dan peridopril.
5) Digitalis mempunyai efek menyekat sodium yang merupakan membran
bound, yaitu suatu system transport enzym yang mempengaruhi
pertukaran Na – Ca di intraseluler, sehingga meningkatkan jumlah
cytosolik Ca yang secara langsung dapat meningkatkan kontraktilitas
miokard. Salah satu digitalis yang sering diberikan adalah digoxin.
6) Obat inotropic seperti dopamine digunakan untuk meningkatkan tekanan
darah, curah jantung (cardiac output) dan produksi urin pada pasien
dengan syok kardiogenik. Dobutamin adalah jenis intropik murni yang
menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga dapat meningkatkan
kontraktilitas.

II. Konsep Asuhan Keperawatan (Teoritis)


Penatalaksanaan keperawatan meliputi
1. Pengkajian
PENGKAJIAN PRIMER, meliputi :
a. Airway
1) Batuk dengan atau tanpa sputum
2) Penggunaan bantuan otot pernafasan
3) Oksigen
c. Breating
1) Dispnoe saat aktifitas
2) Tidur sambil duduk atau beberapa bantal
d. Circulation
1) Riwayat HT, MCI akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung, anemia,
syok dll.
2) Tekanan darah, nadi, frekwensi jantung, irama jantung, nadi afical, bunyi
jantung S3, gallop, nadi ferifer berkurang, perubahan dalam denyut nadi
jugularis, warna kulit, kebiruan punggung, kuku pucat dan syanosis, hepar
ada pembesaran, bunyi nafas krekels atau ronchi, odema.

PENGKAJIAN SEKUNDER, meliputi :


1) Aktivitas/istirahat Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas,
gelisah, dispnoe saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental,tanda
vital berubah saat beraktifitas.
2) Integritas ego Ansietas, strees, marah, takut dan mudah tersinggung
3) Eliminasi Gejala penurunan jumlah urine. Urine berwarna pekat, berkemih
pada malam hari, diare/konstifasi
4) Makanan/cairan Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan, pembengkan ekstremitas bawah, diit tinggi garaam
penggunaan diyretic distensi abdomen, odema umum.
5) Hygine Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang
6) Neurosensori Kelemahan, pusing, letargi,perubahan prilaku dan mudah
tersinggung
7) Nyeri/kenyamanan Nyeri dada akut /kronik, nyeri abdomen, sakit pada
otot, gelisah
8) Interaksi sosisl Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan after load
b. Nyeri akut hubungan dengan Agen cedera biologis ( suplai oksigen tidak
adekuat
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan Hiperventilasi
d. Intoleransi aktivitas fisik berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan oksigen tubuh
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Dypsnea
3. Intervensi keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan after load
Perawatan jantung : mengidentifikasi, merawat dan membatasi komplikasi
akibat ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard.
1) Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung (meliputi
dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal nocturnal dispnea,
peningkatan cvp)
2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3) Monitor intake dan output cairan
4) Monitor tekanan darah
5) Monitor saturasi oksigen
6) Monitor EKG 12 sadapan
7) Monitor aritmia
8) Monitor fungsi alat pacu jantung
9) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum memberikan obat
10) Berikan dukungan emosional dan spiritual

Manajemen cairan :mengidentifikasi dan mengelola keseimbangan cairan dan


mencegah komplikasi akibat ketidakseimbangna cairan

1) Monitor status hidrasi


2) Monitor berat badan harian
3) Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis
4) Monitor status hemodinamik
5) Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam
6) Berikan cairan intervena
7) Kolaborasi dalam pemberian diuretik
b. Nyeri akut hubungan dengan Agen cedera biologis ( suplai oksigen tidak
adekuat
Manajemen nyeri : mengidentifkasi dan mengelola pengealaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dn berintensitas rinagn hingga berat dan konstan
1) Identifikasi lokasi, karakteristiks, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Idengtifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan da keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon yeri
7) Monitor keberhailan terapi komplementer yang sudha diberikan
8) Monitor efek samping penggunaan analgesic
9) Jelaskan penyebab, perioden dan pemicu nyeri
10) Jelaskan startegi meredakan nyeri
11) Anjurkan memonitori nyeri secara mandiri
12) Berikan terapi nonfarmakologis (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
13) Control lingkungan yang memperberat nyeri
14) Fasilitasi istirahat dan tidur
15) Kolaborasi dalam pemberian analgetik

Pemberian analgesik : menyiapkan dan memberikan agen farmakologis untuk


mengurangi atau menghilangkan rasa sakit

1) Identifikais karakteristik nyeri


2) Identifikasi riwayat alergi obat
3) Identifikasi kesesuaian jenis analgesic
4) Monitor efektifitas obat
5) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan Hiperventilasi
Manajemen jalan nafas : mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan
nafas
1) Monitor pola nafas
2) Monitor bunyi nafas tambahan
3) Monitor sputum
4) Pertahankan kepatenan jalan nafas
5) Berikan minum hangat
6) Berikan posisi semi fowlee/fowler
7) Lakukan fisioterpai dada
8) Lakukan penghissapan lendir
9) Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
10) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
d. Intoleransi aktivitas fisik berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan oksigen tubuh
Manajemen energy : mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energy
untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan megoptimalkan proses
pemulihan
1) Identifikasi penggunaan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
5) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
6) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
7) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
8) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Dypsnea
Dukungan tidur : memfasilitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur
1) Identifikasi pola aktifitas dan tidur
2) Identifikasi pola pengganggu tidur
3) Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
4) Modifikasi lingkungan
5) Fasilitasi menghilangkan steress sebelum tidur
6) Tetapkan jadwal tidur rutin
7) Lakuakan prossedur untuk Meningkatkan kenyamanan
8) Sesuaikan jadawal pemberian obat/tindakna untuk menunjang sikus
tidurterjaga
4. Kriteria evaluasi/hasil
Evaluasi implementasi selama perawatan mengalami perubahan kearah yang
lebih baik. Dengan kata lain setelah dilakukan implementasi selama 3 hari
prognosis penyakit klien menjadi lebih baik dengan 2 diagnosa teratasi dan 3
diagnosa tidak teratasi.

III. Referensi
Anonim. BAB II Tinjauan pustaka.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6350/BAB%20II.PDF?
seque%09nce=6&isAllowed=y
Sariyudin. 2019. ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PASIEN
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DENGAN INTERVENSI TERAPI
INSPIRATORY MUSCLE TRAINING (IMT) TERHADAP KUALITAS
TIDUR PASIEN DI RUANG ICCU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA. Kalimantan timur. KIAN
SARIYUDIN, S.Kep.pdf (umkt.ac.id)

Anda mungkin juga menyukai