KEPERAWATAN DEWASA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL JANTUNG
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2 KELAS 3C
FASILITATOR :
LONO WIJAYANTI, S.Kep.Ns. M.Kep
Dan tidak lupa kami sampaikan Terima Kasih kepada Ibu Dosen LONO
WIJAYANTI, S.Kep.Ns. M.Kep yang sudah membimbing, sehingga kami
bisa membuat makalah ini.
Penulis
I
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... I
DAFTAR ISI ................................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................... 1
Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI .......................................................................................... 3
Definisi Gagal Jantung ........................................................................................ 3
Etiologi ................................................................................................................ 3
Pathway .............................................................................................................. 5
Patofisiologi ....................................................................................................... 5
Penatalaksanaan ................................................................................................. 6
Macam Macam ................................................................................................... 6
Pemeriksaan Diasnostik ..................................................................................... 7
Teori Asuhan Keperawatan ................................................................................ 7
BAB III APLIKASI TEORI ........................................................................................... 17
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................................. 19
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 22
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
5. Jelaskan asuhan keperawatan teori dari gagal jantung
6. Bagaimana aplikasi teori dari gagal jantung jika diaplikasikan pada
penelitian
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca mampu memahami
asuhan keperawatan gagal jantung
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi gagal jantung
b. Mengetahui etiologi dan patofisiologi gagal jantung
c. Mengetahui pathway
d. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan gagal jantung
e. Mengetahui dan memahami aplikasi teori gagal jantung jika
diaplikasikan pada penelitian.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
Heart Failure (HF) atau gagal jantung adalah suatu kondisi fisiologis ketika
jantung tidak dapat memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh (ditentukan sebagai konsumsi oksigen). Gagal jantung terjadi
karena perubahan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri. Jantung mengalami
kegagalan karena defek struktural atau penyakit intrinsik, sehingga tidak dapat
menangani jumlah darah yang normal atau pada kondisi tidak ada penyakit, tidak
dapat melakukan toleransi peningkatan volume darah mendadak misalnya selama
latihan fisik (Elsevier, 2015).
2.2 ETIOLOGI
3
memyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding
yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung.
c. Hipertensi Sistemik Atau Pulmonal (Peningkatan After Load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal
jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik
dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun
aritmia ventrikel.
d. Peradangan Dan Penyakit Miokardium Degenerative
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan deng an
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang seb
enarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme y ang
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengi si darah
(tamponade pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosi s AV).
Peningkatan mendadak afterload akibat hipertensi maligna da pat
menyebabkan gagal jantung meskipun tidak disertai hipertrofi mi okardial.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam,
tirotiksikosis), hipoksia dan anemia memerlukan peningkata n curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Asido sis
respiratorik atau metabolik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4
2.3 PATHWAY GAGAL JANTUNG
2.4 PATOFISIOLOGI
5
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami
kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal
jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru
akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
2.5 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanan gagal jantung terbagi atas :
1. Terapi farmakologi
Terapi yang dapat dilakukan antara lain golongan direutic, angiotensin
converting enzyme Inhibitor (ACEI), beta bloker angio receptor blocker
(ARB), glikosida jantung, vasodilator, agonis beta, serta bipiridin.
2. Terapi non farmakologi
Perubahan gaya hidup monitoring dan control factor resiko.
2.6 MACAM-MACAM GAGAL JANTUNG
1. Gagal jantung akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-
gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi
dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung
bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Diagnosis gagal
jantung akut ditegakan berdasarkan gejala dan prnilaian klinis, didukung
oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto thoraks, biomarker, dan
ekokardiografi doppler. Pasien segera diklasifikasikan apakah fungsi
sistolik atau disfungsi diastolic.
2. Gagal jantung kronik
Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi , dimana terdapat
kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan
jaringan. Gagal jantung kronis juga didefiniskan sebagai sindroma klinik
yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatique
baik dalam keadaan istirahat maupun beraktifitas.
6
2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengambil sempel darah :
Elektrlolit (mengetahui kadar kalium dan natrium)
Albumin
Kreatinin (mengetahui fungsi ginjal)
b. Foto thoraks
Foto thoraks dilakukan untuk mengetahui :
Pembesaran jantung
Kongesti paru
c. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan EKG bertujuan untuk mendapatkan data tentang :
Adanya serangan jantung sebelumnya
Gangguan konduksi pada vantrikel
7
Lelah, pusing
Nyeri pada dada
Edema ektremitas bawah
Nafsu makanan menurun, neusea, distensi abdomen
C. Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukukng keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang
didapat dengan gejala-gejala kongestif vaskuler pulmonal, yakni
munculnya dispnea, orotopnea, batuk, dan edema pulmonal akut.
Menanyakan gejala-gejala lain yang mengganggu pasien.
2. Riwayat penyakit dahulu
Mengetahui riwayat penyakit terdahulu pasien, tanyakan kepada
pasien apakah sebelumnya pasien perta menderita nyeri dada khas
infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidema. Tanyakan
juga apakah ada obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien
pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi
yang memiliki pasien.
3. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada kelurga pasien yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keturunan lainnya seperti DM, dan Hipertensi
D. Pengkajian data
1. Aktifitas dan istirahat : adanya keleahan, insomnia, latergi, kurang
istirahat, sakit dada, dispnea pada saat istirahat tau saat
beraktifitas.
2. Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites,
disaritmia, fibrilasi atrial, kontraksi ventrikel prematur,
peningkatan JVP, sianosis, pucat.
3. Respirasi : dipsnea pada saat beraktivitas, takipnea, riwayat
penyakit paru.
4. Pola makan dan cairan : mafsu makan menurun, mual dan muntah.
8
5. Eliminasi : penurunan volume urine, urine yang pekat, nokturia,
diare atau konstipasi.
6. Neurologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7. Interaksi sosial : aktivitas sosial berkurang.
8. Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada
kulit/dermatitis.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan,
setress, sikap dan tingkah laku klien.
2. Tanda-tanda Vital :
a. Tekanan Darah
Nilai Normalnya :
Nilai rata-rat siistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b. Nadi
Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau
takikkardi).
c. Pernapasan
Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit. Pada pasien :
respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas.
d. Suhu Badan
Metabolisme menurun , suhu menurun
3. Pemeriksaan B1-B6
B1 (Breathing, sistem pernapasan)
a. Kongesti Vaskular Pulmonal Gejala-gejala kongesti
vascular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea
noktural paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut.
b. Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat,
dangkal, dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit
mendapatkan udara yang cukup, yang menekan klien.
Terkadang klien mengeluh adanya insomnia, gelisah, atau
kelemahan, yang disebabkan oleh dispnea.
9
c. Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar
karena dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal
vertikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vaskular
pulmonal. Perawat harus menetukan apakah ortopnea
benar-benar berhubungan dengan penyakit jantung atau
apakah peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien.
d. atuk iritatif adalah salah satu gejala kongesti vascular
pulmonal yang sering terlewatkan, tetapi dapat merupakan
gejala dominan. Batuk ini dapat produktif, tetapi biasanya
kering dan pendek. Gejala ini dihubungkan dengan
kongesti mukosa bronkial dan berhubungan dengan
peningkatan produksi mukus.
e. Edema pulmonal Edema pulmonal akut adalah gambaran
klinis paling bervariasi dihubungkan dengan kongesti
vascular pulmonal. Ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal
melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan
di dalam saluran vaskular (kurang lebih 30 mmHg).
B2 (Blood, sirkulasi darah)
a. Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan
kelemahan fisik, dan adanya edema ekstermitas
b. Palpasi Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya
ditemukan.
c. Auskultasi Tekanan darah biasanya menurunkan akibat
penurunan volume sekucup. Bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal
jantung adalah kelainan katup.
d. Perkusi Batas jantung mengalami pergeseran yang
menunjukkan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali).
e. Penurunan Curah Jantung Selain gejala-gejala yang
diakibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti vascular
pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga dihubungkan
dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan
10
penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah,
mudah lelah, apatis letargi, kesulitan berkonsentrasi, defisit
memori, atau penurunan toleransi latihan..
f. Bunyi Jantung dan Crackles Tanda fisik yang berkaitan
dengan kegagalan vertikel kiri yang dapat dikenali dengan
mudah adalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat
(S3, S4) dan crakles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium,
dihubungkan dengan dan mengikuti konstraksi atrium dan
terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang
ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung.
g. Disritmia Karena peningkatan frekuensi jantung adalah
respons awal jantung terhadap stress, sinus takikardia
mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan
klien dengan kegagalan pompa jantung.
h. Distensi Vena Jugularis Bila vertikel kanan tidak mampu
berkompensasi, maka akan terjadi dilatasi ruang,
peningkatan volume dan tekanan pada diastolik akhir
vertikel kanan, tahanan untuk mengisi vertikel, dan
peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan
tekanan ini sebaiknya memantulkan ke hulu vena kava dan
dapat diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena
jugularis.
i. Kulit dingin Kegagalan arus darah ke depan (forward
failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang
menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ.
j. erubahan nadi. Pemeriksaan denyut arteri selama gagal
jantung menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.
Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan
respons terhadap perangsangan saraf simpatis.
B3 (Brain, kesadaran)
Kesadaran klien biasanya compos mentis, didapatkan
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.
11
Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat.
B4 (Bladder, urologi)
Pengukuran volume keluaran urine selalu dihubungan
dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria
karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya
edema ekstermitas menandakan adanya retensi cairan yang
parah.
B5 (Bowel, sistem pencernaan)
a. Hepatomegali Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran
kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di
hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam
pembuluh portal meningkat, sehingga cairan terdorong
keluar rongga abdomen, yaitu suatu kondisi yang
dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga
abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafargma
dan distress pernapasan.
b. Anoreksia Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual
terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam
rongga abdomen.
B6 (Bone)
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung
ditandai dengan gagal vertikel kanan . Akibat ini terutama
lansia yang menghabiskan waktu mereka untuk duduk di kursi
dengan kaki tergantung sehingga terjadi penurunan tugor
jaringan subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan
mungkin penyakit vena pimer seperti varikositis, edema
pergelangan kaki dapat terjadi yang mewakili faktor ini
daripada kegagalan ventrikel kanan. Bila edema tampak dan
berhubungan dengan kegagalan di vertikel kanan, bergantung
pada lokasinya.
12
F. Pemeriksaan khusus jantung
1. Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis
(normal : ICS ke5).
2. Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau
hepertrofi ventrikel
3. Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra.
Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra.
4. Auskulatsi : bunyi jantung I dan II.
BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikular,
yang terjadi pada saat kontraksi isimetris dari bilik pada
permulaan systole.
BJ II: terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri
pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi k ira-kira pada
permulaan diastole.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung,
oedema atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF.
2. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik
jantung dan iskemi (jika disebabkan AMI), ekokardiogram.
3. Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, Hiperkalemia pada
tahap lanjut dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN)
dan kreatinin meningkat, peninkatan bilirubin dan enzim hati.
2. Dignosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupak suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehtan ataupun proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI,
TimPokja SDKI DPP, 2017).
13
Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :
a. GANGGGUAN PERTUKARAN GAS (D.0003)
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler
b. POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF (D.0005)
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
c. PENURUNAN CURAH JANTUNG (D.0008)
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung, perubahan frekuensi jantung, dan perubahan kontraktilitas.
d. HIPERVOLEMIA (D.0022)
Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Keperawatan
(SDKI) Kriteria Hasil
(SIKI)
(SLKI)
14
b. Objektif oksigen saat aktifitas
:PCO2 dan/atau tidur.
meningkat/m
enurun, PO2
menurun,
takikardia,
pH arteri
meningkat/m
enurun, bunyi
nafas
tambahan
c. Kriteria
minor :
Subjektif :
Pusing,
penglihatan
kabur
Objektif :
Sianosis,
diaforesis,
gelisah,nafas
cuping
hidung, pola
nafas
abnormal,
warna kulit
abnormal,
kesadaran
menurun.
d. Kondisi klinis
terkait :
Gagal
Jantung
Kongestif
15
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti, 2013 ).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah evaluasi yang dicatat disesuaikan
dengan setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua
tingkat yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.Evaluasi sumatif yaitu
evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain,
bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau
hasil akhir yang diharapkan.
16
sebagaian/belum teratasi).
BAB III
APLIKASI TEORI
3.1 Jurnal Gagal Jantung
17
Judul : Perawatan Diri Pada Pasien Gagal Jantung
Hasil Riset : Dua dari 4 cara penanganan gejala memiliki skor rata-rata
dibawah 2 yaitu yaitu mengurangi pemasukan cairan dan
menghubungi petugas kesehatan untuk meminta bimbingan.
Rendahnya perilaku untuk mengurangi konsumsi cairan dan
mencari pertolongan saat gejala gagal jantung memburuk juga
terlihat dalam penelitian sebelumnya (Kato dkk., 2009). Hal ini
sangat memprihatinkan mengingat penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa ketidakpatuhan pada pembatasan cairan
dan kurangnya pertolongan profesional merupakan faktor
yang menjadi alasan rehospitalisasi (Annema, Luttik, &
Jaarsma, 2009). Panduan penanganan gagal jantung
merekomendasikan pembatasan cairan < 2 liter per hari bagi
pasien dengan hiponatremia dan juga bagi semua pasien
dengan retensi cairan yang sulit dikontrol dengan penggunaan
diuretik (Heart Failure Society of America, 2010).
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa adanya penyakit
penyerta berhubungan dengan rendahnya perilaku dalam
dimensi kepercayaan diri. Intervensi dengan metode khusus
dapat dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri pada
pasien dengan penyakit penyerta. Dalam dimensi pengelolaan
dan pemeliharaan tidak ada satupun faktor sosiodemografi
yang berhubungan dengan perilaku perawatan diri pada 2
dimensi tersebut.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
19
sosiodemografi dan klinis responden dengan 3 dimensi perilaku perawatan diri
pada pasien gagal jantung.
Deskripsi perilaku perawatan diri pada tiap dimensi self-care dapat dilihat
pada tabel 3 yang disajikan sesuai urutan perilaku paling tinggi ke yang paling
rendah. Pada dimensi pemeliharaan diri, terdapat 6 item perilaku yang memiliki
skor rata-rata dibawah 2 yaitu menimbang berat badan, berolah raga, perilaku
mencegah atau menghindar dari sakit, diet rendah garam saat diluar rumah,
menggunakan pengingat dan yang terakhir yaitu memeriksa pembengkakan pada
kaki.
Dalam dimensi pemeliharaan diri, lebih dari separuh perilaku masih perlu
ditingkatkan yaitu perilaku menimbang berat badan setiap hari, berolah raga
minimal 30 menit, perilaku mencegah atau menghindar dari sakit, mengurangi
konsumsi garam saat diluar rumah, penggunaan alat bantu pengingat dan
mengecek pembengkakan pada kaki. Hasil ini mengindikasikan perlunya
perhatian dan upaya serius dari perawat maupun petugas kesehatan lainnya agar
mampu meningkatkan perilaku perawatan diri yang lebih optimal. Hasil uji
korelasi menunjukkan bahwa adanya penyakit penyerta berhubungan dengan
rendahnya perilaku dalam dimensi kepercayaan diri. Intervensi dengan metode
khusus dapat dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri pada pasien dengan
penyakit penyerta. Dalam dimensi pengelolaan dan pemeliharaan tidak ada
satupun faktor sosiodemografi yang berhubungan dengan perilaku perawatan diri
pada 2 dimensi tersebut.
20
BAB V
21
DAFTAR PUSTAKA
22