Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN

KASUS HIPERTENSI PADA “NY M DI DESA PAYA BUJOK


SEULEMAK “

DISUSUN OLEH :
1. Sekar Sari
(2002018)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS CUT NYAK DHIEN
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT. Atas segala tuk,

hidayah serta ayah-Nya yang senantiasa tercurah sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah Mata Kuliah Keperawatan Gerontik dengan judul

"Masalah Kesehatan Lansia" ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Shobwat serta salam tidak lupa juga kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW. Saya berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan

referensi dan menjadi gambaran bagi pembaca mengenai ilmu pendidikan

Keperawatan Gerontik khususnya yang berkaitan dengan Masalah Kesehatan

Lansia.

Dalam proses penyusunan makalah ini, banyak saya temui hambatan dan

juga kesulitan namun, berkat bimbingan arahan, serta bantuan dari banyak pihak,

akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tanpa melampaui

batas waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan

makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh kama itu, saya mengharapkan kritik

dan saran yang membangun dari pembaca demi lebih sempurnanya makalah ini

di waktu mendatang. Akhir kata, saya hanya dapat berharap agar makalah ini

dapat berguna bagi semua pihak serta menjadi sesuatu yang berarti dari usaha kan

selama ini. Aamiin

Langsa 23, januari 2023


Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada lanjut usia terjadi kemunduran fungsi tubuh dimana salah satunya

adalah kemunduran fungsi kerja pembuluh darah. Penyakit yang sering dijumpai

pada golongan lansia yang disebabkan karena kemunduran fungsi kerja pembuluh

darah yaitu salah satunya hipertensi atau tekanan darah tinggi. Tekanan darah

tinggi merupakan salah satu penyakit degenerative yang mempunyai tingkat

morbiditas dan mortalitas tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan suatu penyakit

akiba tmeningkatnya tekanan darah arterial sistemik baik sistolik maupun

diastolik (Arlita, 2014).

Data World Health Organization (WHO) 2015 menunjukkan sekitar 1,13

miliar orang di dunia menderita hipertensi. Artinya, I dari 3 orang di dunia

terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% di antaranya yang minum obat.

Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya,

diperkirakan pada 2025 akan ada 1.5miliar orang yang terkena

hipertensi.Diperkirakan juga setiap tahan ada 9.4 juta orang meninggal akibat

hipertensi dan komplikasi.


Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi di

Indonesia sebesar 34,1%. Prevalensi hipertensi di Kalimantan Timur dengan

jumlah penduduk 3.742.194 jiwa pasien yang menderita hipertensi sebesar 29,6%

(Riskesdas) tahun 2013.

Kesehatan lansia bila tidak di tangani dengan baik, akan menyebabkan

penurunan fungsi fisik dan fisiologis sehingga terjadi kerusakan tubuh yang lebih

parah, menimbulkan banyak komplikasi dan mempercepat kematian. Hipertensi

pada lansia bila tidak segera diobati dapat menyebabkan gagal jantung, stroke dan

gagal ginjal (Potter dan Perry, 2005). Faktor yang dapat mempengaruhi hipertensi

ada dua yaitu, faktor yang dapat dikendalikan seperti obesitas, medikasi,

gayahidup, stress dan faktor yang tidak dapat di kenali seperti usia, riwayat

keluarga, jenis kelamin (Junaedi, E dkk, 2013)

Masalah keperawatan yang dapat terjadi pada lansia pada berdasarkan

SDKI masalah keperawatan yang dapat terjadi pada pasien dengan hipertensi

adalah Nyeri akut , gangguan pola tidur dan defisit pengetahuan .

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang diatas, maka rumusan

masalah sebagai berikut:"Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Lansia dengan

Hipertensi "

1.3 Tujuan Penulisan

Penulis mampu memberikan dan menerapkan asuhan keperawatan lansia

dengan hipertensi secara komprehensif.


1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan asuhan keperawatan ini adalah

mampu memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia dengan hipertensi

secara benar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Melakukan pengkajian pada lansia dengan hipertensi

2) Merumuskan diagnosa keperawatan pada lansia dengan hipertensi

dengan tepat.

3) Menyusun rencana asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi.

4) Melakukan tindakan keperawatan pada lansia dengan hipertensi.

5) Melakukan evaluasi keperawatan pada lansia dengan hipertensi sesuai

dengan rencana keperawatan.

1.4 Manfaat Penulisan

1) Menerapkan asuhan keperawatan gerontik dengan hipertensi

2) Menambah pengetahuan EK pengalaman dalam menerapkan

asuhan keperawatan gerontik dengan hipertensi

3) Meningkatkan keterampilan dalam pemberian asuhan

keperawatan gerontik dengan hipertensi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Definisi

Lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya

secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri

dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang

menyebabkan penyakit degenerative misal, hipertensi, arterioklerosis, diabetes

mellitus dan kanker (Nurrahmani, 2012).

2.1.2 Batasan Lansia

Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut

usia meliputi :

1) Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly), kelompok 60-74 tahun.


3) Lanjut usia (old), kelompok usia 74-90

4) Lansia sangat tua (very old), kelompok usia >90 tahun

2.1.3 Kebutuhan Dasar Lansia

Kebutuhan lanjut usia pada umumnya, yaitu adalah kebutuhan kebutuhan

makan, perlindungan makan, perlindungan perawatan, kesehatan dan kebutuhan

sosial dalam mengadakan hubunagan dengan orang lain, hubungan antar pribadi

dalam keluarga, teman-teman sebaya dan hubungan dengan organisasi-organisasi

sosial,

2.1.4 Hipertensi Pada Lansia

Hipertensi pada lansia Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan

hanya berupa kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan mnurut WHO memakai

tekanan diastolik tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada

tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur

yang disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar sehingga

lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah kaku, sebagai

peningkatan pembuluh darah sistolik.

2.2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

Manurut Mustikawati (2017) sistem peredaran darah pada manusia

tersusun atas jantung sebagai pusat peredaran darah, pembuluh-pembuluh

darah dan darah itu sendiri. Jantung terletak di rongga dada, diselaputi oleh

suatu membran pelindung yang disebut pericardium. Dinding jantung terdiri

atas jaringan ikat padat yang membentuk suatu kerangka fibrosa dan otot

jatung.
Serabut otot jantung becabang-cabang dan beranastomosis secara

erat. Jantung mempunyai empat ruang yang terbagi sempurna yaitu dua

serambi (atrium) dan dua bilik (ventrikel) dan terletak didalam rongga dada

sebelah kiri diatas diafragma. Jantung terbungkus oleh kantong perikardium

yang terbagi dari 2 lembar yaitu lamina panistalis disebelah luar dan lamina

viseralis yang menempel pada dinding jantung. Jantung memiliki 3 katup,

yakni katup semilunair yang terdapat di pangkal aorta (arteri besar), katup

valvula bikuspidalis yang terletak diantaraya bilik kanan dan serambi kanan.

Pembuluh darah merupakan jalan bagi darah yang mengalir dari

jantung menuju ke jaringan tubuh, atau sebaliknya. Pembuluh darah dapat

dibagi menjadi tiga macam, yaitu pembuluh darah nadi, pembuluh darah

vena dan pembuluh kapiler (Mustikawati, 2017)

10

Gambar 2.1 Sistem Peredaran Darah (Suratni, 2018)


a. Pembuluh Nadi

Pembuluh nadi atau pembuluh ateri ialah pembuluh darah yang

membawa darah dari jantung menuju kapiler. Ateri vertebrata dilapisi

endotel dan mempunyai dinding yang relatif tebal yang mengandung

jaringan ikat elastis dan otot polos. Kelenturannya membantu

mempertahankan tekanan darah diantaranya denyut jantung.

Arteri yang lebih kecil disebut arteriola memiliki dinding berotot

yang menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan

aliran darah ke daerah tertentu. Dinding arteri besar disebut aorta yang

keluar dari jantung banyak mengandung jaringan ikat (Mustikawati,

2017).

b. Pembuluh Vena

Pembuluh vena atau pembuluh balik ialah pembuluh darah yang

membawa darah ke arah jantung. Pembuluh vena terdiri dari tiga lapisan

seperti pembuluh arteri. Dari lapisan dalam ke arah luar adalah endotel,

jaringan elastik dan otot polos, serta jaringan ikat fibrosa. Pada sepanjang

pembuluh vena, terdapat katup-katup yang mencegah darah kembali ke

jaringan tubuh. Pembuluh vena terletak lebih ke permukaan pada jaringan

tubuh dari pada pembuluh arteri. Pada manusia dan mamalia, selain

pembuluh darah vena dari jaringan tubuh yang kembali ke jantung, ada

pula vena yang sebelum kembali ke jantung singgah dulu ke suatu alat

tubuh, misalnya dari usus ke jantung singgah dulu ke hati. Peredaran ini

disebut vena porta (Nugroho, 2021).


c. Pembuluh Kapiler

Pembuluh kapiler adalah pembuluh darah kecil yang mempunyai

diameter kira-kira sebesar sel darah merah yaitu 7 µm. meskipun diameter

sebuah kapiler sangat kecil, jumlah kapiler yang timbul dari sebuah

arteriol cukup besar sehingga total daerah sayatan melintang yang tersedia

untuk aliran dapar meningkat. Pada orang dewasa kira-kira ada 90.000 km

kapiler. Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari

darah ke dalam jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah

dari jarigan ke dalam darah (Nugroho, 2021).

2.2.1 Definisi

Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah

sistolik yang lebih dari 120 mmHg atau sama dengan 140 mmHg dan

tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmHg atau 90 mmHg. Hipertensi

dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu hipertensi primer dan hipertensi

sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui

penyebab pastinya (Putri, dkk 2021).

Menurut Pudiastuti (2017) penyakit darah tinggi atau hipertensi

(hypertension) adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh angka

systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi

darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air

raksa ataupun alat digital lainnya.


Menurut Yulanda dan Lisiwanti (2019) hipertensi terjadi apabila

tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi merupakan suatu

keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan

terus-menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang

disebabkan satu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan

sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal

2.2.2 Klasifikasi

Menurut Mustaqqim (2018), beberapa klasifikasi berdasarkan

etiologi dan derajat hipertensi, yaitu :

1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana

sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa

faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti:

faktor genetik, stres dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet

(peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium

atau kalsium). Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan

suatu-satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat


setelah terjadi komplikasi pada organ seperti ginjal, mata, otak dan

jantung.

b. Pada hipertensi sekunder

Pada hipertensi sekunder penyebab dan patofisiologi dapat

diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan

dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa

kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan

aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin,

hipertiroidisme dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral

dan kortikosteroid.

2. Berdasarkan Derajat Hipertensi

Hipertensi berdasarkan derajat hipertensi dapat dilihat pada tabel

di bawah ini :

Tabel 2.1 Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi dari JNC VII


Derajat Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre-hipertensi 120 - 139 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 - 159 90 – 99
Hipertensi derajat II 160 atau >160 100 atau >100
Sumber : Putri dan Wijaya, (2018)

2.2.3 Etiologi

Corwin 2000 dalam Wijaya dan Putri (2018) menjelaskan bahwa

hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan


Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga

variabel yang tidak di kompensasi dapat menyebabkan hipertensi.

Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan

abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut

jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme.

Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya di kompensasi oleh

penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak menimbulkan

hipertensi.

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi

apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat

gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam

berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan

aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh

ginjal. Peningkatan volume plasma akan mengakibatkan peningkatan

volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan

tekanan darah. Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan

tekanan sistolik (Kurnisari, 2018).

Sedangkan menurut Hasdianah dan Suprapto (2017) penyebab

hipertensi gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebih,

rangsangan kopi dan tembakau yang berlebihan, obat-obatan dan keturunan.

2.2.4 Patofisiologi

Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih dipenuhi

ketidakpastian. Sejumlah kecil pasien (antara 2% dan 5%) memiliki


penyakit dasar ginjal atau adrenal yang menyebabkan peningkatan tekanan

darah. Namun, masih belum ada penyebab tunggal yang dapat

diidentifikasi dan kondisi inilah yang disebut sebagai “hipertensi esensial”.

Sejumlah mekanisme fisiologis terlibat dalam pengaturan tekanan darah

normal, yang kemudian dapat turut berperan dalam terjadinya hipertensi

esensial (Wijaya dan Putri, 2018).

Angiotensin Converting Enzyme (ACE), memegang peran fisiologi

penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi di hati selanjutnya oleh hormon, renin

akan diubah menjadi angiotensin 1, oleh ACE yang terdapat di paru-paru

angiotensin 1 diubah menjadi angiotensin II, peranan kunci dalam

menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama, yaitu Meningkatkan

sekresi hormone antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di

hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH sangat sedikit

urin yang dieksresikan keluar tubuh sehingga menjadi pekat dan tinggi

osmolalitasnya untuk mengencerkanya volume cairan ekstraseluler akan

ditingkatkan dengan cara menarik cairan di bagian intra seluler akibatnya

volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan

darah.

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah yang terletak dipusat vasomotor, pada modulla di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna modulla spinalis ke ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor diantarkan

dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke

ganglia. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang

akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya neropinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah, berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor.

Individu dengan hipertensi sangat sensitif tehadap neropinefrin, meskipun

tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenalin juga

terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla

adrenalin mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.

Korteks adrenalin mengsekresi kortisol dan steriod lainnya, yang dapat

memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibakan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan

renin. Renin merangsang pembentukan angiotensi I yang kemudian diubah

menjadi angiotensi II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenalin. Perubahan

struktural dan funsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung


jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.

Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan

ikat (Kurnisari, 2018). Skema patofisiologi hipertensi dapat dilihat pada

skema di bawah ini :

Umur, Jenis Kelamin, Gaya hidup, Obesitas

Hipertensi

Otak Ginjal Retina Korone Jantung

Spasmus
Resistensi Suplai O2 Vasokontriksi arteriole
pembuluh. otak pembuluh
darah otak darah ginjal
Infark miokard

Diplopia
Kesadaran
Tekanan Blood flow Nyeri dada
pembuluh
Risiko
darah otak Risiko Injuri
Injuri Respon KAA

Nyeri Kepala
Rangsang
aldosteron
Gangguan
rasa nyaman Retensi Na
nyeri

Oedema

Gangguan Kesembangan
Cairan

Skema 2.1 Pathway Hipertensi (Maruni, 2018)

2.2.5 Manifestasi Klinis

Menurut Hasdianah dan Suprapto (2017), pada pemeriksaan fisik,

kemungkinan tidak akan dijumpai adanya suatu kelainan yang nyata selain

tekanan darah yang tinggi. Akan tetapi dapat pula ditemukan perubahan
pada retina seperti perdarahan, eksudat (gumpalan cairan), penyempitan

pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil (edema pada diskus

optikus). Seseorang yang mengalami hipertensi dengan manifestasi yang

khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah

bersangkutan. Tetapi penyakit arteri koroner dengan angina pektoris

adalah gejala yang paling sering menyertai hipertensi.

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain

tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada

retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan

pembuluh darah dan pada kasus berat ditemukan edema pupil dan edema

pada diskus optikus (Wijaya dan Putri, 2018).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan

gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukkan adanya

kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ

yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan

patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nuktoria (peningkatan

urinari pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah

(BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat

menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi

sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia atau gangguan

tajam penglihatan (Wijaya dan Putri, 2018).


Menurut Corwin dalam Wijaya dan Putri (2018), sebagian besar

gejala klinis hipertensi adalah:

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,

akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf

pusat.

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomeulus.

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler.

2.2.6 Komplikasi

Menurut Mustaqqim (2018) tekanan darah tinggi apabila tidak

diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka panjang akan menyebabkan

kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah

arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ

sebagai berikut :

a. Jantung, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal

jantung dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban

kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan

berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya

jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan


diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak

napas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.

b. Otak, komplikasi hipertensi pada otak menimbulkan risiko stroke,

apabila tidak diobati risiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

c. Ginjal, tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal,

tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem

penyaringan di dalam ginjal akibanya lambat laun ginjal tidak mampu

membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui

darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.

d. Mata, pada mata hipertensi dapat menyebabkan terjadinya retinopati

hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan.

2.2.7 Penatalaksanaan Medis

Telah dibuktikan bahwa dengan mengendalikan tekanan darah

angka morbiditas dan mortalitas penyakit karena hipertensi dapat

diturunkan. Menurut Hasdianah dan Suprapto (2017), penanggulangan

hipertensi secara garis besar di bagi dalam 2 jenis penatalaksanaan yaitu :

a. Penatalaksanaan non farmakologis atau perubahan gaya hidup, dahulu

penyelidikan tentang penalaksanaan non farmakologis kurang

mendapat perhatian karena cara tersebut di anggap kurang efektif dan

sukar untuk dilaksanakan. Akan tetapi mengingat bahwa hipertensi

derajat 1 mencakup sebagian kasus hipertensi dan adanya efek

samping akibat pengobatan yang dilakukan jangka panjang,


mendorong para ahli untuk menyelidiki kelebihan pengobatan non

farmakologis.

b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu pengobatan hipertensi biasanya

dikombinasikan dengan beberapa obat lainnya. Pertama diuretik

merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan

tubuh melalui urin. Tetapi penggunaan obat tersebut mengakibatkan

potassium kemungkinan terbuang kedalam cairan urine. Karena itu,

pengontrolan konsumsi potassium harus dilakukan. Jenis obat diuretik

ini meliputi tablet hidrokloratiajide (HTC) dan lasik (furosemide) dan

obat non diuretik seperti jenis beta-blocker adalah etanol (tenorin),

capoten (captropil). Ketiga, kalsium canel blocker meliputi norvasc

(amplopidine) dan angiotensinconverting enzyme (ACE).

c. Penatalaksanaan diet yaitu sebagai berikut :

1) Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan

mempertahankan tekanan darah menuju normal.

2) Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral

3) Menurunkan faktor resiko lain seperti BB berlebih, tingginya

kadar asam lemak, kolesterol dalam darah.

4) Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal

dan DM.

d. Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi :

1) Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang


2) Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi

penderita

Anda mungkin juga menyukai