Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN JANTUNG KORONER

(CAD)

DOSEN PEMBIMBING:

Ns.Nova F,S.Kep.M.Biomed

DISUSUN OLEH:

Namira Ariani

(18112157)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG

TA. 2020/2021
Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan Asuhan keperawatan dengan judul Kasus Jantung Koroner.

Terima kasih saya ucapkan kepada ibu dosen yang telah membantu saya baik secara moral maupun
materi.

saya menyadari, bahwa makalah keperawatan jantung yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar sayai bisa menjadi lebih baik
lagi di masa mendatang.

Semoga Asuhan Keperawatan ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

[Padang, 8 Februari 2021]


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung koroner adalah suatu kondisi yang terjadi ketika plak terbentuk di arteri koroner. Plak

yang terbentuk akan mempersempit lumen arteri koroner baik secara total maupun parsial sehingga

menurunkan suplai oksigen jantung (Yuniar dkk, 2019). Jika jantung berusaha memenuhi

kebutuhannyadan tidak dapat memenuhi suplai oksigen ke sel sehingga tubuh tidak dapat memproduksi

energi yang banyak dan mengakibatkan respon tubuh berupa intoleransi aktivitas (Yuniar dkk, 2019).

Menurut data WHO tahun 2016 penyakit jantung koroner menyebabkan kematian di seluruh dunia

dengan presentasi 12,9% dengan total kematian yang diakibatkannya sebesar 56 juta jiwa dari 434 juta

jiwa. Menurut data WHO tahun 2016 penyakit jantung koroner menyebabkan kematian di seluruh

dunia dengan presentasi 12,9% dengan total kematian yang diakibatkannya sebesar 56 juta jiwa dari

434 juta jiwa. Di Indonesia, prevalensi penyakit jantung koroner menempati urutan kelima dengan

persentasi 12,9% . Di Jawa Timur angka kejadian penyakit jantung koroner adalah 0,5% (Yuniar dkk,

2019).

Proses penyakit jantung koroner dimulai dengan proses arterosklerosis. Aterosklerosis adalah

proses kompleks yang melibatkan pengendapan lipoprotein plasma dan proliferasi elemen seluler

di dinding arteri. Kondisi kronis ini berkembang melalui serangkaian tahap yang dimulai dengan

fatty streaks (kerak lemak) yang sebagian besar terdiri dari pembentukan foam cell (sel busa) dan

akhirnya berkembang menjadi timbunan plak yang ditutupi oleh fibrous cap (lesi jaringan ikat).

Plak ini memberikan penghalang untuk aliran darah arteri dan dapat memicu peristiwa klinis,

terutama dalam kondisi yang mendukung ruptur plak dan pembentukan trombus (Sentosa dkk,

2020) .

Lemak terdiri atas unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O 2) dan memiliki sifat yang larut

dalam zat-zat pelarut tertentu. Seperti petroleum benzene dan eter. Lemak dalam makanan dapat
berubah menjadi kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Pada saat dicerna oleh

usus dengan lipase dan kemudian diserap agar masuk ke dalam pembuluh darah. Terdapat juga

kolesterol, trigliserida dan fosfolipid yang tidak larut dalam darah sehingga diperlukan ikatan

dengan protein untuk membentuk senyawa yang larut, protein ini disebut dengan lipoprotein

(Sentosa dkk, 2020).

Pada penderita penyakit jantung koroner dengan intoleransi aktivitas, tindakan keperawatan yang bisa

di lakukan antara lain menjelaskan pentingnya pembatasan aktivitas. Menganjurkan peningkatan

bertahap dalam beraktivitas dengan memonitor tanda intoleransi dan konsultasi ke spesialis rehabilitasi

jantung untuk membantu merancang sebuah jadwal aktivitas bertahap (Yuniar dkk ,2019). Tujuan

tindakan ini adalah menghasilkan perubahan fisiologis dan psikologis yang bermanfaat guna

meningkatkan kapasitas fungsional jantung sehingga klien dapat kembali pada kehidupan semula.

Perawat harus mengetahui tentang prinsipnya, latihan fisik dapat dilakukan berdasarkan status medis,

stabilitas muskuloskeletal, profil faktor risiko, motivasi latihan dan hasil elektrokardiogram (Udijianti,

2010). Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan maka kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas

fisik dan aktivitas menurun. (Yuniar dkk, 2019).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalahnya “ bagaimana

penerapan asuhan keperawatan pada pasien jantung koroner”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan kasus

jantung koroner

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian dengan pasien dengan kasus jantung koroner.


b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai untuk pasien dengan kasus jantung

koroner.

c. Mampu merencanakan intervensi yang sesuai untuk pasien dengan kasus jantung koroner.

d. Mampu melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan prioritas masalah yang ditemukan

e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan kasus jantung koroner.
BAB II

PEMBAHASAN

Konsep Dasar Penyakit

A. Pengertian Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner (coronary heart disease,CHD)adalah istilah generik yang

dipakai untuk semua gangguan yang menyangkut obstruksi aliran darah melalui arteri

koronaria. Ada beberapa buku yang menggunakan istilah CHD kurang spesifik, oleh

karena itu kebanyakan buku memakai istilah penyakit jantung ateroskloretik koroner

(coronary atheroscslorosis disase,CAHD) karena lebih spesifik.

Penelitian epidemiologi menunjukan bahwa CAHD lebih banyak di temukan pada kaum

pria dari pada wanita dan pada lanjut usia yang berpola hidup mewah, nutrisi adalah

faktor yang di kaitkan dengan CAHD pada gaya hidup mewah. Nutrisi orang orang ini

biasanya kaya akan kalori, lemak, dan kolesterol (Baradero dkk, 2008)

B. Anatomi Fisiologi Jantung Koroner


Menurut Chalic, 2016

Jantung terletak dalam rongga mediastinum rongga dada, yaitu diantara paru-paru posisi

jantung miring sehingga bagian ujungnnya yang runcing (apex) menunjuk ke arah bawah

ke pelvis kiri. Sedangkan ujungnnya yang lebar yaitu bagian dasarnya, menghadap ke atas

bahu kanan. Jantung terdiri dari dua lapisan yaitu : lapisan dalam atau perikardium viseral,

lapisan luar atau erikardium parietal.

Dinding jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu :

1. Epikardia adalah lapisan visera pada perikardia serum

2. Miokardia adalah bagian jantung yang berotot, terdiri dari atas otot jantung yang

berkontraksi dan serta purkinje yang tidak berkontraksi

3. Endokardia adalah endotelium tipis dan halus yang menjadi pembatas dalam

jantung

Dua per tiga jantung berada di sebelah kiri sternum. Apex jantung, berada di sela iga ke

empat dan kelima pada garis tengah klavikula. Pada dewasa rata-rata panjangnya kira-kira

12 cm dan lebar 9 cm berat 300-400 gram

Secara fungsional jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang memompa

darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke sirkulasi siskemik. Pembagian fungsi ini

mempermudah konsepsualisasi urutan aliran darah secara anatomi : vena kava, atrium

kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, vena pulmonalis, atrium kiri, aorta arteri,

arteriola kapiler, venula, vena, dan vena kava.

Fisiologi jantung :

a. Serat purkinje merupakan serabut otot jantung yang mampu mengantar impuls

dengan kecepatan lima kali lipat kecepatan hantaran serabut otot jantung.

b. Nodus sinoatrial

1. Lokasi nodus SA adalah suatu massa jaringan otot jantung khusus yang

terletak di dinding posterior atrium kanan tepat di bawah permukaan vena

kava superior
2. Nodus SA melepaskan impuls sebanyak 72 kali/ menit frekuensi irama

yang lebih cepat di bandingkan dengan dalam atrium 40-60 kali/menit dan

ventrikel 20 kali/ menit

3. Nodus SA mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga disebut

pemacu jantung (pacemaker)

c. Nodus atrioventrikular (AV)

1. Lokasi impuls menjalar di sepanjang pita serat purkinje pada atrium,

menuju nodus AV yang terletak di bawah dinding posterior atrium kanan.

2. Nodus AV menunda impuls seperatusan detik, sampai ejeksi darah

atrium selesai.

d. Berkas AV (berkas His)

1. Berkas AV adalah sekelompok besar serat purkinje yang berasal dari

nodus AV

2. Percabangan berkas kanan memanjang di sisi dalam ventrikel kanan

3. Percabangan berkas kiri memanjang di sisi dalam ventrikel kri dan

bercabang ke dalam serabut otot jantung kiri

C. Etiologi Penyakit Jantung Koroner

Kolesterol, kalsium, dan unsur-unsur lain yang dibawa oleh darah disimpan di

dinding arteri jantung yang mengakibatkan penyempitan arteri dan berkurangnnya

aliran darah sepanjang pembuluh darah. Ini menghalangi suplai darah ke otot jantung.

Penumpukan ini awalnya berupa tumpukan lemak dan pada akhirnnya berkembang

menjadi plak yang menghalangi darah sepanjang arteri. Kadar kolesterol naik dan

asupan lemak dapat berperan pada terbentuknya plak, demikian juga dengan

hipertensi, diabetes, dan merokok. Ketika plak terbentuk di dalam arteri, otot jantung

kekurangan oksigen dan nutrisi yang akhirnnya merusak otot jantung. (Digiulio dkk,

2014:hal 16).
D. Klaisifikasi Penyakit Jantung Koroner

Faktor risiko terjadinya penyakit jantung antar lain:

Hiperlipidemi, Hipertensi, Merokok, Diabetes Melitus, kurang aktifitas fisik, Stress,

Jenis Kelamin, Obesitas dan Genetik.

Menurut, (Putra S, dkk, 2013: hal 4) Klasifikasi PJK:

1. Angina Pektoris Stabil/Stable Angina Pectoris

Penyakit Iskemik disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan

suplai oksigen miokardium melebihi suplainnya. Iskemia Miokard dapat bersifat

asimtomatis (Iskemia Sunyi/Silent Iskemia), terutama pada pasien diabetes. 8

Penyakit ini sindrom klinis episodik karena Iskemia Miokard transien. Laki-laki

merupakan 70% dari pasien dengan Angina Pektoris dan bahkan sebagian besar

menyerang pada laki-laki +- 50 tahun dan wanita 60 tahun

2. Angina Pektoris Tidak Stabil/Unstable Angina Pektoris

Sindroma klinis nyeri dada yang sebagian besar disebabkan oleh disrupsi

plak ateroskelrotik dan diikuti kaskade proses patologis yang menurunkan aliran

darah koroner, ditandai dengan peningkatan frekuensi, intensitas atau lama nyeri,

Angina timbul pada saat melakukan aktivitas ringan atau istirahat,tanpa terbukti

adanya nekrosis Miokard.

a. Terjadi saat istirahat (dengan tenaga minimal) biasanya berlangsung > 10

menit

b. Sudah parah dan onset baru (dalam 4-6 minggu sebelumnya), dan

c. Terjadi dengan pola crescendo (jelas lebih berat, berkepanjangan atau sering

dari sebelumnya)

3. Angina Varian Prinzmetal

Arteri koroner bisa menjadi kejang, yang mengganggu aliran darah ke otot

jantung (Iskemia). Ini terjadi pada orang tanpa penyakit arteri koroner yang

signifikan. Namun dua pertiga dari orang denga Angina Varian mempunyai
penyakit parah dalam paling sedikit satu pembuluh, dan kekejangan terjadi pada

tempat penyumbatan.

Tipe Angina ini tidak umum dan hampir selalu terjadi bila seorang

beristirahat sewaktu tidur. Anda mempunyai risiko meningkat untuk kejang

koroner jika anda mempunyai penyakit arteri koroner yang mendasari, merokok,

atau menggunakan obat perangsang atau obat terlaran (seperti kokain). Jika

kejang arteri menjadi parah dan terjadi untuk jangka waktu panjag, serangan

jantung bisa terjadi.

4. Infark Miokard Akut/Acute Myocardial Infarction

Nekrosisi Miokard Akut akibat gangguan aliran darah arteri koronaria yang

bermakna, sebagai akibat oklusi arteri koronaria karena trombus atau spasme

hebat yang berlangsung lama. Infark Miokard terbagi 2:

a. Non ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI)

b. ST Elevasi Miokardial Inark (STEMI)

E. Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Koroner

Menurut, Digiulio dkk 2014: hal 17, tanda dan gejala penyakit jantung koroner

1. Asimtomatik

2. Sakit dada (anginia) karena aliran darah berkurang ke otot jantung dan atau

meningkatnnya permintaan oksigen karna stress

3. Rasa sakit bisa menyebar ke lengan, punggung, dan rahang.

4. Sakit dada muncul setelah tenaga terkuras, senang berlebihan, atau ketika pasien

terpapar hawa dingin karena ada peningkatan dalam aliran darah ke seluruh tubuh,

meningkatkan kecepatannya.

5. Sakit dada dapat berakhir antara 3-5 menit

6. Sakit dada dapat terjadi ketika pasien sedang istirahat


Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-beda.

Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yang seksama.

Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan

fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat

membedakan subset klinis PJK.

F. Komplikasi Penyakit Jantung Koroner

Artikel (Tajudin dkk, 2019)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penyakit

penyerta yang paling banyak terjadi pada pasien jantung coroner adalah hipertensi yaitu

sebanyak 24 pasien (43,6%), Diabetes Melitus sebanyak 14 pasien (25,4%) dan penyakit

lain yang terdiridari CHF, Hiperkolesterol, Stroke, dan Asma sebanyak 17 pasien

(30,9%).

Komplikasi jantung coroner dengan hipertensi. Tekanan darah tinggi secara terus

menerusakan menyebabkan kerusakan system pembuluh darah arteri dengan perlahan-

lahan. Arteri tersebut akan mengalami pengerasan yang disebabkan oleh pengendapan

lemak pada dinding arteri sehingga dapat menyampitkan lumen yang terdapat di dalam

pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya jantung koroner.

Komplikasi jantung coroner dengan Diabetes Melitus. Diabetes mellitus

berkaitan dengan poliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner, sintesis

kolesterol, trigleserida, dan fosfolipid. Peningkatan kadar LDL dan turunnya kadar HDL

juga disebabkan oleh diabetes melitus.

Komplikasi jantung coroner dengan hiperkolesterol. Tingginya kadar LDL dalam

darah menyebabkan terjadinya arterosklerosis. Semakin tinggi kadar kolesterol dalam

darah maka akan semakin tinggi terjadinya arterosklerosis.


G. Patofisiologi Jantung Koroner

Fungsi jantung adalah memompa darah keseluruh jaringan organ tubuh melalui

pembuluh darah arteri, sebaliknya jantung menerima darah kembali melalui pembuluh

darah balik (vena). Agar fungsi jantung bekerja maksimal, otot-otot jantung

mendapatkan pasokan darah melalui pembuluh darah yang disebut pembuluh darah

koroner (Hawari, 2004 dalam Carolina 2014)

Secara patologis adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan suplai oksigen

ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia

miokardium lokal. Iskemmia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan

reversible pada tingkat sel dan jaringan dan menekan fungsi miokardium berkurang nya

kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobik

menjadi metabolisme anaerobik. Metabolisme anerobik merupakan lintasan glikolitik

jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerobik yang melepas

filter oksidatif dan siklus Krebs. Hasil akhir dari metabolisme asam laktat yang akan

tertimbun sehingga menurunkan PH sel.

Gabungan efek hipoksia, berkurang energi yang tersedia, serta asidosis dapat

mempercepat ganguan fungsi ventrikel kiri. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan

gerakan pada jantung akan mengubah hemodinamika. Perubahan hemodinamika

bervariasi sesuasi ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respon refleks

kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi

curah jantung karena berkurangnya curah sekuncup. Metabolisme Anaerob hanya

memberikan 6% dari energi yang diperlukan. Ambilan glukosa oleh sel sangat

meningkat saat disimpan glikogen dan Adenosin triphospat berkurang. Kalium dengan

cepat bergerak keluar dari miokardium selama iskemia. Asidosis seluler terjadi

selanjutnya menggangu metabolisme seluler (Muttaqin, 2009).


Arteriosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri

koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen

menyempit maka resistensi terhadap aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin

lanjut, maka terjadi penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang

mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar. Dengan demikian

keseimbangan antara penyedian kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga

membahayakan miokardium yang terletak disebelah distal dari daerah lesi (Price &

Wilson dalam Carolina 2014).

Penyakit jantung koroner terjadi bila ada timbunan (plak) yang mengandung

lipoprotein, kolesterol, sisa-sisa jaringan dan terbentuknya kalsium pada intima, atau

permukana bagian dalam pembuluh darah. Plak ini membuat intima menjadi kasar,

jaringan akan berkurang oksigen dan zat gizi sehingga menimbulkan infark, penyakit

jantung koroner menunjukkan gejala gizi terjadi infark miokard atau bila terjadi iskemia

miokard seperti angina pektoris.(Moore,1997 dalam Oktavia, 2017).

Penyakit jantung koroner terjadi apabila pembuluh darah yang mengandung

lipoprotein, kolesterol, sisa –sisa jaringan dan terbentuknya kalsium pada pembuluh

darah. Hal ini akan terjadi kekurangan supply oksigen dan nutrisi sehingga

menimbulkan infark miokard. Kolesterol dibawa oleh beberapa lipoprotein antara lain

VLDL (Very Low Density Lipoprotein) sebagai pengangkut dan salah satu

penumpangnya yaitu trigliserida, LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High

Density Lipoprotein) membawa hampir semua kolesterol. HDL akan menurunkan resiko

penyakit jantung. Kadar kolesterol total dan kadar kolesterol LDL (Low Density

Lipoprotein) akan mempengaruhi resiko penyakit jantung koroner ( Maulana, 2008

dalam Oktavia, 2017).

