Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis
Disusun Oleh :
KELOMPOK 7
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Mahakuasa karena telah
memberikan kesempatan pada penyusun untuk menyelesaikan makalah ini. Atas
Rahmat dan Hidayah-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Upaya Mengatasi Masalah Gangguan Sistem Kardiovaskular” tepat
waktu.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penyusun terima demi
kesempurnaan makalah.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
1) Anatomi Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida
terbalik dengan apeks (superior-posterior:C-II) berada di bawah
dan basis (anterior-inferior ICS –V) berada di atas. Pada basis
jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan
bawah dan pembuluh balik. Jantung sebagai pusat sistem
kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada (cavum thoraks)
sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada
mediastinum. Untuk mengetahui denyutan jantung, kita dapat
memeriksa dibawah papilla mamae 2 jari setelahnya.
Berat pada orang dewasa sekitar 250-350 gram. Hubungan
jantung dengan alat sekitarnya yaitu:
a) Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago
kostalis setinggi kosta III-I.
b) Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.
c) Atas setinggi torakal IV dan servikal II berhubungan dengan
aorta pulmonalis, brongkus dekstra dan bronkus sinistra.
d) Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta
desendes, vena azigos, dan kolumna vetebrata torakalis.
e) Bagian bawah berhubungan dengan diafragma.
a) Luar/pericardium
Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan
kantong pembungkus jantung yang terletak di mediastinum
minus dan di belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV yang
terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal
dan viseral. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lender
sebagai pelican untuk menjaga agar gesekan pericardium tidak
mengganggu jantung.
b) Tengah/ miokardium
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri
koronaria. Susunan miokardium yaitu:
Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua
lapisan. Lapisan dalam mencakup serabut-serabut
berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua atria.
Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari
cincin antrioventikuler sampai ke apeks jantung.
Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan
bilik( atrium dan ventrikel).
c) Dalam / Endokardium
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang
mengilat yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender
endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena
kava.
Bagian- bagian dari jantung:
a) Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan
dengan pembuluh darah besar dan dibnetuk oleh atrium
sinistra dan sebagian oleh atrium dekstra.
b) Apeks kordis : bagian bawah jantung berbentuk puncak
kerucut tumpul.
Permukaan jantung (fascies kordis) yaitu:
a) Fascies sternokostalis: permukaan menghadap kedepan
berbatasan dengan dinding depan toraks, dibentuk oleh
atrium dekstra, ventrikel dekstra dan sedikit ventrikel sinistra.
b) Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap kebelakang
berbentuk segiempat berbatas dengan mediastinum posterior,
dibentuk oleh dinding atrium sinistra, sebgain atrium sinistra
dan sebgain kecil dinding ventrikel sinistra.
c) Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung
yang bebatas dengan stentrum tindinium diafragma dibentuk
oleh dinding ventrikel sinistra dan sebagian kecil ventrikel
dekstra.
Tepi jantung( margo kordis) yaitu:
a) Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulai
dari vena kava superior sampai ke apeks kordis
b) Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi
membentang dari bawah muara vena pulmonalis sinistra
inferior sampai ke apeks kordis.
Alur permukaan jantung:
a) Sulkus atrioventrikularis: Mengelilingi batas bawah basis
kordis
b) Sulkus langitudinalis anterior: dari celah arteri pulmonalis
dengan aurikula sinistra berjalan kebawah menuju apeks
kordis.
c) Sulkus langitudinals posterior: dari sulkus koronaria sebelah
kanan muara vena cava inferior menuju apeks kordis.
Ruang-ruang jantung
Jantung terdiri dari empat ruang yaitu:
a) Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar,
bagian dalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis.
1) Muara atrium kanan terdiri dari:
Vena cava superior
Vena cava inferior
Sinus koronarius
Osteum atrioventrikuler dekstra
2) Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis
Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan
melalui osteum atrioventrikel dekstrum dan dengan
traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Dinding
ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan
terdiri dari:
- Valvula triskuspidal
- Valvula pulmonalis
Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula
Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra
melalui osteum atrioventrikuler sinistra dan dengan
aorta melalui osteum aorta terdiri dari:
- Valvula mitralis
- Valvula semilunaris aorta
Peredaran darah jantung
Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan
darah ke atrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri
pulmonalis membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-
paru(pulmo). Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis
terdapat katup vlavula semilunaris arteri pulmonalis. Vena
pulmonalis membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium
sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa darah dari
ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah katup
valvulasemilunaris aorta.
Peredaran darah jantung terdiri dari 3 yaitu:
a) Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta
berjalan kedepan antara trunkus pulmonalis dan aurikula
memberikan cabang-cabangke atrium dekstra dan ventrikel
kanan.
b) Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra
c) Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung
mengalir ke atrium kanan melalui sinus koronarius yang
terletak dibagian belakang sulkus atrioventrikularis
merupakan lanjutan dari vena.
2) Fisiologi Jantung
Fungsi umum otot jantung yaitu:
a) Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa
adanya rangsangan dari luar.
b) Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai
ambang rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan
berkontraksi maksimal.
c) Tidak dapat berkontraksi tetanik.
d) Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.
Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
1. Bunyi pertama: lup
2. Bunyi kedua : Dup
3. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
4. Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum bunyi pertama
2.3.3 Anatomi sistem pembuluh darah
Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah keseluruh tubuh.
Aliran darah dalam tubuh terdiri dari:
1. Aliran darah koroner
2. Aliran darah portal
3. Aliran darah pulmonal
4. Aliran darah sistemik
2.3.3.1 Arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang
membawa darah keseluruh tubuh dan alat tubuh. Pembuluh darah terbesar yang
keluar dari ventrikel sinistra disebut aorta. Arteri terdiri dari 3 lapisan yaitu:
a. Tunika Intima
b. Tunika Media
c. Tunika Eksterna
1. Aorta
Merupakan pembuluh darah arteri terbesar keluar dari jantung bagian ventrikel
sinistra melalui aorta asendes membelok kebelakang melalui radiks
pulmonalis sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis menembus
diafragma, turun ke abdomen. Jalan arteri ini terdiri dari 3 bagian :
a. Aorta Asenden
b. Arkus Aorta
c. Aorta desendes
Aorta asendes mempunyai cabang:
a) Aorta torakalis
b) Aorta Abdominalis
2. Arteri Kepala dan Leher
Disuplai oleh arteri komunis dekstra dan sinistra. Pada masing-masing sisi
menuju keatas leher dibawah otot sternomastoid dan pada ketinggian
perbatasan atas kartilago tiroid membagi diri menjadi dua yaitu:
a. Arteri karotis eksterna
a) A. tiroid superior
b) A. faringea asendes
c) A. lingualis
d) A. fasialis
e) A. aurikularis posterior
f) A. maskilaris
b. Arteri karotis interna:
a) A. oftalmika
b) A. komunikan posterior
c) A. coroidea
d) A. serebri anterior
e) A. serebri media
f) A. nasalis
3. Arteri vertebralis
Cabang bagian pertama subklavia berjalan naik melalui foramen prosesus
transversi masuk ke cranium melalui foramen mahnum berjalan ke atas lalu
kedepan medial medulla oblongata sampai di tepi bawah pons arteri ini
bergabung dan membentuk A. basilaris cabang-cabang cranial A. vertebralis.
4. Arteri basilaris
Dibentuk oleh penggabungan dua A. vertebralis berjalan naik dalam alur. Pada
permukaan anterior pons bercabang dua:
a. Arteri serebralis posterior
b. A. sirkumateriosus
Wajah menerima darah dari:
a. Arteri fasialis dan temporalis superficial
b. Arteri temporalis superficial
c. Arteri transversa fasialis
d. Arteri supraorbitalis dan supratoklearis
5. Arteri subklavia
Terdiri dari dekstra yaitu cabang dari arteri anonima dan sinitra cabang
dari arkus aorta. Terdiri dari:
a. A. aksilaris
b. A. brakhialis
c. A.ulnaris
d. A.radialis
e. A. arkus Palmaris superfisialis
f. A. arkus Palmaris profundus
g. A. digitalis
6. Aorta torakalis
a. Rongga toraks terdiri dari:
a) A.intercostalis
b) A.perikardialis
c) A.bronkialis
d) A.esofagialis
e) A. mediastinalis
b. Dinding toraks terdiri dari:
a) Arteri prenikus superior
b) Arteri subkostalis
7. Aorta abdominalis : merupakan bagian dari aorta desendens.
8. Arteri Rongga perut
Terdiri dari:
a. Arteri seliaka
b. A. splinika
c. A. mesenterika superior
d. A. renalis
e. A. spermatika dan Ovarika
f. A. mesenterika Inferior
g. A. marginalis
2.3.3.3 Kapiler
Pembuluh darah yang paling kecil sehingga disebut dengan pembuluh
rambut. Kapiler terdiri dari:
1. Kapiler arteri
2. Kapiler vena
Fungsi kapiler:
1. Penghubung arteri dan vena
2. Tempat pertukaran darah dan cairan jaringan
3. Mengambil hasil dari kelenjar
4. Menyerap zat makanan yang terdapat dalam usus
5. Menyaring darah dalam ginjal
LIMPA
Aliran Darah
Gambar: darah
dan peredarannya
MIKROSIRKULASI
Tempat pertukaran zat CIS dan CES (interstitial) adalah kapiler. Dan
dipengaruhi oleh kecuali dinding kapiler, arteriole, venolus karena dapat mengatur
jumlah dan kecepatan aliran darah. Ketiga rangkaian tersebut disebut dengan
mikrosirkulasi.
TEKANAN DARAH
Selisih diastolic dan sistolik disebut pulse pressure. Misalnya tekanan
sistolik 120 mmHg dan diastolic 80 mmHg maka tekanan nadi sama denga 40
mmHg. Tekanan darah tidak selalu sesuai karena salah satu factor yang
mempengaruhinya adalah keadaan kesehatan dan aktivitas.
Pusat pengawasan dan pengaturan perubahan tekanan darah yaitu:
1. Sistem saraf
a. Presoreseptor dan kemoreseptor: serabut saraf aferen yang menuju pusat
vasomotor berasal dari baroreseptor arteri dan kemoreseptor aortadan
karotis dari korteks serebri.
b. Hipotalamus: Berperan dalam mengatur emosi dan tingkah laku yang
berhubungan dengan pengaturan kardiovaskuler
c. Serebrum: Mempengaruhi tekanan dari karena penurunan respons
tekanan, vasodilatasi, dan respons depressor meningkat.
d. Reseptor nyeri: bergantung pada intensitas dan lokasi stimulus
e. Reflex pulmonal: inflasi paru menimbulkan vasodilatasi sistemik dan
penurunan tekanan darah arteri dan sebaliknya kolaps paru menimbulkan
vasokonstriksi sistemik
2. Sistem humoral atau kimia: berlangsung local atau sistemik, misalnya rennin-
angiotensin, vasopressin, epineprin, asetikolin, serotonin, adenosine, kalsium,
magnesium, hydrogen dan kalium.
3. Sistem hemodinamik: lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan
kapiler, perubahan tekanan osmotic, dan hidrostatik bagian luar, dan dalam
sistem vaskuler.
4. Sistem limfatik: komposisi sistem limfatik hampir sama dengan komposisi
kimia plasma darah dan mengandung sejumlah besar limfosit yang mengalir
sepanjang pembuluh limfe untuk masuk ke dalam aliran darah.
Cairan limfatik
Konsentrasi protein cairan limfe yang mengalir kebanyakan dari jaringan
perifer mendekati nilai rata-rata atau pekat.
Pembuluh limfatik berfungsi sebagai:
1. Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah
2. Mengankut limfosit dan kelenjar limfe ke sirkulasi darah
3. Membuat lemak yang sudah diemulsi dari usus ke sirkulasi darah
4. Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme
5. Menghasilkan zat antibody
a. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu masalah
kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka kematian dan
angka perawatan rumah sakit yang tinggi. SKA adalah suatu kondisi
dimana pasokan darah dan oksigen ke miokardium tidak mencukupi.
Penyakit ini disebabkan oleh oklusi arteri koroner dan mengakibatkan
ketidaksesuaian antara permintaan dan pasokan oksigen biasanya
melibatkan pembentukan plak di lumen arteri koroner yang menghambat
aliran darah. Penyakit ini harus segara diatasi dan diobati untuk
mengurangi angkat mortalitas dan morbiditas.
b. Etiologi
Penyakit arteri koroner merupakan fenomena multifaktorial. Faktor
etiologi dapat dikategorikan secara luas menjadi faktor yang tidak dapat
dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi meliputi jenis kelamin, usia, riwayat keluarga, dan genetika.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi termasuk merokok, obesitas, kadar
lipid, dan variabel psikososial. Di dunia Barat, gaya hidup yang serba
cepat telah menyebabkan orang mengonsumsi lebih banyak makanan cepat
saji dan makanan tidak sehat yang menyebabkan peningkatan prevalensi
penyakit jantung iskemik. Di AS, pelayanan kesehatan dasar yang lebih
baik pada kelompok sosio-ekonomi menengah dan tinggi telah mendorong
angka kejadian penyakit ini pada usia lanjut. Merokok masih menjadi
penyebab nomor satu penyakit kardiovaskular. Pada tahun 2016,
prevalensi merokok di kalangan orang dewasa di Amerika Serikat
ditemukan sebesar 15,5%.
