Anda di halaman 1dari 28

,MAKALAH KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN 1

‘ ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN GANGGUAN


KONDUKSI ’

Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan 1

Dosen Pengampu : Delviyanto, S.Kep. Ners

Di susunoleh : Kelompok 2
Billy Adam Siregar
Claudia Evelyn H
Hernirin
Indri Febriani
Istiqomah

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER SEMESTER VI

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini
yang Alhamdulillah tepat pada waktunya dalam matakuliah Keperawatan
Kegawatdaruratan 1.

Makalah ini berisikan tentang Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Gangguan


Konduksi. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan penjelasan kepada kita semua
tentang informasi di atas.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Pontianak ,9 maret 2015

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................


DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................
A. Latar Belakang ....................................................................................................
B. Tujuan Penulisan……………………………………………………………......
C. RumusanMasalah .................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................


BAB IIIAsuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Gangguan Konduksi..........................
1. Pengkajian..............................................................................................................
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................
3. Rencana Keperawatan............................................................................................

BAB IV PENUTUP .........................................................................................................


A. Kesimpulan ..........................................................................................................
B. Saran ....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang
Sel otot sebagaimana sel saraf maupun kelenjar digolongkan ke dalam jenis sel
eksitabel. Otot jantung merupakan salah satu jenis otot maka sebelum melakukan aktivitas
khususnya harus mendapatkan picu (rangsangan) terlebih dahulu; excitation-contraction
coupling. Jadi jelaslah bahwa hasil perekaman aktivitas listrik otot jantung berupa
elektrokardiogram sesungguhnya merupakan gambaran peristiwa yang mengawali terjadinya
kontraksi otot jatung.
Pada awalnya pemberian symbol P,Q,R,S; bukan A,B,C,D oleh Einthoven tidak
dimaksudkan untuk menggambarkan kejadian apapun yang terjadi pada otot jantung. Namun
dengan pengalaman klinis yang berulang ternyata EKGpada akhirnya berkembang sebagai
alat bantu diagnostik yang besar peranannyadalam menegakkan diagnosa walaupun pada
kasus-kasus tertentu masih harus diperkuat dengan prosedur pemeriksaan lainnya seperti
halnya, kateterisasi jantung, echocardiografi dsb.
EKG mula-mula hanya dapat menyajikan gambar Lead I, II dan III secara
evolusioner bertambah menjadi aVR, aVL, aVF dan hantaran precordial, dengan maksud
agar dapat mempertajam analisis pembacaannya. Bahkan alatnya pun (Elektrokardiograf)
menjadi semakin portable sekaligus disertai dengan hasil bacaanya sehingga semua orang
dapat mengoprasikannya dengan mudah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi jantung ?
2. Apakah definisi dari gangguan konduksi jantung ?
3. Bagaimana etiologi dari gangguan konduksi jantung ?
4. Bagaimana sifat dari sistem konduksi jantung ?
5. Bagaimana tipe gangguan konduksi jantung ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan gangguan konduksi jantung ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui anatomi fisiologi jantung
2. Mahasiswa mampu memahami pengertian gangguan konduksi jantung
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi gangguan konduksi jantung
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami sifat sistem konduksi jantung
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tipe gangguan konduksi jantung
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan
kegawatdaruratan ganagguan konduksi jantung.
BAB II

Pembahasan

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung


Jantung terdiri dari:
 4 ruang
Dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium (serambi)
Dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik)
 4 katup
2 katup atrioventrikular (triskupidalis dan biskupidalis)
2 katup seminular (pulmonal dan aorta)
 3 lapisan
Epikardium, miokardium dan endokardium

1. Selaput Jantung
Jantung dilapisi oleh selaput yang disebut pericardium, yang terbagi menjadi 2
lapisan, yaitu;
a. Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan
selaaput paru
b. Pericardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri, dan
disebut sebagai pericardium.
Diantara kedua lapisan selaput tersebut terdapat sedikit cairan pelumas yang
disebut cairan pericardium, dan berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat
gerak jantung saat memompa.

2. Dinding Jantung
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan;
a. Epikardium atau pericardium, merupakan lapisan yang paling luar dari dinding
jantung
b. Miokardium, merupakan lapisan tengah yang berotot dan paling tebal
c. Endokardium, merupakan lapisan yang paling dalam yang langsung berhubungan
dengan ruang-ruag jantung.
3. Ruang-ruang Jantung
Jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu:
a. Atrium
 Atrium kanan, berfungsi sebagai penampung darah yang rendah oksigen dari
seluruh tubuh
 Atrium kiri, berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru.
Kedua katup atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium.
b. Ventrikel
 Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-
paru melalui arteri pulmonalis.
 Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh
melalui aorta

4. Katup-katup Jantung
a. Katup atrioventrikuler, terletak antara atrium dan ventrikel, yaitu:
 Katup tricuspid, mempunyai 3 buah daun katup yang terletak antara atrium
kanan dan ventikel kanan.
 Katup bicuspid atau katup mitral, mempunyai 2 buah daun katup yang terletak
antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
b. Katup semilunar
 Katup pulmonal, terletak pada arteri pulmonalis
 Katup aorta, terletak pada antara ventrikel kiri dan aorta.

5. Arteri Koronaria
Pada bagian atas daun katup aorta terdapat 3 buah penonjolan dinding aorta
yang disebut sinus valsava. Muara arteri koronaria terletak pada tonjolan-tonjolan ini
atau sinus valsava. Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik,
sirkulasi koroner terdiri dari : arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri.
Arteri koroner kiri Left Main Coronary Artery – LMCA, mempunyai dua
cabang besar yaitu ramus desenden anterior (Left Anterior Desendence – LAD) dan
ramus sirkumpleks (Left Ircumflex – LCX). Arteri ini melingkari jantung dalam dua
lekuk anatomis externa, yaitu: sulkus atrioventrikuler yang melingkari jantung
diantara atrium dan ventrikuler, dan sulkus interventrikuler yang memisahkan kedua
ventrikuler.
Pertemuan kedua lekuk ini di bagian posterior jantung merupakan sesuatu
bagian yang kritis dipandang dari sudut anatomi, yang dikenal dengan Kruks Jantung.
Arteri koroner kanan (Right Coronaria Artery – RCA), berjalan ke sisi kanan jantung
pada sulkusnatrioventrikuler kanan. Pada dasarnya arteri koronaria kanan member
makan pada atrium, ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri.
Meskipun nodus SA (Sino Atrial Node) letaknya di atrium kanan tetapi hanya 55%
kebutuhan nutrisinya dipasok oleh arteri-arteri koronaria kanan, sedangkan 42%
lainnya dipasok oleh cabang arteri sirkumplek kiri.

6. Sistem Konduksi/ Hantaran


Didalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang bisa menghantarkan aliran
listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu:
a. Otomatisasi : Kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
b. Irama : kemempuan untuk membentuk impuls yang teratur.
c. Konduksi : kemampuan untuk menyalurkan impuls.
d. Rangsang : kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang.
Sistem konduksi jantung terdiri dari;
 SA Node (Nodus Sino-Atrial)
Terletak diantara batas vena cava superiordan atrium kanan, dan disebut sebagai
pemacu alami karena secara teratur mengeluarkan aliran listrik/impuls yang
kemudian menggerakkan jantung secara otomatis. Pada keadaan noemal SA Node
dapart mengeluarkan impuls 60-100 kali/menit.
 Traktur Internodal
Berfungsi menghantarkan impuls dari nodus SA ke nodus AV, traktus intermodal
terdiri dari: Anterior tract, middle tract, posterior tract.
 Brachman Bundle
Menghantarkan impuls dari nodus SA ke atrium kiri.
 AV Node (Nodus Atrio-Ventrikuler)
Terletak didalam dinding septum atrium sebelah kanan, tepat diatas katup
tricuspid dekat muara sinus koronarius.
Av Node berfungsi untuk menahan impuls jantung selama 0,08 – 0,12 detik untuk
memungkinkan pengisian ventrikel selama atrium berkontraksi, selain itu AV
node berfungsi mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel. AV node
dapat mengeluarkan impuls 40-60 kali/menit.
 Bundle of HIS
Berfungsi menghantarkan impuls dari nodus AV ke system Branch Bundle.
 System Bundle Branch
Merupakan lanjutan dari “bundle of HIS” yang bercabang menjadi dua yaitu :
a. Right bundle branch (RBB/cabang kanan) : mengirim impuls ke otot jantung
ventrikel kanan.
b. Left bundle branch (LBB/cabang kiri) yang terbagi menjadi dua:
 Deviasi ke belakang (left posterior vesicle), menghantarkan impuls ke
endokard ventrikel kiri bagian posterior dan inferior.
 Deviasi ke depan (left anterior vesicle), menghantarkan impuls ke
endokard ventrikel kiri bagian anterior dan superior.
 Serabut purkinye
Merupakan bagian ujung dari bundle branch, yang berfungsi mengahtarkan impuls
menuju lapisan subenokard pada kedua ventrikel, sehingga terjadi depolarisasi
yang diikuti oleh kontraksi ventrikel. Sel-sel pacemaker di subenokard ventrikel
dapat menghasilkan impuls dengan frekuensi 20-40 kali/menit.
Pada orang normal, rangsangan listrik jantung berawal dari SA node, rangsangan
itu kemudian dihantarkan keseluruh jantung melalui jalur konduksi tertentu.
Dalam keadaan tertentu dapat timbul impuls yang bukan berasal dari SA node,
melainkan dari tempat lain seperti dari atrium maupun ventrikel. Bila terjadi
kegagalan fungsi dari SA node, maka system lainnya dapat mengambil alih SA
node tersebut.

B. Pengertian
Disritmia adalah kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi atau
irama keduanya. Disritmia adalah gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur
jantung. Disritmia dapat diidentifikasi dengan menganalisis gelombang EKG. Disritmia
dinamakan berdasarkan pada tempat dan asal implus serta mekanisme hantaran yang terlibat.
Misalnya, distritmia yang berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya lambat
dinamakan sinus bradikardia.
Disritmia dapat muncul apabila terjadi ketidakseimbangan pada salah satu sifat dasar
jantung. Ketidakseimbangan dapat disebabkan oleh aktivitas normal seperti latihan atau oleh
kondisi patologis, misalnya infark miokard. Pada infark miokard, terjadi peningkatan respon
miokardio terhadap stimulus akibat penurunan oksigenasi ke miokardium yang menyebabkan
peningkatan eksitabilitas.
Gangguan irama jantung atau disritmia tidak hanya terbatas pada ketidakteraturan
denyut jantung, tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi. Beberapa jenis
disritmia dapat muncul tanpa disertai adanya penyakit struktural pada jantung itu sendiri,
termasuk di sini adalah aritmia sinus, bradikardia sinus, tacikardia sinus, atrial prematur, dan
ventrikular beats. Ada juga disritmia yang muncul akibat kelainan organik pada jantung, yang
termasuk kelompok ini adalah tacikardia dan fibrilasi ventrikular, flutter dan fibirasi atrial,
serta blok jantung.

C. Etiologi
Beberapa faktor predisposisi yang bertanggung jawab terhadap tingginya insiden
aritmia adalah sebagai berikut :
a. Iskemia jaringan
b. Hipoksemia
c. Pengaruh sistem saraf otonom
d. Gangguan metabolisme
e. Kelainan hemodinamik
f. Obat-obatan
g. Ketidakseimbangan elektrolit

D. Sifat Sistem Konduksi Jantung


Sifat konduksi jantung diklasifikasikan sesuai mekanisme sistem konduksi, meliputi:
1. Periode refrakter
Sel-sel miokard, termasuk sel-sel dari sistem konduksi jantung, menunjukkkan
berbagai fase sifat responsif terhadap rangsangan setelah sel-sel itu mengalami
depolarisasi. Dari awal hingga akhir repolarisasi sel-sel miokardio tidak dapat
menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini disebut periode refrakter
mutlak. Fase selanjutnya hingga hampir akhir dari fase repolarisasi sel-sel miokardio
dapat menjawab stimulus yang lebih kuat. Fase ini disebut periode refrakter relatif.
2. Blok
Blok merupakan suatu perlambatan atau penghentian penghantaran implus.
3. Pemacu ektopik
Merupakan suatu pemacu atau fokus diluar sinus. Kompleks QRS yang di pacu dari
sinus disebut kompleks sinus.
4. Re-entri
Ialah suatu keadaan dimana suatu impuls yang sudah keluar dari suatu jalur konduksi
melalui suatu jalan lingkar, masuk kembali ke jalur semula. Dengan demikian, bagian
dari miokardium yang bersangkutan mengalami depolarisasi berulang.
5. Konduksi aberan
Ialah konduksi yang menyimpang dari jalur normal. Hal ini disebabkan terutama
karena perbedaan periode refrakter dari berbagai bagian jalur konduksi.
Konduksi aberan bisa terjadi diatrium maupun ventrikel, tetapi yang terpenting ialah
konduksi ventrikuler aberan yang ditandai dengan kompleks QRS yang melebar dan
konfigurasi yang berbeda.
6. Kompleks lolos
Suatu kompleks lolos ialah kompleks ektopik yang timbul karena terlambatnya implus
yang datang dari arah atas. Denyut ektopik yang disebabkan karena kegagalan nodus
sinus merupakan fungsi perlindungan yang memulai implus jantung sebelum terjadi
henti jantung berkepanjangan perlindungan yang memulai implus jantung sebelum
terjadi henti jantung berkepanjangan. Denyut-denyut ini dikenal dengan nama escape
beats. Jika nodus sinus gagal mengambil alih kembali fungsinya yang normal, maka
daerah ektopik ini akan mengambil alih peran pacu jantung dan mempertahankan
irama jantung.

E. Tipe gangguan konduksi jantung


Distritmia dibagi menjadi 2 golongan besar.
1. Gangguan pembentukan implus
Gangguan pembentukan implus pada nodus sinoatrial dapat berupa :
a. Bradikardia Sinus
Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulus vagal, intoksikasi digitalis,
peningkatan tekanan intrakranial, atau infark miokardium (MI).
b. Takikardi Sinus
Takikardi mengurangi curah jantung dengan memperpendek waktu pengisian
ventrikel dan isi sekuncup serta bradikardia mengurangi curah jantung dengan
mengurangi frekuensi ejeksi ventrikel. oleh karena curah jantung menurun,
tekanan arteridan perfusi perifer menjadi berkurang. Takikardia dapat mengurangi
waktu diastolik, yaitu masa ketika aliran koroner paling besar. Dengan demikian
dapat mengurangi suplai oksigen ke arteri koronaria.
c. Sinus Aritmia
Sinus aritmia adalah gangguan irama. Ini dikatakan ada jika interval RR pada strip
EKG bervariasi lebih dari 0,12 detik dari interval RR terpendek sampai yang
terpanjang.
d. Henti Sinus
e. Ekstrasistole Atrial
Ekstrasistole atrial dapat disebabkan oleh iritabilitas otot atrium karena kafein,
alkohol, nikotin, miokardium atrium yang teregang seperti pada gagal jantung
kongestif, stres atau kecemasan, hipokalemia, cedera infark, atau keadaan
hipermetabolik.
f. Takikardia Atrial
Takikardia atrium paroksimal adalah takikardia atrium yang ditandai dengan
serangan mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi,
tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik, atau alkohol.
g. Atrial Flutter
Flutter atrium terjadi bila ada titik fokus di atrium yang menangkap irama jantung
dan membuat implus antara 250-400 kali per menit. Karakter penting pada
disritmia ini adalah terjadinya penyekat terapi terhadap nodus AV, yang
mencegah penghantaran beberapa implus.
h. Fibrilasi Atrial
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan terkoordinasi)
biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup
jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, corpulmonale, atau penyakit
jantung kongenital.
i. Ekstrasistole Penghubung AV
j. Penghubung Irama
k. Penghubung Ekstrasistole
l. Penghubung Takikardi
m. Ekstrasistole Ventrikuler
n. Asistole Ventrikel
o. Takikardia Ventrikular
Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti pada PVC.
Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi
sebelum fibrilasi ventrikel.
p. Supraventrikular Takikardi
q. Torsades de Pointes
Penyebabnya terjadi karena kondisi ketika interval QT memanjang, misalnya pada
bradikardia berat, terapi agen antidistritmia, gangguan elektrolit, gangguan saraf
pusat, dan hipotermi.
r. Kontraksi Prematur Ventrikel
Kontraksi prematur ventrikel terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel otot
ventrikel. Bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam,
asidosis, latihan, dan peningkatan sirkulasi katekolamin.
s. Bigemini Ventrikel
Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit arteri
koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi di mana setiap
denyut adalah prematur.

2. Gangguan penghantaran implus


Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi)
aliran implus yang disebut blok. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya
aliran implus yang sampai ke bagian miokardium, padahal seharusnya menerima
implus untuk memulai kontraksi. Blok ini dapat terjadi pada setiap bagian sistem
konduksi implus, mulai dari SA atrium, nodus AV, jaras HIS dan cabang-cabangnya,
sampai pada percabangannya purkinye dalam miokard.
Gangguan penghantaran implus tersebut meliputi 3 hal dibawah ini :
a. Blok Sinoatrial SA
Blok SA terjadi bila jaringan penghubung antara simpul sinus dan atrium gagal
menghantarkan implus dari simpul sinus ke atrial. Blok SA derajat satu tak dapat
dilihat pada EKG karena sama dengan irama sinus biasa. Blok SA derajat tiga
pada EKG sama dengan henti sinus. Hal yang dapat dilihat pada EKG ialah blok
SA derajat dua, yang dapat dibagi menjadi dua jenis.
b. Blok SA Tipe Konstan
Blok SA tipe konstan mempunyai karakteristik sebagai berikut.
 Irama sinus yang teratur. Suatu saat ada gelombang P yang hilang.
 Interval PP yang kehilangan P=2 x atau kelipatan dari interval PP yang
normal.
 Interval RR yang panjang sering menyebabkan timbulnya kompleks atau
irama lolos, yang bisa dari penghubung AV atau dari ventrikel.
c. Blok SA Tipe Wenckebach
Waktu konduksi dari sinus ke atrium makin memanjang, sehingga suatu implus
tak dapat diteruskan. Waktu konduksi sinoatrial makin memanjang tetapi
pertambahan panjang ini makin lama makin kecil, yang merupakan ciri khas dari
fenomena Wenckebach. Pertambahan panjang waktu konduksi yang makin
mengecil ini menyebabkan interval PP makin pendek.
d. Blok Atrioventrikular (AV)
Blok AV adalah blok yang paling penting, karena menyebabkan gangguan pada
koordinasi antara atrium dan ventrikel, sehingga sangat mengganggu fungsi
jantung. Blok AV ialah blok yang paling sering terjadi.
e. Blok AV Derajat Satu
Blok (penyekat) AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung
organik atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Disritmia ini penting karena
dapat mengakibatkan hambatan jantung yang lebih serius juga merupakan tanda
bahaya.
f. Blok AV Derajat Kedua Mobitz I (Wenckebach)
Pada tipe blok AV derajat kedua ini konduksi AV diperlambat secara progresif
pada masing-masing sinus sampai akhirnya implus ke ventrikel diblok secara
komplit. Siklus kemudian berulang dengan sendirinya.
g. Blok AV Derajat Kedua Mobitz II
Mobitz tipe II digambarkan sebagai blok intermiten pada konduksi AV sebelum
perpanjangan interval PR. Hal ini ditandai oleh interval PR fixed jika konduksi
AV ada dan gelombang P tidak dikonduksikan saat blok terjadi. Penyebab yang
tersering adanya pola Mobitz II adalah blok dibawah berkas his. Ini terlihat pada
infark dinding anterior miokardium dan berbagai penyakit jaringan konduksi.
h. Blok AV Total
Blok AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan dengan
penyakit jantung organik, intoksikasi digitalis, dan MI. Frekuensi jantung
berkurang drastis, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital seperti otak,
jantung, ginjal, paru, dan kulit. Pada blok AV total atrium dan ventrikel berdenyut
sendiri-sendiri, yang disebut disosiasi AV komplit.
i. Blok Cabang Berkas
Blok cabang berkas terjadi bila terdapat blok patologis atau fungsional pada
cabang-cabang utama dari sistem konduksi intraventrikel. Pada saat konduksi
melalui berkas diblok, implus berjalan sepanjang berkas yang tidak terganggu dan
mengaktifkan suatu ventrikel secara normal. Implus terlambat mencapai ventrikel
yang lainnya karena berjalan keluar dari serat-serat konduksi yang normal.
Ventrikel kanan dan kiri kemudian terdepolarisasi secara berurutan dalam pola
normal yang simultan. Aktivitas abnormal menghasilkan kompleks QRS yang
lebar.
j. Blok Intraventrikuler
Hal yang terutama diperhatikan ialah blok arah-arus, yaitu blok yang terjadi pada
perjalanan implus dari simpul sinus hingga serabut purkinye. Hal yang sering
menyebabkan masalah klinis ialah blok di daerah sinoatrial, terutama blok di
daerah atrioventrikular. Sedangkan blok intraventrikuler tidak menyebabkan
gangguan irama jantung secara langsung.

F. Manifestasi Klinis
1. Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi); nadi mungkin tidak teratur, defisit nadi;
bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, cyanosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,
gelisah.
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan, bunyi nafas
tambahan (krekels, ronchi, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan
seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik
pulmonal, hemoptisis.
5. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, odema (trombosis
siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidak-seimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor halter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan
dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja).
Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel atau katup.
4. Scan pencitraan miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard
yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
menyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau
dugaan interaksi obat contoh digitalis, guinidin.
8. Pemeriksaan tyroid : Peningkatan atau penurunan kadar tyroid serum dapat
menyebabkan meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut contoh
endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimatri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
 Anti artimia kelas I : sodium channel blocker.
Kelas I A :
 Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
 Procainamide untuk ventrikel ekstra sistole atrial fibrilasi dan aritmia yang
menyertai anestesi.
 Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang.

Kelas I B :
 Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel
takikardia.
 Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT.

Kelas I C :
 Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi.
 Anti aritmia kelas 2 (beta adrenergik blokade).
Atenolol, metoprolol, propanolol : indikasi aritmia jantung, angina pektoris
dan hipertensi.
 Anti aritmia kelas 3 (prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang.
 Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia.
2. Terapi mekanis
 Kardioversi : Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia
yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
 Defibrilasi : Kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
 Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien
yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
 Terapi pacemaker : Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer :
a. Airway
 Apakah ada peningkatan sekret ?
 Adakah suara nafas : krekels ?
 Breathing
 Adakah distress pernafasan ?
 Adakah hipoksemia berat ?
 Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
 Apakah ada bunyi whezing ?
 Circulation
- Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?
- Apakah ada takikardi ?
- Apakah ada takipnoe ?
- Apakah haluaran urin menurun ?
- Apakah terjadipenurunan TD ?
- Bagaimana kapilery refill ?
- Apakah ada sianosis ?
b. Pengkajian sekunder
 Riwayat penyakit
 Faktor resiko keluarga contoh penyakitjantung, stroke, hipertensi.
 RiwayatIM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi.
 Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinanuntukterjadinya intoksikasi.
 Kondisi psikososial
 Pengkajian fisik
 Aktivitas : kelelahan umum.
 Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensiatau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit
warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema;
haluaran urin menrun bila curah jantung menurun berat.
 Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,
marah, gelisah, menangis.
 Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadapmakanan,
mual muntah, peryubahan beratbadan, perubahan kelembaban kulit
 Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
 Nyeri/ketidaknyamanan : nyeridada ringan sampaiberat, dapathilangatau tidak
dengan obat antiangina, gelisah
 Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyinafas tambahan (krekels, ronki, mengi)
mungkinada menunjukkan komplikasipernafasansepertipadagagaljantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
 Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas
miokardium.
b. Kurang pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi/salah pengertian kondisi medis.

3. Intervensi keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas
miokardium.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan
Kriteria hasil :
 Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh tekanan
darah/nadi dalam rentang normal haluaran urine adekuat nadi teraba sama, status
mental biasa.
 Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia.
 Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1) Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan. Laporkan variasi penting pada TD/frekuensi
nadi, kesamaan, pernafasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat
kesadaran/sensori, dan haluaran urine selama episode disritmia.
R/ : Meskipun tidak semua disritmia mengancam hidup, penanganan cepat untuk
mengakhiri disritmia diperlukan pada adanya gangguan curah jantung dan perfusi
jaringan.

2) Tentukan tipe disritmia dan catat irama (bila pantau jantung/telemetri tersedia).
a. Takikardi
R/ : Takikardia dapat terjadi dalam respons terhadap stres, nyeri, demam, infeksi,
hambatan arteri koroner, disfungsi katup hipovolemia hipoksia, atau sebagai
akibat penurunan tonus vagal atau penurunan aktivitas sistem saraf simpatis
dengan pengeluaran katekolamin.
b. Bradikardia
R/ : Bradikardia umum pada pasien dengan IM akut (khususnya inferior) dan
akibat aktivitas parasimpatis berlebihan, hambatan pada konduksi nodus SA atau
AV, atau kehilangan otomatisitas otot jantung.
c. Disritmia atrial
R/ : Denyutan atrial akut dan kronis dan/atau fibrilasi dapat terjadi karena
penyakit arteri koroner atau katup dan dapat atau bukan merupakan patologis.
Denyutan atrial cepat/ fibrilasi menurunkan curah jantung sebagai akibat tidak
penuhnya pengisian ventrikel (pemendekan siklus jantung) dan meningkatnya
kebutuhan oksigen.
d. Disrtimia ventrikel
R/ : PVC atau VPB menunjukkan iritabilitas jantung dan umumnya berhubungan
dengan IM, toksisitas digitalis vasospasme koroner, dan kesalahan letak lead pacu
jantung sementara. PVC sering, multipel atau multifokal mengakibatkan penurunan
curah jantung dan dapat menimbulkan potensial disritmia letal.

3) Demonstrasikan/dorong penggunakan perilaku pengaturan stress. Contoh teknik


relaksasi, bimbingan imajinasi, nafas/dalam.
R/ : meningkatkan partisipasi pasien dalam mengeluarkan beberapa rasa kontrol
dalam situasi penuh stress.
4) Kolaborasi
a. Pantau pemeriksaan laboratorium contoh elektrolit.
R/ : Ketidakseimbangan elektrolit seperti kalium, magnesium, dan kalsium,
secara merugikan mempengaruhi irama dan kontraktilitas jantung
b. Kadar obat.
R/ : Menyatakan kadar terapeutik/toksik obat yang diberikan atau obat jalanan
dimana dapat mempergaruhi/berperanpada adanya disritmia.
c. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/ : Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk miokard yang menurunkan
iritabilitas yang disebabkan oleh hipoksia.
d. Berikan obat sesuai indikasi
R/ : Disritmia umumnya diobati secara simtomatik, kecuali untuk ventrikel
prematur, dimana dapat diobati secara profilaktik pada IM akut.
e. Kalium :
R/ : Memperbaiki hipokalemia mungkin perlu untuk mengakhiri beberapa
disritmia ventrikuler.
f. Antidisritmia :
- Kelompok Ia, contoh disopiramid (Norpace); prokainamid (pronestly);
quinidin (Ouinagulate).
R/ : Obat ini meningkatkan kerja potensial durasi dan periode refraktori
efektif, dan menurunkan respons membran. Berguna untuk pengobatan
denyut atrial dan ventrikel prematur disritmia berulang (contoh takikardiatrial
dan denyutan/librialis atrial.
- Kelompok Ib, contoh lidokain (Xylocain); fenitoin (Dilantin); tokainidin
(Tonocard); mekasilatine (Mexitil).
R/ : Obat ini periode refraktonnya lebih pende dan kerja tergantung pada jaringan
yang sakit dan kadar kalium ekstiaseluler.
- Kelompok Ic, contoh enkainid (Enkaid); flakainid (Tambocor); propafenon
(Rythnol).
R/ : Obat ini konduksi lambat dengan depresi nodus otomatik dan
menurunkan frekuensi konduksi melalui atrial, ventrikel, dan serat purkinje.
- Kelompok II, contoh propanolol (Inderal); nadolol (Corgrad); asebutolol
(monitan); asmolol (brevibloc).
R/ : Penyekat-b adrenergik mempunyai kandungan antiadrener-gik dan
menurunkan otomatisita. Sehingga berguna pengobatandisritmia yang terjadi
karena disfungsi nodus SA dan AV (contoh takikardi supraventrikuler, denyut
atrial atau fibrilasi).
- Kelompok III, contoh bretilium toslat (Bretylol); aminodaron.
R/ : Obat ini periode refraktorinya panjang dan lama kerja potensial. Juga
digunakan untuk menghentikan fibrilasi ventrikel, khususnya bila
lidokain/pronestil tidak efektif.
- Kelompok IV, contoh verapamil (Calan); nifadipin (procardia); ditiazem
(Cardizem).
R/ : Antagonis kalsium konduksi lambat melalui AV nodus untuk
menurunkan respons ventrikel pada takikard supra-ventrikuler, denyut
atrial/fibrilasi.
- Lain-lain contoh atropin sulfat, isoproterenol (Isuprel); glikosid jantung;
digitalis (lanoxin).
R/ : Berguna pada pengobatan bradikardi dengan meningkatkan nodus SA
dan konduksi AV dan meningkatkan otomatisitas.
g. Siapkan untuk/bantu kardioversi elektif.
R/ : Dapat digunakan pada fibrilasi atrial atau disritmia tidak stabil untuk
menyimpan frekuensi jantung normal/ menghilangkan gejala gagal
jantung.
h. Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung.
R/ : Pacu sementara mungkin perlu untuk meningkatkan pembentukan
impuls atau menghambat takidisritmia dan aktivitas ektopik supaya
mempertahankan fungsi kardiovaskuler sampai pacu spontan diperbaiki
atau pacuan permanen dilakukan.
i. Masukan/pertahankan masukan IV.
R/ : Jalan masuk paten diperlukan untuk pemberian obat darurat.

b. Kurang pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan dengan


kurang informasi/salah pengertian kondisi medis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan pasien
memahami tentang kondisinya.
Kriteria hasil :
 Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan dan fungsi pacu
jantung (bila menggunakan)
 Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping
merugikan dari obat.
 Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan
tindakan.
 Menghubungkan tanda gagal pacu jantung.
Intervensi :
1) Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada
pasien/orang terdekat.
R/ : Informasi terus menerus/baru (contoh masalah yang sedang terjadi atau
memerlukan tindakan kontrol panjang) dapat menurunkan cemas sehubungan
dengan ketidaktahuan dan menyiapkan pasien/orang terdekat.
2) Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan.
Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat contoh pusing, silau,
dispnea, nyeri dada.
R/ : Bila disritmia ditangani dengan tepat aktivitas normal harus dilakukan.
Program latihan berguna dalam memperbaiki kesehatan kardiovaskuler.
3) Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat. Dorong
pencatatan nadi harian sebelum minum obat/latihan. Identifikasi situasi yang
memerlukan intervensi medis cepat.
R/ : Observasi/pemantauan sendiri terus menerus memberikan intervensi
berkala untuk menghindari komplikasi. Program pengobatan mungkin
terganggu atau evaluasi lanjut diperlukan bila frekuensi jantung bervariasi dari
frekuensi yang diharapkan atau frekuensi pacu jantung yang diatur.
4) Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik untuk mengevaluasi/
mempertahankan pacu jantung atau fungsi AICD dan gejala yang memerlukan
intervensi medis.
R/ : Meningkatkan perawatan mandiri, memberikan intervensi berkala untuk
mencegah komplikasi serius. Instruksi/masalah akan tergantung pada fungsi
dan tipe alat, sesuai dengan kondisi pasien dan ada/tak adanya keluarga atau
pemberi perawatan.
5) Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus
manuver valsalva bila perlu.
R/ : Kadang-kadang prosedur ini perlu pada beberapa pasien untuk
memperbaiki irama teratur/curah jantung pada situasi darurat.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai aritmia di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark
miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul
akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik
sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut
jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).
Penyebab Aritmia adalah Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan
miokard (miokarditis karena infeksi). Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner
atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
Berdasarkan penyebabnya, meningitis dibagi menjadi dua, yaitu meningitis purulenta
dan meningitis serosa.

B. Saran
Dengan terselesaikannya Makalah Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Gangguan
Konduksi Jantung ini diharapkan bagi mahasiswa keperawatan agar lebih bisa
mengidentifikasi dan membedakan gejala Aritmia dengan gejala penyakit yang ada pada
jantung.
Etiologi atrioventrikular blok, atau yang dikenal dengan AV block, terbagi menjadi 2
kelompok besar, yaitu AV block kongenital dan didapat. AV block kongenital tidak selalu
disebabkan oleh kelainan struktural akibat adanya penyakit jantung bawaan, tapi bisa juga
disebabkan oleh penyebab konduksi semata. AV block didapat dapat diakibatkan oleh
penyakit lain atau dapat terjadi secara iatrogenik.
Patofisiologi AV block, disebut juga sebagai blok atrioventrikular, dibedakan
berdasarkan penyebabnya: kongenital, didapat akibat penyakit lain, atau iatrogenik Penyebab
kongenital berhubungan dengan kerusakan sistem konduksi jantung akibat reaksi imun
transplasental. AV block yang didapat akibat penyakit lain dapat terjadi akibat berbagai
proses, misalnya degeneratif, iskemia, atau infeksi sedangkan AV block iatrogenik terjadi
akibat proses gangguan konduksi jantung oleh obat atau tindakan medis[2].
AV block (atrioventricular block), dikenal juga sebagai blok atrioventrikular,
merupakan aritmia yang terjadi karena gangguan atau interupsi aliran impuls listrik, baik
parsial maupun total, dari atrium ke ventrikel jantung akibat abnormalitas di sistem konduksi
nodus atrioventrikular atau sistem His-Purkinje.[1]AV block (atrioventricular block), dikenal
juga sebagai blok atrioventrikular, merupakan aritmia yang terjadi karena gangguan atau
interupsi aliran impuls listrik, baik parsial maupun total, dari atrium ke ventrikel jantung
akibat abnormalitas di sistem konduksi nodus atrioventrikular atau sistem His-Purkinje.[1]
AV Block Kongenital
Patofisiologi AV block kongenital didasari adanya kerusakan sistem konduksi jantung
akibat reaksi imun transplasental, terutama oleh antibodi anti-SSA/Ro-SSB/La dari ibu. Teori
ini sampai sekarang merupakan teori yang saat ini dianggap paling dapat menjelaskan
patofisiologi AV block kongenital, dikenal sebagai teori hipotesis kanal kalsium.
AV Block Kongenital
Pada dasarnya merupakan AV block yang berkaitan dengan kelainan bawaan yang
ditemukan di usia muda pada anak-anak di bawah 18 tahun dengan ketiadaan penyebab
lainnya. Etiologi AV block kongenital disebabkan kelainan sistem konduksi jantung bawaan,
baik dengan maupun tanpa kelainan struktural / malformasi kongenital.

Hambatan aliran impuls listrik pada AV block pada dasarnya disebabkan 2 hal:
penyakit bawaan (kongenital) atau didapat (acquired). Penyebab bawaan berupa kelainan
konduksi jantung baik dengan atau tanpa kelainan anatomis / malformasi kongenital;
sementara penyebab didapat berupa penuaan (proses degeneratif), iskemia, infeksi, penyakit
autoimun, ataupun penyebab iatrogenik, baik karena obat-obatan maupun tindakan
medis.[1,2]

Sumber: Jer5150, Wikimedia commons, 2012. Sumber: Jer5150, Wikimedia


commons, 2012.
Diagnosis AV block, seperti aritmia lainnya, ditegakkan dengan elektrokardiogram /
EKG. Berdasarkan hasil EKG, AV block dibagi menjadi 3 derajat yang berbeda. AV block
derajat 2 sendiri dibagi menjadi 2 subtipe, Mobitz I dan II. Pemeriksaan penunjang lainnya
seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan elektrofisiologi / electrophysiological test,
serta pencitraan seperti ekokardiografi, dan angiografi koroner dapat digunakan untuk
menemukan etiologi AV block dan menilai fungsi jantung untuk menentukan
penatalaksanaan yang sesuai.[1]

Penatalaksanaan AV block berbeda-beda tergantung dari derajat AV block itu sendiri


serta menetap atau tidaknya gejala yang diderita. AV block derajat 1 umumnya tidak
memerlukan penanganan medis.[3] AV block derajat 2 yang simtomatik dan derajat 3
memerlukan penatalaksanaan dengan pacemaker permanen, begitu pula untuk AV block
dengan ireversibel bradikardia meskipun asimtomatik.[1]

Terapi medikamentosa jangka panjang tidak diindikasikan untuk AV block.[1,3]


Namun demikian, terapi medikamentosa dapat diberikan sebagai penanganan simtomatik
untuk memperbaiki konduksi, misalnya dengan antikolinergik (atropin) atau beta1/beta2
adrenergik agonis (infus isoproterenol) pada kasus emergensi, serta penggunaan vasopressor
atau alpha/beta agonis untuk pasien AV block dengan ketidakstabilan hemodinamik.[1]

Epidemiologi
Berdasarkan data epidemiologi, AV block/atrioventricular block umumnya ditemukan
pada pasien berusia >70 tahun, terutama pasien yang memiliki kelainan jantung struktural.[1]

Global
Menurut statistik di Amerika Serikat, data epidemiologi berbagai jenis AV block yaitu
sebagai berikut.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta:EGC.

Carpenito J.L. 1997. Nursing Diagnosis. Philadelpia: J.B Lippincott

Carpenito J.L. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne & Brenda G. Bare, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8 vol 1. Jakarta :EGC

Huon H. Gray. 2005. Lecture Notes; Kardiologi. Edisi Keempat. Jakarta : EM

http://kumpulanmaterikeperawatan.blogspot.com/2010/04/askep-disritmia.htm

http://dezlicious.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_05.html

http://blogilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan-disritmia.html

NBZ Blogger, diposting tanggal 2012/12/12. Askep Gadar Aritmia

Anda mungkin juga menyukai