Peyakit jantung koroner dan miocardial infark merupakan respon iskemik dari otot-

otot jantung yang disebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau
tidak permanen. Oksigen diperlukan oleh sel-sel miokardial untuk metabolisme aerob

dimana Adenosin Triphospate dibebaskan untuk energi jantung pada saat istrirahat

membutuhkan 70% oksigen. Banyaknya oksigen yang diperlukan untuk kerja jantung

disebut Miocardyal Oxygen Consumption, yang dinyatakan oleh percepatan jantung,

kontraksi miokardial dan tekanan pada dinding jantung (Kasron, 2012 dalam Carolina

2014)

Lesi

Menurut Price & Wilson 2008 dalam Carolina 2014 , Lesi biasanya diklasifikasikan

sebagai endapan lemak, plak fibrosa dan lesi komplikata.

a. Endapan Lemak (Fatty streak)

Endapan lemak terbentuk sebagai tanda awal arterosklerosis, dicirikan dengan

penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolestrol oleat) pada

daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). Endapan lemak mendatar den

bersifat non obstruktif fan mungkin terlihat oleh mata telanjang sebagai bercak

kekuningan pada permukaan endotel pembuluh darah. Endapan lemak biasaya dijumpai

dalam arteri koronaria pada usia 15 tahun. Sebagian endapan lemak berkurang, tetapi

yang lain berkembang menjadi plak fibrosa.

b. Plak fibrosa (Fibrous Plaque) atau plak ateromatosa

Plak fibrosa merupakan daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan dapat diraba

yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis lanjut dan bisa tidak timbul hingga

usia dekade tiga. Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak dan

mengilat yang menyembul ke arah lumen sehingga terjadi obstruksi.

c. Lesi lanjut atau komplikata


Lesi fibrosa rentan mengalami gangguan akibat klasifikasi, nekrosis sel, pendarahan,

trombosis atau ulserasi dan dapat menyebabkan infark miokardium. Meskipun lumen

berlangsung progresif dan kemampuan pembuluh darah untuk berespon juga berkurang,

H. WOC Jantung Koroner

I. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi (Morton, 2012 dalam Carolina 2014)

a. Elektrokardiogram

EKG dapat digunakan untuk mendeteksi pola iskeia, cedera dan infark. Kerika otot

jantung menjadi iskemik, cedera atau infark, depolarisasi dan repolarisasi sel jantung

berubah yang menyebabkan perubahan pada kompleks QRS, segmen ST dan gelombang

T pada EKG sedapan yang terletak diarea jantung yang terganggu.


b. Radio Toraks

Radioterapi toraks normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung dan atau

peningkatan tekanan vena dapat menandakan adanya IMA atau disfungsi ventrikel kiri

sebelumnya

c. Labratorium

Leukosit sedikit meningkat demikian pula laju endap darah, hal ini merupaka reaksi

terhadap nekrosis miokard. Beberapa enzim yang terdapat dalam konsentrasi tinggi di

otot jantung akan dilepas dengan adanya nekrosis, karena itu aktivitasnya dalam serum

meningkat dan menurun kembali setelah infark miokard. Jadi jumlah enzim yang dilepas

secara kasar parale dengan beratnya kerusakan miokard.

d. Serum Kreatin Fosfokinase

Kreatinin Fosfokinase (CK) yang terdapat dijantung, otot skelet dan otak, meningkat

dalam 6 jam setelah infark, mencapai puncaknya dalam 18 sampai 24 jam dan kembali

normal dalam 72 jam. Selain pada infarkmiokard, tingkat abnoral tinggi terdapat pada

berbagai penyakit otot, kerusakan serebruvaskular, setelah latihan otot dan dengan

suntikan intra muskular. Isoenzime CKMB adalah spesifik untuk otot jantung dan

sekarang dipakai secara luas untuk mendiagnosa infark miokard.Serum Glutamik

Oxaluacetic (SGOT)Terdapat terutama dijantung, otot sklet, otak, hati dan ginjal. Sesudah

infark, SGOT meningkat dalam waktu 12 jam dan mencapai puncaknya dalam 24 jam

sampai 36 jam, kembali normal pada hari ke 3 atau 5.

e. Seruma Lactate Dehydrogenase (LDH)

Enzim ini terdapat dijantung dan juga sel-sel darah merah. Meningkat relatif lambat

setelah infark, mencapai puncaknya dalam 24 sampai 48 jam kemudian dan bisa tetap

abnormal 1 sampai 3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.


f. Pemeriksaan Radio Nuklid dan Ekokardiografi

Kebanyakn penderita pada beberapa jam pertama setelah infark defek perfusi dapat

terlihat dengan memekai thalium 201, netium pyroposphate berkonsentrasi diarea infark,

membentuk hot spot beberapa jam setelah serangan, walaupun demikian bukan test

spesifik.

J. Tatalaksana penyakit jantung koroner

Penatalaksanaa pada serangan akut (Muttaqin, 2009)

a. Penangan nyeri

Penangan nyeri dapat berupa terapi farmakologi yaitu : Morphin, sulfat Nitrat,

Penghambat beta

b. Membatasi ukuran infark miokardium

Untuk membatasi ukuran infark secara selektif yang dilakukan dengan upaya

meningkatkan suplai darah dan oksigen ke jaringan miokardium dan untuk memelihara

atau memulihkan sirkulasi, keempat golongan utama terapi farmakologi yaitu :

Antikoagulan, Trombolitik, Antilipemik, Vasodilator perifer

c. Pemberian oksigen

pemberian oksigen dimulai saat awitan nyeri terjadi. Oksigen yang dihirup akan

langsung meningkatkan saturasi darah. Efektifitas terapeutik oksigen ditentukan dengan

observasi kecepatan dan irama pertukaran pernafasan. Terapi oksigen dilanjutkan hingga

klien mampu bernafas dengan mudah

d. Pembatasan aktivitas fisik

Istirahat merupakan cara paing efektif untuk membatasi aktifitas fisik. Penguranagn atau

penghentian seluruh aktivitas pada umumnya aka mempercepat penghentian nyeri.


Asuhan Keperawatan Pada Pasien Jantung Koroner

Pengkajian

1. Identitas

Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,

pendidikan. Alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis serta penanggung jawab

pasien (Wantyah, 2010: hal 17)

2. Keluhan Utama

Pasien PJK biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan

skala nyeri 0-10, 0 tidka nyeri dan 10 nyeri paling tinggi. Pengkajian neri secara

mendalam menggunakan pendekatan PSRST, meliputi prepitasi dan penyembuh,

kualitas dan kuantitas, ntensitas, durasi, lokasi, radiasi/penyebaran, onset

(Wantiyah, 2010: hal 18)

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain

apakah klien pernah menderi ata hipertensi atau diabetes melitius, infark miokard

atau penyakit jantung koroner itu sendiri sebelumnya. Serta ditanyakan apakah

pernah MRS sebelumnya (Wantiyah, 2010: hal 17).

4. Riwayat Kesehatan Sekarang

Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systim PQRST. Untuk

membantu klien dalam mengutamakan masalah keluhannya secara lengkap. Pada

klien PJK umumnya mengalami nyeri dada (Wantiyah, 2010: hal 18)

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita

penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi juga faktor-

faktor risiko lainnya, seperti abnormal kadar kolesterol dan peningkatan tekanan

darah (A. Fauzi Yahya 2010: hal 28)

6. Riwayat Psikosial
Pada klien PJK biasanya yang muncul adalah menyangkal, takut, cemas

dan marah, ketergantungan, depresi dan penerimaan realistis ( Wantiyah, 2010:hal

18)

7. Pola Aktibitas dan Latihan

Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan PJK untuk menilai

kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan aktivitas. Pasien PJK

mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

(Panthee & Kritpracha, 2011: hal 15)

8. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Keadaan umum kilen mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien

dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Kesadaran klien juga diamati apakah

kompos mentis, apatis, samnoleh, delirium, semi koma atau koma. Keadaan

sakit juga diamati apakah sedan , berat, ringan atau tampak tidak sakit.

b. Tanda-tanda vital

Kesadaran compos mentis, penampilan tampk obesitas, tekanan darah

180/110 mmHg, frekuensi nadi 88x/i, frekuensi nafas 20x/i, suhu 36,2°C

(Gordon, 2015: hal 22)

c. Pemeriksaan Fisik Persistem

1) Sistem Persyarafan

Meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan seluruh ekstermitas

dan kemampuan menanggapi respon verbal maupun non verbal (Aziza,

2010: hal 13)

2) Sistem Penglihatan

Pada klien PJK matam mengalami pandangan kabur (Gordon, 2015:

hal 22)

3) Sistem Pendengaran
Pada klien PJK pada sistem pendenganran telinga, tidak

mengalami gangguan (Gordon, 2015: hal 22)

4) Sistem Abdomen

Bersih, datar dantidak ada pembesaran hati (Gordon, 2015: hal 22)

5) Sistem Respirasi

Pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara dini tanda dan

gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Pengkajian meliputi

persentase fraksi oksigen, volume tidakl, frekuensi pernafasan dan modus

yang digunakan untuk bernapas. Pastikan posisi ETT tepat pada tempatnya,

pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit untuk mendeteksi hipoksemia

(Aziza,2010: hal 13)

6) Sistem Kardiovaskuler

Pengkajian dengan tekhnik inspeksi, auskultrasi, palpasi dan

perkusi perawat melakukan pengukuran tekanan darah, suhu, denyut

jantung dan iramanya, pulsasi prifer, dan tempratur kulit. Auskultrasi

bunyi jantung dapat menghasilkan bunyi gallop S# sebagai indikasi gagal

jantung atau adanya bunyi gallop S4 tanda hipertensi sebagai komplikasi.

Peningkatan irama napas merupakan salah satu tanda cemas atau takut

(Wantiyah, 2010:hal 18)

7) Sistem Gastrointestinal

Pengkajian pada gastrointestinal meliputi isnpeksi, auskultasi bising

usus, palpasi dan perkusi abdomen (nyeri, distensi) (Aziza, 2010: hal 13)

8) Sistem Muskuluskeletal

Pada klien PJK adanya kelemahan dan kelelaha otot sehingga

timbul ketidak mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan tau aktifitas

yang biasanya dilakukan (Aziza, 2010: hal 13)

9) Sistem Endokrin
Biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah (Aziza, 2010: hal

13)

10) Sistem Integumen

Pada klien PJK akral terasa hangat, turgor baik (Gordon, 2015: hal

22)

11) Sistem Perkemihan

Kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang,

observasi dan palpasi pada daerah abdoemn bawah untuk mengetahui

adanya retensi urine dan kaji tentang jenis cairan yang keluar (Aziza, 2010:

hal 13)

9. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan

penunjang diantaranya:

a. EKG

EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang

dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Diantara gambaran EKG:

Depresi Segmen ST, Elevasi Segemn ST, Inversi gelombanga ST.

b. Chest X-Ray (foto dada)

Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal

jantung Kongestif) atau aneurisma ventrikiler (Kulick, 2014: hal 42)

c. Latihan tes Stres jantung (treadmill)

Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak

digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung,

irama jantung dan tekanan darah terus menerus dipantau, jiak arteri koroner

mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan maka ditemukan

depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014: hal 42)

d. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan

gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua bagian

dari dinding jantung berkontribusi normal dalam aktivitas memompa. Bagian

yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung atau

menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin menunjukkan penyakit arteri

koroner (Mayo Clinik, 2012: hal 43)

e. Kateterisasi jantung atau angiografi

Ialah suatu tindakan invasif minimal dengan memasukkan kateter

(selang/pioa plastik) melalui pembuluh darah ke pembuluh darah koroner

yang memperdarahi jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung.

Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai

angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan

sekaligus sebagai tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan (Mayo

Clinik, 2012: hal 43)

f. CT Scan (Computerized tomography Coronary angiogram)

CT Angiografi Koroner adalah pemeriksaan penunjang yang dilakukan

untuk membantu memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna

kontras disuntikkan melali intravena selama CT Scan, sehingga dapat

menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast CT

Scan yang berguna untuk mendeteksi kalsiukm dalam seposito lemak yang

mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium ditemukan, maka

memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik, 2012: hal 44)

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut, Hermawatirisa, 2014: hal 12

a. Hindari makanan kandungan kolesterol yang tinggi


Kolesterol jahal LDL di kenal sebagai penyebab utama terjadinya proses

aterosklerosis, yaitu proses pengerasan dinding pembuluh darah, terutama di

jantung, otak, ginjak dan mata

b. Konsumsi makanan yang berserat tinggi

c. Hindari mengonsumsi alcohol

d. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok

e. Olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki

kolateral koroner sehinga PJK dapat dikurangi, olahraga bermanfaat karena

memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard

f. Menurunkan berat badan sehingga lemak-lemak tubuh yang berlebih

berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL kolesterol

g. Menurunkan tekanan darah

h. Meningkatkan kesegararn jasmani

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Kronis berhubungan dengan gangguan fungsi metabolik

2. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung

3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas


Rencana keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1. Nyeri Kronis Definisi: Pengalaman Manajemen Nyeri

berhubungan dengan sensori atau emosional Aktivitas-aktivitas:

gangguan fungsi yang berkaitan denga  Lakukan pengkajian nyeri

metabolik kerusakan jariangan komprehensif yang

aktual atau fungsional meliputi lokasi,

Outcome: Tingkat Nyeri karakteristik, onset/durasi,

 Ekspresi nyeri wajah frekuensi, kualitas,

ditingkatkan dari intensitas atau beratnya

skala berat (1) ke nyeri dan faktor pencetus

skala tidak ada (5)  Gunakan metode penilaian

 Tidak bisa beristirahat yang sesuai dengan

ditingkatkan dari tahapan perkembangan

skala berat (1) ke yang memungkinkan untuk

skala tidak ada (5) memonitor perubahan nyeri

 Mengeluarkan dan akan dapat membantu

keringat ditingkatkan mengindentifikasi faktor

dari skala berat (1) ke pencetus aktual dan

skala tidak ada (5) potensial

 Menggosok area yang  Pastikan perawatan

terkena dampak analgestik bagi pasien

ditingkatkan dari dilakukan denga

skala berat (1) ke pemantauan yang ketat

skala tidak ada (5)  Berikan informasi

 Frekuensi nafas mengenai nyeri, seperti


ditingkatkan dari penyebab nyeri, berapa

skala berat (1) ke lama nyeri akan dirasakan,

skala tidak ada (5) dan antisipasi dari

ketidaknyamanan akibat

prosedur

 Berikan informasi yang

akurat untuk meningkatkan

pengetahuan dan respon

keluarga terhadap

pengalaman nyeri

Implementasi Evaluasi

No Hari/tgl/waktu Implementasi Evaluasi

1. 1. Lakukan pengkajian nyeri S:

komprehensif yang meliputi lokasi,

karakteristik, onset/durasi, frekuensi, O:

kualitas, intensitas atau beratnya

nyeri dan faktor pencetus A:

2. Gunakan metode penilaian yang

sesuai dengan tahapan perkembangan

yang memungkinkan untuk P:

memonitor perubahan nyeri dan akan

dapat membantu mengindentifikasi

faktor pencetus aktual dan potensial

3. Pastikan perawatan analgestik bagi

pasien dilakukan denga pemantauan


yang ketat

4. Berikan informasi mengenai nyeri,

seperti penyebab nyeri, berapa lama

nyeri akan dirasakan, dan antisipasi

dari ketidaknyamanan akibat

prosedur

5. Berikan informasi yang akurat untuk

meningkatkan pengetahuan dan

respon keluarga terhadap pengalaman

nyeri

2. 6. Lakukan pengkajian nyeri S:

komprehensif yang meliputi lokasi,

karakteristik, onset/durasi, frekuensi, O:

kualitas, intensitas atau beratnya

nyeri dan faktor pencetus A:

7. Gunakan metode penilaian yang

sesuai dengan tahapan perkembangan P:

yang memungkinkan untuk

memonitor perubahan nyeri dan akan

dapat membantu mengindentifikasi

faktor pencetus aktual dan potensial

8. Pastikan perawatan analgestik bagi

pasien dilakukan denga pemantauan


yang ketat

9. Berikan informasi mengenai nyeri,

seperti penyebab nyeri, berapa lama

nyeri akan dirasakan, dan antisipasi

dari ketidaknyamanan akibat

prosedur

Berikan informasi yang akurat untuk

meningkatkan pengetahuan dan

respon keluarga terhadap pengalaman

nyeri
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi

penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri

koroner menyempit atau tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang

menyuplai darah otot jantung dengan membawa oksigen yang banyak

terdapat beberapa factor memicu penyakit ini, yaitu: gaya hidup, factor

genetik, usia dan penyakit-penyakit yang lain. (Norhasimah, 2010:hal 48).

Endapan lemak terbentuk secara bertahap dan tersebat di percabangan

besar dai kedua arteri koroner terutama yang menglilingi jantung dan

menyediakan darah bagi jantung. Proses pembentukkan ateroma ini disebut

aterosklerosis.

28
DAFTAR PUSTAKA

Theodorus Yuniar WP, Wibowo, Maria Magdalena, Jurnal Asuhan Keperawatan

Jantung Koroner Dengan Masalah Intoleransi, 18 Juli 2019

Winnie Nirmala Santosa, Baharrudin. Jurnal Penyakit Jantung Koroner Dan

Antioksidan. Vol 1 Juni 2020

Baradero Mary, 2008. “ Klien Gangguan Kardiovaskuler” EGC.Bandung

Andi Eka Dharma Putra Syukri,Linda, LW Rotty. Jurnal Penyakit Jantung

Koroner Di IRNA F Jantung RSUP PROF. Dr R. D. Kandou Manado, 2019

Tatang Tajudin, Velya Varadiba Ikhwan Dwi Wahyu Nugroho, Analisis

Kombinasi Obat Pada Pasien Jantung Koroner, 2019

Chalic Rhaimundus, 2016. “Anatomi Fisiologi Manusia” Kemenkes.

Muttaqin, 2009.Jantung Koroner

Hawari, 2004 dalam Carolina 2014

Digiulio Mary, Donna Jackson, Jim Koegh.2014.”Keperawatan Medikal Bedah”.

Publishing. yogyakarta

29

Anda mungkin juga menyukai