Anda di halaman 1dari 58

TUGAS MAKALAH

UPAYA MENGATASI MASALAH GANGGUAN SISTEM


KARDIOVASKULAR

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Bapak Nandang A W, S.Kep.,Ners.,M.Kep.,Sp.KMB

Disusun Oleh :

KELOMPOK 7

ANIS RIANTI P17320123304


LALAN HAYALAN P17320123309
LIDYA NUR FARIDA P17320123310
MUTIARA PRASIDI P17320123311
NENDEN PARIDA P17320123313
RAHMI YUNITA P17320123315
RENI PUTRI
P17320123316
NURHASYANAH

PROGRAM STUDI RPL KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG
2024

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Mahakuasa karena telah
memberikan kesempatan pada penyusun untuk menyelesaikan makalah ini. Atas
Rahmat dan Hidayah-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Upaya Mengatasi Masalah Gangguan Sistem Kardiovaskular” tepat
waktu.

Makalah berjudul “Upaya Mengatasi Masalah Gangguan Sistem


Kardiovaskular” disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis di
program studi RPL Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bandung. Selain itu,
penyusun juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang gangguan sistem kardiovaskular dan Asuhan Keperawatan pada
pasien kritis gangguan sistem kardiovaskular.

Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen


pengampu mata kuliah karena tugas yang diberikan dapat menambah wawasan
dan pengetahuan penyusun. Tak lupa penyusun juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penyusun terima demi
kesempurnaan makalah.

Bandung, 25 Januari 2024

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kardiovaskular merupakan sebuah kondisi di mana terjadi penyempitan atau


penyumbatan pembuluh darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, nyeri
dada (angina), atau stroke. Penyakit kardiovaskuler termasuk kondisi kritis yang
butuh penanganan segera. Pasalnya, jantung adalah organ vital yang berfungsi
untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jika jantung bermasalah, peredaran
darah dalam tubuh bisa terganggu. Tanpa pertolongan medis yang sesuai, penyakit
kardiovaskuler bisa mengancam jiwa dan menyebabkan kematian
Penyakit kardiovaskular (CVD) adalah penyebab utama kematian secara
global, merenggut sekitar 17,9 juta nyawa setiap tahunnya. CVD adalah
sekelompok kelainan jantung dan pembuluh darah yang mencakup penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskular, penyakit jantung rematik, dan kondisi
lainnya. Lebih dari empat dari lima kematian akibat penyakit CVD disebabkan
oleh serangan jantung dan stroke, dan sepertiga dari kematian ini terjadi secara
prematur pada orang yang berusia di bawah 70 tahun (WHO, 2023).
Data Riskesdas menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit Kardiovaskular
seperti hipertensi dari 25,8% (2013) menjadi 34,1% (2018), stroke 12,1 per mil
(2013) menjadi 10,9 per mil (2018), penyakit jantung koroner tetap 1,5% (2013-
2018), penyakit gagal ginjal kronis, dari 0,2% (2013) menjadi 0,38% (2018)
(Kemenkes RI, 2021).
Penyakit kardiovaskular merupakan sebuah kondisi di mana terjadi
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah yang dapat menyebabkan
serangan jantung, nyeri dada (angina), atau stroke. Penyakit kardiovaskuler
termasuk kondisi kritis yang butuh penanganan segera. Pasalnya, jantung adalah
organ vital yang berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jika jantung
bermasalah, peredaran darah dalam tubuh bisa terganggu. Tanpa pertolongan
medis yang sesuai, penyakit kardiovaskuler bisa mengancam jiwa dan
menyebabkan kematian (Kemenkes RI, 2021).
Faktor risiko perilaku yang paling penting dari penyakit jantung dan stroke
adalah pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, penggunaan
tembakau, dan penggunaan alkohol yang berbahaya. Efek dari faktor risiko
perilaku dapat muncul pada individu seperti peningkatan tekanan darah,
peningkatan glukosa darah, peningkatan lipid darah, serta kelebihan berat badan
dan obesitas (WHO, 2023).
Untuk mencegah perburukan penyakit kardiovakular, mencegah kekambuhan
dan mengurangi resiko kematian yang tinggi pada penderita penyakit
kardiovaskular rehabilitasi jantung menjadi salah satu treatmen atau modifikasi
terapi yang secara komprehensif dengan metode pendidikan, modifikasi faktor
risiko penyebab, latihan fisik, dan konseling dengan membatasi efek psikologis
dan fisiologis.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah konsep penyakit pada masalah gangguan sistem


kardiovaskular?
1.2.2 Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan kritis gangguan sistem
kardiovaskular?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui upaya yang
dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan sistem kardiovaskular pada pasien
kritis.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami konsep penyakit pada masalah
gangguan sistem kardiovaskular.
b. Untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan kritis
gangguan sistem kardiovaskular.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.1 Konsep Penyakit


a. Pengertian
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari
jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi
memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh
jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses metabolisme tubuh. Sistem
kardivaskuler memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar fungsi
regulasinya dapat merespons aktivitas tubuh, salah satunya adalah
meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas jaringan dapat
terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di
arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi
memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.

b. Perkembangan Sistem Kardiovaskuler


Sistem kardiovaskuler mulai berfungsi pada usia 3 minggu
kehamilan. Dalam sistem kardiovaskuler terdapat pembuluh darah terbesar
yang di sebut Angioblast. Angioblast ini timbul dari :
1) Mesoderm : splanknikus & chorionic
2) Merengkim : yolk sac dan tali pusat
3) Dan dapat juga menimbulkan pembuluh darah dan darah

Dalam awal perkembangannya yaitu pada minggu ketiga, tabung


jantung mulai berkembang di splanknikus yaitu antara bagian pericardial
dan IEC dan atap katup uning telur sekunder(kardiogenik area). Tabung
jantung pasangkan membujur endotel berlapis saluran. Tabung-tabung
membentuk untuk menjadi jantung primordial. Jantung tubular bergabung
dalam pembuluh darah di dalam embrio yang menghubungkan tangkai,
karian dan yolk sac membentuk sistem kardivaskuler purba. Pada janin,
proses peredaran darah melalui plasenta.

c. Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler

1) Anatomi Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida
terbalik dengan apeks (superior-posterior:C-II) berada di bawah
dan basis (anterior-inferior ICS –V) berada di atas. Pada basis
jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan
bawah dan pembuluh balik. Jantung sebagai pusat sistem
kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada (cavum thoraks)
sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada
mediastinum. Untuk mengetahui denyutan jantung, kita dapat
memeriksa dibawah papilla mamae 2 jari setelahnya.
Berat pada orang dewasa sekitar 250-350 gram. Hubungan
jantung dengan alat sekitarnya yaitu:
a) Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago
kostalis setinggi kosta III-I.
b) Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.
c) Atas setinggi torakal IV dan servikal II berhubungan dengan
aorta pulmonalis, brongkus dekstra dan bronkus sinistra.
d) Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta
desendes, vena azigos, dan kolumna vetebrata torakalis.
e) Bagian bawah berhubungan dengan diafragma.

Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah


tempat. Penyokong jantung utama adalah paru yang menekan
jantung dari samping, diafragma menyokong dari bawah,
pembuluh darah yang keluar masuk dari jantung sehingga jantung
tidak mudah berpindah. Factor yang mempengaruhi kedudukan
jantung adalah:

a) Umur: Pada usia lanjut, alat-alat dalam rongga toraks termasuk


jantung agak turun kebawah
b) Bentuk rongga dada: Perubahan bentuk tora yang menetap
(TBC) menahun batas jantung menurun sehingga pada asma
toraks melebar dan membulat
c) Letak diafragma: Jika terjadi penekanan diafragma keatas akan
mendorong bagian bawah jantung ke atas
d) Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal di pengaruhi
oleh posisi tubuh.

Otot jantung terdiri atas 3 lapisan :

a) Luar/pericardium
Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan
kantong pembungkus jantung yang terletak di mediastinum
minus dan di belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV yang
terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal
dan viseral. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lender
sebagai pelican untuk menjaga agar gesekan pericardium tidak
mengganggu jantung.
b) Tengah/ miokardium
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri
koronaria. Susunan miokardium yaitu:
 Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua
lapisan. Lapisan dalam mencakup serabut-serabut
berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua atria.
 Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari
cincin antrioventikuler sampai ke apeks jantung.
 Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan
bilik( atrium dan ventrikel).
c) Dalam / Endokardium
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang
mengilat yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender
endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena
kava.
Bagian- bagian dari jantung:
a) Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan
dengan pembuluh darah besar dan dibnetuk oleh atrium
sinistra dan sebagian oleh atrium dekstra.
b) Apeks kordis : bagian bawah jantung berbentuk puncak
kerucut tumpul.
Permukaan jantung (fascies kordis) yaitu:
a) Fascies sternokostalis: permukaan menghadap kedepan
berbatasan dengan dinding depan toraks, dibentuk oleh
atrium dekstra, ventrikel dekstra dan sedikit ventrikel sinistra.
b) Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap kebelakang
berbentuk segiempat berbatas dengan mediastinum posterior,
dibentuk oleh dinding atrium sinistra, sebgain atrium sinistra
dan sebgain kecil dinding ventrikel sinistra.
c) Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung
yang bebatas dengan stentrum tindinium diafragma dibentuk
oleh dinding ventrikel sinistra dan sebagian kecil ventrikel
dekstra.
Tepi jantung( margo kordis) yaitu:
a) Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulai
dari vena kava superior sampai ke apeks kordis
b) Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi
membentang dari bawah muara vena pulmonalis sinistra
inferior sampai ke apeks kordis.
Alur permukaan jantung:
a) Sulkus atrioventrikularis: Mengelilingi batas bawah basis
kordis
b) Sulkus langitudinalis anterior: dari celah arteri pulmonalis
dengan aurikula sinistra berjalan kebawah menuju apeks
kordis.
c) Sulkus langitudinals posterior: dari sulkus koronaria sebelah
kanan muara vena cava inferior menuju apeks kordis.
Ruang-ruang jantung
Jantung terdiri dari empat ruang yaitu:
a) Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar,
bagian dalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis.
1) Muara atrium kanan terdiri dari:
 Vena cava superior
 Vena cava inferior
 Sinus koronarius
 Osteum atrioventrikuler dekstra
2) Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis
 Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan
melalui osteum atrioventrikel dekstrum dan dengan
traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Dinding
ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan
terdiri dari:
- Valvula triskuspidal
- Valvula pulmonalis
 Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula
 Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra
melalui osteum atrioventrikuler sinistra dan dengan
aorta melalui osteum aorta terdiri dari:
- Valvula mitralis
- Valvula semilunaris aorta
Peredaran darah jantung
Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan
darah ke atrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri
pulmonalis membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-
paru(pulmo). Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis
terdapat katup vlavula semilunaris arteri pulmonalis. Vena
pulmonalis membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium
sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa darah dari
ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah katup
valvulasemilunaris aorta.
Peredaran darah jantung terdiri dari 3 yaitu:
a) Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta
berjalan kedepan antara trunkus pulmonalis dan aurikula
memberikan cabang-cabangke atrium dekstra dan ventrikel
kanan.
b) Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra
c) Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung
mengalir ke atrium kanan melalui sinus koronarius yang
terletak dibagian belakang sulkus atrioventrikularis
merupakan lanjutan dari vena.
2) Fisiologi Jantung
Fungsi umum otot jantung yaitu:
a) Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa
adanya rangsangan dari luar.
b) Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai
ambang rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan
berkontraksi maksimal.
c) Tidak dapat berkontraksi tetanik.
d) Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.

Metabolisme Otot Jantung


Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energy kimia untuk
berkontraksi. Energy terutama berasal dari metabolism asam lemak dalam jumlah
yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama laktat dan glukosa. Proses
metabolism jantung adalah aerobic yang membutuhkan oksigen.
Pengaruh Ion Pada Jantung
1. Pengaruh ion kalium : kelebihan ion kalium pada CES menyebabkan jantung
dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
2. Pengaruh ion kalsium: kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung
berkontraksi spastis.
3. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.
Elektrofisiologi Sel Otot jantung
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas membrane sel.
Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan potensial aksi yang disebabkan
oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika, dan termis. Lima fase aksi potensial
yaitu:
1. Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negative(polarisasi) dan bagian luar
bermuatan positif.
2. Fase depolarisasi(cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitas membrane
terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke dalam.
3. Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat
masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positih dalam sel menjadi
berkurang.
4. Fase plato(keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil agak lama
sesuai masa refraktor absolute miokard.
5. Fase repolarisasi(cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur tidak
mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
1. SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di dalam
dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
2. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum atrium
dekat muara sinus koronari.
3. Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan pada tepi
posterior dan tepi bawah pars membranasea septum interventrikulare.
4. Serabut penghubung terminal(purkinje): Anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
Siklus Jantung
Empat pompa yang terpisah yaitu: dua pompa primer atrium dan dua pompa
tenaga ventrikel. Periode akhir kontraksi jantung sampai kontraksi berikutnya
disebut siklus jantung.
Fungsi jantung sebagai pompa
Lima fungsi jantung sebagai pompa yaitu:
1. Fungsi atrium sebagai pompa
2. Fungsi ventrikel sebagai pompa
3. Periode ejeksi
4. Diastole
5. Periode relaksasi isometric

Dua cara dasar pengaturan kerja pemompaan jantung


1. Autoregulasi intrinsic pemompaan akibat perubahan volume darah yang
mengalir ke jantung.
2. Reflex mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung melalui saraf
otonom
Curah jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama
besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit disebut
curah jantung (cardiac output).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi otot jantung:
1. Beban awal
2. Kontraktilitas
3. Beban akhir
4. Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
1. Periode systole
2. Periode diastole
3. Periode istirahat

Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
1. Bunyi pertama: lup
2. Bunyi kedua : Dup
3. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
4. Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum bunyi pertama
2.3.3 Anatomi sistem pembuluh darah
Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah keseluruh tubuh.
Aliran darah dalam tubuh terdiri dari:
1. Aliran darah koroner
2. Aliran darah portal
3. Aliran darah pulmonal
4. Aliran darah sistemik

2.3.3.1 Arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang
membawa darah keseluruh tubuh dan alat tubuh. Pembuluh darah terbesar yang
keluar dari ventrikel sinistra disebut aorta. Arteri terdiri dari 3 lapisan yaitu:
a. Tunika Intima
b. Tunika Media
c. Tunika Eksterna
1. Aorta
Merupakan pembuluh darah arteri terbesar keluar dari jantung bagian ventrikel
sinistra melalui aorta asendes membelok kebelakang melalui radiks
pulmonalis sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis menembus
diafragma, turun ke abdomen. Jalan arteri ini terdiri dari 3 bagian :
a. Aorta Asenden
b. Arkus Aorta
c. Aorta desendes
Aorta asendes mempunyai cabang:
a) Aorta torakalis
b) Aorta Abdominalis
2. Arteri Kepala dan Leher
Disuplai oleh arteri komunis dekstra dan sinistra. Pada masing-masing sisi
menuju keatas leher dibawah otot sternomastoid dan pada ketinggian
perbatasan atas kartilago tiroid membagi diri menjadi dua yaitu:
a. Arteri karotis eksterna
a) A. tiroid superior
b) A. faringea asendes
c) A. lingualis
d) A. fasialis
e) A. aurikularis posterior
f) A. maskilaris
b. Arteri karotis interna:
a) A. oftalmika
b) A. komunikan posterior
c) A. coroidea
d) A. serebri anterior
e) A. serebri media
f) A. nasalis
3. Arteri vertebralis
Cabang bagian pertama subklavia berjalan naik melalui foramen prosesus
transversi masuk ke cranium melalui foramen mahnum berjalan ke atas lalu
kedepan medial medulla oblongata sampai di tepi bawah pons arteri ini
bergabung dan membentuk A. basilaris cabang-cabang cranial A. vertebralis.
4. Arteri basilaris
Dibentuk oleh penggabungan dua A. vertebralis berjalan naik dalam alur. Pada
permukaan anterior pons bercabang dua:
a. Arteri serebralis posterior
b. A. sirkumateriosus
Wajah menerima darah dari:
a. Arteri fasialis dan temporalis superficial
b. Arteri temporalis superficial
c. Arteri transversa fasialis
d. Arteri supraorbitalis dan supratoklearis
5. Arteri subklavia
Terdiri dari dekstra yaitu cabang dari arteri anonima dan sinitra cabang
dari arkus aorta. Terdiri dari:
a. A. aksilaris
b. A. brakhialis
c. A.ulnaris
d. A.radialis
e. A. arkus Palmaris superfisialis
f. A. arkus Palmaris profundus
g. A. digitalis
6. Aorta torakalis
a. Rongga toraks terdiri dari:
a) A.intercostalis
b) A.perikardialis
c) A.bronkialis
d) A.esofagialis
e) A. mediastinalis
b. Dinding toraks terdiri dari:
a) Arteri prenikus superior
b) Arteri subkostalis
7. Aorta abdominalis : merupakan bagian dari aorta desendens.
8. Arteri Rongga perut
Terdiri dari:
a. Arteri seliaka
b. A. splinika
c. A. mesenterika superior
d. A. renalis
e. A. spermatika dan Ovarika
f. A. mesenterika Inferior
g. A. marginalis

9. Arteri dinding Abdomen


Arteri dinding abdomen muka dan belakan terdiri dari:
a. Prenikus inferior
b. Arteri subkostalis
c. Epigastrika superior
d. Arteri lumbalis
10. Rongga panggul
Terdiri dari:
a. Arteri iliaka interna
b. Arteri iliaka eksterna
2.3.3.2 Vena
Pembuluh darah vena adalah kebalikan dari arteri yang membawa darah
dari alat-alat tubuh kembali ke jantung. Vena terbesar adalah vena
pulmonalis. Pembuluh darah vena yang terdapat dalam tubuh yaitu:
1. Vena ke jantung
Meliputi : Vena cava superior, inferior dan pulmonalis
2. Vena yang bermuara pada vena cava superior : tepat dibelakang
angulus mandibularis yang menyatu dengan vena aurikularis posterior
turun melintasi M. sternokleidomastoideus tepat diatas clavikula
menembus fasia servikalis profunda dan mencurahkan isinya ke V.
subclavia. Cabang- cabangnya:
a. Vena aurikularis posterior
b. Vena retromadibularis
c. Vena jugularis eksterna posterior
d. Vena supraskapularis
e. Vena jugularis anterior
3. Vena kulit kepala : vena troklearis dan vena supraorbitalis, vena
temporalis superfisialis, aurikularis posterior dan oksipitalis.
4. Vena wajah: fasialis, profunda fasialis, transversa fasialis.
5. Vena pterigoideus : Vena maksilaris, fasialis, lingualis, oftalmika.
6. Vena tonsil dan palatum
7. Vena punggung
8. Vena yang bermuara pada vena cava interior
9. Anastomisis portal sistemik
10. Vena dinding pelvis
11. Vena anggota gerak atas dan,
12. Vena anggota gerak bawah

2.3.3.3 Kapiler
Pembuluh darah yang paling kecil sehingga disebut dengan pembuluh
rambut. Kapiler terdiri dari:
1. Kapiler arteri
2. Kapiler vena
Fungsi kapiler:
1. Penghubung arteri dan vena
2. Tempat pertukaran darah dan cairan jaringan
3. Mengambil hasil dari kelenjar
4. Menyerap zat makanan yang terdapat dalam usus
5. Menyaring darah dalam ginjal

Sistem Pembuluhan Limfe


Sistem pembuluh limfe merupakan suatu jalan tambahan tempat cairan dapat
mengalir dari ruang interstitial ke dalam darah.pembuluh limfa dapat mengangkut
protein dan zat partikel besar, keluar ruang jaringan yang tidak dikeluarkan
dengan absorbs secara langsung kedalam kapiler darah. Sistem pembuluh limfe
terdiri dari:
1. Duktus limfatikus dekstra: Duktus limfatikus jugularis dekstra, subclavia, dan
bronkomediastinalis masing-masing mengalisrkan cairan limfa sisi kepala dan
leher.
2. Duktus limfatikus sinistra: Mulai terlihat dalam abdomen sebagai kantong
limfe yang memanjang.
3. Nodus limfatisi: Berbentuk lonjong seperti buah kacang dan terdapat di
sepanjang pembuluh limfe.
4. Kapiler limfa: sedikit cairan yang kembali ke sirkulasi melalui pembuluh
limfe.

LIMPA

Gambar : organ limpa

Terletak di sebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri bawah


dan pada iga ke -9, 10, dan 11, berdekatan dengan fundus abdomen dan
permukaannya menyentuh diafragma. Parenkim limpa terdiri dari:
1. Pulpa Putih
2. Pulpa Merah

2.3.4 Fisiologi Vaskuler


Sistem vaskuler memiliki peranan penting pada fisiologi
kardiovaskuler karena berhubungan dengan mekanisme pemeliharaan
lingkungan internal.
Bagian-bagian yang berperan dalam sirkulasi:
1. Arteri mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan.
2. Arteriola, cabang kecil dari sistem arteri yang berfungsi sebagai kendali
ketika darah yang dikeluarkan ke dalam kapiler.
3. Kapiler , tempat pertukaran cairan, zat makanan dan elektrolit, hormone
dan bahan lainnya antara darah dan cairan interstitial.
4. Venula yaitu mengumpulkan darah dari kapiler secara bertahap
5. Vena yaitu saluran penampung pengangkut darah dari jaringan kembali ke
jantung.

Aliran Darah

Gambar: darah
dan peredarannya

Kecepatan aliran darah ditentukan oleh perbedaan tekanan antara


kedua ujung pembuluh darah. Pembuluh darah dan aliran arteri adalah:
1. Aliran darah dalam pembuluh darah
2. Tekanan darah arteri : Sistolik, diastolic, nadi, dan darah rata-rata.
3. Gelombang nadi.
4. Analisis gelombang nadi: dapat di nilai dari: frekuensi gelombang nadi,
irama denyut nadi, amplitude dan ketajaman gelombang.
5. Factor yang mempengaruhi tekanan darah arteri.
Sedangkan Pembuluh dan Aliran Vena Yaitu:
1. Tekanan Vena: biasanya sangat rendah
2. Gelombang denyut vena: perubahan tekanan dan volume
3. Kurva denyut nadi: vena jugularis eksterna dengan cara non invasive
4. Kecepatan aliran darah vena
5. Factor yang mempengaruhi kecepatan aliran darah vena
6. Pengaruh gravitasi pada tekanan darah vena

MIKROSIRKULASI
Tempat pertukaran zat CIS dan CES (interstitial) adalah kapiler. Dan
dipengaruhi oleh kecuali dinding kapiler, arteriole, venolus karena dapat mengatur
jumlah dan kecepatan aliran darah. Ketiga rangkaian tersebut disebut dengan
mikrosirkulasi.

TEKANAN DARAH
Selisih diastolic dan sistolik disebut pulse pressure. Misalnya tekanan
sistolik 120 mmHg dan diastolic 80 mmHg maka tekanan nadi sama denga 40
mmHg. Tekanan darah tidak selalu sesuai karena salah satu factor yang
mempengaruhinya adalah keadaan kesehatan dan aktivitas.
Pusat pengawasan dan pengaturan perubahan tekanan darah yaitu:
1. Sistem saraf
a. Presoreseptor dan kemoreseptor: serabut saraf aferen yang menuju pusat
vasomotor berasal dari baroreseptor arteri dan kemoreseptor aortadan
karotis dari korteks serebri.
b. Hipotalamus: Berperan dalam mengatur emosi dan tingkah laku yang
berhubungan dengan pengaturan kardiovaskuler
c. Serebrum: Mempengaruhi tekanan dari karena penurunan respons
tekanan, vasodilatasi, dan respons depressor meningkat.
d. Reseptor nyeri: bergantung pada intensitas dan lokasi stimulus
e. Reflex pulmonal: inflasi paru menimbulkan vasodilatasi sistemik dan
penurunan tekanan darah arteri dan sebaliknya kolaps paru menimbulkan
vasokonstriksi sistemik
2. Sistem humoral atau kimia: berlangsung local atau sistemik, misalnya rennin-
angiotensin, vasopressin, epineprin, asetikolin, serotonin, adenosine, kalsium,
magnesium, hydrogen dan kalium.
3. Sistem hemodinamik: lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan
kapiler, perubahan tekanan osmotic, dan hidrostatik bagian luar, dan dalam
sistem vaskuler.
4. Sistem limfatik: komposisi sistem limfatik hampir sama dengan komposisi
kimia plasma darah dan mengandung sejumlah besar limfosit yang mengalir
sepanjang pembuluh limfe untuk masuk ke dalam aliran darah.

Cairan limfatik
Konsentrasi protein cairan limfe yang mengalir kebanyakan dari jaringan
perifer mendekati nilai rata-rata atau pekat.
Pembuluh limfatik berfungsi sebagai:
1. Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah
2. Mengankut limfosit dan kelenjar limfe ke sirkulasi darah
3. Membuat lemak yang sudah diemulsi dari usus ke sirkulasi darah
4. Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme
5. Menghasilkan zat antibody

2.1.2 Acute Chest Pain and Acute Cironary Syndromes

a. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu masalah
kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka kematian dan
angka perawatan rumah sakit yang tinggi. SKA adalah suatu kondisi
dimana pasokan darah dan oksigen ke miokardium tidak mencukupi.
Penyakit ini disebabkan oleh oklusi arteri koroner dan mengakibatkan
ketidaksesuaian antara permintaan dan pasokan oksigen biasanya
melibatkan pembentukan plak di lumen arteri koroner yang menghambat
aliran darah. Penyakit ini harus segara diatasi dan diobati untuk
mengurangi angkat mortalitas dan morbiditas.
b. Etiologi
Penyakit arteri koroner merupakan fenomena multifaktorial. Faktor
etiologi dapat dikategorikan secara luas menjadi faktor yang tidak dapat
dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi meliputi jenis kelamin, usia, riwayat keluarga, dan genetika.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi termasuk merokok, obesitas, kadar
lipid, dan variabel psikososial. Di dunia Barat, gaya hidup yang serba
cepat telah menyebabkan orang mengonsumsi lebih banyak makanan cepat
saji dan makanan tidak sehat yang menyebabkan peningkatan prevalensi
penyakit jantung iskemik. Di AS, pelayanan kesehatan dasar yang lebih
baik pada kelompok sosio-ekonomi menengah dan tinggi telah mendorong
angka kejadian penyakit ini pada usia lanjut. Merokok masih menjadi
penyebab nomor satu penyakit kardiovaskular. Pada tahun 2016,
prevalensi merokok di kalangan orang dewasa di Amerika Serikat
ditemukan sebesar 15,5%.
Jenis kelamin laki-laki mempunyai kecenderungan lebih besar
dibandingkan jenis kelamin perempuan. Hiperkolesterolemia tetap
merupakan faktor risiko penting yang dapat dimodifikasi untuk penyakit
jantung koroner. Peningkatan low-density lipoprotein (LDL)
meningkatkan risiko CAD dan peningkatan high-density lipoprotein
(HDL) menurunkan kejadian CAD. Risiko 10 tahun seseorang terkena
penyakit kardiovaskular aterosklerotik dapat dihitung menggunakan
persamaan ASCVD yang tersedia online di portal American Heart
Association. Penanda peradangan juga merupakan faktor risiko kuat
penyakit arteri koroner. CRP sensitivitas tinggi (hsCRP) dianggap sebagai
prediktor terbaik penyakit arteri koroner dalam beberapa penelitian
meskipun penggunaannya dalam praktik masih kontroversial.
c. Fatofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi sehingga terbentuk trombus yang kaya trombosit (white
thrombus). Trombus ini akan menyumbat lubang pembuluh darah koroner,
baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Suplai oksigen yang berhenti
selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami
nekrosis (infark miokard/IM).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh
darah koroner. Sumbatan subtotal yang disertai vasokonstriksi yang
dinamis juga dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
otot jantung (miokard). Selain nekrosis, iskemia juga menyebabkan
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan
stunning (setelah iskemia hilang), serta distritmia dan remodeling ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Pada sebagian pasien,
SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat spasme lokal arteri koronaria
epikardial (angina prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tapa spasme
maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi pembentukan plak atau
restenosis setelah intervensi koroner perkutan (IKP). Beberapa faktor
ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia,
dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah
mempunyai plak aterosklerosis.
d. Pathway
e. Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan biomarka jantung, Sindrom
Koroner Akut dibagi menjadi:
1) Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST)
2) Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (IMA-NEST)
3) Angina pektoris tidak stabil (APTS).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST akut (IMA-EST)
merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner.
Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan
aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya. secara medikamentosa
menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis melalui intervensi
koroner perkutan primer. Diagnosis IMA-EST ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
2 sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tata laksana revaskularisasi tidak
perlu menunggu hasil peningkatan biomarka jantung.
Diagnosis IMA-NEST dan APTS ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut tapa elevasi segmen ST yang menetap di 2 sadapan
yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi
segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
pseudo normalisasi, atau bahkan tapa perubahan. Angina pektoris tidak
stabil dan IMA-NEST dibedakan berdasarkan hasil pemeriksaan biomarka
jantung. Biomarka jantung yang lazim digunakan adalah high sensitivity
troponin, troponin, atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia
biomarka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosisnya infark
miokard akut tapa elevasi segmen ST (IMA-NEST), jika biomarka jantung
tidak meningkat secara bermakna maka diagnosisnya APTS. Pada
sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan biomarka jantung
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper
limits of normal/ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal)
atau menunjukkan kelainan yang non-diagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika EKG
ulangan tetap menunjukkan gambaran non-diagnostik sementara keluhan
angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam.
EKG diulang setiap terjadi angina berulang atau setidaknya 1 kali dalam
24 jam.
f. Tanda dan gejala
1) Anamnesa
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada
yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan
angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar
ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau
epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten (beberapa
menit) atau persisten >20 menit. Keluhan angina tipikal sering disertai
keluhan penyerta seperti diaforesis (keringat dingin), mual/muntah,
nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal
yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal, gangguan pencernaan (indigesti), sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan
atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun)
atau usia lanjut (> 75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal
menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat
muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina
ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien
dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan
angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap
diagnosis SKA. Nyeri dengan gambaran dibawah ini bukan
karakteristik iskemia miokard (nyeri dada non-kardiak):
 Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi
atau batuk)
 Nyeri abdomen tengah atau bawah
 Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di
daerah apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
 Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
 Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
 Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah.
Mengingat adanya kesulitan memprediksi angina ekuivalen sebagai
keluhan SKA, maka terminologi angina dalam panduan ini lebih
mengarah pada keluhan nyeri dada tipikal. Selain untuk tujuan
penapisan diagnosis kerja, anamnesis juga ditujukan untuk menapis
kontraindikasi terapi fibrinolisis seperti hipertensi, kemungkinan
diseksi aorta (nyeri dada tajam dan berat yang menjalar ke punggung
disertai sesak napas atau sinkop), riwayat perdarahan, atau riwayat
penyakit serebrovaskular.
2) Pemeriksaan fisik
Dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,
komplikasi Iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi
basah halus, dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk
mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda
regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaforesis, ronkhi basah halus,
atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial
friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang, dan
regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks,) nyeri
pleuritik disertal suara napas yang tidak seimbang perlu
dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA
3) Pemeriksaan Elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12
sadapan sesegera mungkin sesampainya di rang gawat darurat.
Sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua
pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding
inferior. Sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina
yang mempunyai EKG awal non-diagnostik. Sedapat mungkin,
rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di rang
gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan
angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien
dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, non-
diagnostik, left bundle branch block (LBBB) baru/persangkaan baru,
elevasi segmen ST yang persisten (220 menit) maupun tidak persisten,
atau depresi segmen ST dengan atau tapa inversi gelombang T.
4) Pemeriksaan Biomarka Jantung
Kreatinin kinase MB (CK-MB) atau troponin U/T merupakan
biomarka nekrosis miosit jantung dan menjadi biomarka untuk
diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai biomarka nekrosis
jantung mempunyai sensitivitas dan spesivisitas lebih tinggi dari CK-
MB. Peningkatan biomarka jantung hanya menunjukkan adanya
nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan
penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner atau non-
koroner).
5) Pemeriksaan Non-Invasif
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat
memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna
untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia
segmental dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat iskemia dan
menjadi normal saat iskemla menghilang.
6) Pemeriksaan Invasif (angiograf koroner)
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan
dan tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera dilakukan
untuk tujuan diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan diagnosis
banding yang tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya
pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang
mengalami gejala atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan
perubahan EKG diagnostik.
7) Pemeriksaan Laboratorium
Data laboratorium, di samping biomarka jantung. yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel
lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.
8) Pemeriksaan Foto Polos Dada
Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding,
identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta, dengan
mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes biomarka jantung, dan foto
polos dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat
dikelompokkan sebagai berikut: non-kardiak, angina stabil,
kemungkinan SKA, dan definitif SKA. Kemungkinan SKA adalah
dengan gejala dan tanda:
 Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau
tidak seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
 EKG normal atau non-diagnostik, dan
 Biomarka jantung normal.
Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:
 Angina tipikal.
 EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk IMA-EST,
depresi ST atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan
iskemia miokard, atau LBBB baru/persangkaan baru.
 Peningkatan biomarka jantung.
g. Penatalaksanaan
Tindakan Umum dan Langkah Awal yang bisa dilakukan yaitu
dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar
strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal
adalah terapi yang diberikan kepada pasien dengan diagnosis kerja
Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di rang gawat
darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau biomarka jantung.
Terapi awal yang dimaksud adalah Morin, Oksigen, Nitrat, Aspirin
(disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1) Tirah baring
2) Pada semua pasien IMA-EST direkomendasikan untuk mengukur
saturasi oksigen perifer yaitu Oksigen diindikasikan pada pasien
dengan Oksigen rutin tidak direkomendasikan pada pasien dengan,
SaO, =90%.
3) Aspirin 160-320 mg diberikan segera kepada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas 1-A). Aspirin tidak
bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (dibawah lidah)
yang lebih cepat
4) Penghambat reseptor adenosin difosfat (ADP) yaitu dengan dosis awal
ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien IMA-EST yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas 1-
BL atau dosis awal clopidogrel adalat 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mo/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik penghambat reseptor ADP
yang dianjurkan adalah clopidogre S. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet
sublingual untuk pasien dengan nyeri dada yang masin berlangsung
saat tiba di ruang gawat darurat Jika nyeri dada tidak hilang dengan 1
kali pemberian, dapat diulang setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali,
Nitrogliserio intravena diberikan kepada pasien yang tidak responsif
dengan terai 3 dosis NTG sublingual, keadaan tidak tersedia NTG,
isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakal sebagai pengganti.
5) Morin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yano tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual.

2.1.3 Severe Capillary Leak Sydrom (Sindrom kebocoran Kapiler Sistemik)

a. Pengertian
Sindrom kebocoran kapiler sistemik (SCLS) adalah kelainan
langka yang ditandai dengan serangan berulang akut dan parah yang
berhubungan dengan penurunan tekanan darah secara cepat akibat
kebocoran cairan dari pembuluh kecil yang disebut kapiler. Serangan
sering kali berlangsung beberapa hari dan memerlukan perawatan darurat.
Kadang-kadang mereka mengancam nyawa. SCLS paling sering terjadi
pada orang dewasa dan penyakit ini sangat jarang terjadi pada anak-anak.
b. Etiologi
Penyebab SCLS belum diketahui, namun tampaknya tidak ada
kecenderungan turun-temurun terhadap kondisi ini. Lebih dari separuh
pasien memiliki protein monoklonal atau M yang terdeteksi dalam
darahnya. Tingkat protein M biasanya rendah. Protein M diproduksi oleh
sel plasma di sumsum. Peran protein M pada serangan akut tidak
diketahui. Banyak kemungkinan penjelasan mengenai produksi protein M
pada pasien SCLS telah dikemukakan, termasuk mekanisme autoimun di
mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang tubuh. Baru-baru
ini dikemukakan bahwa sel-sel lapisan kapiler mungkin rusak oleh faktor
dalam darah yang diproduksi selama serangan akut.
c. Patopisiologi

d. Tanda dan Gejala


Gejala SCLS biasanya berupa peringatan singkat, yang dapat
berupa hidung tersumbat dan batuk yang mungkin berhubungan dengan
infeksi saluran pernapasan atas akibat virus. Pasien mungkin mengalami
rasa tidak enak badan, mual, sakit kepala ringan, rasa ingin pingsan, sakit
perut, sakit kepala, dan pembengkakan pada ekstremitas. Demam,
menggigil, ruam, atau tanda-tanda infeksi mungkin tidak ada. Pasien juga
mungkin menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
yang dapat menghasilkan diagnosis yang salah saat tes darah. Resolusi
gejala secara spontan jarang terjadi tanpa pengobatan.
Suatu bentuk SCLS kronis telah dilaporkan yang dimanifestasikan
oleh pembengkakan pada ekstremitas dan akumulasi cairan di sekitar
jantung dan paru-paru. Peningkatan karakteristik hemoglobin dan jumlah
sel darah (hematokrit) mungkin tidak ada pada kasus tersebut, namun
albumin serum secara karakteristik menurun karena hilangnya cairan
dalam jaringan. Volume darah rendah disertai penurunan tekanan darah
jarang terjadi pada bentuk kronis. Pasien-pasien ini mungkin merespons
terhadap glukokortikoid, diuretik, dan aminofilin, atau IVIG.
e. Gangguan Dengan Gejala Serupa
SCLS mungkin disalahartikan sebagai infeksi parah seperti syok septik
atau sindrom syok toksik. Beberapa ciri seperti pembengkakan dapat
mengarah pada dugaan diagnosis gagal jantung atau penyakit ginjal.
Sindrom defisiensi penghambat esterase C-1 dapat muncul dengan jenis
edema berulang yang disebut angioedema dan sering dipikirkan pada
pasien dengan SCLS. Pada beberapa pasien, hemokonsentrasi yang
mengakibatkan tingginya hematokrit dan kadar hemoglobin disalahartikan
sebagai polisitemia.
f. Diagnosa
SCLS dapat didiagnosis dengan tiga parameter:
1) Tekanan darah rendah
2) Peningkatan hematokrit
3) Rendahnya protein dalam darah (hipoalbuminemia).
g. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis, beberapa gambaran laboratorium
utama sangat penting. Kebocoran kapiler yang tiba-tiba dan dalam
menyebabkan penurunan tajam kadar albumin serum (hipoalbuminemia)
dan peningkatan tajam pula pada kadar hemoglobin dan hematokrit. Sel
darah merah yang berkontribusi terhadap pengukuran hemoglobin dan
hematokrit sebenarnya tidak meningkat. Sebaliknya, darah menjadi pekat
karena kehilangan cairan. Hemokonsentrasi ini merupakan gambaran
klasik dari sindrom ini dan bukti hemokonsentrasi sangat penting untuk
diagnosis. Beberapa pasien secara keliru didiagnosis menderita
polisitemia, suatu kondisi di mana hematokrit meningkat karena produksi
sel darah merah yang berlebihan di sumsum tulang. Pencarian protein M
harus dilakukan tetapi tidak adanya protein M tidak menyingkirkan
diagnosis.
h. Penatalaksanaan
Pengobatan diarahkan pada pencegahan serangan dengan
menggunakan obat yang bertujuan mengurangi kebocoran kapiler dan
mengganggu hormon seperti sitokin yang menyebabkan kebocoran.
Setelah serangan terjadi, pengobatan diarahkan pada perawatan suportif,
khususnya mengendalikan tekanan darah untuk menjaga aliran darah ke
organ vital serta mencegah pembengkakan berlebihan dan penumpukan
cairan.
Pengobatan episode SCLS yang sudah berkembang sepenuhnya
memerlukan pemahaman bahwa ada dua fase serangan akut. Fase pertama
yang sering berlangsung beberapa hari disebut fase resusitasi yang
bertujuan mengendalikan kebocoran kapiler dan menjaga tekanan darah.
Pada fase tersebut, kebocoran albumin dan cairan dari kapiler ke dalam
ruang jaringan menyebabkan pembengkakan. Hilangnya cairan ini
memiliki efek yang sama pada sirkulasi seperti dehidrasi, yaitu
memperlambat aliran oksigen yang membawa darah ke jaringan. Tekanan
darah turun, dan sel darah merah terkonsentrasi. Penggantian cairan
intravena biasanya diperlukan, namun harus diminimalkan karena
kecenderungannya bocor ke jaringan. Meskipun tekanan darah mungkin
masih rendah, penting untuk menghindari pemberian cairan intravena yang
terlalu agresif yang dapat menyebabkan pembengkakan besar pada
ekstremitas yang memerlukan dekompresi bedah. Dalam prosedur ini,
kulit lengan dan kaki dipotong untuk melepaskan tekanan tekan dari cairan
yang tertahan dan meningkatkan aliran darah ke dan dari ekstremitas.
Cairan infus yang berlebihan juga dapat menyebabkan penumpukan cairan
di paru-paru dan sekitar organ vital lainnya. Tujuan selama fase akut
BUKAN berusaha mempertahankan tekanan darah atau aliran urin normal,
namun menjaga tekanan darah pada tingkat yang cukup tinggi untuk
menghindari kerusakan permanen pada organ vital namun juga
menghindarkan pasien dari risiko pemberian cairan berlebih. Pengukuran
tekanan vena atau arteri sentral di unit perawatan intensif seringkali
diperlukan untuk mencapai keseimbangan yang rumit ini. Albumin dan
koloid intravena dapat digunakan. Menjaga kehilangan cairan sangatlah
penting karena tekanan darah rendah yang berkelanjutan dapat merusak
organ vital seperti ginjal.
Perawatan fase kedua kadang-kadang disebut fase rekrutmen
karena cairan dan albumin diserap kembali dari jaringan. Pada fase ini,
kebocoran kapiler sudah berkurang dan ancaman utamanya adalah
kelebihan cairan. Diuretik mungkin diperlukan untuk kelebihan cairan.
Glukokortikoid (steroid) sering digunakan selama serangan akut, terutama
pada awal fase rekrutmen dalam upaya mengurangi kebocoran kapiler,
namun kemanjurannya tidak diketahui. Albumin dan koloid yang
diberikan bersama cairan intravena mungkin memiliki manfaat sementara
untuk meningkatkan aliran darah ke organ vital seperti ginjal.
Terapi pemeliharaan diberikan dalam upaya mengurangi frekuensi
dan tingkat keparahan serangan akut. Pemberian imunoglobulin secara
intravena sebulan sekali untuk jangka waktu tidak terbatas saat ini
merupakan standar perawatan SCLS. IVIG untuk pencegahan telah
terbukti secara signifikan meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien
dengan SCLS terkait gamopati monoklonal, namun juga sangat efektif
dalam kasus SCLS tanpa gamopati monoklonal. Obat sekunder mungkin
termasuk kombinasi teofilin dan terbutaline. Ini diberikan melalui mulut.
Tingkat teofilin harus dipertahankan dalam kisaran terapeutik yang
ditentukan oleh tes darah rutin. Pasien yang tidak mentoleransi obat ini
mungkin mendapat manfaat dari penghambat leukotrien seperti
montelukast (Singulair). Kadang-kadang, penghambat ACE seperti
lisinopril mungkin bermanfaat. Peran obat sekunder ini masih belum jelas.

2.1.4 Pericardial Tamponade


a. Pengertian
Tamponade jantung adalah sindrom perikardial yang ditandai dengan
gangguan pengisian diastolik ventrikel yang menyebabkan penurunan
curah jantung, biasanya menimbulkan tanda dan gejala henti jantung,
jika tidak ditangani. Tamponade jantung merupakan suatu kondisi klinis
yang mengancam jiwa dimana fungsi jantung terganggu akibat
penekanan dari ruang pericardium, baik oleh cairan, massa, bekuan
darah, ataupun kombinasi dari ketiganya. Sindrom ini memerlukan
penanganan segera dengan perikardiosentesis.
b. Etiologi
Tamponade jantung disebabkan oleh akumulasi cairan perikardial dari
transudat, eksudat, atau darah. Semua penyebab efusi perikardial dapat
memungkinkan menjadi penyebab tamponade jantung. Dalam praktik
klinis, etiologi yang paling umum meliputi kanker, tuberkulosis, dan
infeksi purulen, trauma, komplikasi iatrogeni dari intervensi
kardiovaskular (misalnya ablasi aritmia, implantasi alat pacu jantung,
intervensi koroner perakutan), penyakit aorta akut, penyakit inflamasi
sistemik dan gagal ginjal.
Dalam sedangkaian kasus temponade jantung, baru-baru ini etiologi
yang dilaporkan meliputi: intervensi jantung perkutan (hingga 36% dari
semua kasus), keganasan (hingga 23%), infeksi/inflamasi (hingga 15%)
dan komplikasi mekanis infark miokard (hingga sampai 12%). Tingkat
tamponade jantung iatrogenik selama periode 13 tahun adalah 0,176%.
Insiden di antara prosedur jantung invasif yang dipilih berkisar antara
0,09% dan 1,42%. Sebagian besar kasus (104/118) diobati dengan
perikardiosentesis, 16 pasien menjalani perikardiotomi dan 4 pasien
menjalani kedua terapi tersebut.
c. Patofisiologi
Tamponade jantung adalah sindrom perikardial yang ditandai dengan
gangguan pengisian diastolik ventrikel yang menyebabkan kompresi
bilik jantung, selanjutnya mengakibatkan aliran balik vena, pengisian
ventrikel dan penurunan curah jantung, biasanya menghasilkan tanda
dan gejala henti jantung. Pericarditis, penyakit autoimun, atau
neoplasma sering mengakibatkan efusi yang berlangsung lambat, yang
lama kelamaan menjadi membesar hingga akhirnya menyebabkan
tamponade jantung. Sebagian besar kasus idiopatik diduga dicetuskan
oleh proses inflamasi yang mengakibatkan peradangan pada
pericardium yang menyebabkan pericarditis dan efusi perikardium.
Ukuran efusi serta distribusinya mungkin bervariasi. Perikardium
relatif kaku, sehingga kecepatan akumulasi cairan perikardial menjadi
penting dalam menentukan perjalanan waktu tamponade jantung (akut
atau subakut). Cairan perikardial yang terakumulasi dengan cepat
bertanggung jawab atas peningkatan cepat tekanan perikardial, dan
tamponade jantung dapat. segera dicapai dengan 200-300 ml cairan
(misalnya darah untuk hemoperikardium pada diseksi aorta).
Sebaliknya, cairan perikardial yang terakumulasi secara perlahan dapat
bersifat asimtomatik dan tamponade jantung dapat dicapai pada
volume yang lebih besar. Patofisiologi ini menjelaskan mengapa
volume kecil cairan perikardial pun dapat menyebabkan tamponade,
serta bagaimana tekanan tersebut dapat dikurangi secara cepat dengan
melakukan aspirasi cairan dalam jumlah kecil selama
perikardiosentesis.

d. Tanda dan Gejala


Gejala tamponade jantung bervariasi sesuai dengan lamanya waktu
akumulasi cairan perikardial. Akumulasi cairan yang cepat di
perikardium dengan cepat menyebabkan peningkatan tajam tekanan
perikardial, sedangkan akumulasi cairan yang lebih lambat
membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai tekanan perikardial
yang kritis atau bergejala. Dengan demikian, dampak hemodinamik dari
efusi berkisar dari tidak ada sama sekali atau ringan hingga syok
kardiogenik yang mengarah pada gambaran klinis mulai dari akut
hingga subakut. Tamponade jantung akut atau cepat adalah salah satu
bentuk syok kardiogenik dan terjadi dalam beberapa menit. Gejalanya
adalah kolaps kardiovaskular yang terjadi secara tiba-tiba dan mungkin
berhubungan dengan nyeri dada, takipnea, dan dispnea. Penurunan
curah jantung menyebabkan hipotensi dan ekstremitas dingin. Tekanan
vena jugularis meningkat yang mungkin terlihat sebagai distensi vena di
leher dan kepala. Tamponade jantung akut biasanya disebabkan oleh
perdarahan akibat trauma, diseksi aorta, atau bersifat iatrogenik.

Akumulasi cairan kronis atau tamponade jantung subakut ditandai


dengan pasien tidak menunjukkan gejala apa pun pada fase awal,
namun ketika tekanan meningkat melebihi titik regangan perikardial,
pasien akan mengeluh sesak, rasa tidak nyaman di dada, edema perifer,
kelelahan, atau kelelahan. , semua gejala yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan perikardial dan terbatasnya curah jantung.

e. Manifestasi Klinis
Pasien dengan perikarditis biasanya datang dengan nyeri dada
mendadak, yang bersifat pleuritik dan secara klasik membaik saat
mencondongkan tubuh ke depan dan memburuk saat berbaring.
Mungkin disertai dengan gejala nyeri dada yang tidak jelas, jantung
berdebar, sesak napas, atau dalam kasus yang lebih parah, pusing,
sinkop, dan penurunan kesadaran. Pasien juga dapat datang ke rumah
sakit dalam keadaan syok kardiogenik atau obstruktif maupun henti
jantung. Temuan fisik klasik pada tamponade jantung termasuk dalam
trias Beck yang terdiri dari hipotensi, distensi vena jugularis, dan suara
jantung yang melemah. Triad ini secara klasik diidentifikasi dalam
'tamponade bedah', yaitu tamponade jantung akut karena perdarahan
intraperikardial karena trauma, ruptur miokard atau aorta. Trias Beck
mungkin kurang terlihat pada pasien dengan 'tamponade medis' akibat
cairan perikardial yang terakumulasi perlahan. Hipotensi bersifat
absolut atau relatif. Tamponade jantung akut biasanya berhubungan
dengan tekanan darah rendah (<90 mmHg) tetapi hanya sedikit
berkurang pada tamponade kronis subakut. Pasien hipertensi mungkin
memiliki tekanan darah normal hingga sedikit meningkat bersamaan
dengan tamponade jantung.
Pada pemeriksaan fisik, tanda klasik meliputi distensi vena leher
dengan peningkatan tekanan vena jugularis, dan melemahnya bunyi
jantung pada auskultasi jantung. Kemudian dapat ditemukan pulsus
paradoksus. Pulsus paradoxus secara klasik didefinisikan sebagai
penurunan minimal 10mmHg tekanan darah sistolik pada saat inspirasi.
Hal ini dapat dideteksi dengan mencatat tekanan darah sistolik di mana
suara Korotkoff pertama kali terdengar dan tekanan sistolik di mana
suara tersebut terdengar melalui seluruh siklus pernapasan.Pulsus
paradoxus disebabkan oleh interdependensi ventrikel berlebihan yang
terjadi pada tamponade jantung ketika volume keseluruhan ruang
jantung menjadi tetap dan setiap perubahan volume di satu sisi jantung
menyebabkan perubahan yang berlawanan di sisi lain (yaitu
peningkatan inspirasi aliran balik vena dan aliran balik kanan). bilik
dengan penurunan volume bilik kiri dan penurunan tekanan darah
sistemik). Pada EKG pasien biasanya menunjukkan adanya takikardia,
voltase QRS rendah, dan electrical alternans. Electrical Altermams
didefinisikan sebagai amplitudo QRS yang terlihat berubah ubah pada
salah satu atau semua sadapan pada EKG tanpa perubahan tambahan
pada jalur konduksi jantung. Ritme ini biasanya dikaitkan dengan efusi
perikardial melalui "jantung yang berayun" dari cairan yang
mengelilingi jantung. Namun, alternans listrik juga terkait dengan
patologi lain termasuk tetapi tidak terbatas pada takikardia ventrikel,
Wolff-Parkinson- White (WPW), ritme idioventrikular yang dipercepat,
dan takikardia supraventricular sehingga kedua tanda EKG tersebut
dianggap tidak spesifik.
f. Tatalaksana
Tatalaksana tamponade jantung adalah dengan drainase cairan
perikardial, sebaiknya dengan jarum perikardiosentesis dengan
menggunakan panduan ekokardiografi atau fluoroskopi yang harus
dilakukan tanpa penundaan pada pasien yang tidak stabil. Atau,
drainase dengan tindakan bedah, terutama dalam beberapa situasi
seperti perikarditis purulen, atau perdarahan ke dalam perikardium.
Perikardiosentesis merupakan tindakan life-saving pada tamponade
jantung dan diindikasikan pada efusi >20 mm pada ekokardiografi,
tetapi juga pada efusi yang lebih kecil untuk tujuan penegakan
diagnosis melalui analisis cairan dan jaringan perikardial,
perikardioskopi, dan biopsi epikardial/perikardial). Diseksi aorta
merupakan kontraindikasi utama perikardiosentesis.22 Sedangkan
kontraindikasi relatif meliputi INR > 1,5 dan trombositopenia
<50.000/mm3. Teknik standar untuk perikardiosentesis dipandu oleh
ekokardiografi atau fluoroskopi dengan anestesi lokal. Blind procedure
tidak boleh dilakukan untuk menghindari risiko laserasi jantung atau
organ lain, kecuali dalam situasi yang sangat jarang yang mengancam
nyawa. Operator dan staf berpengalaman harus melakukan
perikardiosentesis di fasilitas yang dilengkapi setidaknya untuk
pemantauan ekokardiografi, hemodinamik, dan EKG.
Untuk perikardiosentesis yang dipandu dengan ekokardiografi, tempat
masuk jarum ditentukan dengan ekokardiografi, hal ini sesuai dengan
pemantauan minimal untuk prosedur tersebut. Ekokardiografi
memungkinkan pemilihan tempat masuk terbaik, beberapa tempat
masuk dapat dipilih sesuai dengan luas dan lokalisasi efusi. Untuk
memungkinkan prosedur pemantauan dengan ekokardiografi secara
real-time, braket multi-sudut dipasang pada probe untuk menopang
jarum. Operator dapat memilih sudut yang berbeda antara jarum dan
probe untuk penempatan jarum, untuk memungkinkan visualisasi yang
baik dari ujung jarum pada sinar ultrasonografi saat mencapai
perikardium. Sudut yang lebih dekat ditunjukkan pada pendekatan
subkostal, di mana jalur untuk mencapai perikardium lebih panjang.
Pada pendekatan apikal, sudut yang lebih lebar memungkinkan
visualisasi jarum yang lebih baik dalam ruang pendek yang
memisahkan probe dari pericardium.

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.2 Pericardial Tamponade


a. Pengkajian
PENGKAJIAN PRIMER
Data Subyektif
1) Riwayat Penyakit Sekarang
(a) Cedera tumpul atau cedera tembus pada dada, leher
punggung atau perut.
(b) Perbaikan pada lesi jantung.
(c) Dispnea
(d) Cemas
(e) Nyeri dada
(f) Lemah
2) Riwayat Kesehatan
(a) Penyakit jantung
(b) Penyakit infeksi dan neoplastik.
(c) Penyakit ginjal

Data Obyektif

1) Airway
Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala.
2) Breathing
(a) Takipnea
(b) Tanda Kusmaul : peningkatan tekanan vena saat
inspirasi ketika bernafas spontan
3) Circulation
(a) takikardi
(b) peningkatan volume vena intravaskular.
(c) pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi
<30mmHg, tekanan sistolik <100mmHg
(d) pericardial friction rub
(e) pekak jantung melebar
(f) Trias classic beck berupa :
 distensis vena leher
 bunyi jantung melemah / redup dan
 hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan
tamponade.
(g) tekanan nadi terbatas
(h) kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis
4) Disability
Penurunan tingakat kesadaran

PENGKAJIAN SEKUNDER

1) Exposure
Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.
2) Five Intervensi
(a) Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
(b) EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude
gelombang P dan QRS yang berkurang pada setiap
gelombang berikutnya
(c) Echocardiografi adanya efusi pleura.

Hasil pemeriksaan Echocardiografi pada tamponade


jantung menunjukkan :

 Kolaps diastole pada atrium kanan


 Kolaps diastole pada ventrikel kanan
 Kolaps pada atrium kiri
 Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup
trikuspidalis dan terjadi penurunan pemasukan dari
aliran katup mitral > 15 %
 Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel
kanan dengan penurunan pemasukan dari ventrikel
kiri
 Penurunan pemasukan dari katup mitral .
 Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri
(d) Pemeriksaan Doppler.
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat
membantu dalam menegakkan keakuratan diagnosa
klinis dan mendukung pemerikasaan laboraturium dari
pola hemodinamik pada tamponade.
3) Give Comfort
Tidak terdapat tanda dan gejala
4) Head to Toe
(a) Kepala dan wajah : pucat, bibir sianosis.
(b) Leher : peninggian vena jugularis.
(c) Dada : ada jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada,
tanda kusmaul, takipnea, bunyi jantung melemah / redup
dan pekak jantung melebar.
(d) Abdomen dan pinggang : tidak ada tanda dan gejala.
(e) Pelvis dan Perineum : tidak ada tanda dan gejala.
(f) Ekstrimitas : pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki
sianosis.
5) Inspeksi Back / Posterior Surface
Tidak ada tanda dan gejala.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan
takipnea, tanda kusmaul.
2) Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung
ditandai dengan distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD
menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki sianosis,
3) Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal,
gastrointestinal) tidak efektif b.d suplai O2 menurun ditandai
dengan nadi lemah, TTV abnormal, penurunan kesadaran, kulit
pucat, sianosis, akral dingin.

c. Intervensi
Dx 1 : Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan
takipnea, tanda kusmaul.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit
diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil :
1) Takipnea tidak ada
2) Tanda kusmaul tidak ada
3) TTV dalam rentang batas normal (RR : 16 – 20 X/ mnt).

No. Intervensi Rasional


Mandiri:
(a) Pantau ketat tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan
Perubahan pola nafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital
(b) Monitor isi pernafasan, pengembangan dada, keteraturan
pernafasan, nafas bibir dan penggunaan otot bantu pernafasan
Pengembangan dada dan penggunaan otot Bantu pernapasan
mengindikasikan gangguan pola nafas
(c) Berikan posisi semifowler jika tidak kontrainndikasi
Mempermudah ekspansi paru
(d) Ajarkan klien nafas dalam Dengan latihan nafas dalam dapat
meningkatkan pemasukan oksigen
Kolaborasi :
(a) Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat dapat
menghindari resiko kerusakan jaringan
(b) Berikan obat sesuai indikasi Medikasi yang tepat dapat
mempengaruhi ventilasi pernapasan

Dx 2 : Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung


ditandai dengan distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD
menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki sianosis,

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 10 menit


diharapkan curah jantung ke seluruh tubuh adekuat dengan kriteria
hasil :

1) TTV dalam batas normal (Nadi : 60 -100 x/mnt, TD : 110-140


mmHg).
2) Nadi perifer teraba kuat
3) Suara jantung normal.
4) Sianosis dan pucat tidak ada.
5) Kulit teraba hangat
6) EKG normal
7) Distensi vena jugularis tidak ada.

No. Intervensi Rasional

Mandiri :

(a) Monitor TTV berkelanjutan TTV merupakan indicator keadaan


umum tubuh (jantung).
(b) Auskultasi suara jantung, kaji frekuensi dan irama jantung.
Perubahan suara, frekuensi dan irama jantung dapat
mengindikasikan adanya penurunan curah jantung.
(c) Palpasi nadi perifer dan periksa pengisian perifer. Curah jantung
yang kurang mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer.
(d) Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat. Penurunan curah
jantung menyebabkan aliran ke perifer menurun.
(e) Kaji adanya distensi vena jugularis Tamponade jantung
menghambat aliran balik vena sehingga terjadi distensi pada
vena jugularis.

Kolaborasi :

(a) Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat


mencegah hipoksia.
(b) Berikan cairan intravena sesuai indikasi atau untuk akses
emergency. Mencegah terjadinya kekurangan cairan.
(c) Periksa EKG, foto thorax, echocardiografi dan doppler sesuai
indikasi. Pada tamponade jantung, terjadi abnormalitas irama
jantung dan terdapat siluet pembesaran jantung.
(d) Lakukan tindakan perikardiosintesis. Dengan perikardiosintesis
cairan dalam r uang pericardium dapat keluar.

Dx 3 : Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal,


gastrointestinal) tidak efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan
nadi lemah, TTV abnormal, penurunan kesadaran, kulit pucat,
sianosis, akral dingin.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 15 menit


diharapkan perfusi jaringan adekuat dengan kriteria hasil :

1) Nadi teraba kuat


2) TTV dalam batas normal (Nadi : 60 -100 x/mnt, TD : 110-140
mmHg)
3) Tingkat kesadaran composmentis
4) Sianosis atau pucat tidak ada
5) Nadi teraba lemah, terdapat sianosis,
6) Akral teraba hangat

No. Intervensi Rasional

Mandiri :
(a) Awasi tanda-tanda vital secara intensif
Perubahan tanda-tanda vital seperti takikardi akibat dari
kompensasi jantung untuk memenuhi suplai O2.
(b) Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi (kulit : dingin dan
pucat, sianosis) Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi
jaringan
(c) Pantau GCS
Penurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan
penurunan tingkat kesadaran
(d) Anjurkan untuk bed rest/ istirahat total Menurunkan kebutuhan
oksigen
d. Evaluasi
Disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai.

2.2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Severe Capillary leak


Capillary leak syndrome adalah kondisi medis yang ditandai dengan
kebocoran cairan dari pembuluh darah ke jaringan tubuh yang
menyebabkan edema, hipotensi, dan hipovolemia.
a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas
Merupakan data yang perlu diketahui meliputi nama, umur, jenis
kelamin, tempat tinggal, suku dan agama yang dianut, pendidikan,
status perkawinan, nomor register dan sebagainya
2) Keluhan Utama
Secara umum pasien dengan gangguan kardiovaskuler mengeluh sesak
nafas, nyeri dada, pingsan, jantung berdebar-debar, cepat ;lelah edema
ekstremitas dan sebagainya
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap
gejala dalah lama timbulnya (durasi): lokasi penjalaran, terutama
untuk nyeri: sifat keluhan (karakter, berat ringannya: mulai timbul
(onset); faktor-faktor yang meringan kan dan memperberat; dan
gejala yang menyertai serta obat-obatan yang telah digunakan.
b) Riwayat Penyakit dahulu
Kondisi neurologis yang buruk dapat menunjukkan adanya
hipoksia atau hipoperfusi serebral.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit yang pernah dialami keluarga, misalnya penyakit jantung
iskemik, hemofilia dan sebagainya.
4) Pengkajian Psikososiospiritual
Meliputi beberapa dimensi untuk memperoleh presepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif dan perilaku pasien
5) Pemerikasaan Fisik
Pada sistem kardiovaskular meliputi :
a) Keadaan Umum
Tiap bagian tubuh perlu dinilai secara umum yaitu keadaan umum,
kesadaran, GCS, sianosis, kelelahan, hidrasi
b) Pemerikasaan TTV
Periksa tanda-tanda vital pasien secara berkala, termasuk tekanan
darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan suhu tubuh. Tanda-
tanda vital yang tidak stabil dapat menunjukkan adanya
hipovolemia atau syok.
c) B1 (Breathing)
Meliputi tindakan Inspeksi; bentuk dada, gerakan pernapasan,
kesimetrisan dada, Palpasi; apakah ada kelainan dinding thorax
atau tanda-tanda penyakit paru, Auskultasi; menilai suara nafas
trakeobronkial, bronkoveskular, vesikular, resonan vokal, konotasi
seperti hujan rintik-rintik, Perkusi; subtimpani, hiperresonan,
kurang, resonan, redup, pekak
d) B2 (Blood)
Mengkaji posisi jantung ada permukaan rongga dada: atrium
kanan, ventrikel kanan dan kiri serta atrium kiri. Meliputi:
Inspeksi; bekas parut pada dinding dada atau lesi, kelainan tulang,
kelainan operatif, denyut apeks, pelebarana vena dada, denyut
apeks jantung, bentuk perikordium, denyut vena, denyut di apeks
jantung (ictus cordis) denyut nadi pada dada. Palpasi; thrull,
gerakan trakhea, arteri karotis, Auskultasi; arteri karotis, tekanan
vena jugularis, Perkusi pada jantung biasanya menurun perannya
sesudah ada foto rontigen thoraks, tetapi bermanfaat menentukan
adanya kardiomegali, efusi perikardium,dan aneurisma aorta.
Auskultasi; Bunyi jantung abnornal seperti perubahan intensitas,
splitting, bunyi gallop, snap dan klik, mur mur dan sebaginya
e) B3 (Brain)
Terdiri atas pemeriksaan kepala (raut muka, bibir, mata) dan
neurosensori (Kondisi neurologis yang buruk dapat menunjukkan
adanya hipoksia atau hipoperfusi serebral)
f) B4 (Bladder)
Berfungsi mengetahui ada atau tidaknya distensi pada kandung
kemih, keluaran urine (urine output) merupakan indikator fungsi
jantung yang penting, penurunan urine terjadi karena perfusi
ginjal menurun termasuk keseimbangan cairan dan elektrolit
seperti kadar natrium, kalium dan klorida dalam darah
g) B5 (Bowel)
Berfungsi mengetahui status nutrisi pasien apakah terdapat refluks
hepatojungular.

h) B6 (Bone)
Kebanyakan pasien yang menderita penyakit jantung juga
mengalami penyakit vaskular atau edema perifer akibat gagal
ventrikel kanan
6) Pengkajian Psikososial
Secara objektif pasien menunjukkan tanda kecemasan seperti gelisah,
pucat, berkeringat,gemetar, takut akan kematian, keinginan
mengakhiri hidup dan merasa tidak berguna.
7) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan kardiovaskular digolongkanpada pemeriksaan invasif
dan non-invasif. Pemeriksaan kardiologi dikerjakan secara rutin
adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, foto rontigen thoraks dan
pemeriksaan lab rutin meliputi pemeriksaan hemodinamik, radiografi.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada penyakit sindrom kebocoran kapiller
sistemik/ severe capillary leak berdasarkan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016) adalah:
1) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler d.d
dispnea, takikardi, hipoksia (D.0003)
2) Perfusi perifer tidak efektif d.d penurunan aliran arteri dan/atau vena
d.d warna kulit pucat, akral teraba dingin, edema, CRT > 3 detik
(D.0009)
3) Hipovolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler d.d peningkatan
BB, oliguria, edema (D.0023)

c. Perencanaan
Perencanaan yang disusun berdasarkan Standar Intervensi Indonesia
(SIKI, 2018) adalah sebagai berikut :
1) Dx Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-
kapiler d.d dispnea, takikardi, hipoksia (D.0003)
Tujuan : Setelah dilakukan sauhan keperawatan selama .. x 24 jam
pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil (L.01003)
a) Dispnea menurun
b) Takikardi menurun
c) PCO2 dan PO2 membaik
Intervensi : Pemantauan Respirasi (I.01014)
Tindakan :
Observasi
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b) Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
c) Monitor kemampuan batuk efektif
d) Monitor adanya produksi sputum
e) Monitor adanya sumbatan jalan napas
f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g) Auskultasi bunyi napas
h) Monitor saturasi oksigen
i) Monitor nilai analisa gas darah
j) Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
a) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Intervensi : Terapi Oksigen (I.01026)
Observasi
a) Monitor kecepatan aliran oksigen
b) Monitor posisi alat terapi oksigen
c) Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
d) Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, Analisa gas
darah), jika perlu
e) Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
f) Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g) Monitor monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
h) Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
i) Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
a) Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea, jika perlu
b) Pertahankan kepatenan jalan napas
c) Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
d) Berikan oksigen tambahan, jika perlu
e) Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
f) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
a) Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
a) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b) Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
2) Dx Perfusi perifer tidak efektif d.d penurunan aliran arteri
dan/atau vena d.d warna kulit pucat, akral teraba dingin, edema,
CRT > 3 detik (D.0009)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam
diharapkan perfusi perifer efektif dengan kriteria hasil (L.02011):
a) Denyut perifer meningkat
b) Edeme perifer menurun
c) Akral membaik
d) Turgor kulit membaik
Intervensi : Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Observasi
a) Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index)
b) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis: diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
c) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
a) Hindari pemasangan infus, atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
b) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
c) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cidera
d) Lakukan pencegahan infeksi
e) Lakukan perawatan kaki dan kuku
f) Lakukan hidrasi
Edukasi
a) Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis: rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
b) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis:
rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).
3) Dx Hipovolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler d.d
peningkatan BB, oliguria, edema (D.0023)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan status cairan membaik dengan kriteria hasil (L.03028) :
a. Kekuatan nadi meningkat
b. Output urin meningkat
c. Edema perifer menurun
Intervensi : Manajemen Hipovilemia (I.03116)
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
b. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
a. Hitung kebutuhan cairan
b. Berikan posisi modified Trendelenburg
c. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
b. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)
b. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
c. Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
d. Kolaborasi pemberian produk darah

c. Implementasi Keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang diuraikan
dalam hasil yang di harapkan.Rencana perawatan terorganisasi sehingga
setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan
yang diberikan.

d. Evaluasi Keperawatan
Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari
pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien,seluruh tindakannya
harus di dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan.
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Kemkes. (2023). Kardiovaskuler.


https://perpustakaan.kemkes.go.id/wp-content/uploads/2023/02/KEMENKE
S-RI-Kardiovaskular.pdf
Kemenkes RI. (2021). Peringatan Hari Jantung Sedunia 2021: Jaga Jantungmu
untuk Hidup Lebih Sehat. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
https://ayosehat.kemkes.go.id/peringatan-hari-jantung-sedunia-2021-jaga-
jantungmu-untuk-hidup-lebih-sehat
WHO. (2023). Penyakit Kardiovaskular. Wortld Health Organization.
https://www.who.int/health-topics/cardiovascular-diseases#tab=tab_1
Juzar, DKK. (2018). Pedoman tata laksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta. PP
PERKI
Bhutta,B & Shahjehan, R. (2023). Penyakit Arteri Koroner. Amerika serikat.
Statpearls Publishing LLC.
Purwowiyoto Sindi L, Effendi Indira K. (2023). Tamponade Kardiak : Penegakan
Diagnosis dan Manajemen Tatalaksana. Jurnal Implementa Husada, vol 4.
Jensen, DKK. (2017). Tamponade Jantung : Tantangan Klinis. European Society
of Cardiology.

Anda mungkin juga menyukai