Jenis kelamin laki-laki mempunyai kecenderungan lebih besar
dibandingkan jenis kelamin perempuan. Hiperkolesterolemia tetap
merupakan faktor risiko penting yang dapat dimodifikasi untuk penyakit
jantung koroner. Peningkatan low-density lipoprotein (LDL)
meningkatkan risiko CAD dan peningkatan high-density lipoprotein
(HDL) menurunkan kejadian CAD. Risiko 10 tahun seseorang terkena
penyakit kardiovaskular aterosklerotik dapat dihitung menggunakan
persamaan ASCVD yang tersedia online di portal American Heart
Association. Penanda peradangan juga merupakan faktor risiko kuat
penyakit arteri koroner. CRP sensitivitas tinggi (hsCRP) dianggap sebagai
prediktor terbaik penyakit arteri koroner dalam beberapa penelitian
meskipun penggunaannya dalam praktik masih kontroversial.
c. Fatofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi sehingga terbentuk trombus yang kaya trombosit (white
thrombus). Trombus ini akan menyumbat lubang pembuluh darah koroner,
baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Suplai oksigen yang berhenti
selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami
nekrosis (infark miokard/IM).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh
darah koroner. Sumbatan subtotal yang disertai vasokonstriksi yang
dinamis juga dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
otot jantung (miokard). Selain nekrosis, iskemia juga menyebabkan
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan
stunning (setelah iskemia hilang), serta distritmia dan remodeling ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Pada sebagian pasien,
SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat spasme lokal arteri koronaria
epikardial (angina prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tapa spasme
maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi pembentukan plak atau
restenosis setelah intervensi koroner perkutan (IKP). Beberapa faktor
ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia,
dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah
mempunyai plak aterosklerosis.
d. Pathway
e. Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan biomarka jantung, Sindrom
Koroner Akut dibagi menjadi:
1) Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST)
2) Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (IMA-NEST)
3) Angina pektoris tidak stabil (APTS).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST akut (IMA-EST)
merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner.
Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan
aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya. secara medikamentosa
menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis melalui intervensi
koroner perkutan primer. Diagnosis IMA-EST ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
2 sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tata laksana revaskularisasi tidak
perlu menunggu hasil peningkatan biomarka jantung.
Diagnosis IMA-NEST dan APTS ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut tapa elevasi segmen ST yang menetap di 2 sadapan
yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi
segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
pseudo normalisasi, atau bahkan tapa perubahan. Angina pektoris tidak
stabil dan IMA-NEST dibedakan berdasarkan hasil pemeriksaan biomarka
jantung. Biomarka jantung yang lazim digunakan adalah high sensitivity
troponin, troponin, atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia
biomarka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosisnya infark
miokard akut tapa elevasi segmen ST (IMA-NEST), jika biomarka jantung
tidak meningkat secara bermakna maka diagnosisnya APTS. Pada
sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan biomarka jantung
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper
limits of normal/ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal)
atau menunjukkan kelainan yang non-diagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika EKG
ulangan tetap menunjukkan gambaran non-diagnostik sementara keluhan
angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam.
EKG diulang setiap terjadi angina berulang atau setidaknya 1 kali dalam
24 jam.
f. Tanda dan gejala
1) Anamnesa
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada
yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan
angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar
ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau
epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten (beberapa
menit) atau persisten >20 menit. Keluhan angina tipikal sering disertai
keluhan penyerta seperti diaforesis (keringat dingin), mual/muntah,
nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina atipikal
yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal, gangguan pencernaan (indigesti), sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan
atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun)
atau usia lanjut (> 75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal
menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat
muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina
ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien
dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan
angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap
diagnosis SKA. Nyeri dengan gambaran dibawah ini bukan
karakteristik iskemia miokard (nyeri dada non-kardiak):
Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi
atau batuk)
Nyeri abdomen tengah atau bawah
Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di
daerah apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah.
Mengingat adanya kesulitan memprediksi angina ekuivalen sebagai
keluhan SKA, maka terminologi angina dalam panduan ini lebih
mengarah pada keluhan nyeri dada tipikal. Selain untuk tujuan
penapisan diagnosis kerja, anamnesis juga ditujukan untuk menapis
kontraindikasi terapi fibrinolisis seperti hipertensi, kemungkinan
diseksi aorta (nyeri dada tajam dan berat yang menjalar ke punggung
disertai sesak napas atau sinkop), riwayat perdarahan, atau riwayat
penyakit serebrovaskular.
2) Pemeriksaan fisik
Dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,
komplikasi Iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi
basah halus, dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk
mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda
regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaforesis, ronkhi basah halus,
atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial
friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang, dan
regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks,) nyeri
pleuritik disertal suara napas yang tidak seimbang perlu
dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA
3) Pemeriksaan Elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12
sadapan sesegera mungkin sesampainya di rang gawat darurat.
Sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua
pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding
inferior. Sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina
yang mempunyai EKG awal non-diagnostik. Sedapat mungkin,
rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di rang
gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan
angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien
dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, non-
diagnostik, left bundle branch block (LBBB) baru/persangkaan baru,
elevasi segmen ST yang persisten (220 menit) maupun tidak persisten,
atau depresi segmen ST dengan atau tapa inversi gelombang T.
4) Pemeriksaan Biomarka Jantung
Kreatinin kinase MB (CK-MB) atau troponin U/T merupakan
biomarka nekrosis miosit jantung dan menjadi biomarka untuk
diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai biomarka nekrosis
jantung mempunyai sensitivitas dan spesivisitas lebih tinggi dari CK-
MB. Peningkatan biomarka jantung hanya menunjukkan adanya
nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan
penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner atau non-
koroner).
5) Pemeriksaan Non-Invasif
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat
memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna
untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia
segmental dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat iskemia dan
menjadi normal saat iskemla menghilang.
6) Pemeriksaan Invasif (angiograf koroner)
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan
dan tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera dilakukan
untuk tujuan diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan diagnosis
banding yang tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya
pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang
mengalami gejala atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan
perubahan EKG diagnostik.
7) Pemeriksaan Laboratorium
Data laboratorium, di samping biomarka jantung. yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel
lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.
8) Pemeriksaan Foto Polos Dada
Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding,
identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta, dengan
mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes biomarka jantung, dan foto
polos dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat
dikelompokkan sebagai berikut: non-kardiak, angina stabil,
kemungkinan SKA, dan definitif SKA. Kemungkinan SKA adalah
dengan gejala dan tanda:
Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau
tidak seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
EKG normal atau non-diagnostik, dan
Biomarka jantung normal.
Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:
Angina tipikal.
EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk IMA-EST,
depresi ST atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan
iskemia miokard, atau LBBB baru/persangkaan baru.
Peningkatan biomarka jantung.
g. Penatalaksanaan
Tindakan Umum dan Langkah Awal yang bisa dilakukan yaitu
dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar
strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal
adalah terapi yang diberikan kepada pasien dengan diagnosis kerja
Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di rang gawat
darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau biomarka jantung.
Terapi awal yang dimaksud adalah Morin, Oksigen, Nitrat, Aspirin
(disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1) Tirah baring
2) Pada semua pasien IMA-EST direkomendasikan untuk mengukur
saturasi oksigen perifer yaitu Oksigen diindikasikan pada pasien
dengan Oksigen rutin tidak direkomendasikan pada pasien dengan,
SaO, =90%.
3) Aspirin 160-320 mg diberikan segera kepada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas 1-A). Aspirin tidak
bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (dibawah lidah)
yang lebih cepat
4) Penghambat reseptor adenosin difosfat (ADP) yaitu dengan dosis awal
ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien IMA-EST yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas 1-
BL atau dosis awal clopidogrel adalat 300 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mo/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik penghambat reseptor ADP
yang dianjurkan adalah clopidogre S. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet
sublingual untuk pasien dengan nyeri dada yang masin berlangsung
saat tiba di ruang gawat darurat Jika nyeri dada tidak hilang dengan 1
kali pemberian, dapat diulang setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali,
Nitrogliserio intravena diberikan kepada pasien yang tidak responsif
dengan terai 3 dosis NTG sublingual, keadaan tidak tersedia NTG,
isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakal sebagai pengganti.
5) Morin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yano tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual.
a. Pengertian
Sindrom kebocoran kapiler sistemik (SCLS) adalah kelainan
langka yang ditandai dengan serangan berulang akut dan parah yang
berhubungan dengan penurunan tekanan darah secara cepat akibat
kebocoran cairan dari pembuluh kecil yang disebut kapiler. Serangan
sering kali berlangsung beberapa hari dan memerlukan perawatan darurat.
Kadang-kadang mereka mengancam nyawa. SCLS paling sering terjadi
pada orang dewasa dan penyakit ini sangat jarang terjadi pada anak-anak.
b. Etiologi
Penyebab SCLS belum diketahui, namun tampaknya tidak ada
kecenderungan turun-temurun terhadap kondisi ini. Lebih dari separuh
pasien memiliki protein monoklonal atau M yang terdeteksi dalam
darahnya. Tingkat protein M biasanya rendah. Protein M diproduksi oleh
sel plasma di sumsum. Peran protein M pada serangan akut tidak
diketahui. Banyak kemungkinan penjelasan mengenai produksi protein M
pada pasien SCLS telah dikemukakan, termasuk mekanisme autoimun di
mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang tubuh. Baru-baru
ini dikemukakan bahwa sel-sel lapisan kapiler mungkin rusak oleh faktor
dalam darah yang diproduksi selama serangan akut.
c. Patopisiologi
e. Manifestasi Klinis
Pasien dengan perikarditis biasanya datang dengan nyeri dada
mendadak, yang bersifat pleuritik dan secara klasik membaik saat
mencondongkan tubuh ke depan dan memburuk saat berbaring.
Mungkin disertai dengan gejala nyeri dada yang tidak jelas, jantung
berdebar, sesak napas, atau dalam kasus yang lebih parah, pusing,
sinkop, dan penurunan kesadaran. Pasien juga dapat datang ke rumah
sakit dalam keadaan syok kardiogenik atau obstruktif maupun henti
jantung. Temuan fisik klasik pada tamponade jantung termasuk dalam
trias Beck yang terdiri dari hipotensi, distensi vena jugularis, dan suara
jantung yang melemah. Triad ini secara klasik diidentifikasi dalam
'tamponade bedah', yaitu tamponade jantung akut karena perdarahan
intraperikardial karena trauma, ruptur miokard atau aorta. Trias Beck
mungkin kurang terlihat pada pasien dengan 'tamponade medis' akibat
cairan perikardial yang terakumulasi perlahan. Hipotensi bersifat
absolut atau relatif. Tamponade jantung akut biasanya berhubungan
dengan tekanan darah rendah (<90 mmHg) tetapi hanya sedikit
berkurang pada tamponade kronis subakut. Pasien hipertensi mungkin
memiliki tekanan darah normal hingga sedikit meningkat bersamaan
dengan tamponade jantung.
Pada pemeriksaan fisik, tanda klasik meliputi distensi vena leher
dengan peningkatan tekanan vena jugularis, dan melemahnya bunyi
jantung pada auskultasi jantung. Kemudian dapat ditemukan pulsus
paradoksus. Pulsus paradoxus secara klasik didefinisikan sebagai
penurunan minimal 10mmHg tekanan darah sistolik pada saat inspirasi.
Hal ini dapat dideteksi dengan mencatat tekanan darah sistolik di mana
suara Korotkoff pertama kali terdengar dan tekanan sistolik di mana
suara tersebut terdengar melalui seluruh siklus pernapasan.Pulsus
paradoxus disebabkan oleh interdependensi ventrikel berlebihan yang
terjadi pada tamponade jantung ketika volume keseluruhan ruang
jantung menjadi tetap dan setiap perubahan volume di satu sisi jantung
menyebabkan perubahan yang berlawanan di sisi lain (yaitu
peningkatan inspirasi aliran balik vena dan aliran balik kanan). bilik
dengan penurunan volume bilik kiri dan penurunan tekanan darah
sistemik). Pada EKG pasien biasanya menunjukkan adanya takikardia,
voltase QRS rendah, dan electrical alternans. Electrical Altermams
didefinisikan sebagai amplitudo QRS yang terlihat berubah ubah pada
salah satu atau semua sadapan pada EKG tanpa perubahan tambahan
pada jalur konduksi jantung. Ritme ini biasanya dikaitkan dengan efusi
perikardial melalui "jantung yang berayun" dari cairan yang
mengelilingi jantung. Namun, alternans listrik juga terkait dengan
patologi lain termasuk tetapi tidak terbatas pada takikardia ventrikel,
Wolff-Parkinson- White (WPW), ritme idioventrikular yang dipercepat,
dan takikardia supraventricular sehingga kedua tanda EKG tersebut
dianggap tidak spesifik.
f. Tatalaksana
Tatalaksana tamponade jantung adalah dengan drainase cairan
perikardial, sebaiknya dengan jarum perikardiosentesis dengan
menggunakan panduan ekokardiografi atau fluoroskopi yang harus
dilakukan tanpa penundaan pada pasien yang tidak stabil. Atau,
drainase dengan tindakan bedah, terutama dalam beberapa situasi
seperti perikarditis purulen, atau perdarahan ke dalam perikardium.
Perikardiosentesis merupakan tindakan life-saving pada tamponade
jantung dan diindikasikan pada efusi >20 mm pada ekokardiografi,
tetapi juga pada efusi yang lebih kecil untuk tujuan penegakan
diagnosis melalui analisis cairan dan jaringan perikardial,
perikardioskopi, dan biopsi epikardial/perikardial). Diseksi aorta
merupakan kontraindikasi utama perikardiosentesis.22 Sedangkan
kontraindikasi relatif meliputi INR > 1,5 dan trombositopenia
<50.000/mm3. Teknik standar untuk perikardiosentesis dipandu oleh
ekokardiografi atau fluoroskopi dengan anestesi lokal. Blind procedure
tidak boleh dilakukan untuk menghindari risiko laserasi jantung atau
organ lain, kecuali dalam situasi yang sangat jarang yang mengancam
nyawa. Operator dan staf berpengalaman harus melakukan
perikardiosentesis di fasilitas yang dilengkapi setidaknya untuk
pemantauan ekokardiografi, hemodinamik, dan EKG.
Untuk perikardiosentesis yang dipandu dengan ekokardiografi, tempat
masuk jarum ditentukan dengan ekokardiografi, hal ini sesuai dengan
pemantauan minimal untuk prosedur tersebut. Ekokardiografi
memungkinkan pemilihan tempat masuk terbaik, beberapa tempat
masuk dapat dipilih sesuai dengan luas dan lokalisasi efusi. Untuk
memungkinkan prosedur pemantauan dengan ekokardiografi secara
real-time, braket multi-sudut dipasang pada probe untuk menopang
jarum. Operator dapat memilih sudut yang berbeda antara jarum dan
probe untuk penempatan jarum, untuk memungkinkan visualisasi yang
baik dari ujung jarum pada sinar ultrasonografi saat mencapai
perikardium. Sudut yang lebih dekat ditunjukkan pada pendekatan
subkostal, di mana jalur untuk mencapai perikardium lebih panjang.
Pada pendekatan apikal, sudut yang lebih lebar memungkinkan
visualisasi jarum yang lebih baik dalam ruang pendek yang
memisahkan probe dari pericardium.
Data Obyektif
1) Airway
Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala.
2) Breathing
(a) Takipnea
(b) Tanda Kusmaul : peningkatan tekanan vena saat
inspirasi ketika bernafas spontan
3) Circulation
(a) takikardi
(b) peningkatan volume vena intravaskular.
(c) pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi
<30mmHg, tekanan sistolik <100mmHg
(d) pericardial friction rub
(e) pekak jantung melebar
(f) Trias classic beck berupa :
distensis vena leher
bunyi jantung melemah / redup dan
hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan
tamponade.
(g) tekanan nadi terbatas
(h) kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis
4) Disability
Penurunan tingakat kesadaran
PENGKAJIAN SEKUNDER
1) Exposure
Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.
2) Five Intervensi
(a) Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
(b) EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude
gelombang P dan QRS yang berkurang pada setiap
gelombang berikutnya
(c) Echocardiografi adanya efusi pleura.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan
takipnea, tanda kusmaul.
2) Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung
ditandai dengan distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD
menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki sianosis,
3) Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal,
gastrointestinal) tidak efektif b.d suplai O2 menurun ditandai
dengan nadi lemah, TTV abnormal, penurunan kesadaran, kulit
pucat, sianosis, akral dingin.
c. Intervensi
Dx 1 : Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan
takipnea, tanda kusmaul.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit
diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil :
1) Takipnea tidak ada
2) Tanda kusmaul tidak ada
3) TTV dalam rentang batas normal (RR : 16 – 20 X/ mnt).
Mandiri :
Kolaborasi :
Mandiri :
(a) Awasi tanda-tanda vital secara intensif
Perubahan tanda-tanda vital seperti takikardi akibat dari
kompensasi jantung untuk memenuhi suplai O2.
(b) Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi (kulit : dingin dan
pucat, sianosis) Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi
jaringan
(c) Pantau GCS
Penurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan
penurunan tingkat kesadaran
(d) Anjurkan untuk bed rest/ istirahat total Menurunkan kebutuhan
oksigen
d. Evaluasi
Disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai.
h) B6 (Bone)
Kebanyakan pasien yang menderita penyakit jantung juga
mengalami penyakit vaskular atau edema perifer akibat gagal
ventrikel kanan
6) Pengkajian Psikososial
Secara objektif pasien menunjukkan tanda kecemasan seperti gelisah,
pucat, berkeringat,gemetar, takut akan kematian, keinginan
mengakhiri hidup dan merasa tidak berguna.
7) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan kardiovaskular digolongkanpada pemeriksaan invasif
dan non-invasif. Pemeriksaan kardiologi dikerjakan secara rutin
adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, foto rontigen thoraks dan
pemeriksaan lab rutin meliputi pemeriksaan hemodinamik, radiografi.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada penyakit sindrom kebocoran kapiller
sistemik/ severe capillary leak berdasarkan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016) adalah:
1) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler d.d
dispnea, takikardi, hipoksia (D.0003)
2) Perfusi perifer tidak efektif d.d penurunan aliran arteri dan/atau vena
d.d warna kulit pucat, akral teraba dingin, edema, CRT > 3 detik
(D.0009)
3) Hipovolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler d.d peningkatan
BB, oliguria, edema (D.0023)
c. Perencanaan
Perencanaan yang disusun berdasarkan Standar Intervensi Indonesia
(SIKI, 2018) adalah sebagai berikut :
1) Dx Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-
kapiler d.d dispnea, takikardi, hipoksia (D.0003)
Tujuan : Setelah dilakukan sauhan keperawatan selama .. x 24 jam
pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil (L.01003)
a) Dispnea menurun
b) Takikardi menurun
c) PCO2 dan PO2 membaik
Intervensi : Pemantauan Respirasi (I.01014)
Tindakan :
Observasi
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b) Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
c) Monitor kemampuan batuk efektif
d) Monitor adanya produksi sputum
e) Monitor adanya sumbatan jalan napas
f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g) Auskultasi bunyi napas
h) Monitor saturasi oksigen
i) Monitor nilai analisa gas darah
j) Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
a) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Intervensi : Terapi Oksigen (I.01026)
Observasi
a) Monitor kecepatan aliran oksigen
b) Monitor posisi alat terapi oksigen
c) Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
d) Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, Analisa gas
darah), jika perlu
e) Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
f) Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g) Monitor monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
h) Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
i) Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
a) Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea, jika perlu
b) Pertahankan kepatenan jalan napas
c) Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
d) Berikan oksigen tambahan, jika perlu
e) Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
f) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
a) Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
a) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b) Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
2) Dx Perfusi perifer tidak efektif d.d penurunan aliran arteri
dan/atau vena d.d warna kulit pucat, akral teraba dingin, edema,
CRT > 3 detik (D.0009)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam
diharapkan perfusi perifer efektif dengan kriteria hasil (L.02011):
a) Denyut perifer meningkat
b) Edeme perifer menurun
c) Akral membaik
d) Turgor kulit membaik
Intervensi : Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Observasi
a) Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index)
b) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis: diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
c) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
a) Hindari pemasangan infus, atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
b) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
c) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cidera
d) Lakukan pencegahan infeksi
e) Lakukan perawatan kaki dan kuku
f) Lakukan hidrasi
Edukasi
a) Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis: rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
b) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis:
rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).
3) Dx Hipovolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler d.d
peningkatan BB, oliguria, edema (D.0023)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan status cairan membaik dengan kriteria hasil (L.03028) :
a. Kekuatan nadi meningkat
b. Output urin meningkat
c. Edema perifer menurun
Intervensi : Manajemen Hipovilemia (I.03116)
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
b. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
a. Hitung kebutuhan cairan
b. Berikan posisi modified Trendelenburg
c. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
b. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)
b. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
c. Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
d. Kolaborasi pemberian produk darah
c. Implementasi Keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang diuraikan
dalam hasil yang di harapkan.Rencana perawatan terorganisasi sehingga
setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan
yang diberikan.
d. Evaluasi Keperawatan
Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari
pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien,seluruh tindakannya
harus di dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA