Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS PADA PASIEN


GAGAL JANTUNG

Dosen Pengampu
Ns. Priyanto, M.Kep., Sp.Kep.MB.

Disusun Oleh : Maria Pulung AH

PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN AJARAN 2023
1. Definisi
Gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri
(Kasron, 2012).
Menurut Nurkhalis and Adista, (2020) gagal jantung merupakan keadaan dimana
jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (forward failure) atau kemampuan
tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure)
atau dapat pula keduanya.
Gagal jantung (Heart Failure) merupakan sindrom yang kompleks dimana jantung tidak
dapat memompa darah ke seluruh tubuh Gagal Jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
Menurut (Brunner & Suddarth (2017) gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrisi jaringan (Novela, 2019). Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif
adalah suatu kondisi patofisiologis dicirikan oleh adanya bendungan (kongesti) di paru atau
sirkulasi sistemik yang disebabkan karena jantung tidak mampu memompa darah yang
beroksigen secara cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Khairul &
Bachtiar, 2019).

2. Anatomi Fisiologi Jantung


Sistem peredaran darah terdiri atas jantung, pembuluh darah, dan saluran limfe. Jantung
merupakan organ pemompa besar yang memelihara peredaran melalui seluruh tubuh. Arteri
membawa darah dari jantung. Vena membawa darah ke jantung. Kapiler menggabungkan arteri
dan vena, terentang diantaranya dan merupakan jalan lalu lintas antara makanan dan bahan
buangan. Disini juga terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstraseluler dan interstisial.

2
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga, basisnya diatas, dan
puncaknya dibawah. Apeksnya (puncaknya) miring kesebelah kiri. Berat jantung kira-kira 300
gram. Jantung berada didalam toraks, antara kedua paru-paru dan dibelakang sternum, dan
lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan. Jantung memiliki lapisan, terdiri dari 3 lapisan
yaitu:
a. Epikardium, merupakan lapisan terluar, memiliki struktur yang samma dengan perikardium
viseral.
b. Miokardium, merupakan lapisan tengah yang terdiri atas otot yang berperan dalam
menentukan kekuatan kontraks.
c. Endokardium, merupakan lapisan terdalam terdiri atas jaringan endotel
yang melapisi bagian dalam jantung dan menutupi katung jantung.
Jantung memiliki 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kiri, dan ventrikel
kanan. Atrium terletak diatas ventrikel dan saling berdampingan. Atrium dan ventrikel
dipisahkan oleh katup satu arah. Antara organ rongga kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.

3. Patofisiologi Gagal Jantung


Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya untuk memenuhi
suplai darah yang adekuat ke seluruh tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun mengalami

3
stress fisiologis. Menurut Kasron (2016) terdapat mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung meliputi keadaan-keadaan:
a. Preload (beban awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung.
b. Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan serabut jantung.
c. Afterlood (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri. Pada keadaan gagal jantung, bila salah
satu/lebih dari keadaan diatas terganggu, menyebabkan curah jantung menurun, meliputi
keadaa yang menyebabkan preload meningkat contoh regurgitasi aorta, cacat septum
ventrikel. Menyebabkan afterlood meningkat yaitu pada keadaan stenosis aorta dan
hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada Infark miokardium dan kelainan
otot jantung. Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya
kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompa pada setiap kontriksi
menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila suplai darah kurang
ke ginjal akan mempengaruhi mekanisme pelepasan renin-angiotensin dan akhirnya
terbentuk angiotensin II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan
menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut meningkatkan cairan
ektraintravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan
selanjutnya terjadi edema. Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang
interstial. Proses ini timbul masalah seperti nokturia dimana berkurangnya vasokontriksi
ginjal pada waktu istirahat dan juga terdistribusi cairan dan absorpsi pada waktu berbaring.
Gagal jantung berlanjut dapat menimbulkan asites, dimana asites dapat menimbulkan
gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia.
Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk ke jantung),
menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan
CO2 antara udara dan darah di paru-paru. Sehingga oksigenasi arteri berkurang dan terjadi
peningkatan CO2, yang
akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu

4
gejala sesak napas (dyspenea), ortopnea (dyspenea saat berbaring) terjadi
apabila aliran darah dari ekstremitas meningkatkan aliran balik vena ke
jantung dan paru-paru. Apabila terjadi pembesaran vena dihepar mengakibatkan
hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan. Suplai darah yang kurang di daerah otot
dan kulit, menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin serta timbul gejala letih, lemah, lesu
(Kasron, 2016).

