Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN GAGAL JANTUNG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Dida Nurul Huda (201805010)

Lulyana Aulia (201805022)

Salsabila Shafiya (201805035)

Sri Intan Lestari (201805038)

Suci Nurul Aini (201805040)

Susi Kartika D (201805041)

Vera Novita S (201805043)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA KELUARGA

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

BEKASI

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Kritis Pada Pasien Gagal Jantung” sebagai salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Kritis. Makalah ini membahas tentang definisi, anatomi fisiologi,
etiologi, patofisiologi, patoflowdiagram, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang,
komplikasi, penatalaksanaan medis serta Asuhan Keperawatan Kritis pada Pasien
dengan Overdosis. Dalam penyusunan makalah ini telah banyak pihak yang
memberikan dukungan secara langsung atau tidak langsung berupa ilmu dan pikiran,
khususnya pada dosen pembimbing kami yaitu ibu Ns. Lisbeth pardede,
S.Kep.,M.Kep yang telah memberikan bimbingan. Atas bantuannya tersebut kami
ucapkan terimakasih. Mengingat waktu dan keterbatasan pengetahuan kelompok,
makalah ini masih banyak kekurangan sehingga kami dengan terbuka menerima saran
dan masukkan dari pembaca. Kelompok berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Demikian tulisan ini kelompok persembahkan, atas perhatiannya dan
dukungannya kami ucapkan terimakasih.

Bekasi, September 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia merupakan makhluk bumi yang cerdas. Kecerdasan berhubungan dengan
keingintahuan alami memberikan manusia kesempatan untuk mengetahui tubuh kita
esendiri. Pengetahuan didapatkan sejak manusia lahir, meskipun tampak luar manusia
terlihat berbeda-beda, tubuh kita dibentuk secara keseluruhan dengan cara yang sama.
Organ-organ tubuh manusia membentuk suatu sistem organ karena tidak dapat bekerja
sendiri-sendiri.
Salah satunya darah yang mengalir didalam tubuh kita setiap hari. Darah yang mengalir
dalam tubuh kita sangat penting diperlukan di dalam tubuh karena darah dalam tubuh
untuk mengikat oksigen dan mengalirakan ke otak serta ke seluruh tubuh dengan cara
dipompa oleh jantung.
Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang terletak dalam
mediastinum di antara kedua paru-paru. Jantung merupakan salah satu organ yang tidak
pernah beristirahat secara fisiologis. Jantung berkontraksi sekitar tiga miliar kali dan tidak
pernah berhenti. Jantung berfungsi sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah
untuk menghasilkan gradient tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke
jaringan. Jantung terdiri dari dua pompa kembar mengalirkan melalui dua sistem
peredaran darah yang terpisah secara berurutan diantarnya satu pompa memasok darah ke
paru-paru, sedangkan pompa yang kedua mengirimkan darah ke seluruh tubuh.
Pada keadaan normal jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan kiri sama
sehingga tidak terjadi penimbuhan. Jantung akan dikatakan gagal melakukan tugasnya
apabila jumlah darah tidak adekuat dan tidak mapu memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
diantaranya penyakit gagal jantung.
Gagal jantung (heart failure) merupakan suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan
fungsi jantung yang berakibat jantung gagal mepertahankan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolism jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai peningkatan
tekanan pengisian ventrikel. Prevalensi gagal jantung mengikuti pola eksponensial,
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan terjadi pada 6-10% populasi dengan
usia diatas 65 tahun. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018,
prevalensi penderita penyakit jantung meningkat 1,5% dari hasil RISKESDAS 2013 salah
satunya penyakit gagal jantung yang meningkat seiring perkembangan jaman dan
berubahnya pola hidup dan gizi penduduk yang tidak baik.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menjelaskkan proses asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan gagal jantung
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan Konsep Medis Gagal Jantung
1) Definisi
2) Etiologi
3) Patofisiologi
4) Patoflowdiagram
5) Manifestasi klinik
6) Komplikasi
7) Pemeriksaan diagnostik
8) Penatalaksanaan medis
b. Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
2) Diagnosa keperawatan
3) Perencanaan keperawatan
4) Implementasi keperawatan
5) Evaluasi keperawatan
C. Metode Penulisan
1. Metode Naratif dan Deskriptif
Metode pertama yang kamu gunakan yaitu dengan cara menjabarkan, menjelaskan
dalam bentuk narasi dan deskripsi.
2. Metode Pustaka
Metode kedua yang kami gunakan yaitu dengan cara mencari dan mengumpulkan data
dari pustaka, seperti buku dan jurnal.
D. Statistika Penulisan

Bab I Pendahuluan: Latar belakang, Tujuan penulisan, Metode penulisan, Sistematika


penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka: Pembahasan yang menjelaskan hasil pengumpulan
data dari metode pustaka dan metode diskusi. Bab III Penutup: Kesimpulan, Saran. Daftar
Pustaka.
BAB II
PENDAHULUAN

A. Konsep Medik Gagal Jantung


1. Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau
tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi
diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan
afterload. Keadaan ini dapat mnyebabkan kematian pada pasien (Santoso A,
Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, 2017).
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal
jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis
dekompensasi, serta gagal jantung kronis.
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan
penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian
berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan
tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan NYHA (Santoso A,
Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, 2017).
2. Anatomi dan fisiologi

Gambar 1. Anatomi Jantung


Jantung merupakan organ pemompa besar yang memelihara peredaran melalui
seluruh tubuh. Arteri membawa darah dari jantung sedangkan vena membawa darah
ke jantung. Kapiler menggabungkan arteri dan vena , terentang diantaranya dan
merupakan jalan lalu lintas antara makanan dan bahan buangan, di kapiler juga terjadi
pertukaran gas dalam cairan ekstraseluler atau intertisial (Pearce, 2014).
Struktur jantung, ukuran jantung kira-kira sebesar kepalan tangan. Jantung dewasa
beratnya antara 220 sampai 260 gram. Jantung terbagi oleh sebuah septum menjadi 2
belah yaitu kiri dan kanan. Setiap belahan kemudian dibagi lagi dalam dua ruang,
yang atas disebut atrium dan yang bawah ventrikel. Disetiap ada hubungan antara
atrium dan ventrikel melalui lubang atrio ventirikuler dan pada setiap lubang tersebut
terdapat katup yang kanan bernama katup valvula trikuspidalis dan yang kiri katup
mitral atau katup bikuspidalis.
Jantung tersusun atas otot yang bersifat khusus dan terbungkus sebuah membran yang
disebut perikardium. Membran ini terdiri atas dua lapis perikardium viseral dan
perikardium parietal. Perikardium viseral adalah membran serus yang lekat sekali
pada jantung, perikardium parietal adalah lapisan fibrus yang terlipat keluar dari basis
jantung dan membungkus jantung sebagai kantong longgar. Dinding jantung terdiri
atas: perikardium (pembungkus luar), miokardium (lapisan otot tengah), endokardium
(batas dalam) (Pearce, 2014).
Penyaluran darah dan saraf ke jantung
Arteri koronaria kanan dan kiri yang pertama meninggalkan aorta dan kemudian
bercabang menjadi arteri yang lebih kecil. Arteri kecil ini mengitari jantung dan
menghantarkan darah kesemua bagian organ. Darah yang kembali dari jantung
terutama dikumpulkan sinus koronaria dan langsung kembali kedalam atrium kanan
(Pearce, 2014).
3. Etiologi
Gagal Jantung sering diakibatkan karena adanya defek pada kontraksi miokard atau
diakibatkan abnormalitas dari otot jantung seperti pada kasus kardiomiopati atau viral
karditis. Gagal jantung karena disfungsi miokard mengakibatkan kegagalan sirkulasi
untuk mensuplai kebutuhan metabolism jaringan. Hal ini biasanya diikuti kerusakan
miokard bila mekanisme komoensasi gagal. Penyebab kerusakan pada miokard
anatara lain infark miokard, stress kardiovaskular (hipertensi, penyakit katup), toksin
(konsumsi alkohol), infeksi atau pada beberapa kasus tidak diketahui penyebabnya.
Penyebab lain adalah arteroskerosis pada koroner, congenital, kelainan katup, rupture
katup aorta dan pada endocarditis dengan massif emboli pada paru (Rachma, 2014).
4. Patofisiologi
Terjadinya gagal jantung diawali dengan adanya kerusakan pada jantung atau
miokardium. Hal tersebut akan menyebabkan menurunnya curah jantung. Bila curah
jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, maka jantung akan
memberikan respon mekanisme kompensasi untuk mempertahankan fungsi jantung
agar tetap dapat memompa darah secara adekuat. Bila mekanisme tersebut telah
secara maksimal digunakan dan curah jantung normal tetap tidak terpenuhi, maka
setelah akan itu timbul gejala gagal jantung.7 Terdapat tiga mekanisme primer yang
dapat dilihat dalam respon kompensatorik, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi Sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (RAAS), dan hipertrofi ventrikel.8 Menurunnya volume sekuncup pada
gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Hal ini akan
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula
adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah
curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah untuk mengutamakan perfusi ke organ
vital seperti jantung dan otak.9 Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan
regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas
miokardium sesuai dengan mekanisme Frank Starling. 10 Respon kompensatorik
yang terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya
ketebalan otot jantung. Hipertrofi akan meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada
jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung.11 Awalnya, respon
kompensatorik sirkulasi ini memiliki efek yang menguntungkan. Namun, pada
akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala dan meningkatkan
kerja jantung. Hasil akhir dari peristiwa di atas adalah meningkatnya beban
miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung (Nurkhalis & Adista, 2020).
5. Patoflowdiagram
6. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan
pembagian:
a) Derajat I : Tanpa gagal jantung
b) Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
c) Derajat III: Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru
d) Derajat IV: Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90
mmHg) dan vasokontriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti
dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler,
ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang
berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status
perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans,
hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang
mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien
dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm).
Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
a) Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
b) Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
c) Kelas III (L): kering dan dingin (dry – cold)
d) Kelas IV (C): basah dan dingin (wet – cold)
7. Manifestasi klinik
Gejala awal yang umumnya terjadi pada penderita gagal jantung yakni dyspnea (sesak
napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
yaitu kondisi mendadak bangun karena dyspnea yang dipicu oleh timbulnya edema
paru interstisial. PND merupakan salah satu manifestasi yang spesifik dari gagal
jantung kiri. (Nurkhalis & Adista, 2020)
Backward failure pada sisi kanan jantung dapat meningkatkan tekanan vena jugularis.
Penimbunan cairan dalam ruang interstisial dapat menyebabkan edema dan jika
berlanjut akan menimbulkan edema anasarka. Forward failure pada ventrikel kiri
menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ tubuh seperti kulit pucat dan
kelemahan otot rangka. Makin menurunnya curah jantung dapat disertai insomnia,
kegelisahan, dan kebingungan. Bahkan pada gagal jantung kronis yang berat, dapat
terjadi kehilangan berat badan yang progresif. (Nurkhalis & Adista, 2020)

Gejala Tanda
Spesifik
Sesak nafas Peningkatan JVP
Ortopneu Refluks hepatojugular
Paroxysmal nocturnal dispneu Suara jantung S3 (gallop)
Toleransi aktifitas yang berkurang Apeks jantung bergeser ke lateral
Mudah Lelah Bising jantung
Bengkak di pergelangan kaki
Tipikal
Batuk di malam hari Edema perifer
mengi Krepitasi pulmonal
BB bertambah > 2 kg/minggu Suara pekak di basal paru
BB turun Takikardia
Perasaan kembung/begah Nadi irregular
Nafsu makan menurun Nafas cepat
Perasaan bingung (pada Hepatomegali
Depresi Asites
Bedebar Kaheksia
Pingsan

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada CHF seperti:
a. Edema paru,
b. Infark miokardium akut,
c. Syok kardiogenik,
d. Emboli limpa,
e. Gangguan motorik,
f. Perubahan penglihatan (Kushariadi, 2012)
9. Pemeriksaan diagnostic
a. Radiografi Toraks
Pemeriksaan ini sering menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR)
>50%), apabila gagal jantung sudah kronis. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
perbesaran jantung, dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah yang mengalami peningkatan tekanan pulmonal.
b. Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini memperlihatkan beberapa abnormal pada pasien sampai 80-90%,
termasuk aritmia, hipertrofi LV, gangguan konduksi.
c. Tes Darah
Direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi ginjal. Dapat
memeriksa disfungsi tiroid yang dapat menyebabkan gagal jantung sehingga
pemeriksaan pada tiroid juga perlu diperiksa.
d. EKG
Pemeriksaan ini harus dilakukan jika ada aritmia. Hipertrofi atrial atau
ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola mungkin pola.
Disritmia, misalnya takikardia, fibrilasiatrial, mungkin sering terdapat KVP.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukkan adanya aneurisme ventrikular.
e. Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini harus dilakukan pada pasien yang mempunyai penyakit jantung
koroner. Bila ingin dilakukan kateterisasi jantung, biasanya akan dilakukan
ventrikulografi kontras untuk memberikanpengukuran LV lain.
f. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang mempunyai dugaan klinis gagal
jantung. Dapat melihat dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel.
g. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi katup,
atau area penurunan kontraktilitis ventrikular.
10. Penatalaksanaan medis
Terapi bagi penderita gagal jantung berupa terapi non-farmakologis dan terapi
farmakologis. Tujuan dari adanya terapi yakni untuk meredakan gejala,
memperlambat perburukan penyakit, dan memperbaiki harapan.
a. Terapi non-farmakologi pada penderita gagal jantung berbentuk manajemen
perawatan mandiri. Manajemen perawatan mandiri diartikan sebagai tindakan-
tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku
yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal
jantung. Manajemen perawatan diri berupa ketaatan berobat, pemantauan berat
badan, pembatasan asupan cairan, pengurangan berat badan (stadium C),
pemantauan asupan nutrisi, dan latihan fisik. Terapi non-farmakologis juga dapat
dilakukan dengan restriksi garam, penurunan berat badan, diet rendah garam dan
rendah kolesterol, tidak merokok, dan dengan melakukan olahraga.
b. Berikut golongan obat yang digunakan pada terapi farmakologis gagal jantung,
meliputi: diuretik, ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), Beta Blocker, Antagonis Aldosteron,
Vasodilator, Glikosida. Jantung, Bypiridine, Agonis beta, Natriuretic Peptide.
Obat-obatan golongan diuretik diberikan pada pasien gagal jantung dengan tanda
kongesti (biasanya kelas I atau stadium B). Efek utama dari pemberian diuretik
yakni mengurangi tekanan darah dan preload ventrikel. Selain itu, pada pasien
gagal jantung kiri, pemberian diuretik akan membantu mengurangi
pembengkakan jantung sehingga pemompaan lebih efisien (Kushariadi, 2012).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Jantung
1. Pengkajian
a. Gagal jantung kiri
1) Riwayat:
a) Dispnea
b) Batuk dengan sputum berbusa
c) Ansietas
d) Gelisah
e) Insomnia
f) Nokturia
g) Kelelahan karena kerja
h) Tidak toleran terhadap dingin
i) Dispnea nokturnal paroksimal
2) Pengkajian Fisik
a) Inspeksi: Dispnea, dispnea nokturnal paroksimal, pucat, Ortopnea
b) Palpasi: Diaforesis
c) Auskultasi: Pernafasan terdengar mengi dan gemericik,
Kardiovaskuler: Irama gallop, takikardia
3) Tes radiologi: Radiografi dada menunjukan adanya kongestif pulmonalis,
bayangan pembesaran jantung, area hilus yang kabur dan berkabut,
terdapat garis kerley B karena adanya edema intraseptal.
4) Prosedur khusus: Ekokardiogram memperlihatkan peningkatan tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri (LVDP) lebih besar dari 5,6 cm dan
penurunan gerakan dinding ventrikel kiri.
5) Tes fungsi paru: penurunan kapasitas vital dan kapasitas total paru-paru,
peningkatan volume residual.
6) Gas darah arteri: Hipoksia, asidosi respiratori, hiperkpnia, penurunan
saturasi oksigen, asidosis atau alkalosis metabolik.
7) Pengawasan ditempat tidur: peningkatan PAP dan PCWP diastolik,
penurunan pengeluaran urin.
8) Pemeriksaan laboratorium: Hiponatremia, hipokalemia, hipokloremia,
peningkatan BUN dan kreatinin, penurunan filtrasi glomerulus, sedikit
peningkatan fungsi hati, waktu parsial tromboplastin (partial
thromboplastin time (PTT)) memanjang, peningkatan kadar glukosa
serum, proteurinuria, glukosa.
9) EKG: takikardia, hipertropi ventrikel kiri seperti ditunjukan oleh beberapa
kriteria berikut:
a) Gelombang S pada V1 ditambah gelombang R pada V5> 35 mm
b) Gelombang R pada lead I ditambah gelombang S pada lead II > 25 mm
c) Geombang R ditambah gelombang S pada lead manapun >40 mm
d) Gelombang R pada AVL > 11 mm pada tak adanya hemiblock anterior
kiri
e) Gelombang R pada V5 atau V6 > 26mm
f) Gelombang R pada lead I > 5mm
g) Gelombang R pada lead anggota manapun > 20mm
h) Gelombang R pada AVR > 14mm
b. Gagal jantung kanan
1) Riwayat:
a) Pertambahan berat badan
b) Anoreksia
c) Mual
d) Nokturia
e) Kelemahan
f) Peningkatan kelelahan
g) Edema perifer
2) Pengkajian Fisik
a) Inspeksi: Vena jugularis distensi, refluks hepatojugularis
b) Palpasi: pitting edema bagian bawah
c) Perkusi: Hepatomegali, splenomegali, asites
d) Auskultrasi: Kardiovaskuler nadi meloncat dan disritmia
3) Tes radiologi: Radiografi dada menunjukan garis kerley B (edema
intraseptal), efusi pleura, peningkatan rasio kardiotoraksis, kongesti
pulmonalis.
4) Prosedur khusus: Ekokardiogram menujukan penurunan gerakan dinding
ventrikular kanan, perubahan pada bilik atau struktur ventrikular.
5) Tes fungsi paru: kapasitas vital menurun, seperti kapasitas total paru,
volume residual meningkat.
6) Gas darah arteri: Asidosis,atau alkalosis metabolik, hipoksemia, penurunan
saturasi oksigen dan hiperkapnia.
7) Pengawasan ditempat tidur: peningkatan CVP dan tekanan atrium dan
ventrikel kanan, peningkatan PAP, PCWP turun atau norml, oliguria,
penurunan indeks jantung.
8) Pemeriksaan laboratorium:
a) Tes fungsi hati seperti AST, ALT (karena adanya kongesti vena
hepatika)
b) Peningkatan BUN dan kreatinin
c) PTT memanjang
d) Penigkatan glukosa serum
e) Hiponatremia, Hipokalemia, hipokloremia
9) EKG:
a) Disritmia terjadi pada hipertropi ventrikel kanan
b) Deviasi sumbu kanan lebih dari + 110 derajat
c) Rasio R:S pada V1 lebih dari 1
d) Rasio R:S pada V6 kurang dari 1 (R>S)
e) Abnormalitas ST-T: depresi ST dan inversi gelombang T pada lead
V1-V, II, III, dan AVF
f) Gelombang P memuncak tinggi pada lead II, III, AVF dan kadang-
kadang pada V1
(Talbot, 1997)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung, hipoksemia
jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli, kemungkinan
dibuktikan oleh:
1) Daerah perifer dingin, Nyeri dada
2) EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu
3) RR lebih dari 24 kali per menit, Nadi > 100 X/menit
4) Kapiler refill lebih dari 3 detik
5) Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru
6) HR lebih dari 100X/menit, TD > 120/80 mmHg, AGD dengan : pa O2 <
80 mmHg, pa CO2 > 45 mmHg dan saturasi < 80 mmHg
7) Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret
c. Kelebihan volume cairan ekstravaskuler b.d penurunan perfusi ginjal,
peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam area interstisial / jaringan)
d. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomegali, kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan kedalaman dan
kecepatan pernafasan, gangguan pengembangan dada, GDA tidak normal
e. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antar suplai oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard, kemungkinan
dibuktikan oleh : gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam katifitas,
terjadinya disritmia dan kelemahan umum (Fatima et al., 2018).
3. Perencanaan Keperawatan
a. Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung, hipoksemia
jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
Tujuan: Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama
dilakukan tindakan perawatan
Kriteria: Daerah perifer hangat, tidak sianosis, gambaran EKG tak
menunjukkan perluasan infark, RR 16-24 X/mnt, clubbing finger (-), kapiler
refill 3-5 detik, nadi 60- 100X/mnt, TD 120/80 mmHg
Rencana Tindakan:
1) Monitor frekuensi dan irama jantung
2) Observasi perubahan status mental
3) Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa
4) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
5) Kolaborasi: berikan cairan IV sesuai indikasi
6) Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Missal EKG, elektrolit, GDA (pa
O2, pa CO2 dan saturasi O2), dan pemeriksaan oksigen
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di
RS.
Kriteria hasil : Tidak sesak nafas, RR normal (16-24 X/menit) , tidak ada
secret, suara nafas normal
Intervensi :
1) Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu
pernafasan.
2) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya bunyi nafas
dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronchi, dll
3) Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas misal
batuk, penghisapan lendir, dll
4) Tinggikan kepala / mpat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
5) Kaji toleransi aktifitas misal keluhan kelemahan/kelelahan selama kerja
c. Kelebihan volume cairan ekstravaskuler b.d penurunan perfusi ginjal,
peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam area interstisial / jaringan)
Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan
tindakan keperawatan selama di rawat di RS
Kriteria : Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh
tekanan darah dalam batas normal, tidak ada distensi vena perifer/vena dan
oedema dependen, paru bersih dan BB ideal (BB ideal = TB – 100 ± 10%)
Intervensi :
1) Ukur masukan/haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat konsentrasi,
hitung keseimbangan cairan
2) Observasi adanya oedema dependen
3) Timbang BB tiap hari
4) Pertahankan masukan cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler
5) Kolaborasi : pemberian diit rendah natrium, berikan diuretic
6) Kaji JVP setelah terapi diuretic
7) Pantau CVP dan tekanan darah
d. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomegali
Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatab selama di
RS, RR normal, tidak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu
pernafasan dan GDA normal
Intervensi :
1) Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi dan kespansi dada
2) Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
3) Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
4) Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapai posisi yang senyaman
mungkin
5) Kolaborasi pemberian oksigen dan pemeriksaan GDA.
e. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antar suplai oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard
Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan
tindakan keperawatan
Kriteria : Frekuensi jantung 60-100 X/mnt, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
1) Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama dan sesudah
aktifitas
2) Tingkatkan istirahat (ditempat tidur)
3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak
berat
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun
dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah
makan (Fatima et al., 2018).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh. Penyebab
adanya gagal jantung salah satunya adalah kontraktilitis miokard seperti hipertensi lama
atau kardiomiopati. Selain itu penyebab gagal jantung juga bisa disebabkan oleh aritmia,
alcohol, kondisi curhah jantung tinggi, perikard (konstriksi atau efusi). Manifestasi klinik
terdapat dua tanda dan gejala, yang pertama gagal jantung kiri berupa dyspepsia, dyspnea,
batuk kering dan tidak berdahak, sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (darah),
oliguria dan nokturia. Serta gaga jantung kanan dengan tanda gejala berupa edema
ekstremitas bawah, hilangnya nafsu makan, mual, kelemahan, dan peningkatan berat bada
secara drastis.
B. Saran
Gagal Jantung telah menjadi penyakit yang umum bagi banyak orang saat ini, apalagi bagi
mereka yang tinggal di perkotaan. Akibat terburuk dari gagal jantung adalah kematian.
Jika anda memiliki gagal jantung anda dapat mengendalikan penyakit ini dengan cara
Pemberian obat-obatan, seperti obat inotropik (digitalis,obat inotropik intravena), obat
vasodilator (arteriolar dilator : hidralazin), venodilator (nitrat, nitrogliserin), mixed dilator
(prazosin, kaptopril, nitroprusid), diuretik serta obat-obatan distrimia. Tindakan
pembedahan, hal ini biasanya dilakukan untuk mengatasi penyakit jantung bawaan
(paliatif, korektit) dan penyakit jantung didapat (val vuloplasti, penggantian katup). Saran
yang dapat kami berikan yaitu bagi penderita gagal jantung agar melakukan pemeriksaan
selalu guna mengetahui sejauh mana kondisi dan seberapa parah penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Fatima et al. (2018). Asuhan Keperawatan Kritis CHF. Retrieved from


https://pdfcoffee.com/asuhan-keperawatan-kritis-chf-3-pdf-free.html

Kushariadi. (2012). PENGARUH PEMBERIAN COGNITIVE SUPPORT TERHADAP


KOPING PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE DI RSU Dr SOETOMO
SURABAYA. Saintika Medika, Vol. 6. https://doi.org/10.22219/sm.v6i1.1010

Nurkhalis, & Adista, R. J. (2020). Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gagal Jantung. Jurnal
Kedokteran Nanggroe Medika, 3(3), 36–46.

Pearce, evelyn. (2014). anatomi dan fisiologi untuk paramedis. jakarta.

Rachma, L. N. (2014). PATOMEKANISME PENYAKIT GAGAL JANTUNG


KONGESTIF. Proceedings of the 8th Biennial Conference of the International
Academy of Commercial and Consumer Law, 4, 81–90.

Talbot, L. A. (1997). Pengkajian Keperawatan Kritis Edisi 2 (Edisi 2; E. Monica, Ed.).


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Anda mungkin juga menyukai