Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah yang
kami selesaikan adalah benar. Dengan ini kami menyatakan penulisan makalah
sesuai dengan yang ditetapkan oleh ibu dosen.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, taufik, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini t
entang “Gangguan Kardiovaskuler Aritmia Lethal VT dan VF” meskipun masih te
rdapat kekurangan di dalamnya. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai topik makala
h “Gangguan Kardiovaskuler Aritmia Lethal VT dan VF” ini. Kami juga menyada
ri sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi pe
rbaikan makalah yang telah kami buat, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurn
a tanpa ada saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sek
iranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun bagi para
pembaca. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata - kata yang kurang be
rkenan dan mohon kritik serta saran yang membangun demi perbaikan di masa ya
ng mendatang.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB IV PENUTUP..........................................................................................55
4.1 Simpulan................................................................................................55
4.2 Saran......................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................56
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Jelaskan asuhan keperawatan kritis pada gangguan kardiovaskuler aritmia
lethal VT dan VF !
1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca
1.3.2 Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan kritis pada gangguan
kardiovaskuler aritmia lethal VT dan VF
1.4 Manfaat
Dapat memahami asuhan keperawatan kritis pada gangguan kardiovaskuler
aritmia lethal VT dan VF
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang
paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium. Ada 4 ruangan
dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium/serambi dan sisanya
adalah ventrikel/bilik.
Di antara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang memisahkan
keduanya yaitu katup tricuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri
juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini
berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah
masuk dari atrium ke ventrikel.
4
13. Papillary Muscles 16. Mitral Valve
Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi
memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah
dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari
arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-
kira ½ inchi diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu
bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah
terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler, aliran vena dari ventrikel dibawa
5
melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium kanan dimana aliran
darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara.
6
menentukan prognosis. Sesudah henti jantung terjadi akan terlihat dilatasi
pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa :
Masase Jantung
Pernapasan Buatan
Defibrilasi, yaitu bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi
ventrikel
Obat-obatan norepinefrin atau vasopressor dan epinefrin untuk
meninggikan tonus jantung.
Pengawasan tekanan darah, nadi, jantung. Hindari terjadinya
aspirasi
7
menghilangkan oedema. Sedangkan terapi farmokologi yaitu glikosida
jantung, digitalis yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung, terapi diuretic, dan terapi vasodilator.
8
2.3 Konsep Dasar Gangguan Kardiovaskuler pada Aritmia Lethal
Ventrikuler Takikardia (VT)
A. Definisi
Ventrikel takikardi (VT) adalah terdapat tiga atau lebih premature
ventricular contraction (PVC) atau ventricular extrasystoles (VES)
dengan laju lebih dari 120 kali permenit (Sudoyo, A.W. et al,2009).
Ventrikel takikardi (VT) adalah disritmia jantung yang diakibatkan oleh
peningkatan iritabilitas miokard (Muttaqin, A. 2012). Ventrikel takikardi
(VT) adalah denyut jantung cepat yang dimulai di ruang jantung bagian
bawah (ventrikel). Konduksi listrik ventrikel berlangsung abnormal
sehingga mengganggu sinyal listrik yang datang dari nodus sinoatrial,
alat pacu jantung alami sehingga tidak memungkinkan cukup waktu bagi
jantung untuk terisi sebelum berkontraksi, sehingga aliran darah ke
seluruh tubuh terganggu. Takikardia ventrikel biasanya berhubungan
dengan masalah jantung termasuk penyakit arteri koroner, kardiomiopati,
prolaps katup mitral, kelainan katup jantung, dan penyakit lain seperti
sarkoidosis (Kamus Kesehatan).
B. Klasifikasi
Secara umum VT dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Monomorfik
VT yang memiliki kompleks QRS yang sama pada setiap
denyutan dan menandakan depolarisasi yang berulang dari tempat
yang sama (Sudoyo, A.W. et al, 2009). 2009).
2) Polimorfik
9
sebaliknya bila kurang dari 30 detik disebut non sustained
(Sudoyo, A.W. et al, 2012).
C. Etiologi
1. Gangguan sirkulasi koroner (iskemik miokard, infark miokard,
aterosklerosiskoroner, spasme arterikoroner)
2. Kardiomiopati
10
3. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hipokalemia). Ion
kalium menentukan potensial istirahat dari sel otot jantung. Jika
terjadi perubahan kadar elektrolit, maka akan terjadi peningkatan
atau perlambatan permeabilitas terhadap ion kalium. Akibatnya
potensial istirahat sel otot jantung akan memendek atau memanjang
dan memicu terjadinya gangguan irama jantung.
D. Manifestasi Klinis
1. Jantung berdebar-debar (palpitasi)
2. Hipotensi disebabkan sirkulasi menurun
3. Penurunan nadi yang disebabkan oleh denyut jantung tidak memadai
4. Penurunan pernafasan
5. Pusing disebabkan oksigenasi menurun dalam darah
6. Ketidaksadaran
7. Apnea
8. Nyeri dada (Mutaqqin, A. 2012)
E. Patofisiologi
Seperti telah dijelaskan bahwa ventrikel takikardi disebabkan oleh
infark miokard, iskemia, jantung coroner. Pada pasien dengan ventrikel
takikardi lebih banyak disebabkan oleh arteri korener merupakan
pembuluh darah yang bertugas memberi nutrisi pada jantung itu sendiri,
11
jika terjadi infark pada arteri korener yang memperdarahi SA node di
atrium menyebabkan kematian sel otot jantung menimbulkan gangguan
pada repolarisasi dan depolarisasi sehingga mempengaruhi irama
jantung. Dengan dilepasnya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta
penimbunan asam laktat, maka jalur-jalur hantaran listrik jantung
terganggu.
Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau
ventrikel serta timbulnya aritmia. Penurunan kontraktilitas miokard
akibat kematian sel otot jantung juga dapat menstimulus pengaktifan
katekolamin yang meningkatkan rangsangan sistem saraf simpatis,
akibatnya akan terjadi peningkatan frekuensi jantung, peningkatan
kebutuhan oksigen dan vasokontriksi. Selain itu iritabilitas myokard
ventrikel juga penyebab munculnya ventrikel takikardi.
Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity biasanya tercetus
pada keadaan infark miokard akut, gangguan elektrolit, gangguan
keseimbangan asam basa dan tonus adrenergic yang tinggi. Reentri
merupakan mekanisme aritmia yang biasanya disebabkan oleh IMA dan
kardiomiopati dilatasi yang terbentuk akibat infark miokard yang
berbatasan dengan jaringan sehat menjadi keadaan yang ideal untuk
terbentuknya sirkui reentry. Bila sirkui ini sudah terbentukmaka eritmia
ventrikel reentrant dapat timbul setiap saat dan menyebabkan kematian
mendadak.
F. Komplikasi
VF (Ventrikel Fibrilasi)
Gagal jantung
Kematian mendadak
Terbentuknya trombo-emboli yang dapat menyebabkan stroke dan
gangguan pada pembuluh darah lainnya (Zagoto, R.R. 2012).
12
2.4 Konsep Dasar Gangguan Kardiovaskuler pada Aritmia Lethal
Ventrikular Fibrillation (VF)
A. Definisi
13
B. Etiologi
Fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi iskemia dan infark
miokard, manipulasi kateter pada ventrikel, gangguan karena kontak
dengan listrik, pemanjangan interval QT, atau sebagai irama akhir pada
pasien dengan kegagalan sirkulasi, atau pada kejadian takikardi ventrikel
yang memburuk. (Rilantono LI Dkk, 2004).
Faktor yang menyebabkan terjadinya VF biasanya adalah faktor
yang didapat sindrom QT pendek dan panjang (LQTS) dan Brugada,
yang merupakan channelopathy, adalah faktor patogenik yang penting
untuk VF. Pada LQTS banyak terjadi mutasi pada gen KCNQ1 atau
KCNH2. Gen tersebut berperan dalam mengkode kanal kalium yang
bertanggung jawab sebagai komponen lambat (IKs) dan cepat (IKr) dari
delayed rectifier repolarizing potassium current secara berurutan. Gen
SCN5A juga biasanya terpengaruh yang berperan pada pembentukan
LQTS. Naiknya arus masuk depolarisasi natrium yang menyebabkan
interval QT lebih lama merupakan akibat dari mutasi gen tersebut. Hal
lain yang juga berperan pada LQTS adalah mutasi dari kanal kalsium tipe
L dan protein struktural yang lain. Mutasi turunan autosomal dominan
dari reseptor ryanodine jantung tipe 2 adalah penyebab takikardia
ventrikel polimorfik katekolaminergik (CPVT). Kondisi ini juga dapat
disebabkan oleh mutasi dari kanal inward rectifier potassium Kir2.1 yang
dikode oleh gen KCNJ2.
Sindrom Brugada adalah penyakit turunan autosomal dominan
dengan penetrasi yang tidak sempurna, tetapi pada lebih dari 50% kasus
terjadi secara acak. Mutasi atau variasi copy number dari gen SCN5A
yang bertanggung jawab mengkode kanal natrium voltage gated Kv1.5
adalah penyebab dari sindrom ini. Perubahan EKG dan kejadian kardiak
sering ditemukan pada pasien dengan Sindrom Brugada akibat mutasi
gen SCNA5. Sindrom ini juga dapat disebabkan kondisi patogenik lain
seperti: polimorfisme gen, faktor epigenetik, dan modifikasi
posttranslasi. Displasia aritmogenik ventrikel kanan (ARVD) juga
berperan pada aritmogenesis dan berkembangnya sudden cardiac death.
14
Dengan demikian ventrikel VF dapat disebabkan oleh :
a. Gangguan jantung struktural
1. Iskemik atau infark miokard akibat penyakit jantung koroner.
2. Kardiomiopati.
b. Gangguan jantung nonstruktural
1. Mekanik (commotio cordis)
2. Luka atau sengatan listrik
3. Pre-eksitasi (termasuk Wolf-Parkinson-White syndrome)
4. Heart block
5. Channelopathies
6. Long QT syndrome
7. Short QT syndrome
8. Brugada syndrome
c. Noncardiac respiratory
1. Bronchospasm
2. Aspirasi
3. Hipertensi pulmonal primer
4. Emboli pulmonal
5. Tension pneumotoraks
6. Metabolik atau toksik
d. Gangguan elektrolit dan asidosis
1. Obat-obatan
2. Keracunan
3. Sepsis
e. Neurologik
1. Kejang
2. Perdarahan intrakranial atau strok iskemik
3. Tenggelam
Sebagian besar yang menghadapi masalah ketidakseragaman
hentak jantung ini memiliki prognosis yang normal. Pasien tidak
memerlukan rawat yang khas. Walau bagaimanapun,bagi pasien yang
mengalami gejala yang serius atau yang dikaitkan dengan masalah
15
penyakit-penyakit lain (seperti penyakit jantung) akan menghadapi risiko
yang lebih tinggi dan memerlukan rawatan atau perhatian pengobatan
yang khusus. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Tekanan perasaan atau stress
2. Darah tinggi
3. Merokok
4. Kelesuan, kurang tidur, kerja berlebihan
C. Patofisiologi
Mekanisme elektrofisiologi yang mendasari fibrilasi ventrikel
meliputi otomatisitas ektopik, reentry dan triggered activity. Otomatisasi
ektopik adalah hasil dari depolarisasi diastolik spontan, di mana arus
cedera (perubahan lokal dalam gradien K+) akibat kerusakan iskemik
akut merupakan mekanisme pemicu yang penting. Dalam kasus
Isiotomatisasi ektopik, denyut prematur ventrikel yang disebabkan oleh
fokus pembangkit impuls ektopik yang diturunkan atau didapat yang
paling sering berperan dalam memicu VF. Denyut prematur ventrikel
dapat timbul dari bagian manapun dari sistem konduksi listrik jantung,
terutama dari serabut Purkinje, dan mungkin juga berasal dari saluran
keluar ventrikel kanan atau kiri, atau otot papiler. Namun, takikardia
ventrikel monomorfik atau fibrilasi atrium sebagai bagian dari sindrom
pra-eksitasi juga dapat berkontribusi pada VF.
Penyebab yang sering mendasari blok searah yang berfungsi
sebagai dasar mekanisme reentry memungkinkan perpanjangan potensial
aksi monofasik dari miosit dan heterogenitas konsekuensi dari
repolarisasi ventrikel. Proses ini dapat difasilitasi oleh iskemia miokard
dan dapat memicu peningkatan kemiringan restitusi durasi AP monofasik
serta perubahan amplitudo AP (alternans listrik).
Aktivitas yang dipicu juga dapat muncul sebagai konsekuensi dari
early (EAD) atau delay after depolarization (DAD). EAD disebabkan
oleh reaktivasi dini kanal Ca tipe L, konsekuensi dari penurunan arus
16
repolarisasi kalium atau peningkatan aktivitas arus positif menuju ruang
intraseluler. Selanjutnya, stres oksidatif dan hipokalemia juga dapat
memainkan peran aditif dalam patomekanisme EAD. Sebaliknya, DAD
berkembang setelah repolarisasi membran miosit karena kelebihan
kalsium intraseluler batau peningkatan sensitivitas reseptor ryanodine
intraseluler. Penundaan setelah depolarisasi sering menjadi latar belakang
aritmia ventrikel yang disebabkan oleh gagal jantung atau toksisitas
digoksin dan juga dapat berperan dalam asal mula CPVT.
D. Manifestasi Klinis
Pada fibrilasi ventrikel, manifestasi klinis yang ditemukan pada
pasien adalah penurunan kesadaran. Pemeriksaan respons pada pasien
akan mendapatkan pasien tidak berespons. (Rilantono LI Dkk, 2004).
Gejala lain yang dapat muncul adalah:
1. Kongesti vaskular dan pulmonal
2. Dispnea
3. Ortopnea
4. Paroksismal nocturnal dispnea
5. Batuk iritasi
6. Edema pulmonal akut
7. Penurunan curah jantung
8. Gallop atrial-S4
9. Gallop ventrikel-S3
10. Crackles paru
11. Disritmia
12. Mengi
13. Pulsus alternans
14. Peningkatan berat badan
15. Pernapasan Cheyne-Stokes (Rilantono LI Dkk, 2004).
Dari anamnesis lebih lanjut, harus dicari apakah pasien baru saja
menderita infark miokard, penyakit jantung, atau menggunakan obat-obat
17
jantung. Dari pemeriksaan fisik, pasien dengan penurunan kesadaran,
pemeriksaan arteri perifer tidak teraba, dan tekanan darah tidak terukur.
Auskultasi pada jantung, bunyi jantung tidak terdengar. Pasien juga tidak
bernapas. (Rilantono LI Dkk, 2004).
E. Tes Diagnostik
Parameter tertentu dari EKG permukaan 12-lead (misalnya, interval
dan dispersi QT, interval puncak-ke-ujung gelombang T, indeks
aritmogenitas, gelombang epsilon, gelombang delta, tanda Brugada,
elevasi titik J, dll) dapat membantu dalam memprediksi disritmia
ventrikel yang mengancam jiwa dan mengklarifikasi mekanisme aritmia
yang mendasarinya. Holter EKG mungkin berguna dalam risiko aritmia
stratifikasi (dengan menentukan gelombang T alternans, variabilitas
detak jantung, variabilitas QT, dll). Elektrokardiografi banyak digunakan
untuk menentukan kelainan struktural dan fungsional jantung. Akumulasi
jaringan ikat di ventrikel kiri (beban parut) dan jaringan lemak di
ventrikel kanan dapat diperiksa dengan MRI. Angiografi CT koroner dan
koronarografi mungkin dapat membantu untuk mengenali penyakit arteri
koroner sebagai kemungkinan faktor aritmogenik yang mendasari.
Pengujian elektrofisiologi cocok untuk pemeriksaan VT / VF. Tingkat
serum dari biomarker tertentu mungkin juga dipertimbangkan sebagai
bagian dari penilaian risiko aritmia ventrikel. Peluang laboratorium untuk
memprediksi aritmia ventrikel mempertimbangkan biomarker
laboratorium, yakni NT-proBNP, troponin T,osteopontin, galectin-3, dan
ST2 yang dapat larut
F. Penatalaksanaan
Hal yang pertama kali dilakukan pada pasien dengan VF adalah
CPR. Pemberian tindakan CPR diikuti dengan pemberian oksigen yang
selanjutnya diikuti dengan tindakan defibrilasi. Pada VF dengan
monofasik, diberikan defibrilasi dengan kekuatan 360 J. Namun, pada
VF dengan gelombang bifasik, kekuatan listrik yang diberikan adalah
18
120-200 J dan meningkat pada tindakan defibrilasi berikutnya. Setelah
tindakan defibrilasi awal, langkah selanjutnya adalah kembali melakukan
CPR selama dua menit. Kemudian dipastikan kembali apakah pasien
masih memiliki irama VF atau tidak.
Jika masih memiliki irama VF, maka dilakukan kembali defibrilasi
dan tindakan CPR selama dua menit. Selain itu, setiap 3-5 menit
diberikan tambahan epinefrin yang diberikan melalui intravena (IV) atau
intraosseus (IO) dengan dosis 1 mg. Setelah pemberian epinefrin, pasien
kembali di evaluasi. Apakah masih menunjukan gelombang VF atau
tidak. Jika masih menunjukan gelombang tersebut, maka diperlukan
tambahan amiodarone atau lidocaine. Pemberian amiodarone diberikan
melalui IV/IO dengan dosis awal sebanyak 300 mg dan dosis kedua
adalah 150 mg. Pilihan lainnya adalah pemberian lidokain secara IV/ IO
dengan dosis pertama sebanyak 1-1.5 mg/kg, yang selanjutnya diikuti
dengan pemberian dosis kedua sebanyak 0.5-0.75 mg/kg. Langkah ini
dilakukan secara berulang jika pasien masih memiliki VF. Namun, jika
pada awal evaluasi setelah melakukan CPR pasien dalam kondisi asistol,
maka dilanjutkan dengan CPR dan pemberian epinefrin setiap 3-5 menit
melalui IV/IO. Jika setelah pemberian epinefrin pasien tidak lagi asistol,
maka dilanjutkan dengan pemberian amiodarone/lidocaine. Akan tetapi,
jika tetap dalam kondisi asistol, maka diberikan tindakan post-cardiac
arrest.
19
BAB III
20
- Kebudayaan dan etnik
5. Riwayat psikologis
Informasi tentang status psikologis penting untuk mengembangkan
rencana asuhan keperawatan
- Mengidentifikasi stress dan sumber stress
- Mengidentifikasi cara koping, mekanisme dan sumber koping
6. 11 Pola Gordon Kesehatan Fungsional
a. Pola persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan : klien
merasakan kondisi kesehatan dan bagaimana cara menangani
b. Pola nutrisi/metabolik : gambaran pola makan dan kebutuhan
cairan b/d kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi
c. Pola eliminasi : gambaran pola fungsi pembuangan (BAB,
BAK, melalui kulit)
d. Pola aktifitas/olah raga : gambaran pola aktifitas, olahraga,
santai, rekreasi
e. Pola tidur-istirahat : gambaran pola tidur, istirahat, dan relaksasi
f. Pola kognitif dan perceptual : gambaran pola konsep diri klien
dan persepsi terhadap dirinya
g. Pola peran/hubungan : gambaran pola peran dalam
berpartisipasi/berhubungan dengan orang lain
h. Pola seksualitas/reproduksi : gambaran pola kenyamanan/tidak
nyaman dengan pola seksualitas dan gambaran pola reproduksi.
i. Pola koping/toleransi stress : gambaran pola koping klien secara
umum dan efektifitas dalam toleransi terhadap stress
j. Pola nilai/keyakinan : gambaran pola nilai-nilai, keyakinan-
keyakinan (termasuk aspek spiritual) dan tujuan yang dapat
mengarahkan, menentukan pilihan/keputusan
7. Pengkajian Fisik
1) Jantung
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik khusus pada
jantung, maka penting terlebih dahulu melihat pasien secara
keseluruhan/keadaan umum termasuk mengukur tekanan darah,
21
denyut nadi, suhu badan dan frekuensi pernafasan. Keadaan
umum secara keseluruhan yang perlu dilihat adalah bentuk
tubuh gemuk/kurus, anemis, sianosis, sesak nafas, keringat
dingin, muka sembab, edema kelopak mata, asites, bengkak
tungkai/pergelangan kaki, clubbing ujung jari-jari tangan. Pada
pasien khususnya penyakit jantung amat penting melakukan
pemeriksaan nadi yaitu kecepatan/menit, kuat/lemah, teratur
atau tidak.
a. Inspeksi
- Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis.
Yang perlu diperhatikan adalah Titik Impuls
Maksimum (Point of Maximum Impulse). Normalnya
berada pada ruang intercostals V pada garis
midklavikular kiri. Apabila impuls maksimum ini
bergeser ke kiri berarti ada pembesaran jantung kiri
atau jantung terdorong atau tertarik kekiri.
- Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk
dada “Veussure Cardiac” dinding totaks di bagian
jantung menonjol menandakan penyakit jantung
congenital. Benjolan ini dapat dipastikan dengan
perabaan.
b. Palpasi
Palpasi dapat mengetahui dan mengenal ukuran jantung dan
denyut jantung. Point of Maximum Impuls dipalpasi untuk
mengetahui getaran yang terjadi ketika darah mengalir
melalui katup yang menyempit atau mengalami gangguan.
Dengan posisi pasien tetap terlentang kita raba iktus kordis
yang kita amati pada inspeksi. Perabaan dilakukan dengan 2
jari (telunjuk dan jari tengah) atau dengan telapak tangan.
Yang perlu dinilai adalah
- Lebar impuls iktus kordis
22
- Kekuatan angkatnya
Normal lebar iktus kordis tidak melebihi 2 jari. Selain
itu perlu dirasakan (dengan telapak tangan)
- Bising jantung yang keras (thrill)
- Apakah bising sistolik atau diastolic
- Bunyi murmur
- Friction rub (gesekan pericardium dengan pleura)
Iktus kordis yang kuat dan melebar tanda dari
pembesaran/hipertropi otot jantung akibat latihan/atlit,
hipertensi, hipertiroid atau kelainan katup jantung.
c. Perkusi
Dengan posisi pasien tetap berbaring/terlentang kita
lakukan pemeriksaan perkusi. Tujuannya adalah untuk
menentukan batas jantung (batas atas kanan kiri). Teknik
perkusi menuntut penguasaan teknik dan pengalaman,
diperlukan keterampilan khusus. Pemeriksa harus
mengetahui tentang apa yang disebut sonor, redup dan
timpani.
d. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut
jantung, irama jantung, bunyi jantung, murmur dan gesekan
(rub). Bunyi jantung perlu dinilai kualitas dan frekuensinya.
Bunyi jantung merupakan refleksi dari membuka dan
menutupnya katup dan terdengar di titik spesifik dari
dinding dada.
Bunyi bising jantung disebabkan oleh pembukaan dan
penutupan katup jantung yang tidak sempurna. Yang perlu
diperhatikan pada setiap bising jantung adalah :
- Apakah bising sistolik atau diastolic atau kedua-
duanya.
- Kenyaringan (keras-lemah) bising.
- Lokasi bising (yang maksimal).
23
- Penyebaran bising.
Adapun derajat kenyaringan bising jantung
dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah yang melalui katup,
derajat kelainan/gangguan katup, tebal tipisnya dinding
toraks, ada tidaknya emfisema paru. Tingkat kenyaringan
bising jantung meliputi :
- Tingkat I : sangat lemah, terdengar pada ruangan amat
sunyi.
- Tingkat II : lemah, dapat didengar dengan ketelitian.
- Tingkat III : nyaring, segera dapat terdengar/mudah
didengar.
- Tingkat IV : amat nyaring tanpa thrill.
- Tingkat V : amat nyaring dengan thrill (getaran teraba)
- Tingkat VI : dapat didengar tanpa stetoskop.
2) Pembuluh Darah
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran
dan sirkulasi perifer.
b. Palpasi
Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan. Pemeriksa
dapat menekan tempat tersebut dengan ketentuan : + 1 =
cekung sedikit yang cepat hilang. + 2 = cekung menghilang
dalam waktu 10-15 detik. + 3 = cekung dalam yang
menghilang dalam waktu 1-2 menit. + 4 = bebas cekungan
hilang dalam waktu 5 menit atau lebih
c. Auskultasi
Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar
bunyi arteri.
24
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul antara lain :
1. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan iskemia miokard akibat
sumbatan arteri coroner
2. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
3. Risiko penurunan curah jantung (D.0011) dibuktikan dengan
perubahan frekuensi, irama, dan preload.
25
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kematian mendadak di keluarga bisa menunjukkan
adanya sindrom QT panjang atau kardiomiopati turunan (Boru,
C.Y. 2011)
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : kelelahan umum
Sirkulasi : perubahan TD hipertensi atau hipotensi,
nadi tidak teratur
Integritas ego : perasaan gugup perasaan terancam, cemas
Makanan dan cairan : hilang nafsu makan atau anoreksia
Neurosensori : pusing, berdenyut, disorientasi, bingung,
perubahan pupil
Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
Inspeksi : kepala simetris, kulit kepala bersih, tidak ada lesi,
penyebaran rambut rata
Palpasi : tidak terdapat benjolan
b. Mata
Inspeksi : kelopak mata simetris, konjungtica anemis, pupil
isokor, sclera tidak ikterik
Palpasi : tidak terdapat benjolan
c. Hidung
Inspeksi : lubang kanan dan kiri simetris, tidak ada deformitas,
tidak ada secret, tidak ada edema, pernafasan cuping hidung,
tidak terdapat nyeri tekan
Palpasi : tidak ada polip dan benjolan
d. Telinga
Inspeksi : bentuk telinga kanan dan kiri simetris, telinga bersih,
tidak ada abses
Palpasi : tidak ada benjolan maupun nyeri tekan
e. Rongga mulut
26
Inspeksi : lidah bersih, tidak ada plak, tidak ada stomatitis, gigi
rapi gusi merah muda, tidak ada abses, bibir simetris, tidak ada
nyeri telan, tidak ada caries dentis
Palpasi : tidak ada benjolan maupun nyeri tekan
f. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar
limfe, tidak ada kaku kuduk, tidak ada deviasi
Palpasi : trakea teraba di tengah, tidak ada benjolan
g. Thoraks
Paru
Inspeksi : bentuk dada simetriss, gerakan dinding dada simetris,
terdapat pernafasan dada, terdapat retraksi dinding dada
Palpasi : tidak teraba massa/benjolan, focal fremitus teraba
normal
Perkusi : hipersonor
Auskulatsi : suara tambahan wheezing
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : redup/pekak, batas jantung kanan SIC kanan line
parasternalis kanan (atas), SIC 3-4 kanan line parasternalis
kanan (bawah), batas jantung kiri SIC 2 kiri line parasternalis
kiri (atas), SIC 2 kiri midklavikularis kiri (bawah)
Auskultasi : ada suara tambahan S3 gallop ictus cordis teraba
h. Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, tidak ada lesi di daerah abdomen
Palpasi : tidak ada massa/nyeri tekan
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
i. Genetalia
Inspeksi : alat kelamin bersih, keluaran urine menurun bila
curah jantung menurun berat
27
j. Ekstremitas
Atas : tidak ada fraktur ataupun luka, turgor kulit sedang
lembab, akral dingin, crt >3 detik, nadi teraba lemah dan cepat,
gerakan terbatas
Bawah : tidak ada fraktur ataupun luka gerakan, turgor kulit
sedang, lembab, akral dingin, crt >3 detik, gerakan terbatas
5. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG dengan gambaran sebagai berikut
Site of origin : satu atau lebih fokus ektopik di ventrikel
Frekuensi : biasanya 140-250 bpm
Irama : biasanya regular
Gelombang P : tidak ada
Kompleks QRS : bentuk aneh, dan ukuran sama, melebar,
atau > 0,12 detik
Gelombang T : tidak ada
Kejadian : tiga atau lebih PVC yang bberjajar dalam satu
baris, timbul mendadak
b. Enzim jantung, yaitu :
CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai
puncaknya pada 24 jam pertama, kembali normal setelah 2-
3 hari
Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot janutng, dapat
dideteksi 3-4 jam pasca infark
LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai
puncaknya setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14
hari
c. Chest x-ray : untuk menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
d. Drug screen : menilai adanya keracunan obat digitalis atau
quinidine
28
e. Elektrolit : peningkatan atau penurunan kalsium dan/atau
kalsium dapat menyebabkan gangguan irama jantung
B. Diagnosis Keperawatan
1. Penurunan curah jantung (D.0008) berhubungan dengan perubahan
frekuensi, irama, dan preload ditandai dengan palpitasi, gambaran
EKG aritmia, lelah
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan depresi pusat
pernafasan (vasokontriksi saluran nafas) ditandai dengan pola nafas
abnormal (suara tambahan wheezing), paru perkusi hipersonor
3. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin ditandai dengan pengisian
kapiler > 3 detik, akral dingin, turgor kulit menurun, edema, nadi
perifer menurun.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Ke
N Tujuan Intervensi
perawatan (S
o. (SLKI) (SIKI)
DKI)
29
menurun setiap hari pada waktu
- Lelah menurun yang sama
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor EKG 12
sadapan
- Monitor intake dan
output cairan
- Monitor aritmia
(kelainan irama jantung
dan frekuensi)
- Monitor nilai
laboratorium jantung
- Monitor tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat
Terapeutik
- Anjurkan beraktivitas
30
fisik sesuai toleransi
- Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
- Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
- Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
2. Pola Nafas Pola Nafas Manajemen Jalan Nafas
tidak Efektif
(L.01004) (1.01011)
(D.0005)
Setelah dilakukan tindaka Observasi
n intervensi keperawatan,
- Monitor pola nafas
diharapkan pola nafas
- Monitor bunyi nafas
membaik dengan kriteria
tambahan
hasil :
Terapeutik
- Ventilasi semenit
- Pertahankan kepatenan
meningkat
jalan nafas
- Frekuensi nafas
- Posisikan semi fowler
membaik
atau fowler
- Kedalaman nafas
- Berikan oksigen, jika
membaik
perlu
Edukasi
31
2000 ml.hari, jika tidak
ada kontraindikasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
3. Perfusi Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi
Perifer Tidak
(L.02011) (1.02079)
Efektif
Setelah dilakukan tindaka Observasi
(D.0009)
n intervensi keperawatan,
- Periksa sirkulasi perifer
diharapkan perfusi perifer
- Monitor panas,
meningkat dengan kriteria
kemerahan, nyeri, atau
hasil :
bengkak pada
- Denyut nadi perifer ekstremitas
meningkat Terapeutik
- Warna kulit pucat
- Hindari pemasangan
menurun
infus atau pengambilan
- Pengisian kapiler
darah di area
membaik
keterbatasan perfusi
- Akral membaik
- Hindari pengukuran
- Turgor kulit membaik
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
- Lakukan hidrasi
Edukasi
32
untuk memperbaiki
sirkulasi
- Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan dilaksanaan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun dan menyesuaikan dengan kondisi terkini pasien.
Pelaksanaan yang mengacu pada Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) adalah :
Diagnosis Ke
N
perawatan (S Tindakan Keperawatan
o.
DKI)
1. Penurunan Observasi
Curah
- Mengidentifikasi tanda/gejala primer penurunan curah
Jantung
jantung
(D.0008) - Mengidentifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
curah jantung
- Memonitor tekanan darah
- Memonitor berat badan setiap hari pada waktu yang
sama
- Memonitor saturasi oksigen
- Memonitor EKG 12 sadapan
- Memonitor intake dan output cairan
- Memonitor aritmia (kelainan irama jantung dan
frekuensi)
- Memonitor nilai laboratorium jantung
- Memonitor tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum
pemberian obat
33
Terapeutik
34
mukolitik, jika perlu
3. Perfusi Observasi
Perifer Tidak
- Memeriksa sirkulasi perifer
Efektif
- Memonitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
(D.0009) pada ekstremitas
Terapeutik
E. Evaluasi
Seluruh tindakan intervensi terlaksana dengan baik dan klien
menunjukkan perubahan dengan kriteria hasil curah jantung meningkat,
pola nafas membaik, perfusi perifer meningkat, dan kondisi klien dapat
menunjukkan perubahan yaitu :
- Kekuatan nadi perifer meningkat
- Palpitasi menurun
- Gambaran EKG aritmia menurun
- Lelah menurun
- Ventilasi semenit meningkat
- Frekuensi nafas membaik
- Kedalaman nafas membaik
35
- Denyut nadi perifer meningkat
- Warna kulit pucat menurun
- Pengisian kapiler membaik
- Akral membaik
- Turgor kulit membaik
36
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian ini mengkaji kondisi kesehatan keluarga untuk
mengetahui apakah di keluarga klien ada yang memiliki riwayat
penyakit jantung atau jenis penyakit kardiovaskuler lainnya
5. Keadaan kesehatan lingkungan
Pengkajian ini meliputi kondisi lingkungan klien, apakah klien
memiliki lingkungan yang sehat dan bersih atau bahkan sebaliknya.
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pengkajian ini meliputi kebiasaan klien (seperti apakah
klien merokok atau menggunakan alkohol, dan kebiasan
olahraga klien) dan status ekonomi klien. Merokok dapat
menyebabkan berbagai komplikasi termasuk VF. Selain itu pola
makan yang tidak sehat yang bisa menyebabkan hipertensi juga
dapat berkomplikasi menuju ke VF. Pola persepsi kesehatan
pada klien biasanya klien akan datang ke rumah sakit dengan
kegawat daruratan mengenai penyakit jantung.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Pengkajian ini meliputi pola pemenuhan nutrisi klien,
apakah klien memiliki keadaan yang menggaggu pemenuhan
nutrisi, dan status keadaan gizi klien. Klien akan mengalami
hilang nafsu makan, tidak toleran terhadap makanan, mual,
muntah, penurunan berat badan
c. Pola eliminasi
Pengkajian ini meliputi kebiasaan BAB dan BAK klien
(frekuensi BAB BAK, jumlah urine dan feses, warna urine dan
feses, konsistensi feses, kualitas urine dan apakah ada kesulitan
BAB atau BAK).
d. Pola tidur dan istirahat
Pengkajian ini meliputi kebiasaan tidur klien, kondisi
suasana lingkungan saat klien tidur, dan apakah klien memiliki
kesulitan tidur, serta kondisi klien saat bangun. Kurang tidur
37
dapat berkomplikasi ke VF. Klien biasanya lemah, lelah serta
penurunan kesadaran. Selain itu klien bisa juga mengalami sulit
tidur karena gejala PND (Paroksimal Nocturnal Dispnea)
e. Pola aktivitas
Pengkajian ini meliputi gerak, kegiatan, dan aktivitas klien
sehari-hari. Sebelumnya klien mungkin merasa lemah dan lelah
saat beraktivitas, selain itu klien mungkin beraktivitas terlalu
berlebihan.
f. Pola hubungan dan peran
Pada bagian ini meliputi bagaimana peran klien di
keluarga dan masyarakat, serta bagaimana interaksi dan
hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat serta kaji
apakah keluarga menemani pasien atau tidak dapat
mempengaruhi status kesehatan pasien
g. Pola persepsi dan konsep diri
Pengkajian ini berupa bagaimana klien menggambarkan
dan mempresepsikan dirinya meliputi body image, self esteen,
identitas difusion, dan depersonalisasi. Klien dapat merasa
merasa tidak berdaya
h. Pola sensori dan kognitif
Pengkajian ini meliputi kemampuan sensori (panca indra)
dan kognitif (kemampuan berpikir dan daya ingat) klien. Klien
dapat kejang, penurunan tingkat kesadaran, disorientasi,
bingung, kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran,
pingsan, dan koma
i. Pola reproduksi seksual
Pengkajian ini meliputi pola dan fungsi reproduksi, jumlah
anak, kualitas hubungan dengan partner, dan peranan seksual
j. Pola penanggulangan stress
Pengkajian ini berisi tentang bagaimana klien mengatasi
stress yang dialaminya. Klien biasanya merasa bingung, cemas
38
dan gelisah memikirkan tentang penyakitnya bahkan takut
mengalami kematian. Klien mungkin sering mengalami stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pengkajian ini meliputi kepercayaan klien terhadap
agamanya, dampak keyakinan klien dan budayanya terhadap
upaya penyembuhannya, serta dampak penyakitnya terhadap
rutinitas kepercayaan dan budanyanya
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum meliputi keadaan penyakit, kesadaran,
suara bicara dan TTV. Keadaan umum klien akan mengalami
penurunan kesadaran, tekanan darah tidak terukur, denyut nadi
perifer tidak teraba serta lemas. Klien juga bisa mengeluh nyeri
di bagian dada.
b. Sistem integument
Pengkajian sistem integumen meliputi bagaimana kondisi
kulit, rambut, dan kuku klien (misalnya apakah memiliki
kelainan kelainan kulit lain, rambut, dan kuku). Klien bisa
mengalami penurunan turgor kulit.
c. Kepala
Pengkajian ini berisi tentang kondisi kepala klien (seperti
bentuk kepala, apakah memiliki kelainan di kepalanya seperti
nyeri tekan, penonjolan, dan sebagainya).
d. Muka
Bagian ini berisi tentang kondisi muka dan otot muka
klien (misalnya bagaimana kesimetrisan wajah klien, apakah
terdapat oedema, bagaimana otot muka dan rahang klien).
e. Mata
Pengkajian ini berisi tentang kondisi alis mata, kelopak
mata, mata klien dan penglihatan klien (misalnya apakah alis
mata klien mengalami kerontokan, apakah klien memiliki
39
kelopak mata, serta apakah klien memiliki kelainan mata dan
gangguan penglihatan).
f. Telinga
Pengkajian ini berisi kondisi keadaan telinga dan
pendengaran klien (misalnya bagaimana hasil tes suara bisik dan
tes rhine, apakah terdapat kelainan atau gangguan pendengaran
pada klien).
g. Hidung
Di bagian ini berisi kondisi keadaan hidung klien (seperti
bagaimana bentuk hidung klien, apakah ada kelainan-kelainan
hidung lain).
h. Mulut dan faring
Pengkajian ini meliputi kondisi keadaan mulut, gigi, gusi,
lidah, palatum, dan tonsil (Seperti bagaimana bentuk mulut
klien, apakah klien memiliki kelainan pada mulut, gigi, lidah,
gusi, palatum, maupun tonsil).
i. Leher
Pada bagian ini berisi kondisi keadaan leher klien
(misalnya bagaimana kesimetrisan leher klien, bagaimana
kelenjar limfe klien, dan apakah klien memiliki kelainan-
kelainan pada leher klien).
j. Thoraks
Pengkajian ini meliputi keadaan thoraks dan payudara
(misalnya bagai bentuk dada dan kesimetrisan payudara klien,
kondisi aeroal, serta apakah klien memiliki kelainan-kelainan
pada thoraks dan payudaranya.
k. Paru
Pengkajian paru dilakukan dengan cara palpasi, perkusi,
auskultasi, dan inspeksi. Pengkajian bagian ini meliputi kondisi
peregrakan paru, suara napas, suara ketok, dan fremitus raba.
Klien dapat mengalami dyspnea bahkan bisa memiliki
pernapasan Cheyne - Stokes maupun orthopnea. Suara
40
auskultasi paru klien juga dapat terdengar suara napas crackles
atau wheezing. klien juga dapat mengalami batuk, selain itu
klien dapat mengalami PND (Paroksimal Nocturnal Dispnea)
serta edema paru akut.
l. Jantung
Sama seperti pengkajian paru, pengkajian jantung
dilakukan dengan cara palpasi, perkusi, auskultasi dan inspeksi.
Pengkajian ini meliputi ictus jantung, batas-batas jantung, dan
suara jantung. Klien biasanya mengalami penurunan curah
jantung, tekanan darah tidak terukur, denyut nadi perifer tidak
teraba atau bisa juga mengalami pulsus alternans, suara
auskultasi terdengar suara gallop atrium-S4 dan gallop
ventrikel-S3, selain itu hasil EKG klien akan menunjukkan hasil
disaritmia. Selain itu klien juga merasakan palpitasi.
m. Abdomen
Pemeriksaan abdomen juga dilakukan dengan cara palpasi,
perkusi, auskultasi dan inspeksi. Pengkajian ini meliputi tampak
atau tidaknya peristaltik, umbilikus, apakah ada hernia, kondisi
kulit diabdomen, apakah teraba organ-organ di dalam abdomen,
apakah ada murphy sign, bunyi peristaltik usus dan bising aorta,
bunyi perkusi abdomen, serta apakah klien memiliki kelainan-
kelainan pada abdomen.
n. Inguinal-genetalia-anus
Pengkajian ini melakukan pemeriksaan pada inguinal,
genetalia, dan anus apakah terdapat kelainan atau tidak
o. Ekstremitas
Pada bagian ini meliputi tangan kanan dan kiri, kaki kanan
dan kiri, persendian, dan otot ekstremitas. Ektremitas klien dapat
terjadi edema serta terjadi kelemahan otot
p. Tulang belakang
Pengkajian ini mengkaji kondisi punggung dan tulang
belakang klien.
41
q. Perifer
Pada klien vf memiliki gejala sianosis, keringat dingin,
serta akral dingin basah pucat. Selain itu CRT > 2 detik
8. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
Hasil rekaman elektrokardiografik yang kontinyu
umumnya memperlihatkan perubahan pada aktivitas elektrik
jantung dalam waktu beberapa menit atau jam sebelum kejadian.
Pada kejadian ini terdapat kecenderungan peningkatan frekuensi
denyut jantung dari kontraksi premature ventrikel dengan derajat
lanjut (Isselbacher, 1999). Gambaran EKG menunjukkan :
42
pasien jika hati pasien mengalami kerusakan akibat serangan
jantung.
c. X-Ray Dada
Gambaran X-Ray dada pasien bertujuan untuk memeriksa
ukuran dan bentuk jantung serta pembuluh darah
d. Ekokardiogram
Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara untuk
menghasilkan gambar jantung pasien. Selama ekokardiogram,
gelombang suara diarahkan pada jantung pada pasien dari
traduser dan perangkat lainnya. Nantinya akan diproses secara
elektronik, gelombang suara memberikan gambar video dari
jantung anda.
e. Kateterisasi Koroner (Angiogram)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan apakah
arteri koroner pasien menyempit atau tersumbat. Pewarna cair
disuntikkan melalui tabung panjang tipis (kateter) yang
dimasukkan melalui arteri pasien, biasanya arteri yang terdapat
di kaki pasien. Pewarna cair akan membuat arteri pasien
menjadi terlihat pada X-Ray yang akan memperlihatkan daerah
penyumbatan arteri.
f. Tomografi jantung terkomputerisasi (CT) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI)
Meskipun pemeriksaan ini lebih digunakan untuk
pemeriksaan gagal jantung. Pemeriksaan ini dapat mendiagnosa
masalah jantung lainnya. Pasien berbaring di meja dalam sebuah
mesin berbentuk donat. Tabung X-Ray di dalam mesin akan
berputar untuk mengambil gambar organ di dada dan jantung.
Pemeriksaan MRI jantung pasien berbaring di atas meja didalam
sebuah tabung panjang yang menghasilkan medan magnet yang
berjalan dalam partikel atom dan beberapa sel pasien.
Gelombang radio bertujuan untuk menghasilkan sinyal yang
menggambarkan jantung pasien.
43
9. Terapi yang sedang berjalan
Berisi tentang obat-obatan, tindakan pengobatan, diet, operasi,
dan tindakan-tindakan lainnya yang dialami klien untuk mengatasi
penyakitnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
fibrilasi ventrikel merupakan aritmia yang mendahului asistol.
Tatalaksana fibrilasi ventrikel harus secara cepat. Pada fibrilasi
ventrikel, kondisi klinis pasien akan berupa sinkop dan henti jantung.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Penurunan curah jantung (D.0008) berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas
2. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) berhubungan dengan
penurunan arteri dan/atau vena
3. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiollogis
4. Intoleransi aktivitas (D.0056) aktivitas berhubungan dengan
kelemahan
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kep
Tujuan Intervensi
No erawatan
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
44
menurun cairan
- Gambaran EKG 4. Monitor saturasi oksigen
aritmia menurun 5. Monitor keluhan nyeri pada
- Lelah menurun dada
- Edema menurun 6. Monitor EKG 12 sadapan
- Dispnea 7. Monitor aritmia
menurun 8. Monitor nilai laboratorium
- PND menurun jantung
- Ortopnea 9. Monitor fungsi alat pacu
menurun jantung
- Batuk menurun 10. Periksa tekanan darah dan
- Suara jantung frekuensi nadi sebelum dan
S3 menurun sesudah aktivitas serta sebelum
- Suara jantung pemberian obat
S4 menurun
Terapeutik
- Tekanan darah
membaik 1. Posisikan klien semi fowler
- CRT membaik atau fowler
2. Berikan diit jantung yang
sesuai
3. Berikan Oksigen
Edukasi
45
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
46
darurat yang harus dilaporkan
Edukasi :
47
nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis pereda nyeri
Kolaborasi :
48
- Frekuensi napas secara bertahap
membaik
Kolaborasi
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independent), saling ketergantungan/kolaborasi (interdependent), dan
tindakan rujukan / ketergantungan (dependent), (Tarwoto, 2015)
Diagnosa Kep
Intervensi
No erawatan
(SIKI)
(SDKI)
49
sebelum dan sesudah aktivitas serta sebelum
pemberian obat
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Terapeutik
50
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
3. Melakukan pencegahan infeksi
Edukasi
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi :
51
2. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
3. Menganjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Menganjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Mengajarkan teknik nonfarmakologis pereda nyeri
Kolaborasi :
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
52
E. Evaluasi
Menurut Nurjanah (2005), evaluasi adalah proses yang
berkelanjutan untuk menilai efek dari tidakan keperawaan pada klien
evaluasi terus menerus dilakuakan pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan, digunakan komponen SOAP :
S : data subjektif, data yang didapatkan dari keluhan klien langsung
O : data objektif, data yang di dapatkan dari hasil observasi perawat
secara langsung
A : analisis, merupakan interpretasi dari subjektif dan objektif. analisa
merupakan diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat di
tuliskan masalah baru yang terjadi akibat prubahan status kesehatan klien
P : planning, dari perencanaan keperawatan yang akan dilakukan,
dilanjutkan, dimodifikasi dari rencana tindakan yang telah dilakukan
sebelumnya.
1. Penurunan curah jantung (D.0008) berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas. Evaluasi :
1) Palpitasi menurun
2) Gambaran EKG aritmia menurun
3) Lelah menurun
4) Edema menurun
5) Dispnea menurun
6) PND menurun
7) Ortopnea menurun
8) Batuk menurun
9) Suara jantung S3 menurun
10) Suara jantung S4 menurun
11) Tekanan darah membaik
12) CRT membaik
2. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) berhubungan dengan
penurunan arteri dan/atau vena. Evaluasi :
1) Denyut nadi perifer meningkat
53
2) Warna kulit pucat menurun
3) Edema perifer menurun
4) Kelemahan otot menurun
5) Turgor kulit membaik
3. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiollogis.
Evaluasi :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Tekanan darah membaik
3) Frekuensi nadi membaik
4) Pola napas membaik
5) Pola tidur membaik
6) Tekadan darah membaik
4. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan kelemahan.
Evaluasi :
1) Frekuensi nadi membaik
2) Saturasi oksigen meningkat
3) Keluhan lelah menurun
4) Perasaan lemah menurun
5) Sianosis menurun
6) Tekanan darah membaik
7) Frekuensi napas membaik
54
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Aritmia adalah kondisi dimana jantung menjadi ireguler. Aritmia dapat
menjadi kondisi yang dapat mengancam jiwa. Aritmia yang menyebabkan
kematian disebut dengan aritmia letal, beberapa diantaranya yaitu Ventrikel
Takikardi (VT) dan Venttrikel Fibrilasi (VF). Kedua aritmia ini disebabkan
oleh berbagai penyakit jantung serta penggunaan obat-obatan yang berlebihan
tidak sesuai dosis. Kedua aritmia ini juga dipengaruhi oleh gaya hidup
seseorang seperti kebiasaan penggunaan kafein, alkohol, nikotin, serta
penggunaan NAPZA. Selain itu stress yang berlebihan juga dapat
menyebabkan beberapa penyakit jantung yang dapat mengarah ke VT atau
VF. VT dan VF dapat diamati melalui EKG. Penatalaksanaan VT dan VF
yaitu dengan sesegera dilakukan CPR, defibrilasi, serta support obat-obatan
4.2 Saran
VT dan VF merupakan aritmia lethal yang dapat menyebabkan
kematian mendadak. Oleh karena itu, sebagai perawat harus bisa cepat,
cermat dan tepat dalam menangani VT maupun VF. Agar bisa cepat, cermat
dan tepat, maka perawat harus paham dan menguasai tindakan yang akan
dilakukan serta dalam melaksanakan asuhan keperawatan
55
DAFTAR PUSTAKA
56