Di susunoleh : Kelompok 2
Billy Adam Siregar
Claudia Evelyn H
Hernirin
Indri Febriani
Istiqomah
2015
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Sel otot sebagaimana sel saraf maupun kelenjar digolongkan ke dalam jenis sel
eksitabel. Otot jantung merupakan salah satu jenis otot maka sebelum melakukan aktivitas
khususnya harus mendapatkan picu (rangsangan) terlebih dahulu; excitation-contraction
coupling. Jadi jelaslah bahwa hasil perekaman aktivitas listrik otot jantung berupa
elektrokardiogram sesungguhnya merupakan gambaran peristiwa yang mengawali terjadinya
kontraksi otot jatung.
Pada awalnya pemberian symbol P,Q,R,S; bukan A,B,C,D oleh Einthoven tidak
dimaksudkan untuk menggambarkan kejadian apapun yang terjadi pada otot jantung. Namun
dengan pengalaman klinis yang berulang ternyata EKGpada akhirnya berkembang sebagai
alat bantu diagnostik yang besar peranannyadalam menegakkan diagnosa walaupun pada
kasus-kasus tertentu masih harus diperkuat dengan prosedur pemeriksaan lainnya seperti
halnya, kateterisasi jantung, echocardiografi dsb.
EKG mula-mula hanya dapat menyajikan gambar Lead I, II dan III secara
evolusioner bertambah menjadi aVR, aVL, aVF dan hantaran precordial, dengan maksud
agar dapat mempertajam analisis pembacaannya. Bahkan alatnya pun (Elektrokardiograf)
menjadi semakin portable sekaligus disertai dengan hasil bacaanya sehingga semua orang
dapat mengoprasikannya dengan mudah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi jantung ?
2. Apakah definisi dari gangguan konduksi jantung ?
3. Bagaimana etiologi dari gangguan konduksi jantung ?
4. Bagaimana sifat dari sistem konduksi jantung ?
5. Bagaimana tipe gangguan konduksi jantung ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan gangguan konduksi jantung ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui anatomi fisiologi jantung
2. Mahasiswa mampu memahami pengertian gangguan konduksi jantung
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi gangguan konduksi jantung
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami sifat sistem konduksi jantung
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tipe gangguan konduksi jantung
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan
kegawatdaruratan ganagguan konduksi jantung.
BAB II
Pembahasan
1. Selaput Jantung
Jantung dilapisi oleh selaput yang disebut pericardium, yang terbagi menjadi 2
lapisan, yaitu;
a. Perikardium parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan
selaaput paru
b. Pericardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri, dan
disebut sebagai pericardium.
Diantara kedua lapisan selaput tersebut terdapat sedikit cairan pelumas yang
disebut cairan pericardium, dan berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat
gerak jantung saat memompa.
2. Dinding Jantung
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan;
a. Epikardium atau pericardium, merupakan lapisan yang paling luar dari dinding
jantung
b. Miokardium, merupakan lapisan tengah yang berotot dan paling tebal
c. Endokardium, merupakan lapisan yang paling dalam yang langsung berhubungan
dengan ruang-ruag jantung.
3. Ruang-ruang Jantung
Jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu:
a. Atrium
Atrium kanan, berfungsi sebagai penampung darah yang rendah oksigen dari
seluruh tubuh
Atrium kiri, berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru.
Kedua katup atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium.
b. Ventrikel
Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-
paru melalui arteri pulmonalis.
Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh
melalui aorta
4. Katup-katup Jantung
a. Katup atrioventrikuler, terletak antara atrium dan ventrikel, yaitu:
Katup tricuspid, mempunyai 3 buah daun katup yang terletak antara atrium
kanan dan ventikel kanan.
Katup bicuspid atau katup mitral, mempunyai 2 buah daun katup yang terletak
antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
b. Katup semilunar
Katup pulmonal, terletak pada arteri pulmonalis
Katup aorta, terletak pada antara ventrikel kiri dan aorta.
5. Arteri Koronaria
Pada bagian atas daun katup aorta terdapat 3 buah penonjolan dinding aorta
yang disebut sinus valsava. Muara arteri koronaria terletak pada tonjolan-tonjolan ini
atau sinus valsava. Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik,
sirkulasi koroner terdiri dari : arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri.
Arteri koroner kiri Left Main Coronary Artery – LMCA, mempunyai dua
cabang besar yaitu ramus desenden anterior (Left Anterior Desendence – LAD) dan
ramus sirkumpleks (Left Ircumflex – LCX). Arteri ini melingkari jantung dalam dua
lekuk anatomis externa, yaitu: sulkus atrioventrikuler yang melingkari jantung
diantara atrium dan ventrikuler, dan sulkus interventrikuler yang memisahkan kedua
ventrikuler.
Pertemuan kedua lekuk ini di bagian posterior jantung merupakan sesuatu
bagian yang kritis dipandang dari sudut anatomi, yang dikenal dengan Kruks Jantung.
Arteri koroner kanan (Right Coronaria Artery – RCA), berjalan ke sisi kanan jantung
pada sulkusnatrioventrikuler kanan. Pada dasarnya arteri koronaria kanan member
makan pada atrium, ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri.
Meskipun nodus SA (Sino Atrial Node) letaknya di atrium kanan tetapi hanya 55%
kebutuhan nutrisinya dipasok oleh arteri-arteri koronaria kanan, sedangkan 42%
lainnya dipasok oleh cabang arteri sirkumplek kiri.
B. Pengertian
Disritmia adalah kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi atau
irama keduanya. Disritmia adalah gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur
jantung. Disritmia dapat diidentifikasi dengan menganalisis gelombang EKG. Disritmia
dinamakan berdasarkan pada tempat dan asal implus serta mekanisme hantaran yang terlibat.
Misalnya, distritmia yang berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya lambat
dinamakan sinus bradikardia.
Disritmia dapat muncul apabila terjadi ketidakseimbangan pada salah satu sifat dasar
jantung. Ketidakseimbangan dapat disebabkan oleh aktivitas normal seperti latihan atau oleh
kondisi patologis, misalnya infark miokard. Pada infark miokard, terjadi peningkatan respon
miokardio terhadap stimulus akibat penurunan oksigenasi ke miokardium yang menyebabkan
peningkatan eksitabilitas.
Gangguan irama jantung atau disritmia tidak hanya terbatas pada ketidakteraturan
denyut jantung, tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi. Beberapa jenis
disritmia dapat muncul tanpa disertai adanya penyakit struktural pada jantung itu sendiri,
termasuk di sini adalah aritmia sinus, bradikardia sinus, tacikardia sinus, atrial prematur, dan
ventrikular beats. Ada juga disritmia yang muncul akibat kelainan organik pada jantung, yang
termasuk kelompok ini adalah tacikardia dan fibrilasi ventrikular, flutter dan fibirasi atrial,
serta blok jantung.
C. Etiologi
Beberapa faktor predisposisi yang bertanggung jawab terhadap tingginya insiden
aritmia adalah sebagai berikut :
a. Iskemia jaringan
b. Hipoksemia
c. Pengaruh sistem saraf otonom
d. Gangguan metabolisme
e. Kelainan hemodinamik
f. Obat-obatan
g. Ketidakseimbangan elektrolit
F. Manifestasi Klinis
1. Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi); nadi mungkin tidak teratur, defisit nadi;
bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, cyanosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,
gelisah.
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan, bunyi nafas
tambahan (krekels, ronchi, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan
seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik
pulmonal, hemoptisis.
5. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, odema (trombosis
siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidak-seimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor halter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan
dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja).
Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel atau katup.
4. Scan pencitraan miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard
yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
menyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau
dugaan interaksi obat contoh digitalis, guinidin.
8. Pemeriksaan tyroid : Peningkatan atau penurunan kadar tyroid serum dapat
menyebabkan meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut contoh
endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimatri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
Anti artimia kelas I : sodium channel blocker.
Kelas I A :
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistole atrial fibrilasi dan aritmia yang
menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang.
Kelas I B :
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel
takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT.
Kelas I C :
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi.
Anti aritmia kelas 2 (beta adrenergik blokade).
Atenolol, metoprolol, propanolol : indikasi aritmia jantung, angina pektoris
dan hipertensi.
Anti aritmia kelas 3 (prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang.
Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia.
2. Terapi mekanis
Kardioversi : Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia
yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
Defibrilasi : Kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien
yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
Terapi pacemaker : Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian primer :
a. Airway
Apakah ada peningkatan sekret ?
Adakah suara nafas : krekels ?
Breathing
Adakah distress pernafasan ?
Adakah hipoksemia berat ?
Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?
Apakah ada bunyi whezing ?
Circulation
- Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?
- Apakah ada takikardi ?
- Apakah ada takipnoe ?
- Apakah haluaran urin menurun ?
- Apakah terjadipenurunan TD ?
- Bagaimana kapilery refill ?
- Apakah ada sianosis ?
b. Pengkajian sekunder
Riwayat penyakit
Faktor resiko keluarga contoh penyakitjantung, stroke, hipertensi.
RiwayatIM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi.
Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinanuntukterjadinya intoksikasi.
Kondisi psikososial
Pengkajian fisik
Aktivitas : kelelahan umum.
Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensiatau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit
warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema;
haluaran urin menrun bila curah jantung menurun berat.
Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,
marah, gelisah, menangis.
Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadapmakanan,
mual muntah, peryubahan beratbadan, perubahan kelembaban kulit
Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
Nyeri/ketidaknyamanan : nyeridada ringan sampaiberat, dapathilangatau tidak
dengan obat antiangina, gelisah
Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyinafas tambahan (krekels, ronki, mengi)
mungkinada menunjukkan komplikasipernafasansepertipadagagaljantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas
miokardium.
b. Kurang pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi/salah pengertian kondisi medis.
3. Intervensi keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas
miokardium.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan
Kriteria hasil :
Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh tekanan
darah/nadi dalam rentang normal haluaran urine adekuat nadi teraba sama, status
mental biasa.
Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia.
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1) Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan. Laporkan variasi penting pada TD/frekuensi
nadi, kesamaan, pernafasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat
kesadaran/sensori, dan haluaran urine selama episode disritmia.
R/ : Meskipun tidak semua disritmia mengancam hidup, penanganan cepat untuk
mengakhiri disritmia diperlukan pada adanya gangguan curah jantung dan perfusi
jaringan.
2) Tentukan tipe disritmia dan catat irama (bila pantau jantung/telemetri tersedia).
a. Takikardi
R/ : Takikardia dapat terjadi dalam respons terhadap stres, nyeri, demam, infeksi,
hambatan arteri koroner, disfungsi katup hipovolemia hipoksia, atau sebagai
akibat penurunan tonus vagal atau penurunan aktivitas sistem saraf simpatis
dengan pengeluaran katekolamin.
b. Bradikardia
R/ : Bradikardia umum pada pasien dengan IM akut (khususnya inferior) dan
akibat aktivitas parasimpatis berlebihan, hambatan pada konduksi nodus SA atau
AV, atau kehilangan otomatisitas otot jantung.
c. Disritmia atrial
R/ : Denyutan atrial akut dan kronis dan/atau fibrilasi dapat terjadi karena
penyakit arteri koroner atau katup dan dapat atau bukan merupakan patologis.
Denyutan atrial cepat/ fibrilasi menurunkan curah jantung sebagai akibat tidak
penuhnya pengisian ventrikel (pemendekan siklus jantung) dan meningkatnya
kebutuhan oksigen.
d. Disrtimia ventrikel
R/ : PVC atau VPB menunjukkan iritabilitas jantung dan umumnya berhubungan
dengan IM, toksisitas digitalis vasospasme koroner, dan kesalahan letak lead pacu
jantung sementara. PVC sering, multipel atau multifokal mengakibatkan penurunan
curah jantung dan dapat menimbulkan potensial disritmia letal.
A. Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai aritmia di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark
miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul
akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik
sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut
jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).
Penyebab Aritmia adalah Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan
miokard (miokarditis karena infeksi). Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner
atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
Berdasarkan penyebabnya, meningitis dibagi menjadi dua, yaitu meningitis purulenta
dan meningitis serosa.
B. Saran
Dengan terselesaikannya Makalah Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Gangguan
Konduksi Jantung ini diharapkan bagi mahasiswa keperawatan agar lebih bisa
mengidentifikasi dan membedakan gejala Aritmia dengan gejala penyakit yang ada pada
jantung.
Etiologi atrioventrikular blok, atau yang dikenal dengan AV block, terbagi menjadi 2
kelompok besar, yaitu AV block kongenital dan didapat. AV block kongenital tidak selalu
disebabkan oleh kelainan struktural akibat adanya penyakit jantung bawaan, tapi bisa juga
disebabkan oleh penyebab konduksi semata. AV block didapat dapat diakibatkan oleh
penyakit lain atau dapat terjadi secara iatrogenik.
Patofisiologi AV block, disebut juga sebagai blok atrioventrikular, dibedakan
berdasarkan penyebabnya: kongenital, didapat akibat penyakit lain, atau iatrogenik Penyebab
kongenital berhubungan dengan kerusakan sistem konduksi jantung akibat reaksi imun
transplasental. AV block yang didapat akibat penyakit lain dapat terjadi akibat berbagai
proses, misalnya degeneratif, iskemia, atau infeksi sedangkan AV block iatrogenik terjadi
akibat proses gangguan konduksi jantung oleh obat atau tindakan medis[2].
AV block (atrioventricular block), dikenal juga sebagai blok atrioventrikular,
merupakan aritmia yang terjadi karena gangguan atau interupsi aliran impuls listrik, baik
parsial maupun total, dari atrium ke ventrikel jantung akibat abnormalitas di sistem konduksi
nodus atrioventrikular atau sistem His-Purkinje.[1]AV block (atrioventricular block), dikenal
juga sebagai blok atrioventrikular, merupakan aritmia yang terjadi karena gangguan atau
interupsi aliran impuls listrik, baik parsial maupun total, dari atrium ke ventrikel jantung
akibat abnormalitas di sistem konduksi nodus atrioventrikular atau sistem His-Purkinje.[1]
AV Block Kongenital
Patofisiologi AV block kongenital didasari adanya kerusakan sistem konduksi jantung
akibat reaksi imun transplasental, terutama oleh antibodi anti-SSA/Ro-SSB/La dari ibu. Teori
ini sampai sekarang merupakan teori yang saat ini dianggap paling dapat menjelaskan
patofisiologi AV block kongenital, dikenal sebagai teori hipotesis kanal kalsium.
AV Block Kongenital
Pada dasarnya merupakan AV block yang berkaitan dengan kelainan bawaan yang
ditemukan di usia muda pada anak-anak di bawah 18 tahun dengan ketiadaan penyebab
lainnya. Etiologi AV block kongenital disebabkan kelainan sistem konduksi jantung bawaan,
baik dengan maupun tanpa kelainan struktural / malformasi kongenital.
Hambatan aliran impuls listrik pada AV block pada dasarnya disebabkan 2 hal:
penyakit bawaan (kongenital) atau didapat (acquired). Penyebab bawaan berupa kelainan
konduksi jantung baik dengan atau tanpa kelainan anatomis / malformasi kongenital;
sementara penyebab didapat berupa penuaan (proses degeneratif), iskemia, infeksi, penyakit
autoimun, ataupun penyebab iatrogenik, baik karena obat-obatan maupun tindakan
medis.[1,2]
Epidemiologi
Berdasarkan data epidemiologi, AV block/atrioventricular block umumnya ditemukan
pada pasien berusia >70 tahun, terutama pasien yang memiliki kelainan jantung struktural.[1]
Global
Menurut statistik di Amerika Serikat, data epidemiologi berbagai jenis AV block yaitu
sebagai berikut.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta:EGC.
Carpenito J.L. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne & Brenda G. Bare, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8 vol 1. Jakarta :EGC
http://kumpulanmaterikeperawatan.blogspot.com/2010/04/askep-disritmia.htm
http://dezlicious.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_05.html
http://blogilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan-disritmia.html