4. Etiologi Gagal Jantung


Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, gagal jantung
disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsiotot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial
dan penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya kardiomiopati. Peradangan dan
penyakit miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi
ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun
2) Aterosklerosis coroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asamlaktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Infark miokardium menyebabkan
pengurangan kontraktilitas,menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan
mengubah daya kembang ruang jantung .
3) Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
beberapamekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel
kiri dikaitkandengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya
aritmia baik itu aritmiaatrial maupun aritmia ventrikel.

5
4) Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan
aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif
atau stenosis AV),peningkatan mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta
menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis
aorta menyebabkan beban tekanan (after load)
5) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagaljantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia
dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik
ataumetabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung

5. Manisfestasi Klinis Gagal Jantung Menurut Kasron (2012), manifestasi klinik dari CHF
tergantung ventrikel mana yang terjadi (Damayanti, 2021).
1. Gagal jantung kiri
Manifestasi kliniknya antara lain:
a) Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan menganggu pertukaran gas dan dapat
mengakibatkan ortopnea (kesulitan rnafas saat berbaring) yang dinamakan paroksimal
nokturnal dispnea (PND).
b) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.
c) Sianosis
Terjadi karena kegagalan arus darah ke depan (forwad failure) pada ventrikel kiri
menimbulkan tandatanda berkurangnya perfusi ke organ-organ seperti : kulit, dan otot-
otot rangka.
d) Batuk
Batuk bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah yaitu
batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai

6
bercak darah. Batuk ini disebabkan oleh kongesti cairan yang mengadakan rangsangan
pada bronki.
e) Denyut jantung cepat (Takikardi)
Terjadi karena jantung memompa lebih cepat untuk menutupi fungsi pompa yang hilang,
irama gallop umum dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi.

2. Gagal jantung kanan


Manifestasi kliniknya antara lain :
a) Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.
b) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen
c) Anoreksia dan mual yang terjadi akibat pembesaran vena dan status vena di dalam rongga
abdomen.
d) Rasa ingin kencing pada malam hari yang terjadi karena perfusi renal.
e) Badan lemah yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan

6. Klasifikasi Gagal Jantung


Menurut New York Heart Assosiation (NYHA) membuat klasifikasi
fungsional CHF dalam 4 kelas yaitu :
1. Kelas I
Akitivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan, dyspea, palpitasi, tidak ada kongesti
pulmonal atau hipotensi perifer serta bersifat asimtomatik. Kegiatan sehari –hari
tidak terbatas.
2. Kelas II
Gangguan aktivitas ringan : merasa nyaman ketika beristirahat, tetapi
aktivitas biasa menimbulkan keletihan dan palpitasi
3. Kelas III
Kegiatan sehari- hari terbatas dan pasien merasa nyaman saat beristirahat.
4. Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa merasa tidak nyaman
: gejala gagal jantung kongestif ditemukan bahkan pada saat istirahat dan

7
ketidaknyamanan semakin bertambah ketika melakukan aktifitas fisik apapun
(NYHA,2016)

7. Komplikasi Gagal Jantung


Pada orang dengan gagal jantung, komplikasi dapat meliputi :
1) Edema paru akut akibat gagal jantung kiri.
2) Serangan jantung
3) Gagal ventrikel kiri pada stadium lanjut, kongesti yang disebabkan oleh penurunan
curah jantung, dan hipoperfusi jaringan organ penting (jantung dan otak).
4) Pergerakan pasien menyebabkan terbentuknya trombus, dan kondisi peredaran darah
dengan aktivitas trombotik dapat menyumbat arteri darah.
5) Tamponade jantung dan efusi pericardial.
6) Perikardium disusupi oleh cairan. Perikardium dapat diregangkan sampai penuh dengan
cairan. Tamponade kardiovaskular dapat disebabkan oleh penurunan curah jantung dan
aliran balik vena ke jantung (Wijaya & Putri, 2013).
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiogram harus dilakukan pada semua pasien yang diduga mengalami gagal
jantung. Gagal jantung sering mengakibatkan kelainan EKG. Gagal jantung biasanya
tidak dapat didiagnosis dari EKG yang tidak teratur. Kemungkinan diagnosis gagal
jantung, terutama disfungsi sistolik, rendah bila EKG normal.
2) Foto Thoraks
Diagnosis gagal jantung sering mencakup radiografi dada. Penyakit paru-paru dan
infeksi yang menyebabkan atau memperburuk pembesaran jantung, kongesti paru, dan
efusi pleura dapat ditemukan pada rontgen dada. Gagal jantung yang akut dan kronis
mungkin tidak memiliki hipertrofi jantung.
3) Pemeriksaan laboratorium
Tes darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, perkiraan
laju filtrasi glomerulus (eGFR), glukosa, tes fungsi hati, dan urinalisis adalah beberapa
pemeriksaan rutin yang dilakukan pada individu dengan dugaan gagal jantung.
Pengujian tambahan mungkin dipertimbangkan tergantung pada presentasi klinis.
Meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia, dan gangguan fungsi ginjal

8
jarang terjadi pada pasien yang tidak diobati dengan gejala ringan sampai sedang, hal itu
dapat terjadi, terutama pada mereka yang menggunakan diuretik dan/atau ACE-
inhibitor. ARB (angiotensin receptor blocker), ARNIs (angiotensin receptor nephrin
inhibitors),inhibitor enzim, antagonis aldosteron, atau I (angiotensin converting agents).
4) Ekokardiografi
Semua metode pencitraan ultrasound jantung, seperti Doppler warna, Doppler jaringan,
dan Doppler gelombang berdenyut dan kontinu, secara kolektif disebut sebagai
ekokardiografi (TDI). Ketika seorang pasien memiliki kecurigaan mengalami gagal
jantung, ekokardiografi harus digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis gagal jantung
dan/atau insufisiensi jantung. Pengukuran fungsi ventrikel digunakan untuk
membedakan antara HFREF dan HFPEF.Saat menentukan penyebab gagal jantung
dengan fraksi ejeksi normal, ekokardiografi sangat penting. Tiga persyaratan harus
dipenuhi oleh diagnosis :
 Menampilkan gejala atau tanda gagal jantung
 Fungsi sistolik ventrikel kiri yang normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi
ejeksi > 45-50%)
 Gejala disfungsi diastolik (kelainan pada diastol ventrikel kiri atau kekakuan
diastolik)
 Peningkatan konsentrasi peptida natriuretik (PERKI, 2020).
 Penatalaksanaan Gagal Jantung
9. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis.
a. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
oksigen melalui istirahat / pembatasan aktivitas.
b. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung :
 Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema,
dan aritmia.
 Digitalisasi.
i. Dosis digitalis
a. Digoksin oral untuk digitaliasi cepat 0,5 mg dalam 4-6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2-4 hari.
b. Digoksin IV 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c. Cedilanid IV 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
ii. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.
Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.

9
iii. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat :
 Digoksin 1-1,5 mg IV perlahan-lahan.
 Cedilanid 0,4-0,8 mg IV perlahan-lahan.
c. Terapi diuretic diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hipontremi dan hipokalemia.
d. Terapi vasodilator : obat-obat vasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi
tekanan terhadap pemompaan darah.oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri
dapat diturunkan.

a.

10. Asuhan Keperawatan


A. Primary Survey
1) Airway
Penderita CHF, terkadang mengalami sumbatan atau terjadi penumpukan secret. Pasien
juga biasanya batuk dengan atau tanpa sputum (Carvalho, 2019).
2) Breathing
Biasanya pada pasien CHF ditemukan sesak nafas dengan aktivitas ringan atau istirahat,
respirasi meningkat (lebih dari 24 x/menit), irama ireguler dangkal, terdapat suara napas
tambahan: ronchi & krekles, ekspansi dada tidak penuh dan terdapat penggunaan otot
bantu nafas (Minartin, 2018).
3) Circulation
Biasanya pada pasien CHF ditemukan nadi lemah, tidak teratur, takikardi, tekanan
darah meningkat/menurun, adanya edema, pitting edema, CRT > 3 detik, akral dingin,
kulit pucat, bunyi jantung S3, gallop, sianosis dan output urine menurun (Minartin,
2018).
4) Disability
Biasanya pasien CHF pusing, disorientasi dan penurunan kesadaran apabila mengalami
gangguan perfusi yang berat (Sari, 2018).
5) Exposure
Seluruh pakaian harus dibuka untuk memudahkan pengkajian menyeluruh (Sari, 2018).
10
a. Sekundari Survey
1) Data umum
Berdasarkan penelitian Maulidta (2015), menunjukkan penderita jantung paling banyak
berada pada usia 55-65 tahun.
2) Keluhan utama
Keluhan klien dengan CHF adalah sesak napas.
3) Riwayat penyakit sekarang
Menggambarkan kejadian sampai terjadi penyakit saat ini, dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik secara
PQRST. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien seperti munculnya
dispnea/sesak saat bekerja, ortopnea, batuk, nyeri dada, lelah, pusing, edema pulmonal
akut, edema ektremitas bawah, nafsu makan menurun, nausea, distensi abdomen, dan
urine menurun (Rahmadhani, 2020).
4) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita nyeri dada, hipertensi, anemia, iskemia miokardium, diabetes mellitus, dan
hiperpidemia.
5) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan
penyebab kematiannya.
6) Pemeriksaan fisik
a. Breath (B1)
Biasanya muncul gejala-gejala kongesti vascular pulmonal seperti dispnea,
takipnea, ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut.
b. Blood (B2)
1) Inspeksi: tampak pucat, sianosis, ada jaringan parut pada dada,
keluhan kelemahan fisik
2) Palpasi: Denyut nadi perifer melemah
3) Perkusi: Batas jantung mengalami pergeseran
4) Auskultasi: Tekanan darah biasanya menurun
c. Brain (B3)

11
Pasien dengan CHF, bisa mengalami pusing, disorientasi, penurunan
kesadaran.
d. Bladder (B4)
Penderita CHF umumnya akan terjadi penurunan volume urine, urine berwarna
pekat, dan nokturia.
e. Bowel (B5)
Penderita CHF biasanya mengalami kehilangan nafsu makan, mual, muntah,
penambahan berat badan signifikan.
f. Bone (B6)
Penderita CHF, biasanya mengalami kelemahan serta penurunan aktivitas (Sari,
2018).

9. Diagnosa Keperawatan (menggunakan SDKI).


1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas ditandai dengan
penggunaan otot bantu nafas, orthopnea.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-kapiler
ditandai dengan PO2 turun, PCO2 meningkat, takikardia, PH menurun.
4) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload, afterload, dan
kontraktiltas ditandai dengan takikardia, edema, distensi JVP, hepatomegali, sianosis.
5) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena, kelebihan asupan
nutrisi dan air ditandai dengan edema anasarka, peningkatan JVP, hepatomegali.
6) Resiko perfusi serebral tidak efektif dengan faktor resiko infark miokard akut
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan frekuensi jantung meningkat lebih dari 20% dari
kondisi istirahat.

12
10. Perencanaan Keperawatan (menggunakan SIKI dan SLKI).
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
.
Dx
1 SLKI : Pola Nafas SIKI : Manajemen Jalan Nafas.
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas.
keperawatan selama 1 x 60 menit 2. Monitor bunyi nafas.
pola nafas efektif dengan kriteria 3. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
hasil 4. Posisikan semifowler.
1. Penggunaan otot bantu 5. Berikan oksigen jika perlu.
nafas menurun. 6. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
2. Frekuensi nafas 20-26 x/ jika perlu.
menit. 7. Kolaborasi pemberian
3. Pernafasan cuping hidung diuretic jika perlu.
tidak ada.

2 SLKI : Tingkat Nyeri. Setelah SIKI : Manajemen Nyeri


dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi,
keperawatan selama 1x24 jam karakteristik, durasi,
nyeri teratasi dengan kriteria hasil frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
: 2. Identifikasi skala nyeri.
1. Keluhan nyeri menurun. 3. Identifikasi respon nyeri non verbal.
2. Skala nyeri menurun . 4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
3. Frekuensi nadi membaik. tentang
4. Gelisah menurun. nyeri.

13
5. Berikan teknik non farmakologis (teknik
nafas dalam).
6. Kontrol lingkungan yang memperberat
nyeri.
7. Fasilitasi istirahat dan tidur.
8. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri.
9. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu.

14
3 SLKI : Pertukaran gas. Setelah SIKI : Terapi Oksigen F
i
dilakukan tindakan 1. Monitor kecepatan aliran oksigen.
l
keperawatan selama 1x24 jam, 2. Monitor posisi alat terapi oksigen. a
pertukaran gas efektif dengan 3. Monitor efektifitas terapi oksigen
kriteria hasil : dengan oxymetri dan
1. PCO2 membaik. cek AGD.
2. PO2 naik. 4. Monitor tanda hipoventilasi.
3. Dispnea menurun. 5. Monitor tingkat kecemasan.
4. Takikardi membaik. 6. Monitor tanda toksikasi oksigen.
5. Sianosis menurun. 7. Pertahankan kepatenana jalan nafas.
8. Bersihkan sekret jika perlu.
9. Berikan oksigen tambahan jika
perlu.
10. Ajarkan keluarga
menggunakan oksigen dirumah.
11. Kolaborasi penentuan
11. dosis oksigen.

15
4 SLKI : Curah jantung SIKI : Perawatan Jantung Fila
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda primer
keperawatan selama 3 x 24 penurunan curah jantung
jam, penurunan curah jantung (dispnea, kelelahan,
teratasi dengan kriteria hasil : peningkatan CVP).
1. Takikardia membaik. 2. Identifikasi tanda
2. Distensi vena jugularis sekunder penurunan
menurun. curah jantung
3. Edema berkurang (kapiler (peningkatan berat
refil kurang dari 2 detik). badan, hepatomegali,
4. Sianosis berkurang. oliguria, distensi vena
5. Orthopnea berkurang. jugularis).
3. Monitor tekanan darah.
4. Monitor intake dan
output.
5. Monitor berat badan
setiap hari.
6. Monitor saturasi
oksigen.
7. Monitor keluhan nyeri
dada.
8. Monitor EKG 12 LEAD.
9. Monitor aritmia.
10. Monitor enzim jantung.
11. Posisikan semifowler.
12. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres,
jika perlu.
13. Berikan dukungan

16
emosional dan spiritual.
14. Berikan oksigen.
15. Anjurkan berhenti
merokok.
16. Anjurkan membatasi
cairan.
17. Kolaborasi pemberian
antiaritmia.
18. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung.

17
5 SLKI : Keseimbangan SIKI : Pemantauan Fila
cairan Cairan.
Setelah dilakukan tindakan 2 x 1. Monitor frekuensi dan
24 jam, cairan seimbang kekuatan nadi.
dengan kriteria hasil : 2. Monitor frekuensi nafas.
1. Edema menurun. 3. Monitor tekanan darah.
2. Asites menurun. 4. Monitor berat badan.
3. Berat badan membaik. 5. Monitor pengisian
4. Turgor kulit elastis. kapiler refil.
6. Monitor elastisitas
turgor kulit.
7. Monitor jumlah, warna,
dan berat jenis urine.
8. Monitor kadar albumin.
9. Monitor intake dan
output cairan.
10. Identifikasi tand-tanda
hipervolemia.
11. Dokumentasi hasil
pemantauan.
12. Jelaskan tujuan dan
prosedure pemantauan.
13. Informasikan hasil

18
pemantauan, jika perlu.

6 SLKI : Perfusi Serebral SIKI : Pemantauan Fila


Setelah dilakukan tindakan tekanan intrakranial:
keperawatan selama 3 x24 jam 1. Identifikasi penyebab
resiko perfusi serebral tidak peningkatan TIK
efektif teratasi dengan kriteria (hipertensi).
hasil : 2. Monitor peeningkatan
1. Sakit kepala menurun. TD.
2. Tingkat kesadaran 3. Monitor penurunan
meningkat. frekuensi jantung.
3. Gelisah menurun. 4. Monitor penurunan
4. Tekanan darah membaik. tingkat kesadaran.
5. Monitor kadar CO2.
6. Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap
TIK.
7. Pertahankan posisi
kepala dan leher netral.
8. Jelaskan tujuan dan
orosedur pemantauan.
9. Informasikan hasil
pemantauan.
7 SLKI : Toleransi aktivitas. SIKI : Manajemen Energi. Fila
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kelelahan fisik.
keperawatan 3 x 24 jam 2. Monitor pola dan jam
intoleransi aktivitas teratasi tidur.
dengan kriteria hasil : 3. Sediakan lingkungan
1. SpO2 meningkat. yang nyaman.
2. Dispnea menurun. 4. Lakukan rentang gerak
3. Kelelahan menurun. pasief atau aktif.
4. EKG normal. 5. Berikan aktivitas
5. Aritmia saat aktivitas distraksi yang
19
menurun. menenangkan.
6. Sianosis menurun. 6. Anjurkan tirah baring.
7. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap.
8. Anjurkan menghubungi
perawat jika ada tanda
dan gejala kelelahan.
9. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.

3. Evaluasi.
1) Pola nafas tidak efektif teratasi.
2) Nyeri akut teratasi.
3) Gangguan pertukaran gas teratasi.
4) Penurunan curah jantung teratasi.
5) Hipervolemia teratasi.
6) Resiko perfusi serebral tidak efektif teratasi.
7) Intoleransi aktivitas teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

1
Aritonang, Yanti Anggraini. 2019. “Gambaran Frekuensi Pernafasan Pada Pasien
Gagal Jantung Fungsional Kelas Ii & Iii Di Jakarta.” Jurnal Ilmiah
Widya 6:1–6.

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.

Bangsawan, Merah, and Purbianto. 2013. “Faktor Risiko Yang Mempercepat


Terjadinya Komplikasi Gagal Jantung Pada Klien Hipertensi.” Jurnal
Keperawatan 9(2): 145–50.

Brunner, and Suddarth. 2017. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:


Buku
Kedokteran EGC.

Inamdar, A. A., dan Inamdar A. C. (2016). Heart Failure : Diagnosis,


Management
and Utilization. Journal of Clinical Medicine, 5(62): 1-28 International
Cardiovascular Forum Journal, 1(10): 12-15. Karson. (2016). Buku Ajar
Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: TIM

Kemenkes RI. 2014. “Situasi Kesehatan Jantung.” Pusat data dan informasi
kementerian kesehatan RI: 3. http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-jantung.pdf.

Kementerian Kesehatan RI. 2018. “Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar.”


Riskesdas: 614.

Lumi, Axel P, Victor F F Joseph, and Natalia C I Polii. 2021. “Rehabilitasi


Jantung
Pada Pasien Gagal Jantung Kronik.” Jurnal Biomedik 13(3): 309–16.
https://doi.org/10.35790/jbm.13.3.2021.33448.

2
Munirwan, Haris, and Onna Januaresty. 2020. “Penyakit Jantung Hipertensi Dan
Gagal Jantung.” Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika 3(80): 4.

Nurkhalis, and Rangga Juliar Adista. 2020. “Manifestasi Klinis Dan Tatalaksana
Gagal Jantung.” Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika 3(3): 36–46.

Purwowiyoto, Sidhi Laksono. 2018. “Gagal Jantung Akut : Definisi ,


Patofisiologi,
Gejala Klinis Dan Tatalaksana.” Cermin Dunia Kedokteran 45(4): 310–
12.

Udjianti, Wajan. Juni. (2013). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba


Medika.

Purwowiyoto SL. Obstructive Sleep Apnea dan Gagal Jantung. J Kedokt Yars.
2017;25(3):172–83.

Ramadhana, Aldyla Syahro. 2020. “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada


Pasien Dengan Stroke Hemoragik Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat.”
Universitas Kusuma Husada Surakarta.

Saida, Haryati, and La Rangki. 2020. “Kualitas Hidup Penderita Gagal Jantung
Kongestif Berdasarkan Derajat Kemampuan Fisik Dan Durasi Penyakit.”
Faletehan Health Journal 7(02): 70–76.

Sari, Dewi Ita. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Congestive Heart
Failure (CHF) di Ruang Flamboyan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Poltekkes Riau: Laporan Tugas Akhir

Savarese, G. & Lund, L. H. 2017. Global Public Health Burden of Heart Failure.
73 Cardiac Failure Review, 3 (1). 7–11.doi: 10.15420 /cfr. 2016:25:2

SDKI. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator


Diagnostik. 1st ed. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.SIKI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan

3
Indonesia : Definisi Dan Tindakan Keperawatan. 1st ed. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria


Hasil
Keperawatan. 1st ed. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai